Friday, June 2, 2017

√ Laporan Pendahuluan / Lp Sindrom Nefrotik Lengkap Dengan Tinjauan Kasus Askep, Download Pdf Dan Doc

Teman sejawat sekalian dimanapun berada kali ini kami bagikan laporan pendahuluan sindrom nefrotik lengkap dengan tinjauan masalah askep, d0wnl0ad pdf dan doc.

Pada postingan kali ini kami bagikan laporan pendahuluan sindrom nefrotik yaitu sebuah tinjauan teori hingga konsep asuhan keperawatan wacana penyakit sindrom nefrotik yakni sebuah penyakit yang menyerang ginjal.

Laporan pendahuluan / lp sindrom nefrotik ini telah kami susun dengan lengkap berdasarkan beberapa refferensi terpercaya. dan juga kami lengkapi dengan tinjauan masalah seorang pasien dengan penyakit sindrom nefrotik dalam sebuah rumah sakit.

Laporan pendahuluan / lp sindrom nefrotik lengkap dengan tinjauan masalah askep ini bisa did0wnl0ad dalam format doc dan pdf, dengan memakai link unduhan yang telah kami sisipkan diakhir artikel.

Laporan pendahuluan Sindrom Nefrotik

Pengertian

Sindrom nefrotik yaitu kumpulan tanda-tanda degenerasi ginjal tanpa adanya peradangan, ditandai dengan oedema, albuminuria dan penurunan albumin dalam serum(Ramali, 2003, hal 230). 

Sindrom nefrotik berkaitan erat dengan proteinuria(Tisher, 1997, hal 37).

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis (di tandai proteinuria masif lebih dari 3,5 gram per 1, 73 m2 luas permukaan tubuh perhari dan hipoalbuminemia kurang dari 3 gram per milliliter) dan bekerjasama dengan kelainan glomerulus akhir penyakit - penyakit tertentu atau tidak diketahui /  idiopatik(Soeparman, 1990, hal 282)

Sindrom nefrotik yaitu penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, biasanyan berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akhir proeinuria berat. Tanda yang terlihat terang yaitu oedema pada kaki dan genetalia (Mansjoer, 1999, hal 525).

Sindrom nefrotik ialah penyakit dengan tanda-tanda edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang – kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997,      hal 304)

Dari beberapa pengertian diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa nefrotik sindrom yaitu suatu penyakit degenerasi fungsi ginjal yang ditandai dengan oedema, albuminuria, dan penurunan albumin serum yang diakibatkan oleh penyakit - penyakit tertentu yang terjadi secara tiba-tiba.


Etiologi

Mansjoer (1999, hal 525) menyatakan bahwa penyebab sindrom nefrotik pada orang cukup umur yaitu :

1. Glomerulonefritis primer ( sebagian besar tidak diketahui sebabnya )
  • Glomerulonefritis membranosa
  • Glomerulonefritis kelainan minimal
  • Glomerulonefritis membranoproliperatif
  • Glomerulonefritis pascastreptokokok
2. Glomerulonefritis sekunder
  • Lupus Eritemotosus Sistemik (LES)
  • Obat (emas, pensilalanin, anti inflamsi nonsteroid)
  • Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus)
  • Penyakit sistemik yang mensugesti glomerulus (diabetes, amiloidosis).
Sedangkan Tisher (1997, hal 38) menyebutkan bahwa penyebab nefrotik sindrom ada 2 yaitu kelainan primer glomerulus dan kelainan sekunder yakni : 

1. Kelainan primer glomerulus
  • Proteinuria ortostatik atau postural (benigna)
  • Glomerulonefritis membranosa 
  • Glomerulonefritis membranoproliferatik idiopatik 
  • Glomerulonefritis fokal segmental
  • Nefropati IgA
  • Penyakit lesi minimal
  • Glomerulonefritis proliferatif
2. Kelainan sekunder
  • Herediter – familial : diabetes mellitus, sindrom Alport, penyakit sel sabit
  • Autoimun ; lupus eritematosus sistemik (LSE), sindrom Goodpasture, granulomatosis wegener, poliartesis nodosa, rematoid arthritis
  • Infeksi : postinfeksi glomerulonefritis, endokarditis, hepatitis B.
  • Obat : biro inflamasi nonsteroid, heroin, emas, merkuri
  • Neoplasma : penyakit Hodgkin, leukemia, multiple mieloma
  • Lain - lain : amiloidosis, preeklampsia-eklampsia, hipertensi renovaskular, nefritis interstitial, demam, olahraga.

