Peristiwa Rengasdengklok yaitu sebuah insiden yang terjadi sangat bersahabat dengan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Peristiwa ini juga boleh dibilang sebagai momen yang sangat krusial untuk menuntaskan usaha bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan.
Peristiwa ini boleh dibilang sebagai tahap penyelesaian. Kita sebagai bangsa Indonesia wajib menghargai usaha para pahlawan, alasannya yaitu tanpa mereka mungkin kita tidak akan merdeka menyerupai ketika ini.
Daftar Isi Artikel
Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok
Latar belakang insiden Rengasdengklok yang paling pertama yaitu kekalahan bangsa Jepang, yang pada itu menjajah bangsa Indonesia. Jepang menyatakan dirinya kalah perang sesudah kota penting mereka yaitu Hirosima dan Nagasaki di bom atom oleh Amerika Serikat.
Kekalahan tersebut pada kesannya bisa tercium oleh para p0juang kemerdekaan bangsa Indonesia. Jepang pun pada kesannya sudah mendirikan suatu komite yang terdiri dari orang orang Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaannya.
Beberapa golongan menilai bahwa komite tersebut masih tidak lepas dari tangan bangsa Jepang, sehingga golongan ini ingin melaksanakan usaha usaha kemerdekaan tanpa campur tangan bangsa Jepang sedikitpun. Hal inilah yang menjadi latar belakang kedua dari terjadinya insiden Rengasdengklok.
Latar belakang selanjutnya yaitu adanya perbedaan pendapat yang terjadi antara golongan muda dan golongan renta dalam rangka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Golongan renta lebih oke untuk menunggu proses negosiasi dengan komite panitia kemerdekaan yang telah disusun oleh bangsa Jepang, untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Sementara golongan muda lebih oke untuk segera eksklusif memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia tanpa menunggu keputusan panitia kemerdekaan bentukan Jepang (PPKI). Golongan muda sangat ingin untuk merealisasikan hal ini, alasannya yaitu melihat posisi kekalahan Jepang dan terjepit itu sebagai sebuah kesempatan emas.
Tujuan Peristiwa Rengasdengklok
Tujuan dari insiden ini tidak lepas dari kiprah para anggota muda yang ingin segera menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia sesegera mungkin. Para anggota muda ini ingin mengamankan para tokoh renta ke suatu tempat yang aman.
Tempat yang kondusif ini jatuh kepada Rengasdengklok, yang berada di tempat Karawang provinsi Jawa Barat. Golongan renta yang nantinya menjadi presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia ini diamankan ke dalam sebuah rumah sederhana milik petani.
Rengasdengklok dipilih alasannya yaitu dinilai sebagai tempat yang paling kondusif di antara tempat yang lainnya. Tempat ini dinilai sanggup menghindarkan para golongan renta dari intervensi pihak luar.
Rengasdengklok dinilai paling kondusif alasannya yaitu menurut perhitungan secara militer, tempat ini jauh dari tempat Jakarta dan juga Cirebon. Wilayah Rengasdengklok juga dipilih alasannya yaitu tempat ini sanggup dengan gampang mengawasi pergerakan tentara Jepang dari arah Jakarta dan juga Bandung.
Kronologi Peristiwa Rengasdengklok
Kronologi insiden Rengasdengklok tidak lepas dari pengumuman bangsa Jepang oleh Kaisar Hirohito pada tanggal 14 Agustus tahun 1945, sempurna sekitar seminggu sesudah proses pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh tentara sekutu, yang diprakarsai oleh Amerika Serikat.
Para cowok yang bekerja di kantor isu Jepang yang berjulukan Domei, dengan cepat merespon isu tersebut sebagai kabar baik, dan diteruskan kepada rekan rekannya di tanah air.
Sementara golongan renta belum tahu akan hal tersebut, padahal pada ketika itu wakil dari golongan ini yaitu Ir. Soekarno, dan M. Hatta sedang berunding dengan Panglima tertinggi Jepang di wilayah Asia Tenggara Marsekal Terauchi.
