Saturday, July 1, 2017

√ Modal Sosial


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Dalam keseharian di sekitar kita sering menjumpai potret kehidupan yang sulit dipahami.  Pencapaian pembangunan kita selau terpuruk.  Pemerintahan silih berganti tetapi kita menyerupai jalan di tempat. Pengangguran tersu bertambah.  Kemiskinan semakin sulit dikendalikan. Kriminanalitas meningkat dimana-mana.  Investasi swasta semakin sulit berkembang.  Perusahaan-perusahaan industri dalam negeri semakin sulit bersaing.  Apa yang gotong royong terjadi ?
            Di negeri yang besar menyerupai Indonesia dan dengan kompleksitas persoalannya, dimensi modal sosial hampir diabaikan, jauh berada di luar alam pikir pembangunan.  Padahal, di berbagai  belahan dunia arif balig cukup akal ini, kesadaran kan pentingnya faktor tersebut cukup tinggi dan sedang menjadi kepedulian bersama.  Modal sosial (social capital)  diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, ide, kesaling percayaan dan saling menguntungkankan untuk mencapai kemajuan bersama. Sebuah komunitas terbangun lantaran adanya ikatan-ikatan sosial di antara anggotanya. Kita sering mendengar komunitas petani, komunitas tukang becak, perkumpulan nelayan, asosiasi insinyur dan sebagainya. Kualitas ikatan sosial akan terbangun apabila di antara warga saling berinteraksi pada waktu yang relatif usang dan mendalam. Biasanya kualitas ikatan sosial tadi akan lebih baik apabila sesama warga tergabung untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan bersama dalam aneka macam kelompok atau organisasi atau aktivitas kegiatan yang sifatnya sesaat.    Adanya ikatan sosial yang kuat akan berujung pada peningkatan kesejahteraan.  Modal sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat masyarakat modern.
            Salah satu kepingan dari modal sosial yang sangat besar lengan berkuasa arif balig cukup akal ini yakni modal sosial kepercayaan (trust) yang sanggup memperlihatkan andil yang besar dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Ikatan-iktan sosial yang ada dalam masyarakat harus direkatkan dengan kepercayaan.  Modal dasar dari adanya ikatan sosial yang kuat yakni adanya kerjasama di antara anggota kelompok atau organisasi dalam hal komunitas kelurahan ikatan sosial akan terbanguan apabila ada kerjasama di antara semua warga masyarakat. Kerjasama akan terbangun dengan baik apabila berlandaskan kepercayaan di antara para anggotanya. Jika warga masyarakat  saling bekerjasama dan saling percaya yang didasarkan kepada  nilai-nilai universal yang ada , maka tidak akan ada sikap saling curiga, saling jegal, saling menindas dan sebagainya sehingga ketimpangan-ketimpangan antara kelompok yang miskin dengan yang kaya akan bisa diminimalkan.  Hal inilah yang menjadi latar belakang dari pembuatan makalah ini.
Rumusan Masalah
            Adapun rumusan kasus “Modal Sosial: Kepercayaan” yakni sebagai berikut, antara lain :
1.      Apa gotong royong modal sosial itu ?
2.      Apa pengertian kepercayaan ?
3.      Korelasi modal sosial dengan pembangunan ekonomi ?
4.      Bagaimana  potret kepercayaan yang ada di Indonesia ?
5.      Bagaimana urgensi kepercayaan dalam pembangunan masyarakat dan perekonomian ?
 
BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian Modal Sosial
Modal sosial yakni sumber daya yang sanggup dipandang sebagai investasi untuk mendapat sumber daya baru.  Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut daya (resource) yakni sesuatu yang sanggup dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan diinvestasikan.  Sumber daya yang dipakai untuk investasi disebut sebagai modal.  Dimensi modal sosial cukup luas dan kompleks.  Modal sosial berbeda dengan istilah terkenal lainnya yaitu modal insan (human capital).  Pada modal insan segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu.  Pada modal sosial, lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola korelasi antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian terhadap pada jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan  menjadi norma kelompok.  Modal sosial juga sangat erat dengan terminologi sosial lainnya menyerupai yang dikenal sebagai kebajikan sosial (social virtue).  Perbedaan keduanya terletak pada dimensi jaringan.  Kebajikan sosial akan sangat kuat dan besar lengan berkuasa bila di dalamnya menempel perasaan keterikatan untuk saling bekerjasama yang bersifat timbal balik dalam suatu bentuk korelasi sosial (Hasbullah, 2006). 
Menurut Eva Cox (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu rangkaian proses korelasi antar insan yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk laba dan kebajikan bersama.  Francis Fukuyama (1995) menekankan pada dimensi yang lebih luas yaitu segala sesuatu yang menciptakan masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, dan di dalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi.  Situasi tersebutlah yang akan menjadi resep kunci bagi keberhasilan pembangunan di segala bidang kehidupan, dan terutama bagi kestabilan pembangunan telah terbiasa dengan bergotong royong serta bekerjasama dalam kelompok atau organisasi yang besar cenderung akan mencicipi kemajuan dan akan mampu, secara efisien dan efektif, memperlihatkan bantuan penting bagi kemajuan negara dan masyarakat. Dalam Anonim1 (2011) kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam aneka macam kelompok dan organisasi disebut modal sosial. Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian-bagian paling kecil dalam masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok  yang paling kecil ataupun dalam kelompok  masyarakat yang besar menyerupai negara.
2.    Modal Sosial : Kepercayaan
Trust atau rasa percaya (mempercayai) yakni suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang di dasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melaksanakan sesuatu menyerupai yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu teladan tindakan yang saling mendukung, paling tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya.  Dalam pandangan Fukuyama (1995), trust yakni sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memperlihatkan bantuan pada peningkatan modal sosial (Hasbullah, 2006).
Cara Membangun Kepercayaan
Menurut Anonim2 (2011) kepercayaan tidak akan tercapai dengan sendirinya, memerlukan proses untuk membangun kepercayaan secara terus menerus. Untuk menumbuhkan kepercayaan setiap kelompok (komunitas) paling tidak membutuhkan 4 hal yang mendasar, yaitu :
a)      Penerimaan
Sejak awal hubungan, setiap orang membutuhkan jaminan bahwa mereka diterima sepenuhnya, termasuk rasa kondusif untuk mengemukakan pendapat dan berkontribusi dalam aktivitas kelompoknya. Membutuhkan suasana saling menghargai untuk tumbuhnya penerimaan dalam kelompok, sehingga kelompok tersebut akan tumbuh menjadi komunitas yang kuat. Dalam perkembangan ikatan sosial sebuah komunitas,  saling mengenal dengan baik merupakan awal dari tumbuhnya komunitas tersebut, kepercayaan tidak akan tumbuh terhadap orang gres dengan begitu saja, perlu pembuktian dalam sikap dan sikap masing–masing dalam waktu yang relatif lama. Sikap dan sikap yang menurut kepada nilai–nilai universal yang diyakini sebagai nilai yang berlaku di seluruh tempat di dunia menyerupai jujur, adil, kesetiaan, saling melindungi di antara sesama semua warga komunitas. Apabila salah satu warga  melaksanakan kecurangan, maka kepercayaan terhadap orang tersebut otomatis akan luntur.

