PEMBAHASAN
AKHLAK DALAM KEGIATAN EKONOMI (IQTISHADIYYAH)
A. Konsep ekonomi (usaha) dalam islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari sikap ekonomi insan yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun kepercayaan dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karenaAllah swt memerintahkannya.
Sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105 yang artinya:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kau akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, kemudian diberitakan-Nya kepada kau apa yang telah kau kerjakan.
Permasalahan ekonomi umat insan yang fundamentalis bersumber dari kenyataan bahwa kita mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada umumnya tidak sanggup dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya, energi insan dan peralatan materiil yang terbatas. Bila kita mempunyai sarana yang tidak terbatas untuk memenuhi semua jenis kebutuhan, maka dilema ekonomi tidak akan timbul. Sejauh mengenai dilema pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi islam dengan ilmu ekonomi modern. Andaikata ada perbedaan, hal itu terletak pada sifat dan volumenya. Itulah sebabnya mengapa perbedaan antara kedua sistem ekonomi ini sanggup ditemukan dengan memperhatikan penanganan dilema pilihan. Persoalan pilihan timbul dari kenyataan bahwa sumber daya kita begitu terbatas sehingga dipenuhinya suatu jenis keinginan berarti mengorbankan suatu kebutuhan lain yang tidak harus dipenuhi. Dalam ekonomi modern dilema pilihan tergantung pada majemuk tingkah masing-masing individu, mereka mungkin atau mungkan juga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ekonomi islam. Kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber daya kita semua, dalam hal ini ada suatu pembatasan moral yang serius berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah. [1]
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya yakni membantu insan mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Secara garis besar ekonomi Islam mempunyai beberapa prinsip dasar antara lain :
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia.
Allah memperlihatkan kekayaan kepada insan untk dipakai sebagaimana mestinya, namun Dia yakni pemilik gotong royong segala sesuatu. Sebagaimana firmannya dalam surat Taha ayat 6 :
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.
2. Islam mengakui kepemilikan langsung dalam batas-batas tertentu.
Sesungguhnya Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu barang- barang konsumsi ataupun barang- barang modal. Namun pemanfaatannya dilarang bertentangan dengan kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya yakni Allah SWT.
3. Kekuatan penggagas utama ekonomi Islam yakni kerja sama.
Sistem ekonomi yang berteraskan kepada kerjasama dan kesecamaan akan mewujudkan rasa kasih sayang, sifat tanggungjawab dan tolong-menolong di antara satu sama lain.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasaioleh segelintir orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakanuntuk kepentingan banyak orang.
Dalam sistem ekonomi Islam kepentingan individu dan kepentingan masyarakat yakni sehaluan dan selari, bukannya bertentangan di antara satu sama lain sebagaimana yang dirumuskan oleh sistem-sistem lain. Untuk mewujudkan keseimbangan ini, sistem ekonomi Islam memberi kebebasan bagi anggota masyarakat untuk terlibat dengan berbagai-bagai jenis aktivitas ekonomi yang halal di samping menyelaraskan beberapa bidang aktivitas tersebut menerusi kuasa undang-undang dan pemerintahan.
6. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di alam abadi nanti.
Manusia dilarang mengabaikan bahagiannya di dunia ini. Manusia hendaklah bekerja sekuat-kuatnya untuk mendapatkan kebaikan di dunia dengan cara yang paling adil dan dibenarkan oleh undang-undang. Sebagaiman Firmannya dalam surat Al-Maidah ayat 87 - 88 yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kau melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah masakan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kau beriman kepada-Nya.
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Kegiatan ekonomi yang berteraskan kepada kesaksamaan serta menghapuskan penindasan dan penipuan yakni satu sistem yang benar-benar sanggup menegakkan keadilan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Di atas dasar inilah Islam membenarkan jual beli dan mengharamkan riba dan segala jenis penipuan.[2]
Sistem ekonomi Islam dilarang dipisahkan dari dasar-dasar aqidah dan nilai-nilai syariat Islam. Dari segi aqidah, sistem ekonomi Islam dilandaskan kepada hakikat bahwa Allah yakni Pencipta dan Pemilik alam semesta ibarat firman Allah dalam surat Luqman ayat 20 :
Tidakkah kau perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara insan ada yang membantah perihal (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. [3]
B. Akhlak dalam aktivitas ekonomi (usaha)
1) Niat yang Benar.