Para golongan muda tersebut eksklusif mendesak para golongan renta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan namun terjadi perbedaan pendapat. Akhirnya menurut keputusan rapat pada tanggal 16 Agustus tahun 1945 yang diikuti oleh Soekarni, Mawardi, dan Shudanco Singgih, menetapkan untuk segera mengamankan para golongan renta menyerupai Soekarno, dan M. Hatta.
Shudanco diputuskan untuk diberi kiprah menculik kedua golongan renta tersebut. Proses penculikan ini juga tidak lepas dari pinjaman militer, dan pihak militer lainnya. Para golongan renta yang diculik itu kesannya diamankan ke Rengasdengklok sehari penuh.
Ketidak beradaan Soekarno dan M. Hatta di Jakarta menciptakan anggota kelompok renta lainnya Ahmad Soebardjo untuk mencari keberadaan kedua orang tersebut. Akhirnya para golongan renta pun tahu jikalau rekannya tersebut diculik oleh para golongan muda.
Sehingga dilakukanlah negosiasi antara golongan renta yang diwakili oleh Ahmad Soebardjo, dan Wikaan dari golongan muda. Hasil pertemuan tersebut yaitu keduanya menyatakan sepakat untuk segera memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kesepakatan itu juga tidak lepas dari syarat syarat tertentu, pertama golongan renta menuntut golongan muda untuk membawa kembali Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Kedua golongan muda menuntut untuk dilakukannya pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia tanpa ada campur tangan sedikit dari pihak Jepang.
Pada kesannya para golongan renta yang diwakili oleh Jusuf Kunto, dan Ahmad Soebardjo menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok sambil didampingi oleh Sudiro.
Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta pada jam 11 malam tanggal 16 Agustus 1945, dan singgah di rumah Laksamana Maeda yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol no. 1, Menteng. Lokasi ini dinilai kondusif alasannya yaitu kedudukan Laksamana Maeda sebagai kepala kantor penghubung harus dihormati, dan jauh dari intervensi militer.
Soekarno dan Hatta beserta anggotanya sudah sangat semakin yakin untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari tangan Jepang. Pasalnya sesaat sesudah mereka kembali ke Jakarta, mereka juga telah melaksanakan negosiasi dengan pihak Jepang, namun Jepang tidak sepenuhnya setuju. Akhirnya sesudah itu Soekarno dan Hatta beserta rekan rekan lainnya, segera menyusun naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda.
Pada ketika penyusunan naskah proklamasi terjadi lagi ketegangan antara golongan muda dan golongan renta yang dinilai sebagai budak bangsa Jepang oleh golongan muda. Ketegangan itu terjadi dalam rangka memilih siapa yang akan menandatangani teks proklamasi tersebut. M. Hatta mengusulkan bahwa semua hal yang hadir pada ketika itu ikut menandatangani naskah tersebut, mencontoh proklamasi kemerdekaan bangsa Amerika Serikat.
Hal itu ternyata tidak disetujui, hingga pada kesannya Soekarni mengusulkan bahwa naskah itu cukup ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia. Hal itu disetujui oleh semua orang yang hadir pada ketika itu.
Setelah penulisan naskah, para golongan renta pulang ke kediamannya masing masing sekitar pukul empat pagi tanggal 17 Agustus 1945. Naskah yang sudah dibentuk itu diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Setelah itu para golongan muda tidak eksklusif pulang, alasannya yaitu mereka masih memikirkan dimana tempat yang terbaik untuk menyebarluaskan teks proklamasi tersebut.
Akhirnya pembacaan teks proklamasi dilakukan di rumah Soekarno yang berada di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 yang kini dijadikan sebagai monumen proklamasi. Pembacaan teks proklamasi tersebut dibacakan pada pukul 10.00 tanggal 17 Agustus tahun 1945, dan ditetapkanlah tanggal itu sebagai hari kemerdekaan Indonesia.
Tokoh Tokoh Peristiwa Rengasdengklok
Tokoh tokoh utama dalam insiden ini antara lain adalah: Ir. Soekarno, M. Hatta, Soekarni, Wikana, Sayuti Melik, Ahmad Soebardjo, Chaerul Saleh, Laksamana Maeda, dan masih banyak lagi.
Sumber https://salamadian.com