Patofisiologi

Pada individu yang sehat, dinding kapiler glomerrolusberfungsi sebagai sawar untuk menyingkirkan protein semoga tidak memasuki ruangan urinarius melalui diskriminasi ukuran dan muatan listrik(Tisher, 1997, hal 37).

Dengan adanya gangguan pada glomerulus, ukuran dan muatan sawar selektif sanggup rusak sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran glomerolus. Proses penyaringan pun menjadi terganggu.molekul protein yang seharusnya bisa tersaring oleh glomerulus, tidak sanggup tersaring. Sehingga urine mengandung protein(Tisher, 1997, hal 37).

Sebagian besar protein dalam urine yaitu albumin. Dengan banyaknya albumin yang keluar bersama urine, menimbulkan kandungan albumin dalam darah menjadi rendah yang disebut hipoalbuminemia(Mansjoer, 1999, hal 526)

Rangkaian keadaan yang memperlihatkan mulai dari proteinuria hingga sindrom nefrotik tergantung pada perkembangan dari hipoalbuminemia.hipoalbuminemia mengurangi tekanan onkotik plasma, dan kemudian mengakibat perpindahan cairan intravaskular ke ruang interstitial. Perpindahan cairan ini akan menjadikan volume cairan intravaskular menurun, sehingga menurunkan jumlah anutan darah ke ginjal / volume darah efektif menurun(Soeparman, 1990, hal 286).

Ginjal akan melaksanakan kompensasi dengan merangsang produksi renin - angiotensin dan sekresi aldosteron yang kemudian menimbulkan retensi natrium dan air. Kejadian ini menimbulkan edema perifer, anasarka dan asites. Kondisi hipoalbuminemia juga mensugesti respon imun seseorang.faktor imun Ig G menurun sehingga penderita nefrotik sindrom lebih peka terhadap semua macam infeksi(Soeparman, 1990, hal 286).

Pathway Sindrom Nefrotik


Manifestasi Klinik

Pada penderita Sindrom Nefrotik, edema merupakan tanda-tanda klinik yang menonjol. Kadang - kadang mencapai 40 % dari pada berat tubuh dan didapatkan edema anasarka. Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa ahad mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin      (85-95%) sebanyak 10 - 15 gram perhari. Selama edema masih banyak biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen sanggup normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid; terdapat pula sel darah putih. Pada fase non nefritis, uji fungsi ginjal tetap normal atau meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat penurunan fungsi ginjal pada fase nefrotik.

Kimia darah memperlihatkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin - globulin yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar ureum normal. Pada keadaan lanjut biasanya terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia(Ngastiyah, 1997, hal 306).

Mansjoer(1999, hal 526) menyatakan bahwa tanda-tanda utama yang ditemukan pada penderita nefrotik sindrom yaitu :
  • proteinuria > 3,5 g / hari
  • hipoalbuminemia  < 30 g / l
  • edema anasarka
  • hiperlipidemia / hiperkolesterolemia
  • hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
  • hematuria, hipertensi
Pada masalah berat sanggup ditemukan gagal ginjal.


Komplikasi Sindrom Nefrotik
  1. Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
  2. Tromboembolisme (terutama vena renal)
  3. Emboli pulmo
  4. Peningkatan terjadinya aterosklerosis
  5. Hypovolemia
  6. Hilangnya protein dalam urin
  7. Dehidrasi 

Pemeriksaan Penunjang

Untuk investigasi penunjang, dilakukan investigasi urine dan darah untuk memastikan adanya proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Biasanya ditemukan hematuria mikroskopik lebih dari 20 eritrosit /luas permukaan badan. Pemeriksaan darah lengkap juga diharapkan untuk mencari mikroangiopati, investigasi imunologi untuk memilih adanya Lupus Eritematosus Sistemik(Mansjoer, 1999, hal 528). 

Selain itu, untuk menunjang diagnosa, perlu dilakukan investigasi fungsi ginjal berupa urin mikroskopik, ureum, kreatinin, elektrolit, dan protein urin(Tisher, 1997, hal 40). 

Untuk pengawasan kemajuan penderita Sindrom Nefrotik, dilakukan pengukuran dan pencatatan terencana dari tekanan darah, keseimbangan cairan serta berat badan( Mansjoer, 1999, hal 528).