b)      Berbagi Informasi dan Kepedulian
Setiap orang yang bekerjasama dalam satu komunitas, biar bisa memecahkan kasus bersama, membutuhkan informasi  mengenai :
·         Kehidupan, pengalaman, gagasan, nilai masing–masing.
·         Masalah–masalah yang dianggap penting dalam kehidupan mereka.
Untuk menumbuhkan kepercayaan,pertukaran  isu yang diberikan di antara warga haruslah isu yang jujur dan terbuka. Informasi yang diberikan tidak akan berarti apabila dalam hubungan–hubungan tadi tidak didasari kepedulian. Setiap warga yang bekerjasama dalam masyarakat akan memakai dan terlibat untuk memecahkan kasus di lingkungannya apabila ada kepedulian di antara mereka. Apabila warga masyarakat mempunyai kemampuan dan kemauan saling berbagi, saling peduli , maka  kepentingan–kepentingan individu akan menyerah kepada kepentingan–kepentingan komunitas kelompok.
c)      Menentukan Tujuan
Kebutuhan yang ketiga yakni untuk memilih tujuan bersama. Setiap anggota (warga) tidak akan tertarik dan memperlihatkan akad yang dibutuhkan apabila tidak terlibat dalam perumusan tujuan. Proses pengambilan keputusan akan memilih akad warga dalam pelaksanaan pemecahan kasus bersama. 
d)      Pengorganisasian dan Tindakan
Pada tahap awal dalam memilih tujuan yang hendak dicapai oleh seluruh anggota (warga masyarakat), memastikan ada yang akan bertanggung jawab untuk menggerakan semua aktivitas untuk mencapai tujuan, untuk itu diharapkan seorang atau sekelompok pemimpin. Dalam organisasi, kelompok, atau komunitas warga masyarakat peranan sikap dan sikap pemimpin sangat lebih banyak didominasi untuk menumbuhkan kepercayaan anggotanya. Perilaku pemimpin yang jujur, adil, peduli dan melindungi  anggotanya (warga), akan menumbuhkan kepercayaan dari semua unsur komunitasnya.
Berbagai tindakan kolektif yang didasari atas rasa saling mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam aneka macam ragam bentuk dan dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama.  Kehancuran rasa saling percaya dalam masyarakat akan mengundang hadirnya aneka macam problematika sosial yang serius.  Masyarakat yang kurang mempunyai perasaan perasaan saling mempercayai akan sulit menghindari aneka macam situasi kerawanan sosial dan ekonomi yang mengancam.  Semangat kolektifitas karam dan partisipasi masyarakat untuk membangun bagi kepentingan kehidupan yang lebih baik akan hilang.  Lambat laun akan mendatangkan biaya yang tinggi bagi pembangunan lantaran masyarakat cenderung bersikap apatis dan hanya menunggu apa yang akan diberikan oleh pemerintah.  Jika rasa saling mempercayai telah luntur maka yang akan terjadi yakni sikap-sikapyang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku.  Kriminalitas akan meningkat, tindakan-tindakan destruktif dan anarkis simpel mencuat, kekerasan dan kerusuhan massa akan cepat tersulut dan masyarakat tersebut cenderung pasif, sendiri-sendiri dan pada hasilnya akan muncul perasaan keterisolasian diri.  Pada situasi yang tersebut terakhir ini, masyarakat akan simpel terjangkit menyebarkan penyakit kejiwaan menyerupai kecemasan, frustasi dan kemungkinan akan melahirkan tindakan-tindakan fatal baik bagi dirinya, masyarakat dan negara  (Putnam, 1993).
Trust akan kehilangan daya optimalnya ketika mengabaikan salah satu spektrum penting yang ada di dalamnya, yaitu rentang rasa mempercayai (the radius of trust).  Pada kelompok, asosiasi atau bentuk-bentuk group lainnya yang berorientasi inward looking cenderung mempunyai the radius of trust  sempit.  Kelompok ini kemungkinan akan mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk mengembangkan modal sosial yang kuat dan menguntungkan (Hasbullah, 2006).
3.    Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi
Modal sosial ketika ini dipandang sebagai bumbu vital bagi perkembangan pembangunan ekonomi masyarakat dunia.  Francis Fukuyama memperlihatkan hasil-hasil studi di aneka macam negara bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan barbagai sektor ekonomi lantaran adanya tingkat percaya yang tinggi dan kerekatan korelasi dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi (Anonim1, 2011).
Perkembangan ekonomi yang begitu cepat dialami oleh Asia Timur contohnya tidak terlepas dari kenyataan bahwa mereka mempunyai tingkat kohesifitas jaringan yang tinggi.  Koneksi-koneksi yang terbentuk di Asia Timur mencakup baik koneksi keluarga maupun koneksi yang berbasis suku-suku dari China.  Walaupun berbasis keluarga atau suku, tetapi kelebihan mereka terutama pada pembentukan rasa percaya diri (networks of trust) yang dibangun melewati batas-batas keluarga , suku, negara dan agama.  Di awal masa ke 21 ini, seiring dengan keterbukaan terus dicanangkan, China telah jauh melangkah maju membangun jaringan-jaringan bisnis secara luas dan memelihara semangat saling mempercayai yang tinggi (Hasbullah, 2006).
