Monday, July 10, 2017

√ Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN


A.    Kebijakan Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Mutu Sekolah
Keberadaan sekolah sebagai forum formal penyelenggara pendidikan memainkan kiprah strategis dalam keberhasilan sistem pendidikan nasional. Kepala sekolah sebgai manajer dan pemimpin yaitu bertanggung jawab dalam menerjemahkan dan melaksanakan kebijakan pendidikan nasional yang ditetapkan pemerintah. Berawal dari Undang-Undang Dasar 1945, undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, isyarat presiden, keputusan menteri, hingga kepada peraturan kawasan provinsi, peraturan kawasan kabupaten dan kota, kemudian diterjemahkan dan dilaksanakan oleh kepala sekolah untuk menyentuh pribadi keperluan stakeholders pendidikan, khususnya akseptor didik. Jadi, setiap kebijakan harus selalu berafiliasi dengan kesejahteraan dan percerdasan masyarakat (Syafaruddin, 2008).
Untuk mencapai peningkatan mutu sekolah, maka kepala sekolah sebagai petugas profesional dituntut untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi kebijakan pendidikan. Kebijakan sekolah termasuk dalam spectrum kebijakan pendidikan. Kebijakan sekolah merupakan turunan dari kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Menurut Beare dan Boyd dalam Syafaruddin (2008) menjelaskan bahwa ada lima jenis kebijakan pendidikan, diantaranya mencakup:
1)   Penataan atau penyusunan tujuan dan target forum pendidikan.
2)   Mengalokasikan sumberdaya untuk pelayanan pendidikan.
3)   Menentukan tujuan pemberian pelayanan pendidikan.
4)   Menentukan pelayanan pendidikan yang hendak diberikan.
5)   Menentukan tingkat investasi dalam mutu pendidikan untuk memajukan pertumbuhan ekonomi.
Suatu kebijakn sekolah tentu saja dibentuk untuk memajukan sekolah sesuai tuntutan keperluan warga sekolah atau masyarakat luas. Sbagaimana ditegaskan oleh Duke dan Canady dalam Syafaruddin (2008) bahwa:
These policies have the potential to affect teaching and learning. It is our belief that an understanding of local school policy, therefore, is essential for those concerned about increasing school effectiveness and student achievement, particularly for school administrators and board members.”

Kebijakan sangat penting bagi kehidupan siswa dan para guru sebab berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran dalam rangka peningkatan efektivitas sekolah dan prestasi mencar ilmu akseptor didik. Tidak terkecuali kiprah eksekutif dan anggota komite sekolah yaitu sangat memilih terkait dengan suatu kebijakn.
        Duke dan Canady dalam Syafaruddin (2008) kebijakan sekolah yaitu kolaborasi dan keputusan oleh individu atau harapan kelompok dengan kewenangan yang sah dari dewan sekolah, pengawas, eksekutif sekolah atau komite sekolah dan tanggung jawab bagi kontrak negosiasi. Biasanya kebijakan sekolah dituliskan dan dibagi kepada personel sekolah untuk mengimplementasikannya melaui banyak sekali acara sekolah.
        Menurut Thompson dalam Syafaruddin (2008) suatu kebijakan sekolah dibentuk oleh orang yang terpilih bertanggung jawab untuk membuat kebijakan pendidikan, dewan sekolah dan unsur lain yang diberi kewenangan membuat kebijakan, baik kepala sekolah, pengawas, atau eksekutif yang mempunyai kewenangan mengelola kebijakan dari dewan sekolah.
        Dijelaskan oleh Newton dan Tarrant dalam Syafaruddin (2008) bahwa kebijakan direncanakan, interaksi sedemikian menjadi rumit dengan banyak tipe sikap insan yang secara potensial majemuk latar belakang dan diharapkan kemampuan untuk memberi kontribusi. Secara kkhusus, pembuatan kebikan yaitu suatu elemen penting dalam hubungab sekolah dengan masyarakat yang dilayaninya.
Setidaknya dari hasil penelitian terhadap sekolah di British ada beberapa focus kebijakan sekolah, yaitu:
1)        melibatkan staf dalam pengambilan keputusan,
2)        kurikulum,
3)        reward dan punishment,
4)        keterlibatan orang tua,
5)        peluang bagi pelajar,
6)        iklim sekolah (Duke dan Canady dalam Syafaruddin, 2008).
Di satu sisi kiprah kepala sekolah sebagai pemimpin ditampilkan dengan menyusun visi, misi, membuat taktik maka sikap yang muncul yaitu meliputi; sikap mengambil keputusan, sikap interpersonal, sikap keteladanan, pemberian reward dan punishment, serta training iklim sekolah diperkirakan berkaitan dekat dengan kelancaran dan keberhasilan suatu implementasi kebijakan bidang pendidikan dalam semua aspeknya.
Gamage dan Pang dalam Syafaruddin (2008) menjelaskan bahwa suatu kebijkan sanggup juga dipahami sebagai perangkat panduan yang memperlihatkan kerangka kerja bagi tindakan dalam kekerabatan dengan dilema substantif. Garis panduan ini meliputi dalam: istilah umum (general terms), tindakan yang akan dilaksanakan dalam pertimbangan dilema yang ada. Pelaksanaan suatu maksud dan teladan bagi pengambilan tindakan. Dalam sekolah diharapkan garis panduan yang memperlihatkan kerangka kerja, seringkali dengan beberapa dasar bagi keleluasaan. Dalam konteks ini kepala sekolah, staf, dan personel lainnya sebagai warga sekolah sanggup melaksanakan tanggung jawabnya dengan arah yang terang yang berorientasi kepada pemenuhan upaya bagi pencapaian dan peningkatan mutu sekolah.