Penatalaksanaan Sindrom nefrotik

Ngastiyah(1997, hal 306) menjelaskan penatalaksanaan penderita Sindrom Nefrotik yaitu sebagai berikut:

a. Medis 

Pengobatan :
  • Istirahat hingga edema tinggal sedikit.
  • Diet tinggi protein 2-3 gram/kgBB/hari dengan garam minimal kalau edema masih berat. Bila edema berkurang sanggup diberi garam sedikit.
  • Diuretik
  • Kortikosteroid. Berikan prednison peroral dengan takaran awitan 60 mg/hari/luas permukaan badan(lbp) selama 28 hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan takaran 40 mg/hari/lbp, setiap 3 hari dalam satu ahad dengan takaran maksimum 60 mg/hari.
  • Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
  • Berikan obat digitalis kalau ada indikasi gagal jantung.
b. Keperawatan

Penderita sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit lantaran memerlukan pengawaan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan yaitu edema anasarka, diet, risiko terjadi komplikasi dan pengawasan mengenai pengobatan/gangguan rasa kondusif dan nyaman.


Konsep Asuhan Keperawatan
      
Dalam pengelolaan kasus, penulis memakai metode proses keperawatan secara sistematis dan efisien dalam memecahkan duduk kasus keperawatan, mencakup :

1. pengkajian 

Pada pengkajian klien dengan sindrom nefrotik, penulis memakai format pengkajian konseptual Gordon yang terdiri dari 11 pola. Hal ini dikarenakan format ini menunjang dan mempermudah dalm memperoleh data focus.

Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji berdasarkan 11 pola konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000,    hal 20) dan Carpenito(2001).

a. Persepsi kesehatan
Tanyakan wacana alasan klien masuk rumah sakit, riwayat   kejadian , keluhan utama, riwayat penyakit masa kemudian yang berkaitan dengan nefrotik sindrom, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat gaya hidup klien.

b. Pola nutrisi metabolik
Tanyakan wacana pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi adanya oedema anasarka.

c. Pola eliminasi
Kaji pola kepingan dan kolam klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi perubahan pola berkemih menyerupai peningkatan frekuensi, proteinuria.

d. Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda kelelahan, 

e. Kebutuhan istirahat tidur
Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit

f. Pola persepsi kognitif
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien wacana penyakit yang di deritanya.

g. Pola persepsi diri
Kaji persepsi diri klien mencakup body image, harga diri, kiprah diri, ideal diri, konsep diri.

h. Pola kekerabatan sosial
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.

i. Pola secualitas
Kaji kebutuhan secual klien

j. Pola mekanisme koping 
Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya

k. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa penyakitnya yaitu ujian dari Allah SWT.

Selain itu, lakukan investigasi fisik pada klien mencakup penkajian edema yang tampak, infeksi di mata, kaki, tangan, wajah dan genital, serta catat derajat pitting.

Diagnosa keperawatan 

  1. Kelebihan volume cairan bekerjasama dengan mekanisme regulator ginjal dengan retensi air dan natrium(Tucker,1998, hal 578).
  2. Resiko infeksi bekerjasama dengan penurunan sistem imun, mekanisme invasif dan kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)
  3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan bekerjasama dengan anoreksia(Engram, 1999, hal 131)
  4. aktivitas bekerjasama dengan kelelahan(Doengoes, 2000, hal 58).
  5. Resiko kekurangan volume cairan bekerjasama dengan imbas diuretik(Swearingen, 2001, hal 77).
  6. Resiko kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan edema anasarka(Carpenito, 2001, hal 304)
  7. Defisit perawatan diri bekerjasama dengan intoleransi aktivitas(Doengoes, 2000, hal 642)
  8. Kurang pengetahuan bekerjasama dengan kurangnya warta mengenai penyakit(Doengoes, 2000, hal 624)

Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1.

Kelebihan volume cairan bekerjasama dengan mekanisme regulator ginjal dengan retensi air dan natrium(Tucker,1998, hal 578).

Kriteria hasil :
  • Menunjukkan keluaran urine sempurna dengan hasil laboratorium mendekati normal.
  • BB stabil, TTV dalam batas normal, tak ada edema.
  • Keseimbangan masukan dan pengeluaran. 
Intervensi :
  • Pantau keluaran urine, catat jumlah dan warna. Rasional : keluaran urin mungkin sedikit dan pekat lantaran penurunan perfusi. 
  • Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Rasional : terapi diuretik sanggup diakibatkan oleh kehilangan cairan datang - datang berlebihan meskipun edema masih ada.
  • Pertahankan tirah baring selama fase akut. Rasional : posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
  • Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki kalau duduk. Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi usang merupakan stressor yang mensugesti intregitas kulit.
  • Kaji TTV terutama tekanan darah. Rasional : hipertensi memperlihatkan kelebihan natrium, serta sanggup memperlihatkan terjadinya kongesti paru, gagal jantung.
  • Pertahankan asupan cairan, pembatasan asupan natrium sesuai indikasi. Rasional : asupan narium yang terlalu tinggi memperberat kondisi edema.
Diagnosa Keperawatan 2.