Niat yang benar dalam hal ini yakni menginginkan kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain. Niat baik untuk diri sendiri berupa menjaga diri dari kengkomsumsi harta yang haram, menjaga kehormatan sehingga tidak meminta- minta, menguatkan diri sehingga sanggup melaksanakan ketaatan kepada Allah, menjaga jalinan silaturahmi, berbuat baik dengan kerabat dan niat-niat baik yang lain.
2) Akhlak yang luhur.
Di antara adat luhur yang sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yakni jujur, amanah, qana’ah, memenuhi janji, menagih hutang dengan bijak, memberi tempo untuk orang yang kesulitan melunasi hutangnya, memaafkan kesalahan orang lain, menunaikan kewajiban, tidak menipu dan tidak menunda-nunda pelunasan hutang.
3) Bisnis dalam hal-hal yang baik saja
Allah telah menghalalkan yang baik-baik saja dan mengharamkan yang buruk- jelek bagi hamba-hambaNya. Seorang businessman muslim tidak akan keluar dari bingkai ini meski ada proposal yang menggiurkan dalam bisnis yang haram.
4) Menunaikan kewajiban
Kewajiban yang paling penting yakni kewajiban terhadap Allah dalam harta para orang kaya. Itulah zakat, sehabis itu yakni sedekah dan aneka macam sumbangan sosial.
5) Menjauhi riba dan aneka macam transaksi terlarang yang mengantarkan kepada riba
6) Tidak memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar
7) Komitmen dengan aneka macam peraturan yang ada
Meski ada beberapa peraturan yang tidak sejalan dengan syariat Islam, businessman muslim akan semaksimal mungkin menghindari aneka macam tindakan yang akan menyebabkannya mendapatkan hukuman, bukan karena meyakini bahwa makhluk mempunyai kewenangan untuk memutuskan aturan. Akan tetapi bertitik tolak dari kewajiban yang Allah menetapkan yaitu mencegah mafsadah (kerusakan) dan tidak mencampakkan diri ke dalam kebinasaan.
8) Tidak merugikan pihak lain
Bisnisman muslim yakni seorang yang ksatria dalam persaingan bisnis. Dia mempunyai prinsip tidak merugikan pihak lain. Dia tidak akan mempermainkan harta untuk merugikan pihak-pihak lain. Dia tidak akan mematok harga yang tinggi karena memanfaatkan kebutuhan orang lain terhadap barang yang dia jual atau karena mengingat dia yakni produsen satu-satunya.
9) Loyal dengan orang-orang yang beriman
Oleh karena itu, businessman muslim tidak akan mengadakan kekerabatan dagang dengan pihak-pihak yang secara terang-terangan menyatakan permusuhan dengan Islam dan kaum muslimin.
10)Mempelajari hukum-hukum syar’i seputar muamalah.
Di antara keyakinan setiap muslim yakni hukum-hukum syar’i itu meliputi semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, khalifah Umar mengusir pedagang yang tidak menguasai aturan jual beli dari pasar kaum muslimin.
C. Fungsi dan makna penting kekayaan dalam islam
Kekayaan bukanlah tujuan pokok atau target utama insan di muka bumi, melainkan sarana bagi seorang muslim dalam menjalankan kiprahnya sebagai khalifah, di mana ia wajib memanfaatkan kekayaan tersebut demi pengembangan segenap potensi insan dan meningkatkan kemanusiaan insan di segala bidang, baik moral maupun material. Jadi, peningkatan kekayaan demi realisasi tujuan utama insan sebagai khalifah di muka bumi, yakni sarana terbaik bagi akhirat. Tiada kebaikan bagi seseorang yang tidak berjuang mendapatkannya. Dalam hal ini, orang yang mengabaikan dan meninggalkan dunia tidak masuk dalam naungan Islam. Sedangkan orang yang berjuang meningkatkan kekayaan demi kekayaan itu sendiri, dan menjadikannya sebagai tujuan utama hidupnya sehingga ia begitu disibukkan dengan hal itu, dalam kasus ini kekayaan menjadi puncak dan sumber utama dari setiap kesalahan dan perbuatan dosa. Keadaan inilah yang menjauhkan insan dari Tuhannya Yang Maha Memberi rezeki, dan hal ini mesti dijauhi.