B.     Implemetasi Kebijakan Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Mutu Sekolah
Implementasi kebijakan sekolah ini sejalan dengan adanya kebijakan mengenai desentralisasi pendidikan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 Bab I pasal 1e: “desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Menurut Rasyid dalam Suhardan (2014) kebijakan desentralisasi yaitu untuk mewujudkan otonomi daerah.
Urusan pendidikan di kawasan sekarang menjadi tanggung jawab kawasan yang direfleksikan dalam bentuk otonomi pendidikan. Otonominya sudah pada tingkat level yang paling bawah, yaitu sekolah sebagai institusi yang pribadi memberi layanan pada masyarakat, otonomi sekolah dalam perwujudannya disebut administrasi berbasis sekolah atau MBS (Suhardan, 2014).
Desentralisasi pendidikan memperlihatkan peluang bagi kebijakan sekolah di daerah. Pembuatan kebijakan sekolah yaitu inheren dengan otonomi kepala sekolah. Menurut Duke dan Canady dalam Syafaruddin (2008) kebijakan pendidikan di kawasan yaitu pekerjaan utama Dinas Pendidikan, yang sanggup mendapatkan masukan dari Dewan Pendidikan Kabupaten dan kota. Selanjutnya kepala sekolah sanggup pula membuat kebijakan sekolah bersma dengan staf, pengawas, dan komite sekolah. Kepala sekolah mempunyai kewenangan dalam menerjemahkan kebijakan dari pemimpin yang lebih tinggi sesuai dengan visi, misi, dan target sekolah yang mengacu kepada sumberdaya di dalam dan di luar sekolah.
Diharapkan desentralisasi pendidikan mendorong pelayanan jasa pendidikan yang sanggup menigkatkan mutu pendidikan sebagai muara dari semua acara sekolah, sebab acara sekolah dikelola utuh dalam satu tangan pengelolaan dengan menerapkan administrasi yang bertumpu pada kekuatan sekolah sendiri yang disebut Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) (Suhardan, 2014).
Dalam upaya meningkatkan mutu sekolah di kurun otonomi kawasan kebijakan sekolah ini sanggup diimplementasikan melaui administrasi peningkatan mutu yang berbasis sekolah atau MPMBS. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini merupakan system pengelolaan persekolahan yang memperlihatkan kwenangan dan kekuasaan kepada sekolah untuk mengatur kehidupannya sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan Mulyasa (2013).
Menurut Calwell dan Spinks dalam Mulayasa (2013) administrasi peningkatan mutu berbasis sekolah dimana sekolah merupakan institusi yang mempunyai “full Authority and Responsibility” untuk secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri memutuskan program-program pendidikan dan banyak sekali kebijakan local sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh sekolah.
Sementara Depdikbud dalam Mulayasa (2013) mengartikan administrasi peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai suatu model administrasi yang yang memperlihatkan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara pribadi semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang renta siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah menurut kebijakan pendidikan nasional.
Dari uraian di atas, maka sekolah mempunyai kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam mengelola sekolahnya untuk memutuskan target peningkatan mutu, menyusun planning peningkatan mutu, melaksanakn peningkatan mutu, dan melaksanakan penilaian pelaksanaan peningkatan mutu.
Secara umum tujuan MPMBS yaitu untuk memandirikan dan memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada kepala sekolah dan mendorong sekolah untuk melaksanakan pengambilan keputusan secara partisipatif. Secara khusus tujuan diterapkannya MPMBS antara lain untuk:
1)        Meningkatkan mutu pendidikan melaui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2)        Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melaui pengambilan keputusan bersama.
3)        Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah ihwal mutu sekolahnya.
4)        Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah ihwal mutu pendidikan yang akan dicapai (Mulyasa, 2013).

