Masih tenntang laporan pendahuluan, kali ini kami coba bagikan laporan pendahuluan perihal abses.
Bagi sobat - sobat yang sedang mencari laporan pendahuluan abses, anda tiba pada tempat yang tepat, lantaran kali ini kami bagikan laporan pendahuluan abses, yang mana laporan pendahuluan ini kami buat selengkap mungkin. Selain itu kami juga telah menciptakan laporan pendahuluan abuh ini dalam dua bentuk file yaitu doc dan pdf, sehingga kami berharap sanggup lebih lagi mempermudah pengerjaan kiprah sobat - sobat perawat sekalian, menyerupai makalah, askep, laporan pendahuluan dan laporan kasus.
untuk mend0wnl0ad silahkan klik dibawah ini
untuk melihat isi file yang kami bagikan silahkan lihat dibawah ini :
Laporan Pendahuluan Abses
Pengertian
Abses ialah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257).
Abses ialah infeksi kuman setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP)(Smeltzer, S.C et al (2001: 496).
Abses ialah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akhir kerusakan jaringan. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, sanggup dikemukakan bahwa Abses Inguinal merupakan kumpulan nanah pada Inguinal akhir infeksi kuman setempat. (EGC (1995: 5).
Klasifikasi
Klasifikasi Abses
Ada dua jenis abses, septik dan steril.
Abses septic
Kebanyakan abuh ialah septik, yang berarti bahwa mereka ialah hasil dari infeksi. Septic abuh sanggup terjadi di mana saja di tubuh. Hanya kuman dan respon kekebalan badan yang diperlukan. Sebagai jawaban terhadap bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs tersebut dan mulai memproduksi materi kimia yang disebut enzim yang menyerang kuman dengan terlebih dahulu tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini membunuh kuman dan menghancurkan mereka ke potongan-potongan kecil yang sanggup berjalan di sistem peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya, materi kimia ini juga mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, kuman menghasilkan materi kimia yang serupa. Hasilnya ialah tebal, cairan-nanah kuning yang mengandung kuman mati, dicerna jaringan, sel-sel darah putih, dan enzim.
Abses ialah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang disebut peradangan. Awalnya, menyerupai kuman mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa insiden terjadi:
- Darah mengalir ke kawasan meningkat.
- Suhu kawasan meningkat lantaran meningkatnya pasokan darah.
- Wilayah membengkak akhir akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
- Ternyata merah.
- Rasanya sakit, lantaran iritasi dari pembengkakan dan acara kimia.
Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan. Ketika proses berlangsung, jaringan mulai berkembang menjadi cair, dan bentuk-bentuk abses. Ini ialah sifat abuh menyebar sebagai pencernaan kimia cair lebih banyak dan lebih jaringan. Selanjutnya, penyebaran mengikuti jalur yang paling resistensi, umum, jaringan yang paling gampang dicerna. Sebuah pola yang baik ialah abuh sempurna di bawah kulit. Paling gampang segera berlanjut di sepanjang bawah permukaan daripada bepergian melalui lapisan terluar atau bawah melalui struktur yang lebih dalam di mana ia bisa menguras isi yang beracun. Isi abuh juga sanggup bocor ke sirkulasi umum dan menghasilkan tanda-tanda menyerupai infeksi lainnya. Ini termasuk menggigil, demam, sakit, dan ketidaknyamanan umum.
Abses steril
Abses steril adakala bentuk yang lebih ringan dari proses yang sama bukan disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan menyerupai obat-obatan. Jika menyuntikkan obat menyerupai p3enisilin tidak diserap, itu tetap tempat itu disuntikkan dan sanggup menimbulkan iritasi yang cukup untuk menghasilkan abuh steril. Seperti abuh steril lantaran tidak ada infeksi yang terlibat. Abses steril cukup cenderung berkembang menjadi keras, padat benjolan lantaran mereka bekas luka, bukan kantong-kantong sisa nanah.
