Monday, January 7, 2019

√ Download Pp Nomor 2 Tahun 2018 Wacana Standar Pelayanan Minimal

  bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal  √ Download PP Nomor 2 Tahun 2018 wacana Standar Pelayanan Minimal

Download Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal pdf







Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 wacana Pemerintahan Daerah, perlu memutuskan Peraturan Pemerintah wacana Standar Pelayanan Minimal;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 wacana Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 wacana Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 wacana Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL.

Berikut yakni tautan Download Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal pdf:



Berikut yakni kutipan dari PP Nomor 2 Tahun 2018 wacana Standar Pelayanan Minimal tersebut:



BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Standar Pelayanan Minimal, yang selanjutnya disingkat SPM yakni ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
2. Pelayanan Dasar yakni pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar Warga Negara.
3. Jenis Pelayanan Dasar yakni jenis pelayanan dalam rangka penyediaan barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh oleh setiap Warga Negara secara minimal.
4. Mutu Pelayanan Dasar yakni ukuran kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa kebutuhan dasar serta pemenuhannya secara minimal dalam Pelayanan Dasar sesuai standar teknis semoga hidup secara layak.
5. Urusan Pemerintahan Wajib yakni urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah.
6. Pemerintah Pusat yakni Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wapres dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

7. Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah yakni kesatuan masyarakat aturan yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Pemerintahan Daerah yakni penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemda dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan asas otonomi dan kiprah pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9. Pemerintah Daerah yakni kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
10. Warga Negara Indonesia, yang selanjutnya disebut Warga Negara yakni orang bangsa Indonesia orisinil dan orang bangsa lain yang disahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 2

SPM ditetapkan dan diterapkan berdasarkan prinsip kesesuaian kewenangan, ketersediaan, keterjangkauan, kesinambungan, keterukuran, dan ketepatan sasaran.

Pasal 3

(1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar terdiri atas:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan umum dan penataan ruang;

d. perumahan rakyat dan daerah permukiman;

e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
f. sosial.

(2) Sebagian substansi Pelayanan Dasar pada urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai SPM.
(3) Penetapan sebagai SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kriteria barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang:
a. bersifat mutlak; dan b. gampang distandarkan,
yang berhak diperoleh oleh setiap Warga Negara secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar.

BAB II JENIS SPM

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 4

(1) Jenis SPM terdiri atas SPM:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan . . .

c. pekerjaan umum;

d. perumahan rakyat;

e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
f. sosial.

(2) Materi muatan SPM mencakup:

a. Jenis Pelayanan Dasar;

b. Mutu Pelayanan Dasar; dan c. akseptor Pelayanan Dasar.
(3) Setiap Jenis Pelayanan Dasar harus mempunyai Mutu
Pelayanan Dasar.


Bagian Kedua

SPM Pendidikan

Pasal 5

(1) SPM pendidikan meliputi SPM pendidikan Daerah provinsi dan SPM pendidikan Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pendidikan Daerah provinsi terdiri atas:
a. pendidikan menengah; dan b. pendidikan khusus.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pendidikan Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar; dan c. pendidikan kesetaraan.

(4) Mutu . . .

(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. usia 16 (enam belas) tahun hingga dengan 18 (delapan belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan menengah;
b. usia 4 (empat) tahun hingga dengan 18 (delapan belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan khusus;
c. usia 5 (lima) tahun hingga dengan 6 (enam) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan anak usia dini;
d. usia 7 (tujuh) tahun hingga dengan 15 (lima belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan dasar; dan
e. usia 7 (tujuh) tahun hingga dengan 18 (delapan belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan kesetaraan.


(6) Ketentuan . . .



(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan yang ditetapkan sehabis dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

Bagian Ketiga

SPM Kesehatan


Pasal 6

(1) SPM kesehatan meliputi SPM kesehatan Daerah provinsi dan SPM kesehatan Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM kesehatan Daerah provinsi terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akhir tragedi dan/atau berpotensi tragedi provinsi; dan
b. pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi peristiwa luar biasa provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM kesehatan Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan ibu hamil;

b. pelayanan kesehatan ibu bersalin;

c. pelayanan kesehatan bayi gres lahir;

d. pelayanan kesehatan balita;
e. pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;

f. pelayanan . . .

f. pelayanan kesehatan pada usia produktif;

g. pelayanan kesehatan pada usia lanjut;

h. pelayanan kesehatan penderita hipertensi;

i. pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;

j. pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
k. pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis;
dan

l. pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan badan insan (Human Immunodeficiency Virus),
yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/
preventif.