Resiko infeksi bekerjasama dengan penurunan sistem imun, mekanisme invasif dan kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)

Kriteria hasil:  
  • Tak mengalami tanda / tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
  • Tingkatkan basuh tangan yang baik pada pasien dan perawat. Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
  • Pertahankan prinsip aseptik dalam setiap tindakan keperawatan yang bekerjasama dengan area invasive dan kateterisasi. Rasional : membatasi introduksi basil kedalam tubuh.
  • Lakukan perawatan kateter rutin dan perawatan infuse. Rasional : Meningkatkan rasa nyaman klien serta mencegah kontaminasi basil ke tubuh.
  • Kaji intregitas kulit. Rasional : ekskorisi akhir goresan sanggup menjadi infeksi sekunder.
  • Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. Rasional : membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.
Diagnosa Keperawatan 3

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan bekerjasama dengan anoreksia(Engram, 1999, hal 131)

Kriteria hasil : 
  • Mempertahankan / meningkatkan berat tubuh menyerupai yang diindikasikan oleh klien, bebas edema.
Intervensi : 
  • Kaji / catat pemasukan diet. Rasional : membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
  • Berikan makanan sedikit tapi sering. Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
  • Tawarkan perawatan verbal sebelum dan sehabis makan. Rasional : meningkatkan nafsu makan 
  • Timbang BB tiap hari. Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg sanggup memperlihatkan perpindahan keseimbangan cairan.
  • Berikan diet tinggi protein dan rendh garam. Rasional : memenuhi kebutuhan protein, yang hilang bersama urine, Mengurangi asupan garam untuk mencegah edema bertambah.
Diagnosa Keperawatan 4.

acara bekerjasama dengan kelelahan(Doengoes, 2000, hal 58).

Kriteria hasil : 
  • Terjadi peningkatan mobilitas.
  • Melaporkan perbaikan rasa berenergi.
Intervensi :
  • Kaji kemampuan klien melaksanakan aktivitas. Rasional : sebagai pengkajian awal acara klien.
  • Tingkatkan tirah baring / duduk. Rasional : meningkatkan istirahat dan keteenangan klien, posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
  • Ubah posisi dengan sering. Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi usang merupakan stressor yang mensugesti intregitas kulit.
  • Berikan dorongan untuk beraktivitas secara bertahap. Rasional : melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.
  • Ajarkan teknik penghematan energi pola duduk, tidak berdiri. Rasional : menurunkan kelelahan.
  • Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien. Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas.

Diagnosa Keperawatan 5.

Resiko kekurangan volume cairan bekerjasama dengan imbas diuretik(Swearingen, 2001, hal 77).

Kriteria hasil : 
  • Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit baik, membran mukosa lembab.
Intervensi :
  • Kaji input dan output cairan. Rasional : membantu memperkirakan kebutuhan cairan
  • Pantau Tanda vital. Rasional : perubahan tekanan darah dan nadi sanggup dipakai untuk asumsi kadar kehilangan cairan, hipotensi postural memperlihatkan penurunan volume sirkulasi
  • Anjurkan tirah baring atau istirahat. Rasional : acara berlebih sanggup meningkat kebutuhan akan cairan.
  • Berikan cairan sesuai indikasi. Rasional : penggantian cairan tergantung dari berapa banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan.

Diagnosa Keperawatan 6.

Resiko kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan edema anasarka(Carpenito, 2001, hal 304)

Kriteria hasil : 
  • Mempertahankan kulit utuh.
  • Menunjukkan sikap untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi : 
  • Inspeksi kulit terhadap penebalan, warna, turgor, vaskularisasi. Rasional : menunjukan area sirkulasi jelek yang sanggup menimbulkan pembentukan dekubits
  • Inspeksi area tergantung terhadap edema. Rasional : jaringan edema cenderung rusak
  • Berikan perawatan kulit. Rasional : memperlihatkan rasa nyaman dan mencegah terjadi komplikasi kulit.
  • Ubah posisi dengan sering. Rasional : Menurunkan tekanan pada edema
  • Pertahankan linen kering. Rasional : Menurunklan iritasi dermal.
Diagnosa Keperawatan 7.

