Sunday, July 9, 2017

√ Laporan Pendahuluan Tetanus Lengkap Sampai Konsep Askep, D0wnl0ad Pdf Dan Doc

Teman-teman sejawat sekalian pada postingan kali ini kami bagikan laporan pendahuluan tetanus yang merupakan tinjauan teori hingga konsep asuhan keperawatan terhadap penyakit tetanus,

Jika teman-teman sedang mencari laporan pendahuluan tetanus, berarti teman-teman tiba pada halaman yang tepat, lantaran pada postingan ini telah kami sediakan laporan pendahuluan tetanus dalam format pdf dan doc yang sangat cocok dipakai sebagai referensi dalam pembuatan kiprah askep, LP, atau makalah.

Untuk mend0wnl0ad laporan pendahuluan tetanus pdf dan doc, telah kami sediakan link unduhan diakhir artikel ini.

Laporan Pendahuluan Tetanus.


Pengertian

Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw , merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban insan yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya sanggup dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik.

Tetanus yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

Penyakit tetanus yaitu penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.

Tetanus yaitu penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai jawaban dari toksin kuman closteridium tetani 

Jadi, sanggup disimpulkan Tetanus merupakan penyakit infeksi yang berbahaya disebabkan oleh toksin yang mempengaruhi system urat saraf dan otot.


Etiologi

Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob ibarat pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda absurd dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada tempat resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini yaitu tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di tempat peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering sanggup bertebaran di mana-mana.

Port of entry tak selalu sanggup diketahui dengan pasti, namun sanggup diduga melalui:
  • Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
  • Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
  • OMP, caries gigi
  • Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
  • Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam basil Gram positif, anaerob obligat, sanggup membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibuat oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia sanggup tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan biro kimia lainnya. 

Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran insan dan binatang peliharaan dan di tempat pertanian.Umumnya, spora basil ini terdistribusi pada tanah dan kanal penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika basil tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang cuilan sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga sanggup memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.


Patofisiologi

Bentuk spora dalam suasana anaerob sanggup menjelma kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal hingga ganglin/simpul saraf dan menimbulkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.

Sumber energi otak yaitu glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron sanggup dilalui dengan gampang oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran dibutuhkan energi dan proteksi enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini sanggup diubah oleh :
  • Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
  • Rangsangan yang tiba mendadak contohnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
  • Perubahan patofisiologi dari membran sendiri lantaran penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan menimbulkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa  sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh lantaran itu kenaikan suhu tubuh sanggup mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium jawaban terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga sanggup meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan proteksi “neurotransmitter” dan terjadi kejang.  Kejang yang berlangsung usang (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang jadinya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan menimbulkan metabolisme otak meningkat. 

Fathway tetanus


Prognosa

Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
      

Manifestasi Klinik
  • Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka verbal (trismus)
  • Diikuti tanda-tanda risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
  • Pada keadaan berat, sanggup terjadi kejang impulsif yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom ibarat hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan jadinya hipoksia yang berat
  • Bila  periode”periode of  onset” pendek  penyakit  dengan  cepat     akan berkembang menjadi berat
Untuk mudahnya tingkat berat penyakit tetanus dibagi :
  • ringan ; hamya trismus dan kejang lokal
  • sedang ; mulai terjadi kejang impulsif yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.

Penatalaksanaan Medik

Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :

a. eliminasi kuman

1. debridement

untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika

p3enisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.


b. netralisasi toksin

toksin yang sanggup dinetralisir yaitu toksin yang belum menempel di jaringan, sanggup diberikan ATS 5000-100.000 KI

c. perawatan suporatif

perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :

1.  nutrisi dan cairan
  • pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, ibarat sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
  • beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
  • bila sounde naso gastrik telah sanggup dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian masakan peroral hendaknya segera dilaksanakan.
2. menjaga semoga nafas tetap efisien
  • pemebrsihan jalan nafas dari lendir
  • pemberian xat asam tambahan
  • bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus  berat)
3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
  • antikonvulsan diberikan secara tetrasi, diubahsuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
  • pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah ibarat pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan takaran rumatan. 