(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya insan kesehatan; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:

a. penduduk terdampak krisis kesehatan akhir tragedi dan/atau berpotensi tragedi provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akhir tragedi dan/atau berpotensi tragedi provinsi;
b. penduduk pada kondisi peristiwa luar biasa provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi peristiwa luar biasa provinsi;
c. ibu hamil untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan ibu hamil;
d. ibu bersalin untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan ibu bersalin;
e. bayi gres lahir untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bayi gres lahir;
f. balita untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan balita;
g. usia pendidikan dasar untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
h. usia produktif untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia produktif;
i. usia lanjut untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
j. penderita hipertensi untuk Jenis Pelayanan
Dasar pelayanan kesehatan penderita hipertensi;

k. penderita diabetes melitus untuk Jenis Pelayanan
Dasar pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;

l. orang dengan gangguan jiwa berat untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
m. orang terduga tuberkulosis untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
n. orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan badan insan (Human Immunodeficiency Virus) untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan badan insan (Human Immunodeficiency Virus).
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang ditetapkan sehabis dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

Bagian Keempat SPM Pekerjaan Umum Pasal 7
(1) SPM pekerjaan umum meliputi SPM pekerjaan umum Daerah provinsi dan SPM pekerjaan umum Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pekerjaan umum
Daerah provinsi terdiri atas:


a. pemenuhan kebutuhan air minum curah lintas kabupaten/kota; dan
b. penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik regional lintas kabupaten/kota.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pekerjaan umum
Daerah kabupaten/kota terdiri atas:

a. pemenuhan kebutuhan pokok air minum sehari- hari; dan
b. penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; dan
b. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu setiap Warga Negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum yang ditetapkan sehabis dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

SPM Perumahan Rakyat

Pasal 8

(1) SPM perumahan rakyat meliputi SPM perumahan rakyat Daerah provinsi dan SPM perumahan rakyat Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM perumahan rakyat
Daerah provinsi terdiri atas:

a. penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban tragedi provinsi; dan
b. fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi kegiatan Pemda provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM perumahan rakyat
Daerah kabupaten/kota terdiri atas:

a. penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban tragedi kabupaten/kota; dan
b. fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi kegiatan Pemda kabupaten/kota.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; dan
b. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.


(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. korban tragedi provinsi yang mempunyai rumah terkena efek tragedi untuk Jenis Pelayanan Dasar penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban tragedi provinsi;
b. masyarakat yang terkena relokasi akhir kegiatan Pemda provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi kegiatan Pemda provinsi;
c. korban tragedi kabupaten/kota yang mempunyai rumah terkena efek tragedi untuk Jenis Pelayanan Dasar penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban tragedi kabupaten/kota; dan
d. masyarakat yang terkena relokasi akhir kegiatan Pemda kabupaten/kota untuk Jenis Pelayanan Dasar fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi kegiatan Pemda kabupaten/kota.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan rakyat yang ditetapkan sehabis dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian terkait.

Bagian Keenam

SPM Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan
Pelindungan Masyarakat

Pasal 9

(1) SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat meliputi SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah provinsi dan SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah provinsi yaitu pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum;

b. pelayanan info rawan bencana;

c. pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana;
d. pelayanan penyelamatan dan penyelamatan korban bencana; dan
e. pelayanan penyelamatan dan penyelamatan korban kebakaran.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-
kurangnya memuat:

a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya manusia; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. yang terkena efek gangguan ketenteraman dan ketertiban umum akhir penegakan aturan terhadap pelanggaran perda provinsi dan peraturan kepala Daerah provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum provinsi;
b. yang terkena efek gangguan ketenteraman dan ketertiban umum akhir penegakan aturan terhadap pelanggaran perda kabupaten/kota dan peraturan kepala Daerah kabupaten/kota untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum;
c. yang berada di daerah rawan tragedi dan yang menjadi korban tragedi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan info rawan bencana, pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana, dan pelayanan penyelamatan dan penyelamatan korban bencana; dan

d. yang menjadi korban kebakaran atau terdampak kebakaran untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan penyelamatan dan penyelamatan korban kebakaran.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang ditetapkan sehabis dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

Bagian Ketujuh

SPM Sosial

Pasal 10

(1) SPM sosial meliputi SPM sosial Daerah provinsi dan
SPM sosial Daerah kabupaten/kota.

