BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sosiologi aturan membahas imbas timbal balik antara perubahan aturan dan masyarakat. Perubahan aturan sanggup menghipnotis masyarakat sanggup mengakibatkan terjadinya perubahan hukum.[1] Alam pikiran insan dalam dunia sosial ditentukan oleh prinsip relasi timbal balik dalam memberi dan menerima, sehingga tampak terang bahwa insan membuat dunia sosial pada hakekatnya justru akan memperbudak mereka sendiri dan insan memelihara kapasitas untuk mengubah dunia sosial yang membelenggu mereka sendiri.[2]
Pada hakikatnya, hal ini merupakan objek yang menyentuh dari aspek sosiologi hukum, atau aspek sosial masyarakat oleh lantaran tak ada keragu-raguan lagi bahwa suatu sistem aturan merupakan pencerminan dari sistem sosial dimana sistem aturan tadi merupakan bagiannya.
Akan tetapi persoalannya tidak semudah itu, lantaran perlu diteliti dalam keadaan-keadaan apa dan dengan cara-cara yang bagaimana sistem sosial menghipnotis suatu sistem aturan sebagai subsistemnya, dan hingga sejauh manakah proses imbas menghipnotis tadi bersifat timbal balik. Sosiologi aturan merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari relasi timbal balik antara aturan dengan gejala-gejala sosial lainnya[3].
Dalam interaksi sosial terkandung makna wacana kontak secara timbal balik atau inter-simulasi dan respon individu-individu dan kelompok-kelompok. Kontak intinya merupakan agresi dari individu atau kelompok dan mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain.[4]
Manusia berinteraksi dengan insan lain dengan banyak sekali cara termasuk dengan simbol-simbol. Dalam konteks teori interaksionisme simbolik berdasarkan Helbert Blumer, interaksi dengan simbol, arahan dan juga bahasa memperlihatkan kepada sifat kekhasannya yaitu bahwa insan saling menterjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain tetapi didasarkan pada “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu.[5]
[4]Soeleman B. Taneka, 1993, Struktur dan Proses Sosial, Suatu Pengantar SosiologiPembangunan. Raja-Garfindo Persada, Jakarta, hlm. 109-110
[5] George Ritzer, 1985, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Penyadur: Alimandan,
Rajawali, Jakarta, hlm. 61
Interkasi sosial yaitu sebuah interkasi antar pelaku dan bukan antar faktorfaktor yang menghubungkan mereka atau yang membuat mereka berinteraksi. Teori interaksi simbolik melihat pentingnya interaksi sosial sebagai sebuah sarana ataupun penyebab ekspresi tingkah laris manusia.[6]
Interkasi sosial tidak saja mempunyai relasi dengan norma-norma, akan tetapi juga dengan status, dalam arti bahwa status memperlihatkan bentuk atau pola interaksi. Status dikonsepsikan sebagai posisi seseorang atau sekelompok orang dalam suatu kelompok sehubungan dengan orang lain dalam kelompok itu. Status merekomendasikan perbedaan martabat, yang merupakan pengesahan interpersonal yang selalu mencakup paling sedikit satu individu yaitu siapa yang menuntut dan individu lainnya yaitu siapa yag menghormati tuntutan itu.[7]
Sampford dengan jeli dan lugas melancarkan kritik terhadap teori- teori aturan yang dibangun berdasarkan konsep sistem (sistemik atau keteraturan). Bagi dia, aturan itu tidak selalu didasarkan pada teori sistem (mengenai) hukum, lantaran intinya hubungan-hubungan yang terjadi dalam masyarakat memperlihatkan adanya relasi yang tidak simetris(asymmetries). Inilah ciri khasdari sekalian relasi sosial, yang dipersepsikan secara berbeda oleh para pihak. Dengan demikian apa yang dipermukaan tampak sebagai tertib, teratur, terang dan pasti, sesungguhnya di dalamnya penuh dengan ketidakpastian.
Pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan pada keadaan ketidakpastian, kekacauan atau ketidakberaturan tidak bisa dijawab secara memuaskan dengan memakai pendekatan yang linier-mekanistik seperti dalam ajaran rechtdogmatiekatau legal-positivism. Untuk menjawab persoalan-persoalan itu, dibutuhkan kesediaan setiap orang untuk mau melihat dunia aturan bukan sebagai keadaan yang serba tertib dan teratur, melainkan sebagai realitas yang
serba kacau. Dari sinilah teori kekacauan (chaos theory) sebagai belahan dari sosiologi aturan diperlukan. Keterbatasan dan kegagalan dogmatik aturan dalam menjelaskan banyak sekali fenomena dan realistis sosial itu, dilarang dibiarkan. Masyarakat akan terus menuntut adanya klarifikasi dan penyesuaian yang memuaskan dan benar terhadap persoalan-persoalan tersebut. Dengan kehadiran sosiologi hukum, sekalian problem dalam masyarakat itu akan diamati, dicatat dan dijelaskan, dalam kapasitasnya sebagai pengamat dan teoritisi dan bukan sebagai partisipan.