C.    Transparansi Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Mutu Sekolah
Kepala sekolah merupakan pemimipin dari organisasi pendidikan. Kepala sekolah yang baik yaitu seseorang yang peka terhadap kebutuhan kelompoknya. Hal ini dijelaskan oleh Harl R.Douglass. Rudyard K. Bent dan Charles W. Boardman (1961) bahwa:
Leadership does not exist separate from a group. Neither does an effective group exist without leadership. By itself, without unity of purpose and coordination of effort, a group is only a collection of people. An educational leader is person who is sensitive to the needs of group and helps it to establish goals, plan a project, and develop effective procedures”.

Kepemimpinan tidak bisa terpisah dari kelompok. Juga tidak ada kelompok yang efektif tanpa kepemimpinan. Dengan sendirinya, tanpa kesatuan tujuan dan perjuangan koordinasi, kelompok ini hanya kumpulan orang-orang. Seorang pemimpin pendidikan yaitu orang yang peka terhadap kebutuhan kelompok dan membantu untuk memutuskan tujuan, merencanakan suatu proyek, dan menyebarkan mekanisme yang efektif.
Salah satu hal yang penting yang dibutuhkan oleh sumber daya pendidikan di sekolah yaitu transparansi manajerial kepala sekolah. Yang dimaksud dengan tansparansi/keterbukaan manajerialan kepala sekolah dalam hal ini yaitu sifat yang dimiliki oleh perasaan teloransi dan keterbukaan hati kepala sekolah yang diwujudkan dengan sikap jujur, rendah hati, adil, serta mau mendapatkan pendapat dan kritik dari orang lain dalam melaksanakan kemanajerialan di sekolah dan tidak menutupi apa yang dikerjakannya sehingga menjadi terang gampang dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya.
Dalam menjalankan kiprah manajerial, kepala sekolah dituntut mempunyai kompetensi kepribadian, kompetensi ini menuntut kepala sekolah biar memiliki:
1)        integritas kpribadian yang kuat, yang dalam hal ini ditandai dengan konsisten dalam berpikir, berkomitmen, tegas, disiplin dalam melaksanakan tugas;
2)        memiliki harapan yang berpengaruh dalam menyebarkan diri sebagai kepala sekolah, dalam hal ini meliputi mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan, teori, praktik baru, bisa secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri menyebarkan diri sebagai upaya pemenuhan rasa ingin tahu;
3)        bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas, meliputi berkecenderungan selalu ingin menginformasikan secara transparan dan proporsional kepada orang lain mengenai rencana, proses pelaksanaan dan efektifitas program;
4)        mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan;
5)        memilki talenta dan minat jabatan sebagai pemimpin (Hamdani, 2014).
Transparansi manajerial sangat diharapkan dalam meningkatkan tunjangan guru, orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh jadwal pendidikan di sekolah. Transparansi ditujukkan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan kepada sekolah bahwa sekolah yaitu organisasi pelayanan pendidikan yang higienis dan berwibawa, higienis dalam arti tidak KKN dan berwibawa dalam arti professional.
Prinsip transparansi membuat kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin fasilitas di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Oleh sebab itu Kepala sekolah perlu mendayagunakan sebagai jalur komunikasi menyerupai melalui brosur, leaflet, pengunguman melalui koran, radio serta televise lokal. Sekolah perlu menyiapkan kebijakan yang terang ihwal cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini memperjelas bentuk informasi yang sanggup diakses masyarakat atau bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, usang waktu mendapatkan informasi serta mekanisme pengaduan apabila informasi tidak hingga kepada masyarkat.
Berbagai teori kepemimpinan menganjurkan bahwa untuk menjadi pemimpin yang andal dibutuhkan persyaratan-persyaratan yang rumit. Akan tetapi ada hal fundamental yang ada pada semua teori itu, yakni barometer keberhasilan yang bekerjsama yaitu transparansi. Tidak sanggup dipisahkan antara pemimpin yang transparan dengan orang yang transparan, sebab orang-orang yang menjalani hidupnya secara terbuka dan jujur akan melaksanakan hal yang sama saat menjalankan kepemimpinannya.
Menurut Suhardiman (2012) bahwa ciri-ciri kepala sekolah yang bersikap terbuka dalam melaksanakan kiprah pokok dan fungsi, sebagai berikut:
1)        kecenderungan untuk selalu menginformasikan secara transparan dan proporsional, dan keefektifan, kelebihan dan kekurangan pelaksanaan suatu kiprah pokok dan fungsi.
2)        terbuka atas saran dan kritik yang disampaikan oleh atasan, teman sejawat, bawahan, dan pihak lain atas pelaksanaan kiprah poko dan fungsi.
Kaitannya dengan pemimpin yang transparan Jatisusetyono (2011) mengemukakan bahwa sebagai pemimpin yang transparan, kepala sekolah harus mempunyai kiprah penting, diantaranya:
1)        kepala sekolah yang transparan harus menumbuhkan integritas.
2)        kepala sekolah yang transparan harus bersedia mendengarkan.
3)        kepala sekolah yang transparan menjunjung tinggi prinsip utama transparansi.
4)        kepala sekolah yang transparan mencar ilmu dari kegagalan atau keberhasilan orang lain.
5)        kepala sekolah yang transparan bersedia menjadi mentor.






