Modal sosial (social capital) sangat tinggi pengaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan aneka macam sektor ekonomi.  Di sektor pertanian misalnya, upaya pemerintah terutama di negara-negara agraris Asia, untuk meningkatkan produksi seringkali mengalami kegagalan walaupun aneka macam input modal telah mengucur ke pedesaan menyerupai pupuk, perlatan-perlatan modern, irigasi modern, dan  aneka macam akomodasi kredit yang melimpah.  Tanpa mengabaikan beberapa tekanan struktural, menyerupai contohnya yang bersumber dari disparitas yang tinggi atas penguasaan lahan,  kegagalan meningkatkan produksi sangat berkait erat dengan spektrum modal sosial yang sangat lemah.  Faktor ini sama sekali tidak mendapat perhatian dari pemerintah (Putnam, 1993).
Pembangunan industri, baik industri besar, sedang mupun industri kecil akan mengalami kendala di negara yang mempunyai tingkat modal sosial yang rendah.  Modal sosial akan menghasilkan energi kolektif yang memungkinkan berkembangnya jiwa dan semangat kewirausahaan di tengah masyarakat, yang selanjutnya akan mendorong berkembangnya dunia usaha.  Industri besar yang akan dimiiliki para investor lokal maupun ajaib akan mungkin bertumbuih kembali di tengah masyarakat yang mempunyai tradisi dan nilai kejujuran (trust), terbuka (positive externalities), dan mempunyai tingkat tenggang rasa yang tinggi.  Tanpa itu investor akan menghindar lantaran suasana ketidakjujuran, kebencian, sakwasangka, intrik dan hilangnya toleransi.  Faktor ini hampir tidak mendapat perhatian dari umumnya negara-negara berkembang sebagai dari upaya promosi investasi (Fukuyama,1995).
4.    Potret Kehancuran Kepercayaan (trust) di Indonesia
Indonesia mengalami kemiskinan trust.  Ini tidak selalu berarti kebudayaan suku-suku di Indonesia mempunyai rasa saling percaya yang tipis dengan sesama anggota masyarakat dalam keluarga, kelompok dan atau asosiasi yang ada di dalam sukunya.  Kepercayaan itu, dalam beberapa hal, ada, tetapi bobot orientasinya yang miskin. Dalam perjalanan waktu dan terutama sehabis mengalami lebih dari 30 tahun Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soeharto trust yang miskin itu mengalami situasi yang bertambah parah.  Kehancurannya tidak sanggup dielakkan terutama dengan beroperasinya dua mesin penghancur sekaligus yaitu faktor internal kebudayaan (dari dalam entitas sosial itu sendiri) dan oleh faktor-faktor yang berasal dari luar (kebijakan rezim dan sikap negatif para tokoh masyarakat) (Anonim2, 2011).
Nilai dan norma yang membentuk teladan budaya masyarakat suku-suku Indonesia hampir tidak mengalami revitalisasi dan berusaha menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman.  Apa yang dari dulu dilakukan secara bebuyutan sampai sekarang tetap berlaku, sedikit sekali penyesuain-penyesuain yang sejalan dengan tuntutan gres kehidupan.  Ketidak pedulian untuk melaksanakan revitalisasi budaya ini telah menjadikan individu-individu yang ada dalam kelompok kebudayaan tersebut semakin baik, tuntutan kebutuhan ekonomi rumah tangga yang semakin berat, maka kohesifitas sosial yang pernah terjalin juga mengalami kehancuran (Hasbullah, 2006).
Kekerasan fisik berwujud pada tindakan represi bagi siapa yang berbicara tidak sejalan dengan apa yang diinginkan oleh pemerintahan otoriter.  Dalam situasi seperti  ini kemungkinan adanya inisiatif-inisiatif untuk menyatakan wangsit yang berbeda relatif tertutup.  Kemungkinan munculnya kreatifitas yang tiba secara sukarela untuk membentuk kelompok-kelompok swadaya mengalami kemandulan.  Masyarakat hidup dalam situasi takut untuk berbuat yang tidak sejalan dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah (Putnam, 1993).
Lembaga-lembaga pendidikan formal misalnya, dimana belum dewasa dididik guna mendapat dan mempunyai pengetahuan, dan juga sebagai temapt pembentukan kepribadian dan moralitas yang baik, justru ikut berkontribusi memperlemah tingkat rasa saling mempercayai (trust) di tengah masyarakat.  Ketidakpercayaan terhadap kejujuran para pengelola forum pendidikan tetentu mencapai puncaknya terutama berkaitan dengan komersialisasi dan eksploitasi terhadap orang bau tanah si anak melalui penjualan buku yang harus dibeli oleh orang tua.  Di atas semuanya, penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi diduga tetap berlangsung dimana-mana.  Di pemerintahan, di forum legislatif, di forum penegak hukum, di perusahaan-perusahaan BUMN dan di aneka macam forum dan organisai lainnya, dan berlangsung dalam skala yang massive dan terorganisir.  Masyarakat yang kehilangan kepercayaan dan hidup dalam semangat kelompok yang inward looking akan mendorong tumbuh suburnya korupsi, tetapi pemerintahan dan masyarakat yang korup juga akan mendorong hilangnya modal sosial. Sesuatu  hal yang saling dampak mensugesti (Anonim1, 2011).