Etiologi
Underwood, J.C.E (1999: 232) mengemukakan penyebab Abses antara lain:
1.Infeksi mikrobial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang ialah infeksi mikrobial. Virus menimbulkan ajal sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.
2.Reaksi hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi jikalau perubahan kondisi respons imunologi menimbulkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
3.Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang sanggup melalui stress berat fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau hambar yang berlebih (frosbite).
4.Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menimbulkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, distributor penyebab infeksi sanggup melepaskan materi kimiawi spesifik yang mengiritasi dan pribadi menimbulkan radang.
5.Nekrosis jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menimbulkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada kawasan bersangkutan, yang akan menimbulkan terjadinya ajal jaringan, ajal jaringan sendiri merupakan stimulus yang berpengaruh untuk terjadinya infeksi. Pada tepi kawasan infark sering memperlihatkan suatu respons, radang akut.
Manifestasi Klinik
Smeltzer, S.C et al (2001: 496) mengemukakan bahwa pada Abses terjadi nyeri tekan. Sedangkan Lewis, S.M et al (2000: 1187) mengemukakan bahwa manifestasi klinis pada Abses meliputi nyeri lokal, abuh dan kenaikan suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi pada Abses (Lewis, S.M et al, 2000: 589). Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi kemerahan, bengkak, terlihat terperinci (lebih dari 2,5 cm dari letak insisi), nyeri tekan, kehangatan meningkat disekitar luka, warna merah terperinci pada kulit disekitar luka, pus atau rabas, bacin menusuk, menggigil atau demam (lebih dari 37,7oC/100oF) (Smeltzer, S.C et al, 2001: 497).
Patofisiologi
Sjamsuhidajat et al (1998: 5) mengemukakan bahwa kuman penyakit yang masuk ke dalam badan akan menimbulkan kerusakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Underwood, J.C.E (1999: 232) menjelaskan bahwa kuman melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis, kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi jikalau perubahan kondisi respons imunologi menimbulkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan. Sedangkan distributor fisik dan materi kimiawi yang iritan dan korosif akan menimbulkan kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan stimulus yang berpengaruh untuk terjadi infeksi.
Price, S.A et al (1995: 36) mengemukakan bahwa infeksi hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Pada peradangan, kemerahan merupakan tanda pertama yang terlihat pada kawasan yang mengalami peradangan akhir dilatasi arteriol yang mensuplai kawasan tersebut akan meningkatkan pedoman darah ke mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan. Peningkatan suhu bersifat lokal. Namun Underwood, J.C.E (1999: 246) mengemukakan bahwa peningkatan suhu sanggup terjadi secara sistemik akhir endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mensugesti termoregulasi pada temperatur lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi (Guyton, A.C, 1995: 647-648).
Underwood, J.C.E (1999: 234-235) mengemukakan bahwa pada peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir ke seluruh kapiler, kemudian pedoman darah mulai perlahan lagi, sel-sel darah mulai mengalir mendekati dinding pembuluh darah di kawasan zona plasmatik. Keadaan ini memungkinkan leukosit melekat pada epitel, sebagai langkah awal terjadinya emigrasi leukosit ke dalam ruang ektravaskuler. Lambatnya pedoman darah yang menikuti fase hiperemia menimbulkan meningkatnya permeabilitas vaskuler, menimbulkan keluarnya plasma untuk masuk ke dalam jaringan, sedangkan sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akhir peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang merupakan belahan dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akhir edema dan tekanan pus dalam rongga Abses menimbulkan rasa sakit. Beberapa perantara kimiawi pada radang akut termasuk bradikinin, prostaglandin dan serotonin akan merangsang dan merusakkan ujung saraf nyeri sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif sehingga menimbulkan nyeri. Adanya edema akan menimbulkan berkurangnya gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi badan yang menimbulkan terganggunya mobilitas.