Pengobatan rumat
  • Fenobarbital takaran maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 takaran pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 takaran pada hari berikutnya
  • bila takaran maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)
4. Pengobatan penunjang ketika serangan kejang yaitu :
  • Semua pakaian ketat dibuka
  • Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
  • Usahakan semoga jalan napas bebasu ntuk menjamin  kebutuhan oksigen
  • Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen


Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan tetanus

Pengkajian

Pengkajian yaitu pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga sanggup diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)

Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan memilih kebutuhan dan problem kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil investigasi laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang gres maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, problem dan surat kabar).

Pengumpulan data pada kasus tetenus  ini meliputi :

a. Data subyektif

1. Biodata/Identitas
  • Biodata klien meliputi nama, umur, jenis kelamin.
  • Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Keluhan utama kejang 
3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
  • Riwayat penyakit yang diderita kini tanpa kejang ditanyakan :
  • Apakah disertai demam ? Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
  • Lama serangan : Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang mencicipi waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita sanggup mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
  • Pola serangan : Perlu diusahakan semoga diperoleh citra lengkap mengenai tumpuan serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ? 
  • Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran ibarat epilepsi mioklonik ?
  • Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran ibarat epilepsi akinetik ?
  • Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, ibarat pada spasme infantile ?
  • Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum. 
  • Frekuensi serangan : Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
  • Keadaan sebelum, selama dan setelah serangan : Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang sanggup menimbulkan kejang, contohnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?
Riwayat penyakit kini yang menyertai
  • Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
  • Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa ketika kejang terjadi untuk pertama kali ? 
  • Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda absurd dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
  • Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan materi yang kurang aseptik.
6. Riwayat sosial
  • Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
  • Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
  • Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
  • Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan perihal kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
  • Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
  • Pola nutrisi : Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi  Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari masakan yang dikonsumsi oleh klien ?
  • Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
  • Pola Eliminasi : BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat  kencing, BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
  • Pola kegiatan dan latihan 
  • Pola tidur/istirahat : Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

b.  Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal ibarat sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Fisik
  • Kepala
  • Rambut : Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein memiliki rambut yang jarang, kemerahan ibarat rambut jagung dan gampang dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit pada pasien.
  • Muka/ Wajah : Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
  • Mata : Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
  • Telinga : Periksa fungsi telinga, kebersihan indera pendengaran serta tanda-tanda adanya infeksi ibarat pembengkakan dan nyeri di tempat belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
  • Hidung : Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
  • Mulut : Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
  • Tenggorokan : Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
  • Leher : Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
  • Thorax : Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi?
  • Intercostale ? Pada auskultasi, adakah bunyi napas pelengkap ?
  • Jantung : Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi pelengkap ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
  • Abdomen : Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar
  • Kulit : Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
  • Ekstremitas : Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada tempat akral ?
  • Genetalia : Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ? 

c.  Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :

1. Darah
  • Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
  • BUN : Peningkatan BUN memiliki potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik jawaban dari pemberian obat.
  • Elektrolit : K, Na
  • Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
  • Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
  • Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3. EEG : Teknik untuk menekan kegiatan listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus kegiatan kejang, hasil biasanya normal.

d. Analisa dan Sintesa Data

Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, memilih kesenjangan informasi, melihat tumpuan data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan jadinya menciptakan kesimpulan. Hasil analisa data yaitu pernyataan problem keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.   


Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yaitu pernyataan yang jelas, singkat, dan niscaya perihal problem pasien/klien serta penyebabnya yang sanggup dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
  1. Risiko terjadinya cedera fisik bekerjasama dengan serangan kejang berulang.
  2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas bekerjasama dengan sekunder dari depresi pernafasan
  3. Bersihan jalan nafas tidak efektif bekerjasama dengan produksi sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
  4. Kurangnya pengetahuan keluarga perihal penanganan penyakitnya bekerjasama dengan keterbatasan informasi.
  5. Peningkatan suhu tubuh bekerjasama dengan reaksi eksotoksin 