(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM sosial Daerah provinsi terdiri atas:
a. rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di dalam panti;
b. rehabilitasi sosial dasar anak telantar di dalam panti;
c. rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar di dalam panti;
d. rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di dalam panti; dan
e. proteksi dan jaminan sosial pada ketika dan sehabis tanggap darurat tragedi bagi korban tragedi provinsi.


(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM sosial Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di luar panti;
b. rehabilitasi sosial dasar anak telantar di luar panti;
c. rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar di luar panti;
d. rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di luar panti; dan
e. proteksi dan jaminan sosial pada ketika dan sehabis tanggap darurat tragedi bagi korban tragedi kabupaten/kota.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas sumber daya insan kesejahteraan sosial; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:




a. penyandang disabilitas telantar untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di dalam dan di luar panti;
b. anak telantar untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar anak telantar di dalam dan di luar panti;
c. lanjut usia telantar untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar di dalam dan di luar panti;
d. gelandangan dan pengemis untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di dalam dan di luar panti;
e. korban tragedi provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar proteksi dan jaminan sosial pada ketika dan sehabis tanggap darurat tragedi bagi korban tragedi provinsi; dan
f. korban tragedi kabupaten/kota untuk Jenis Pelayanan Dasar proteksi dan jaminan sosial pada ketika dan sehabis tanggap darurat tragedi bagi korban tragedi kabupaten/kota.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial yang ditetapkan sehabis dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

BAB III

PENERAPAN DAN PELAPORAN SPM Bagian Kesatu
Penerapan SPM

Pasal 11

(1) Pemerintah Daerah menerapkan SPM untuk pemenuhan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
(2) Penerapan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan:

a. pengumpulan data;

b. penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan
Dasar;

c. penyusunan planning pemenuhan Pelayanan
Dasar; dan

d. pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar.

(3) Penerapan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan bagi Warga Negara yang berhak memperoleh Pelayanan Dasar secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasarnya.

Pasal 12

(1) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) aksara a dilakukan oleh Pemda secara terencana untuk memperoleh data wacana jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh setiap Warga
Negara secara minimal.

(2) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan sesuai dengan standar teknis SPM yang bersangkutan.
(3) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mencakup:
a. jumlah dan identitas lengkap Warga Negara yang berhak memperoleh barang dan/atau jasa kebutuhan dasar secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasarnya serta khusus pengumpulan data untuk penerapan SPM pendidikan Daerah kabupaten/kota meliputi jumlah dan identitas lengkap seluruh Warga Negara yang berhak memperoleh barang dan/atau jasa kebutuhan dasar secara minimal; dan
b. jumlah barang dan/atau jasa yang tersedia, termasuk jumlah sarana dan prasarana yang tersedia.
(4) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diintegrasikan dengan sistem info pembangunan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

(1) Penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) aksara b dilakukan dengan menghitung selisih antara jumlah barang dan/atau jasa yang dibutuhkan untuk pemenuhan Pelayanan Dasar dengan jumlah barang dan/atau jasa yang tersedia, termasuk menghitung selisih antara jumlah sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pemenuhan Pelayanan Dasar dengan jumlah sarana dan prasarana yang tersedia.

(2) Dalam hal terdapat penghitungan biaya, penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memakai standar biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) Hasil penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi dasar dalam penyusunan planning pemenuhan Pelayanan Dasar.

Pasal 14

(1) Penyusunan planning pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) aksara c dilakukan oleh Pemda semoga Pelayanan Dasar tersedia secara cukup dan berkesinambungan.
(2) Rencana pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan Daerah sebagai prioritas belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

(1) Pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) aksara d dilakukan sesuai dengan planning pemenuhan Pelayanan Dasar.
(2) Pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemda berupa:
a. menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan; dan/atau

b. melaksanakan kolaborasi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemda dapat:
a. membebaskan biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi Warga Negara yang berhak memperoleh Pelayanan Dasar secara minimal, dengan memprioritaskan bagi masyarakat miskin atau tidak bisa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. menunjukkan proteksi pemenuhan barang dan/jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh Warga Negara secara minimal, dengan memprioritaskan bagi masyarakat miskin atau tidak bisa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SPM diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang ditetapkan sehabis dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

Bagian Kedua

Laporan Penerapan SPM Pasal 17
(1) Laporan penerapan SPM termasuk dalam materi muatan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan disampaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai laporan penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah.