Sjamsuhidajat et al (1998: 6-7) menjelaskan bahwa inflamasi terus terjadi selama masih ada
pengrusakan jaringan. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas maka debris akan di fagositosis dan dibuang oleh badan hingga terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila stress berat berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk Abses atau bertumpuk di sel jaringan badan yang lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat, berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi badan yang juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Tetapi jikalau pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh jikalau rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan (FKUI, 1989: 21) sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Sedangkan Abses yang di insisi sanggup meningkatkan risiko penyebaran infeksi (Brown, J.S, 1995: 94).
Fathway Abses
![]() |
Fathway Abses |
Pemeriksaan Diagnosatik
Abses di kulit atau dibawah kulit sangat gampang dikenali, sedangkan abuh dalam seringkali sulit ditemukan. Pada penderita abuh biasanya investigasi darah memperlihatkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk memilih ukuran dan lokasi abuh dalam, bisa dilakukan investigasi rontgen, USG, CT scan atau MRI.
Penatalaksanaan Medis
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan memakai antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen, dan kuretase. hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan memakai antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi lantaran antibiotik sering tidak bisa masuk ke dalam abses, selain bahwa antibiotik tersebut seringkali tidak sanggup bekerja dalam pH yang rendah.
Suatu abuh harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing, lantaran benda absurd tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pertolongan obat analgesik dan mungkin juga antibiotik.
Drainase abuh dengan memakai pembedahan biasanya diindikasikan apabila abuh telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, contohnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan sanggup ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan.
Karena sering kali abuh disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus menyerupai flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan
Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, dipakai antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan memakai antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif.Hal tersebut terjadi lantaran antibiotik sering tidak bisa masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak sanggup bekerja dalam pH yang rendah.
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian ialah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari banyak sekali sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001, hal.17).
Menurut Smeltzer & Bare (2001), Pada pengkajian keperawatan, khususnya sistem integumen, kulit bisa menawarkan sejumlah informasi mengenai status kesehatan seseorang dan merupakan subjek untuk menderita lesi atau terlepas. Pada investigasi fisik dari ujung rambut hingga ujung kaki, kulit merupakan hal yang menjelaskan pada seluruh investigasi jikalau belahan badan yang spesisifik diperiksa.Pemeriksaan spesifik meliputi warna, turgor, suhu, kelembaban, dan lesi atau parut. Hal yang perlu diperhatikan ialah sebagai berikut :
Riwayat Kesehatan
Hal – hal yang perlu dikaji di antaranya ialah :
- Abses di kulit atau dibawah kulit sangat gampang dikenali, sedangkan abuh dalam seringkali sulit ditemukan.
- Riwayat trauma, menyerupai tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru.
- Riwayat infeksi ( suhu tinggi ) sebelumnya yang secara cepat memperlihatkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
Pemeriksaan Fisik
Pada investigasi fisik ditemukan :
- Luka terbuka atau tertutup
- Organ / jaringan terinfeksi
- Massa eksudat dengan bermata
- Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
- Abses superficial dengan ukuran bervariasi
- Rasa sakit dan jikalau dipalpasi akan terasa fluktuaktif.
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
- Hasil investigasi leukosit menerangkan peningkatan jumlah sel darah putih.
- Untuk memilih ukuran dan lokasi abuh dilakukan investigasi rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.
Diagnosa Keperawatan
- Gangguan rasa nyaman nyeri bekerjasama dengan proses inflamasi
- Resiko infeksi bekerjasama dengan proses penyakit
- Gangguan pola tidur bekerjasama dengan nyeri akut
- Resiko hipertermi bekerjasama dengan proses infeksi
- Cemas bekerjasama dengan kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan tindakan medis yang dilakukan
Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
Gangguan rasa nyaman nyeri bekerjasama dengan proses inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan rasa nyaman nyeri terpenuhi
Kriteria hasil : Nyeri hilang / berkurang
Rencana tindakan :
- Kaji tingkat nyeri, Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui pertolongan terapi sesuai indikasi.
- Berikan posisi senyaman mungkin, Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan menawarkan kenyamanan.