Defisit perawatan diri bekerjasama dengan intoleransi aktivitas(Doengoes, 2000, hal 642)

Kriteria hasil : 
  • Berpartisipasi pada acara sehari - hari dalam tingkat kemampuan diri.
Intervensi :
  • Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam acara perawatan diri. Rasional : kondisi dasar akan memilih tingkat kekurangan / kebutuhan.
  • Berikan sumbangan dengan acara perawatan diri yang diperlukan. Rasional : memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi kemandirian klien
  • Ajarkan teknik penghematan energi, pola duduk, melaksanakan kiprah secara bertahap. Rasional : Menghemat energi, menurunkan kelelahan, meningkatkan kemampuan klien untuk melaksanakan tugas.
  • Libatkan keluarga dalam perawatan klien. Rasional : memandirikan keluarga semoga lebih peduli pada pemenuhan kebutuhan klien, membuat rasa nyaman klien.

Diagnosa Keperawatan 8.

Kurang pengetahuan bekerjasama dengan kurangnya warta mengenai penyakit(Doengoes, 2000, hal 624)

Kriteria hasil : 
  • Menunjukkan respon pemahaman terhadap penyakitnya dan mengetahui  bagaimana perawatannya.
Intervensi :
  • Kaji status pendidikan klien. Rasional : memilih status awal pengetahuan klien.
  • Kaji pengetahuan klien akan penyakitnya, prognosanya, dietnya dan hal - hal yang perlu dilakukan klien semoga memperingan tanda-tanda yang muncul. Rasional : Menentukan sejauh mana pengetahuan klien wacana penyakit yang dideritanya.
  • Kaji pengetahuan keluarga wacana penyakit klien. Rasional : memilih pengetahuan keluarga akan penyakit klien.
  • Berikan penyuluhan kesehatan wacana penyakitnya termasuk diet dan perawatannya. Rasional : memperlihatkan warta yang actual yang bisa merubah persepsi klien wacana penyakitnya.


Daftar Pustaka
  • Carpenito, L. J. (2001). Handbook of Nursing Diagnosis, 8/E (Buku Saku Diagnosa Keperawatan, E/8, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.
  • Doengoes, M. E, Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. (2000). Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, 3/E (Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien E/3, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.
  • Engram,B. (1999). Medical-Surgical Nursing Care Plans, 1/V (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, V/1, alih bahasa oleh Suharyati samba). Jakarta: EGC.
  • Gunawan, A. C. (2000). Nefrotik Sindrom: Patogenesis dan Penatalaksanaan. (on-line): http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/ (15 Juni 2006).
  • Mansjoer, A, Triyanti, K, Savitri, R, Wardani, W. I, Setiowulan, W. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media Ausculapius FKUI.
  • Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
  • Ramali, A. & Pamoentjak, K. (2003). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
  • Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
  • Swearingen. (2001). Pocket Guide to Medical-Surgical Nursing, 2/E (Seri Pedoman Mudah Keperawatan Medikal Bedah, E/2, alih bahasa oleh Monica Ester). Jakarta: EGC.
  • Tisher, C. C, Wilcox, C. S. (1997). House Officer Series Nephrology, 3/E (Buku Saku Nefrologi, E/3). Jakarta: EGC.
  • Tucker, S. M, Canobbio, M. M, Paquette, E. V, Wells, M. F. (1998). Patient Care Standards; Nursing Process, Diagnosis, and Outcome, 3/V, 5/E (Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi, V/3, E/5). Jakarta: EGC
Untuk mend0wnl0ad laporan pendahuluan / lp sindrom nefrotik lengkap doc dan pdf, dibawah.
  • Laporan pendahuluan / lp sindrom nefrotik doc, (Ambil File)
  • Laporan pendahuluan / lp sindrom nefrotik pdf, (Ambil File)
Link Alternatif
Untuk mend0wnl0ad Askep sindrom nefrotik dengan tinjauan masalah seorang pasien di salah satu rumah sakit, DISINI

Demikian laporan pendahuluan / LP sindrom nefrotik lengkap dengan tinjauan masalah askep, d0wnl0ad pdf dan doc kami bagikan, semoga bisa menjadi refferensi teman-teman perawat sekalian dalam pembuatan kiprah keperawatan menyerupai makalah, askep ataupun LP itu sendiri. Semoga bermanfaat, Terima kasih.

Sumber http://bangsalsehat.blogspot.com