(2) Materi muatan laporan penerapan SPM sekurang- kurangnya terdiri atas:
a. hasil penerapan SPM;

b. hambatan penerapan SPM; dan

c. ketersediaan anggaran dalam penerapan SPM.

(3) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), laporan penerapan SPM Daerah provinsi dalam laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus mencantumkan rekapitulasi penerapan SPM Daerah kabupaten/kota.

Pasal 18

(1) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dipakai oleh Pemerintah Pusat untuk perumusan kebijakan nasional.
(2) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) aksara a dipakai oleh Pemerintah Pusat untuk pemberian insentif atau disinsentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemberian insentif atau disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
(4) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 dipakai oleh Pemda untuk:

a. evaluasi kinerja perangkat Daerah;

b. pengembangan kapasitas Daerah dalam peningkatan pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar; dan
c. penyempurnaan kebijakan penerapan SPM dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan
Daerah.


BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 19
(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melaksanakan training dan pengawasan penerapan SPM Daerah provinsi secara umum.
(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang yang sesuai dengan jenis SPM melaksanakan training dan pengawasan penerapan SPM Daerah provinsi secara teknis.
(3) Gubernur melaksanakan training dan pengawasan terhadap penerapan SPM provinsi oleh perangkat Daerah provinsi.
(4) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melaksanakan training dan pengawasan penerapan SPM Daerah kabupaten/kota secara umum dan teknis.
(5) Bupati melaksanakan training dan pengawasan penerapan SPM Daerah kabupaten oleh perangkat Daerah kabupaten dan wali kota melaksanakan training dan pengawasan penerapan SPM Daerah kota oleh perangkat Daerah kota.
(6) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hingga dengan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- permintaan yang mengatur mengenai training dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.


Pasal 20

(1) Kepala Daerah dan/atau wakil kepala Daerah yang tidak melaksanakan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 hingga dengan Pasal 10 dijatuhi hukuman administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hukuman administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang ditetapkan sehabis dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 21

Pemda Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta melaksanakan penerapan seluruh jenis SPM sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22

Pada ketika Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua pengaturan mengenai SPM yang diatur dalam peraturan perundang-undangan selain peraturan perundang- permintaan bidang Pemerintahan Daerah, pelaksanaannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 23

Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai SPM wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 24

Pada ketika Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 wacana Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 25

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling usang tanggal 1 Januari 2019.

Pasal 26

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal

1 Januari 2019.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Januari 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA, ttd.
YASONNA H. LAOLY


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 2


PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018
TENTANG

STANDAR PELAYANAN MINIMAL


I. UMUM

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat atau kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan kiprah serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diperlukan bisa meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat atau kesejahteraan rakyat tersebut dalam lingkungan strategis globalisasi dengan memakai prinsip pemerataan dan keadilan salah satunya diwujudkan melalui penetapan dan penerapan SPM.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 wacana Pemerintahan Daerah maka SPM tidak lagi dimaknai dalam kontekstual sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria. Batasan pengertian SPM secara tekstual memang tidak berubah, yaitu bahwa SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal, namun terdapat perubahan fundamental dalam pengaturan mengenai Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar, kriteria penetapan SPM, dan mekanisme penerapan SPM.


Pengaturan mengenai Jenis Pelayanan Dasar ditentukan dengan tegas dan terperinci dalam Peraturan Pemerintah ini dan tidak didelegasikan lebih lanjut kedalam peraturan perundang-undangan lainnya. Terkait dengan Mutu Pelayanan Dasar maka pengaturan lebih rincinya ditetapkan oleh masing-masing menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sesuai dengan jenis SPM. Pengaturan oleh menteri terkait merupakan pengaturan mengenai standar teknis SPM.

Penetapan SPM dilakukan berdasarkan kriteria barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang bersifat mutlak dan gampang distandarkan yang berhak diperoleh oleh setiap Warga Negara secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar. Untuk mekanisme penerapan SPM maka tidak lagi ditentukan berdasarkan indikator SPM dan batas waktu pencapaian tetapi mengutamakan penerapan SPM dengan berdasarkan: (i) pengumpulan data secara empiris dengan tetap mengacu secara normatif sesuai standar teknis; (ii) penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar; (iii) penyusunan planning pemenuhan Pelayanan Dasar; dan (iv) pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar, yang kesemuanya itu dilakukan oleh Pemda dan bukan oleh kementerian terkait.