Mengapa sosiologi menempati kedudukan penting dalam kajian ilmu aturan di dunia,terutama di Indonesia? Karena, ibarat dikatakan Roscoe Pound, sosiologi bisa memperjelas pengertian “hukum” dan segala sesuatu yang berdiri di belakang gejala-gejala ketertiban umum, yang sanggup diamati oleh andal hukum.[8]
[6] H.R.Riyadi Soeprapto, 2002, Interaksionalisme Simbolik, Prespektif Sosiologi Modern, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta dan Averroes Press, Malang, hlm. 143.
[8] Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, diterjemahkan oleh Rinaldi Simamora, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.1
B. Identifikasi Masalah
1. Pengertian Sosiologi Hukum
2. Karakteristik Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat
3. Fungsi Hukum Dalam Masyarakat
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa Pengertian Sosiologi Hukum
2. Untuk mengetahui bagaimana Karakteristik Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat
3. Untuk mengetahui bagaimaa Fungsi Hukum Dalam Masyarakat
BAB II
SOSIOLOGI HUKUM DALAM MASYARAKAT SEBAGAI
MAKHLUK SOSIAL
A. Ruang Lingkup dan Kegunaan Sosiologi Hukum
Ruang lingkup sosiologi aturan ada 2 (dua) hal, yaitu:
a. Dasar-dasar sosial dari aturan atau basis sosial dari hukum. Sebagai pola sanggup disebut misalnya: aturan nasional di Indonesia, dasar sosialnya yaitu pancasila, dengan iri-cirinya: gotong royong, musyawarah, dan kekeluargaan;
b. Efek-efek aturan terhadap gejala-gejala sosial lainnya. Sebagao pola sanggup disebut misalnya: Undang-undang No. 22 Tahun 1997 dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 wacana Narkotika dan Narkoba erhdap tanda-tanda konsumsi obat-obat terlarang dan semacamnya[9],
Sementara itu, berdasarkan Esmi Warassih, antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu aturan mempunyai relasi yang saling melengkapi dan memengaruhi. Perbedaan fungsi antara keduanya boleh dikata hanya bersifat marjinal.[10]
Sebagai cabang sosiologi yang terpenting, sosiologi aturan masih dicari perumusannya.Kendati selama puluhan terakhir semakin mendapat perhatian dan aktual, sosiologi aturan belum mempunyai batas-batas tertentu yang jelas. Ahli-ahlinya belum menemukan kesepakatan mengenai pokok persoalannya, atau kasus yang dipecahkannya, serta hubungannya dengan cabang ilmu aturan lainnya.
Terdapat kontradiksi antara andal sosiologi dan andal aturan mengenai keabsahan sosiologi hukum. Ahli aturan memerhatikan masalah quid juris, sementara andal sosiologi bertugas menguraikan quid facti : mengembalikan fakta-fakta sosial kepada kekuatan hubungan-hubungan. Sosiologi aturan dipandang oleh andal aturan sanggup menghancurkan semua aturan sebagai norma, asas yang mengatur fakta-fakta, sebagai suatu penilaian. Paraahli khawatir, kehadiran sosiologi aturan sanggup menghidupkan kembali penilaian baik-buruk (value judgement ) dalam penyelidikan fakta sosial.
Ramdini Wahyu, menyebutkan sebagai ruang lingkup sosiologi aturan yang dbagi ke dalam beberapa hal-hal, yakni:
1. proses pembentukan aturan di forum legislatif;
2. proses penyelesaian aturan di institusi hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan;
3. penetapan aturan oleh pengadilan; dan
4. tingkah laris masyarakat dan pegawapemerintah hukum. [11]
[9] Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 4
[10] Esmi Warassih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: Suryandaru Utama, 2005), hal. 2.