Islam ingin biar seorang muslim berjuang meningkatkan kekayaan, menjadi tuan bagi kekayaannya itu, dan beroleh manfaat darinya. Islam tidak ingin seorang muslim menjadi budak hartanya dan melupakan tujuannya.
Islam tidak mengakui kekayaan dan cara-cara peningkatannya yang menjadi hijab (pemisah) antara seorang muslim dan Tuhannya Yang Maha Mencukupi kebutuhan-kekayaan yang membuatnya melupakan hasrat spiritualnya, melupakan misi besarnya untuk mewujudkan serta memelihara keadilan di muka bumi, dan mengikatnya dengan dunia. Sedangkan kekayaan dan cara-cara peningkatannya yang menghubungkan seorang muslim dengan Tuhannya Yang Maha Memberi karunia, membuatnya sanggup beribadah dengan hening dan nyaman; membuatnya sanggup memanfaatkan, mengembangkan, serta menyempurnakan segala talenta dan potensinya; juga membantunya dalam mewujudkan impian keadilan, persaudaraan, dan kehormatan. Inilah tujuan yang Islam bebankan kepada setiap muslim.
Namun kekayaan yang bersifat kebendaan itu sejatinya semu jikalau tanpa di dasari dengan kekayaan hati. Kekayaan bahan bukanlah faktor utama menimbulkan seseorang sanggup menuai kebahagiaan, akan tetapi kekayaan jiwalah yang sesungguhnya menjadi modal penting. Sebab, bahan jikalau tidak dikelola dengan baik sanggup menjadi malapetaka.
Seorang muslim semestinya menyadari bahwa kekayaan hakiki itu letaknya ada pada keikhlasan jiwa dan kerelaan hati mendapatkan karunia Illahi seberapapun besarnya. Selain itu,harta yang di berikan selama di dunia yakni amanah yang harus dimanfaatkan demi jalan Allah SWT. Dengan begitu,Ia akan di jauhkan dari memandang bahan secara membabi buta, Itulah hakekat kekayaan yang sebenarnya.
Dengan hati yang ikhlas, ia tidak akan tergiur untuk melirik kekayaan bahan dan segenap kenikmatan duniawi. Sebab segala kenikmatan itu justru sanggup menjerumuskannya kedalam perbuatan yang tidak terpuji. Rasa sesal, menderita, dan mungkin perseteruan yakni sejumlah akhir yang mungkin di timbulkan oleh melimpahnya bahan tanpa berkah.
Perlu di dasari, kekayaan duniawi dengan gemerlapnya yang sering melenakan hati, sesunggguhnya tidak berharga sedikitpun di sisi Allah. Jadi, mengapa mesti menghinakan diri dengan menghambakan kepadanya, dan kenapa pula insan seringkali mengeluh dan menyesal hanya karena ada sedikit harta yang hilang.
D. Akhlak orang kaya dan miskin dalam islam
Ø Akhlak Orang Kaya
Islam mengajarkan umatnya untuk memberi, sesuai dengan hadits yang artinya “ tangan di atas lebih baik dari tangan yang dibawah” ini menandakan himbauan untuk memberi, artinya orang yang memberi itu lebih mulia daripada orang yang meminta – minta.
Beberapa adat yang harus dimiliki oleh orang kaya yakni sebagai berikut :
1. Dermawan
Kedermawanan dalam bahasa Arab disebut Al-Sakhawah. Lawannya yakni kebakhilan (bukhl). Orang yang gemar memberi dinamakan sakhy atau karim. Salah satu nama Allah yakni Al-Karim, karena Allah yakni yang paling suka memberi. Kata dermawan dalam kata bahasa Indonesia menunjuk pada seseorang yang sukaberderma, atau yang senang memperlihatkan sebagian hartanya kepada orang lain baik dalam keadaan sempit maupun luas. Dermawan termasuk adat yang terpuji yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.