5.    Urgensi Kepercayaan (trust) dalam Pembangunan Masyarakat dan Perkonomian
Para tokoh yang arif balig cukup akal ini berada di balik konsep modal sosial semuanya menyepakati akan tugas penting trust sebagai energi pembangunan masyarakat.  Trust  erat kaitannya dan menjadi salah satu unsur dan sumber kekuatan modal sosial.  James Coleman (1998) menyatakan, sistem yang terbentuk dari rasa saling percaya merupakan komponen modal sosial sebagai basis dari kewajiban-kewajiban dan cita-cita masa depan.  Putnam (1993) lebih jauh mengemukakan bahwa trust atau perasaan saling mempercayai, merupakan sumber kekuatan modal sosial yang sanggup mempertahankan keberlangsungan perekonomian yang dinamis dan kinerja pemerintahan yang efektif.  Suatu bangsa atau masyarakat yang kurang mempunyai atau telah kehilangan rasa saling mempercayai, akan menjadi lemah dan sulit keluar dari aneka macam krisis yang dihadapinya.  Dinamika kehidupan masyarakat akan cenderung tumpul.  Kegiatan forum kemasyarakatn dan perkumpulan-perkumpulan yang terbentuk di tengah masyarakat akan kehilangan orientasi dan jati diri.  Mereka akan dihadapkan pada bermacam-macam kesulitan dalam melaksanakan aneka macam kegiatannya secara efisien dan efektif.  Rasa saling percaya yakni ruh dari institusi sosial.
Negara yang mempunyai tingkat rasa saling percaya rendah (low trust) disebabkan oleh teladan budaya yang berkembang terutama kaitannya dengan budaya yang terbiasa menempatkan rasa saling mempercayai hanya pada lingkungan keluarga dan kalangan sobat dan korelasi yang sangat terbatas.  Dengan kata lain, suatu masyarakat yang mempunyai teladan budaya dengan rentang rasa percaya yamg pendek cenderung akan mempunyai modal sosial  yang lemah dan memperlemah masyarakat atau negara tersebut.  Ini umumnya terjadi pada negara atau tempat yang masih kurang pintar dengan pola-pola kehidupan tradisional yang masih kuat mendominasi nilai, norma dan pandangan hidup masyarakatnya (Hasbullah, 2006).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang sanggup ditarik dari pembahasan di atas, diantaranya sebagai berikut :
1.    Modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam aneka macam kelompok dan organisasi.
2.    Trust atau rasa percaya (mempercayai) yakni suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang di dasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melaksanakan sesuatu menyerupai yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu teladan tindakan yang saling mendukung, paling tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya.
3.    Untuk menumbuhkan kepercayaan setiap kelompok (komunitas) paling tidak membutuhkan 4 hal yang mendasar, yaitu :
a)      Penerimaan
b)      Berbagi Informasi dan Kepedulian
c)      Menentukan Tujuan
d)     Pengorganisasian dan Tindakan
4.    Modal sosial (social capital) sangat tinggi pengaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan aneka macam sektor ekonomi. Pembangunan industri, baik industri besar, sedang mupun industri kecil akan mengalami kendala di negara yang mempunyai tingkat modal sosial yang rendah.  Modal sosial akan menghasilkan energi kolektif yang memungkinkan berkembangnya jiwa dan semangat kewirausahaan di tengah masyarakat, yang selanjutnya akan mendorong berkembangnya dunia usaha.
5.    Indonesia mengalami kemiskinan trust.  penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi diduga tetap berlangsung dimana-mana.  Di pemerintahan, di forum legislatif, di forum penegak hukum, di perusahaan-perusahaan BUMN dan di aneka macam forum dan organisai lainnya, dan berlangsung dalam skala yang massive dan terorganisir.
6.    Suatu bangsa atau masyarakat yang kurang mempunyai atau telah kehilangan rasa saling mempercayai, akan menjadi lemah dan sulit keluar dari aneka macam krisis yang dihadapinya. Trust atau perasaan saling mempercayai, merupakan sumber kekuatan modal sosial yang sanggup mempertahankan keberlangsungan perekonomian yang dinamis dan kinerja pemerintahan yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim1.2011.Kepercayaan, Modal Sosial, Cegah Bencana. http://nasional Kompas.com.  Diakses pada tanggal 06 Mei 2011.

Anonim2.2011.Modal Sosial.http:// ovalhanif.wordpress.com.  Diakses pada tanggal 06     Mei 2011.

Coleman, J.S.1988.Social capital in the creation of human capital.The American Journal of Sociology, 94(Suplplement).

Cox, Eva.1995. A Truly Civil Society. ABC Books: Sydney.

Fukuyama, Francis.1995.The end of History and the last man.NY: Free Press.

Hasbullah, Jousairi.2006. Social Capital (menuju keunggulan budaya insan Indonesia).  MR-United Press: Jakarta.

Putnam, Robert.1993.Social Capital. Pricenton University: Princenton.

Sumber http://kutukuliah.blogspot.com