Perencanaan 

Perencanaan merupakan keputusan awal perihal apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memperlihatkan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)

Diagnosa Keperawatan 1

Risiko terjadinya cedera fisik bekerjasama dengan kejang berulang 

Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan

Kriteria hasil :
  • Klien tidak ada cedera jawaban serangan kejang
  • klien tidur dengan tempat tidur pengaman
  • Tidak terjadi serangan kejang ulang.
  • Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit 
  • Kesadaran composmentis

 Rencana Tindakan :

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2.      tempatkan klien pada tempat tidur yang menggunakan pengaman di ruang yang hening dan nyaman
3.      anjurkan klien istirahat
4.      sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah pengecap jatuh ke belakng apabila klien kejang
5.      lindungi klien pada ketika kejang dengan :
-          longgarakn pakaian
-          posisi miring ke satu sisi
-          jauhkan klien dari alat yang sanggup melukainya
-          kencangkan pengaman tempat tidur
-          lakukan suction jika banyak sekret
6.      catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
7.      sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien hingga benar-benar pulih dari kejang
8.      observasi imbas samping dan keefektifan obat
9.      observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
10.  lakukan investigasi neurologis setelah kejang
11.  kerja sama dengan tim :
-          pemberian obat antikonvulsan takaran tinggi
-          pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)
-          pemberian oksigen tambahan
-          pemberian cairan parenteral
-          pembuatan CT scan

1. Penemuan faktor aktivis untuk menetapkan rantai penyebaran toksin tetanus.
2. Tempat yang nyaman dan hening sanggup mengurangi stimuli atau rangsangan yang sanggup menimbulkan kejang
4. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.
5. pengecap jatung sanggup menimbulkan obstruksi jalan nafas.

5. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.








6. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya.




7. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan citra status umum klien.


8. imbas samping dan efektifnya obat dibutuhkan motitoring untuk tindakan lanjut.
9 dan 10 kompliksi kejang sanggup terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.

11. untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.



Diagnosa Keperawatan 2

Kurang pengetahuan klien dan keluarga perihal penanganan penyakitnya bekerjasama dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga perihal penanganan penyakitnya sanggup meningkat.

Kriteria Hasil :
  • Klien dan keluarga sanggup mengerti proses penyakit dan penanganannya
  • klien sanggup diajak kolaborasi dalam acara terapi
  • klien dan keluarga sanggup menyatakan melaksanakan penejlasan dna pendidikan kesehatan yang diberikan.
Rencana Tindakan :

INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan keluarga
2. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien melaksanakan kegiatan sesuai dengan kemampuannya.
3. ajarkan pada klein dan keluarga perihal peraawatan yang harus dilakukan sema kejang
4. jelaskan pentingnya mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit, istirahat, dan kegiatan yang sanggup menimbulkan kelelahan.
5. jelasakan perihal imbas samping obat (gangguan penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion)
6. jaga kebersihan verbal dan gigi secara teratur
1. Tingkat pengetahuan penting untuk modifikasi proses pembelajaran orang dewasa.
2. tidak memanipulasi klien sehingga ada proses kemandirian yang terbatas.

3. kolaborasi yang baik akanmembantu dalam proses penyembuhannnya

4. status kesehatan yang baik membawa damapak pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

5. imbas samping yang ditemukan secara dini lebih kondusif dalam penaganannya.

6. Kebersihan verbal dan gigi yang baik merupakan dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi berulang.


Pelaksanaan / Implementasi
      
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan planning yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan sanggup bersifat berdikari dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
      

Evaluasi
      
Tahap penilaian dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan memperlihatkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah penilaian ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa problem selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).


Daftar Pustaka
  • Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
  • Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
  • Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
  • Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya. 
Untuk mend0wnl0ad laporan pendahuluan tetanus pdf dan doc, dibawah :
Link Alternatif
Demikian laporan pendahuluan tetanus, pdf dan doc kami bagikan, semoga bermanfaat. terima kasih.

Sumber http://bangsalsehat.blogspot.com