Imam al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin berkata “ apabila harta tidak dimiliki, maka insan harus bersifat Qana’ah. Jika mempunyai harta, maka ia harus mengutamakan orang lain dan bersifat gemar memberi serta menjauhi sifat kikir.[4]
Dalam pedoman agama Islam, kedermawanan merupakan salah satu kunci kebaikan dan mulianya agama. Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW :
“Sesungguhnya inilah agama ( Islam ) yang Aku ridhai untuk diri-Ku. Dan tidak akan memperbaiki agama ini kecuali dengan kedermawanan dan adat yang baik, karena itu muliakan agama ini dengan kedua hal itu”( Thabrani ).
keutamaan orang yang mempunyai kekayaan dan mempunyai sifat gemar memberi diantaranya :
Ø menjadi orang yang dicintai oleh Allah SWT. Rasulullah SAW. bersabda :
Sesungguhnya Allah itu gemar memberi yang menyukai kedermawanan, menyukai adat – adat mulia, dan membenci adat yang jelek . “ ( Mutafaqun ‘alaih ).
Ø dekat dengan Allah, bersahabat dengan manusia, dan jauh dari neraka. Dalam riwayat Abu Hurairah RA., Nabi SAW. diriwayatkan bersabda,
“ Orang gemar memberi bersahabat dengan Allah, bersahabat dengan manusian, dan jauh dari neraka. Orang yang bakhil jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga”
Ø Allah akan memperlihatkan pahala dan mengganti harta yang ia dermakan dengan yang lebih baik dan lebih banyak. Allah SWT. berfirman,
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah yakni serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.(QS. Al-Baqarah: 261)
Ø menjadikannya sehat lahir dan batin. Rasululllah SAW. bersabda,
“ Obatilah orang – orang sakit diantara kalian dengan sedekah .” (HR. Baihaki)
Itulah keutamaan sifat deramawan, alangkah indahnya dunia ini jikalau banyak orang – orang kaya yang mempunyai sifat dermawan.
2. Menjauhi sifat kikir
Sifat kikir itu disebabkan oleh cinta harta, sedangkan cinta harta itu mempunyai dua alasannya :
Pertama : kesukaan bersenang – senang, dan ini tidak sanggup tercapai kecuali dengan harta dan disertai panjang angan – angan. Atau barangkali anaknya menggantikan kedudukan panjang angan – angannya sehingga sanggup menahan hartanya demi mereka. Oleh karena itu , Nabi SAW bersabda : Anak itu mengakibatkan sifat kikir dan sifat pengecut serta kebodohan. Apabila disamping itu ada rasa takut miskin dan kurang percaya akan datangnya rezeki , maka sifat kikir pun menjadi kuat.
Kedua : bila seseorang mengasihi harta, sedang ia tahu bahwa ia tidak memerlukannya di dikala ia sudah renta dan tidak punya anak. Akan tetapi ia mengasihi harta itu sendiri. Ini yakni penyakit menahun di dalam hati.
Kikir merupakan sifat yang buruk, Allah SWT berfirman :
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang kikir dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kekikiran itu baik bagi mereka. gotong royong kekikiran itu yakni jelek bagi mereka. harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kau kerjakan.” ( Q.S Ali Imran : 180 )
Cara mengatasi sifat kikir yakni dengan mengurangi syahwat, banyak mengingat mati, merenungkan maut orang – orang yang telah mendahuluinya, menziarahi kubur, merenungkan cacing – cacing yang ada di dalamnya, dan memikirkan keadaan – keadaan itu. Perhatian terhadap anak diatasi dengan menyadari bahwa penciptaannya membuat rezeki bersamanya. Banyak anak yang mewarisi, sedang itu bukan rezekinya, dan banyak pula anak yang tidak mewarisi, padahal Allav ta’ala mengaruniainya harta yang banyak. Jika anaknya seorang yang shaleh , maka Allah ta’ala memimpin orang – orang yang shalih. Jika ia seorang yang fasik maka semoga Allah tidak memperbanyak belum dewasa ibarat itu , karena ia memakai hartanya untuk bermaksiat.
