Rasa keingintahuan yang dimiliki oleh insan cukup tinggi. Tidak terkecuali para peneliti. Haus akan informasi, menciptakan sebagian besar peneliti melaksanakan penelitian untuk menguak terjadinya asal seruan suatu benda. Tak terkecuali alam semesta dan isinya. Mereka berlomba-lomba untuk mengetahui apa dan bagaimana proses terbentuknya alam semesta yang sudah ada semenjak beberapa milyar tahun yang lalu. Mereka terus bertanya-tanya perihal bagaimana planet bumi terbuat atau bagaimana tata surya yang dikala ini menjadi kawasan tinggal kita itu terbentuk.
Berbicara mengenai sistem tata surya tidak akan pernah selesai. Masih banyak misteri-misteri yang hingga dikala ini belum terpecahkan oleh para jago astronom. Namun, jauh sebelum dikala ini, beberapa jago astronom telah melaksanakan penelitian terlebih dahulu, salah satunya mengenai asal seruan tata surya. Keingintahuan para jago terhadap sistem tata surya kita, menciptakan mereka melaksanakan pengamatan dan memperlihatkan pendapat serta teori yang majemuk mengenai tata surya.
Berdasarkan teori – teori yang ada, kita jadi mengetahui apa dan bagaimana proses terjadinya tata surya. Namun, seiring berjalannya waktu, pengetahuan terus berkembang. Teori yang sudah ada akan mengalami perkembangan menjadi lebih terperinci dan kompleks. Tidak menutup kemungkinan teori tersebut digantikan oleh teori-teori yang lebih baru.
Hal ini disebabkan lantaran beberapa teori mempunyai perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Pembuatan teori tersebut menurut fakta dan observasi yang mendalam oleh jago astronom. Salah satu teori mengenai pembentukan tata surya ialah Teori Awan Debu. Nah, untuk mengetahui lebih terperinci apa itu teori awan debu. Silahkan baca klarifikasi di bawah ini.
Pengertian Teori Awan Debu
Teori ini cukup populer dikalangan para astronom, dan teori ini diciptakan oleh Carl Von Weizseaker, seorang astronom yang berasal dari Jerman pada tahun 1940. Namun, teori ini dianggap belum sempurna, sehingga pada tahun 1950 disempurnakan oleh Gerard P. Kuiper , Subrahmanyan Chandrasekhar dan lain-lain. Pada teori ini menjelaskan bahwa tata surya berasal dari gas dan kumpulan debu-debu yang berada di luar angkasa sehingga dikenal dengan sebutan Teori Awan Debu (The Dust Cloud Theory).
Saat ini di alam semesta banyak bertebaran gumpalan awan yang sejenis. Salah satu gumpalan awan tersebut mengalami proses pemampatan. Proses pemampatan tersebut terjadi sekitar 5 milyar tahun yang lalu. Saat proses pemampatan sedang berlangsung, partikel-patikel debu ditarik ke pecahan sentra dari awan tersebut, hingga membentuk sebuah gumpalan bola yang mulai memilin. Seiring berjalannya waktu, gumpalan gas tersebut mulai memipih dan membentuk cakram yang tebal pada pecahan tengah dan sedangkan pecahan tepinya semakin menipis.
Di dalam teori awan debu ini juga menjelaskan bahwa pada pecahan tengah, partikel-partikel tersebut saling menekan satu dengan yang lainnya. Akibatnya timbul panas dan bermetamorfosis pijar. Perubahan tersebutlah yang menjadi awal mula terciptanya matahari. Sedangkan pada pecahan luar atau tepi, mengalami perputaran yang cukup cepat sehingga terpecah menjadi beberapa gumpalan gas dan debu yang berukuran lebih kecil. Gumpalan – gumpalan kecil yang berisi gas dan debu tersebut juga mengalami proses pemilinan. Pada proses selanjutnya, gumpalan tersebut membeku dan menjadi planet-planet, beberapa satelit yang telah kita selama ini. Sehingga kesimpulan yang dikemukakan oleh Gerard menyatakan terbentuknya tata surya berasal dari awan dan debu yang terpilin. Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan jikalau materi utama pembuatan galaksi ialah debu.
Sejarah Teori Awan Debu
Para jago astronomi percaya jikalau awal mula terjadinya alam semesta berawal dari sebuah ledakan yang sangat besar atau lebih dikenal dengan “Big Bang”. Ledakan ini terjadi sekitar 13,7 milyar tahun yang lalu. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya gelombang mikrokosmik di angkasa dan juga beberapa meteorit di angkasa.
Awan debu atau disebut sebagai dukhan yang berasal dari ledakan terdiri atas hidrogen. Hidrogen ini merupakan unsur pertama yang terbentuk dikala awan debu berkondensasi sambil berputar dan menjadi padat. Saat dukhan mencapai temperatur 20 derajat celcius, helium yang berasal dari reaksi inti mulai terbentuk dan bermetamorfosis atom helium. Sedangkan sebagian dari helium yang lain bermetamorfosis energi dalam bentuk pancaran sinar infra red. Perubahan wujud dari hidrogen mengikuti suatu rumus perubahan energi ialah E = mc2 yang dikemukakan oleh Albert Einstein, sehingga didapatkan hasil bahwa besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan massa dari atom hidrogen yang mengalami perubahan.
Pada proses selanjutnya, angin bintang keluar dari kedua kutub dukhan, menyebar kemudian menghilangkan debu yang ada di sekitar awan debu atau dukhan. Sehingga tersisalah dukhan yang berbentuk piringan yang akibatnya berubah bentuk menjadi galaksi. Selanjutnya, gas dan bintang-bintang yang terbentuk tersebut mengisi pecahan yang berada di dalam galaksi, sehingga menghasilkan struktur lembaran (filamen) dan rongga (void). Para jago menyimpulkan jikalau alam semesta yang kita kenal dikala ini ibarat kapas, ada pecahan yang terisi dan ada pecahan yang kosong di dalamnya. Beberapa jago menyampaikan jikalau teori awan debu mempunyai persamaan dengan teori Nebula yang dikemukakan oleh Kant dan Laplace jikalau dilihat dari prosesnya. Dimana inti dari kabut tersebut membentuk gas pijar dan berputar ibarat dikala ini.
Kekurangan Dan Kelebihan Teori Awan Debu
Teori awan debu yang dikemukakan oleh Gerard ini mempunyai kelemahan atau kekurangan. Berikut beberapa kekurangan dari teori awan debu:
- Tidak dijelaskan pula mengenai keterkaitan perbedaan arah putaran orbit di dalam sistem tata surya yang dilalui beberapa planet.
- Di dalam teori ini tidak terdapat klarifikasi yang berafiliasi dengan alasan mengapa ukuran dari satelit lebih kecil dari pada planet tidak tersedot oleh gaya tarik dari planet dikala proses pilihan yang terjadi di luar atau tepi cakram.
- Tidak dijelaskan secara terperinci mengenai asal mula debu awan tersebut tercipta.
Sedangkan kelebihan dari teori awan debu ini yaitu, ditemukannya gumpalan awan serupa yang terdapat di alam semesta. Nah, itu tadi klarifikasi mengenai pembentukan tata surya menurut teori Awan Debu. Semoga bermanfaat.
Sumber aciknadzirah.blogspot.com