Perubahan paradigma penting lainnya mengenai SPM yaitu dalam konteks belanja Daerah. Terhadap belanja Daerah maka ditentukan secara tegas dan terperinci bahwa belanja Daerah diprioritaskan untuk mendanai pelaksanaan SPM. Atas prioritas tersebut dan terlaksananya SPM maka SPM telah menjamin hak konstitusional masyarakat, sehingga bukan kinerja Pemda yang menjadi prioritas utama apalagi kinerja kementerian tetapi prioritas utamanya yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar Warga Negara.

Selanjutnya, mengingat makna Pemda berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 wacana Pemerintahan Daerah tidak hanya pada Daerah kabupaten dan kota namun juga pada Daerah provinsi maka SPM tentu juga harus dimaknai tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemda kabupaten/kota saja tetapi juga menjadi tanggung jawab Pemda provinsi. Hal ini juga mengingat bahwa di Daerah provinsi juga tersedia anggaran pendapatan dan belanja Daerah provinsi untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan daerah permukiman, ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat serta sosial. Selain itu, penetapan dan penerapan SPM Daerah provinsi menjadi penting mengingat terdapatnya Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang tidak lagi menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

Secara umum Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai prinsip penetapan dan penerapan SPM, jenis SPM termasuk materi muatannya yang terdiri atas Jenis Pelayanan Dasar, Mutu Pelayanan Dasar, dan akseptor Pelayanan Dasar, penerapan dan pelaporan SPM, training dan pengawasan SPM, ketentuan lain-lain, dan ketentuan epilog yang salah satunya menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 wacana Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Yang dimaksud dengan ”prinsip kesesuaian kewenangan” yakni SPM diterapkan sesuai dengan kewenangan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota berdasarkan pembagian Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
Yang dimaksud dengan ”prinsip ketersediaan” yakni SPM ditetapkan dan diterapkan dalam rangka menjamin tersedianya barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh oleh setiap Warga Negara secara minimal.
Yang dimaksud dengan ”prinsip keterjangkauan” yakni SPM ditetapkan dan diterapkan dalam rangka menjamin barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang gampang diperoleh oleh setiap Warga Negara.
Yang dimaksud dengan ”prinsip kesinambungan” yakni SPM ditetapkan dan diterapkan untuk menunjukkan jaminan tersedianya barang dan/atau jasa kebutuhan dasar Warga Negara secara terus-menerus.
Yang dimaksud dengan “prinsip keterukuran” yakni SPM ditetapkan dan diterapkan dengan barang dan/atau jasa yang terukur untuk memenuhi kebutuhan dasar Warga Negara.
Yang dimaksud dengan prinsip “ketepatan sasaran” yakni SPM ditetapkan dan diterapkan untuk pemenuhan barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal dan pemenuhan oleh Pemda ditujukan kepada Warga Negara dengan memprioritaskan bagi masyarakat miskin atau tidak mampu.


Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Huruf a

Yang dimaksud dengan “bersifat mutlak” yakni dihentikan tidak, harus ada.
Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas. Pasal 5
Cukup jelas. Pasal 6
Cukup jelas. Pasal 7
Cukup jelas. Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10

Yang dimaksud dengan “anak terlantar” yakni anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua/keluarga atau anak kehilangan hak didik dari orang tua/keluarga.
Yang dimaksud dengan “lanjut usia telantar” yakni orang yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih sebab faktor tertentu tidak sanggup memenuhi kebutuhan dasarnya.
Pasal 11

Cukup jelas. Pasal 12
Cukup jelas. Pasal 13
Cukup jelas. Pasal 14
Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan Daerah” meliputi planning pembangunan jangka menengah Daerah, planning kerja Pemerintah Daerah, dan anggaran pendapatan dan belanja Daerah.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Huruf a

Yang dimaksud dengan “membebaskan biaya” antara lain menunjukkan beasiswa, menunjukkan barang dan/jasa secara gratis dalam penerapan SPM.
Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas. Pasal 17
Cukup jelas. Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Cukup jelas. Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21

Cukup jelas. Pasal 22
Cukup jelas. Pasal 23
Cukup jelas. Pasal 24
Cukup jelas. Pasal 25
Cukup jelas. Pasal 26
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6178

Demikian goresan pena wacana

Download Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal pdf

Semoga bermanfaat dan salam sukses selalu!
Sumber http://www.informasiguru.com