3. Menghindari Sifat Takabbur.
sifat takabur merupakan salah satu sifat yang sangat berbahaya bagi seseorang dan juga membahayakan orang lain. Tidak sedikit perbuatan yang didasari sifat takabur ini menjadi penyulut terjadinya permusuhan di antara manusia. Dalam kekerabatan kemanusiaan sifat takabur ini akan menjauhkan seseorang dalam pergaulan hidupnya dengan orang lain. Sifat takabur ini muncul biasanya disulut oleh adanya keberhasilan dalam hidup seseorang. Orang yang memegang jabatan tinggi, orang kaya, dan orang yang sukses, akan gampang terserang sifat takabur ini. Namun, tidak sedikit juga orang yang tidak mempunyai harta, orang kecil, dan orang-orang yang tidak berhasil mempunyai sifat tersebut. Oleh karena itu, sifat ini harus dihindari dan dihilangkan dari langsung muslim.
Takabbur berdasarkan bahasa yaitu sombong. Sombong yakni sifat insan yang menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Ketika orang merasa besar hati dengan apa yang dimilikinya (ujub) dan menganggap orang lain lebih rendah dari dirinya, maka hal itu disebut sombong atau angkuh.
Menurut imam Ghozali kesombongan adalah: sifat pada diri seseorang yang timbul karena melihat kepada dirinya. Kesombongan yang timbul pada lahirnya yakni ibarat efek dari sifat itu.[5]
Sifat ini harus dihindari oleh semua orang, khususnya orang kaya, karena kesombongan itu tercela, Allah ta’ala berfirman :
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari gejala kekuasaan-Ku. ( Q.S Al-A’raf : 146 ).
Cara menghindari sifat ini yaitu :
- Mendahulukan sobat – temannya sebelum dirinya dalam majelis – majelis.
- Memakai baju sederhana dihadapan orang banyak.
- Seseorang harus berpikir siapakah dia sebenarnya. Bagaimana dia dulunya, sekarang, dan yang akan datang. Dengan menyadari bahwa dia dulunya berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah, serta keberadaannya kini juga masih banyak mempunyai kelemahan, apakah patut dia itu takabur?
- Seseorang yang takabur harus banyak membaca ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi yang mengutuk sifat takabur dan menjelaskan akhir buruknya bagi manusia.
Ø Akhlak Orang Miskin.
Miskin harta yaitu orang yang tidak punya harta yang dibutuhkan bagi penghidupannya.
Akhlak yang harus dimiliki oleh orang miskin yakni sebagai berikut :
1. Qona’ah.
Qana’ah yakni sikap rela mendapatkan dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang mempunyai sifat qana’ah mempunyai pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada di dirinya yakni kehendak allah .
Kemiskinan itu terpuji, tetapi patutlah orang fakir atau miskin tidak mengharapkan milik orang lain. Hal itu bias terwujud kecuali dengan makan, minum, dan berpakaian, sesuai dengan kebutuhan. Maka ia pun merasa cukup dengan kadar yang paling sedikitdan paling rendah jenisnya. Ia tunda harapannya sampai sehari atau sebulan supaya tidak memperbanyak kesabaran atas kemiskinan yang sanggup mengakibatkan tamak dan meminta – minta serta merendahkan diri kepada orang kaya.[6]
Abu Hurairah berkata pada suatu hari Rasulullah SAW bersabda : “hai Abu Hurairah, apabila engkau merasa lapar maka makanlah sepotong roti serta segelas air, dan biarlah dunia hancur.
AkhlakQana’ah pun berfungsisebagai:
a. Stabilisator: seorang muslim yang mempunyai sifat qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tenteram, merasa kaya dan berkecukupan, dan bebas dari keserakahan.
b. Dinamisator: kekuatan batin yang mendorong seseorang untuk meraih kemenangan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah SWT.