- Berikan lingkungan yang nyaman, Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.
- Kolaborasi dalam pertolongan terapi analgetik sesuai indikasi Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
Diagnosa II
Resiko infeksi bekerjasama dengan kulit yang rusak, stress berat jaringan, stasis jaringan tubuh
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
- Tanda-tanda infeksi (-)
- Suhu normal
Intervensi keperawatan
- Observasi tanda terjadinya infeksi, Rasional mengetahui secara dini terjadinya infeksi dan untuk membantu memiih intervesi yang tepat
- Ganti balutan dengan teknik aseptik, Rasional Teknik aseptic yang sempurna menurunkan resiko penyebaran kuman dan kontaminasi silang.
- Tingkatkan intake cairan 2-3 liter/hari Tingkatan nutrisi dengan diet TKTP Gunakan pelunak feses jikalau terdapat konstipasi, Rasional nutrisi untuk meningkatkan ketahanan badan dan mempercepat pertumbuhan jaringan.
- Berikan antibiotika sesuai acara medis, Rasional Antibiotika untuk menghambat dan membunuh kuman patogen.
- Pantau tanda-tanda radang: panas, merah, bengkak, nyeri, kekakuan. Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan, Rasional Untuk mengetahui secara dini terjadinya infeksi.
Diagnosa III
Gangguan pola tidur bekerjasama dengan nyeri akut.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan gangguan pola tidur teratasi
Kriteria hasil : Pola tidur terpenuhi
Rencana tindakan :
- Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien, Rasional : Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan sanggup memilih kelainan pada pola tidur.
- Beri lingkungan yang nyaman,Rasional : Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan acara dan tidur.
- Batasi pengunjung selama periode istirahat, Rasional : Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien
- Pertahankan tempat tidur yang hangat, higienis dan nyaman, Rasional : Supaya pasien sanggup tidur dengan nyaman
- Kolaborasi pertolongan terapi analgetika, Rasional : Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur pasien
Diagnosa IV
Resiko hipertermi bekerjasama dengan proses infeksi
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam, pasien tidak mengalami perubahan suhu
badan yang signifikan
Kriteria hasil: Suhu badan normal
Intervensi Keperawatan
- Mencatat suhu pra operasi dan mengkaji suhu post operasi, Rasional Sebagai penilaian adanya perubahan suhu yang signifikan
- Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuai kebutuhan, Rasional Dapat membantu dalam mempertahankan/menstabilkan suhu pasien
- Lindungi area kulit dari paparan pribadi pedoman udara, Rasional Kehilangan panas sanggup terjadi saat kulit dipajankan pada pedoman udara atau lingkungan yang dingin
- Berikan selimut pada pasien, Rasional menjaga kehilangan panas tubuh
- Kolaborasi pertolongan antipiretik, R/ Antipiretik merupakan terapi farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh.
Diagnosa V
Cemas bekerjasama dengan kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan tindakan medis yang dilakukan
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 2×24 jam diharapkan cemas berkurang
Kriteria hasil
- Klien tidak bertanya-tanya lagi
- Klien menyampaikan mengerti perihal penjelasan
- Wajah tampak relaks
- TTV dalam batas normal
- TD 100-120/60-90 mmHg
- Nadi 60-100x/menit
- RR 16-24 x/menit
Intervensi Keperawatan
- Memberikan klarifikasi perihal penyakitnya, Rasional Klien akan mengerti dan kooperatif
- Menganjurkan keluarga untuk mendampingi dan menawarkan support sistem, Rasional Membesarkan jiwa klien
- Memberikan klarifikasi sebelum melaksanakan tindakan apapun, R/ Klien akan mengerti tindakan dan mau bekerjasama
- Mengobservasi TTV, R/ Kecemasan akan meningkatkan TTV
Daftar Pustaka
- Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
- Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
- Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.
- Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI: Jakarta
- Nanda International. 2012. Nursing Diagnoses : Definition and classification 2010-2012. Wiley-Blackwell: United Kingdom