Kebijakan sekolah/ kepala sekola sangat penting bagi kehidupan siswa dan para guru sebab berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran dalam rangka peningkatan efektivitas sekolah dan prestasi mencar ilmu akseptor didik. Tidak terkecuali kiprah eksekutif dan anggota komite sekolah yaitu sangat memilih terkait dengan suatu kebijakn. Untuk mencapai peningkatan mutu sekolah, maka kepala sekolah sebagai petugas profesional dituntut untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi kebijakan pendidikan.
Dalam upaya meningkatkan mutu sekolah di kurun otonomi kawasan kebijakan sekolah ini sanggup diimplementasikan melaui administrasi peningkatan mutu yang berbasis sekolah atau MPMBS. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini merupakan system pengelolaan persekolahan yang memperlihatkan kwenangan dan kekuasaan kepada sekolah untuk mengatur kehidupannya sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan.
Tansparansi kepala sekolah dalam hal ini yaitu sifat yang dimiliki oleh perasaan teloransi dan keterbukaan hati kepala sekolah yang diwujudkan dengan sikap jujur, rendah hati, adil, serta mau mendapatkan pendapat dan kritik dari orang lain dalam melaksanakan kemanajerialan di sekolah dan tidak menutupi apa yang dikerjakannya sehingga menjadi terang gampang dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya yang tujuannya tidak lain dan tidak bukan yaitu untuk meningkatkan mutu sekolah itu sendiri.





DAFTAR PUSTAKA

Hamdani, Al Djaswidi. (2014). Administrasi Pendidikan; Administrasi pendidikan dari Perspektif Pendidik. Bandung: Media Cendekia Publisher.
Harl R.Douglass. Rudyard K. Bent dan Charles W. Boardman. (1961). Democratic Supervision In Secondary School. Boston: The Riverside Press Cambridge.
Jatisusetyono. (2011). Pentingya Integritas Dan Keterbukaan Dalam Kepemiminan Kepala Sekolah. (Online) diakses pada 23 November 2017. Tersedia: Https://Jatisusetyono.Wordpress.Com/2011/01/16/
Mulyasa, E. (2013). Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Suhardan, Dadang. (2014). Supervisi Profesional: Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah. Bandung: Alfabeta.
Suhardiman, Budi. (2012). Studi Pengembangan Kepala Sekolah.. Jakarta: Rineka Cipta.
Sayfaruddin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif. Jakarta: Rineka Cipta.





Sumber http://samplingkuliah.blogspot.com