2 Sabar .
Seseorang yang ditakdirkan miskin harus bersabar terhadap keadaannya. Bahkan imam Ghazali menyebutkan bahwasannya orang miskin yang sabar itu lebih mulia dari orang kaya yang bersyukur. Meski dia berkata di kawasan lain, “Berapa banyak orang faqir yang bersabar lebih afdhal dibandingkan orang kaya yang bersyukur. Dan (begitu pula sebaliknya), berapa banyak orang kaya yang bersyukur lebih afdhal dibandingkan orang faqir yang sabar. Itulah orang kaya yang memberlakukan dirinya ibarat orang faqir. Ia tidak memegang harta untuk dirinya kecuali sebatas kebutuhan darurat, dan selebihnya ia berikan untuk hal-hal kebaikan.
Dari Abū Hurairah, Nabi bersabda:
يَدْخُل فُقَرَاءُ الْمسْلمِينَ الْجنّةَ قَبْلَ أغْنِيَائِهِم بِنِصْفِ يَوْمٍ، وَهُوَ خَمْسُمِائَة عَامٍ
“Orang-orang faqir kaum muslimin mendahului orang-orang kaya dalam hal masuk nirwana selama setengah hari (di akhirat), yaitu lima ratus tahun.
Hadits di atas termasuk dalil yang dipakai oleh mereka yang menyampaikan bahwa orang faqir yang sabar lebih utama dibandingkan orang kaya yang bersyukur.
Oleh karena itu, alangkah mulianya orang – orang yang miskin dan tetap selalu bersabar dengan apa yang di takdirkan Allah terhadapnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari sikap ekonomi insan yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun kepercayaan dan rukun Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya yakni membantu insan mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Kekayaan bukanlah tujuan pokok atau target utama insan di muka bumi, melainkan sarana bagi seorang muslim dalam menjalankan kiprahnya sebagai khalifah, di mana ia wajib memanfaatkan kekayaan tersebut demi pengembangan segenap potensi insan dan meningkatkan kemanusiaan insan di segala bidang, baik moral maupun material. Jadi, peningkatan kekayaan demi realisasi tujuan utama insan sebagai khalifah di muka bumi, yakni sarana terbaik bagi akhirat. Tiada kebaikan bagi seseorang yang tidak berjuang mendapatkannya.
Islam ingin biar seorang muslim berjuang meningkatkan kekayaan, menjadi tuan bagi kekayaannya itu, dan beroleh manfaat darinya. Islam tidak ingin seorang muslim menjadi budak hartanya dan melupakan tujuannya.
Perlu di dasari, kekayaan duniawi dengan gemerlapnya yang sering melenakan hati, sesunggguhnya tidak berharga sedikitpun di sisi Allah. Jadi, mengapa mesti menghinakan diri dengan menghambakan kepadanya, dan kenapa pula insan seringkali mengeluh dan menyesal hanya karena ada sedikit harta yang hilang.
Takabbur berdasarkan bahasa yaitu sombong. Sombong yakni sifat insan yang menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Ketika orang merasa besar hati dengan apa yang dimilikinya (ujub) dan menganggap orang lain lebih rendah dari dirinya, maka hal itu disebut sombong atau angkuh.
Menurut imam Ghozali kesombongan adalah: sifat pada diri seseorang yang timbul karena melihat kepada dirinya. Kesombongan yang timbul pada lahirnya yakni ibarat efek dari sifat itu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Mannan, Muhammad, (1993), Teori & Praktek Ekonomi Islam , Yogyakarta: PT.Bhakti Dana Wakaf,
2. Al Ghazali, Imam , (1995 )Ringkasan Ihya Ulumuddin , Jakarta : Pustaka Amani
3. Umar Stanggal ,Abu Ahmadi Anshori, (1980) Sistem Ekonomi Islam Prinsip-prinsip dan Tujuan-tujuannya, Surabaya: PT Bina Ilmu,
5. http://hadicahyono.dosen.narotama.ac.id/2011/04/14/sistem-ekonomi-dalam-islam
[1]MuhammadAbdul Mannan,Teori & Praktek Ekonomi Islam , (Yogyakarta: PT.Bhakti Dana Wakaf, 1993), hal. 20
[2]http://hadicahyono.dosen.narotama.ac.id/2011/04/14/sistem-ekonomi-dalam-islam/
[5]Imam Al Ghazali , Ringkasan Ihya Ulumuddin, hal. 237.
[6]Imam Al Ghazali , Ringkasan Ihya Ulumuddin, hal. 216