Ruang lingkup yang paling sederhana dari kajian sosiologi aturan yaitu memperbincangkan tanda-tanda sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan tindakan melawan hukum, tindakan menaati hukum, tindakan melaksanakan upaya aturan di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, penafsiran masyarakat terhadap hukum, dan aturan sebagai produk penafsiran masyarakat. Oleh lantaran itu, sosiologi aturan menjadi alat pengkaji aturan yang berlaku di masyarakat dengan paradigma yang sangat luas. Keluasannya disebabkan sosiologi sebagai ilmu yang menguras kehidupan sosial, bukan oleh aturan yang menjenuhkan dan selalu mempertahankan kebenaran hitam diatas putih. [12]
Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup sosiologi aturan meliputi
1. pola-polaperilaku (hukum) warga masyarakat,
2. aturan dan pola-pola sikap sebagai ciptaan danwujud dari kelompok-kelompok sosial, dan
3. relasi timbal-balik antara perubahan-perubahan dalam aturan dan perubahan-perubahan sosial dan budaya
Sosiologi aturan memiliki kegunaan yang bermacam-macam.
Pertama, sosiologi aturan bisa memberi klarifikasi wacana satu dasar terbaik untuk lebih mengerti Undang-undang andal aturan ketimbang aturan alam, yang sekarang tak lagi diberi tempat, tetapi tempat kosong yang ditinggalkannya perlu diisi kembali.
Kedua, sosiologi aturan bisa menjawab mengapa insan patuh pada aturan dan mengapa beliau gagal untuk menaati aturan tersebut serta faktor-faktor sosial lain yang memengaruhinya
Ketiga, sosiologi aturan memperlihatkan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap aturan di dalam konteks sosial.
Keempat , sosiologi aturan memperlihatkan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas aturan dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat,maupun sarana untuk mengatur interaksi sosial, semoga mencapai keadaan-keadaan sosialtertentu.
Kelima, sosiologi aturan memperlihatkan kemungkinan dan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan penilaian terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.[13]
Sosiologi aturan berguna antara lain, memperlihatkan kemampuan bagi pemahaman terhadap aturan dalam konteks sosial; penguasaan konsep-konsep sosial aturan sanggup memperlihatkan kemampuan untuk mengadakan analisa terhadap efektifitas aturan dalam masyarakat baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat, sarana mengatur interaksi sosial semoga mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu; sosiologi aturan memperlihatkan kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi-evaluasi terhadap efektifitas aturan dalam masyarakat. [14]
[14] Muhammad Abduh. 2002. Sosiologi Hukum. Medan: Modul Kuliah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, hal. 4
Di sisi lain ada yang menyampaikan Kegunaan Sosiologi Hukum yaitu :
1. Memahami aturan dalam konteks sosialnya, Contoh; Hukum Waris;
2. Menganalisa dan konstruksi terhadap efektifitas aturan dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial maupun sebagai sarana untuk merubah masyarakat , Contoh. Pungutan resmi menjadi pungli
3. Mengadakan penilaian terhadap efektifitas aturan di dalam masyarakat, berkaitan dengan wibawa hukum
Adapun Objek yang disoroti Sosiologi Hukum sebagai berikut :
· Hukum dan sistem sosial masyarakat
· Persamaan dan perbedaan sistem-sistem hukum
· Sifat sistem aturan yang dualistis
· Hukum dan kekuasaan
· Hukum dan nilai-nilai sosial budaya
· Kepastian aturan dan kesebandingan
· Peranan aturan sebgai alat untuk merubah masyarakat
Berdasarkan objek yang disoroti tersebut maka sanggup dikatakan bahwa: sosiologi aturan yaitu ilmu pengetahuan yang secara teoritis analitis dan empiris menyoroti imbas tanda-tanda sosial lain terhadap aturan dan sebaliknya.
Kegunaan Sosiologi Hukum Mudah bagi Praktisi Hukum
· Kegunaan dalam memakai konkritisasi terhadap kaidah-kaidah aturan tertulis (referensial) yakni kaidah hukum, pedoman aturan yang menunjuk pada pengetahuan di luar ilmu hukum., Misal Pasal 1338 BW (Perencanaan dilakukan dengan itikad baik) dan Pasal 1536 BW (Onrecht matige daad atau perbuatan mmelawan hukum)
· Dapat mengadakan konkritisasi terhadap pengertian-pengertian aturan yang tidak terang atau kurang jelas.
· Dapat membentuk dan merumuskan kaidah aturan yang mempunyai dasar sosial
· Mampu merumuskan RUU dengan bahasa aturan yang gampang dicerna.
B.Karakteristik Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat
Untuk lebih memahami karakteristik kajian sosiologis di bidang hukum, Bapak Ilmu Hukum Sosiologis Amerika Serikat,Roscoe Pound mengemukakan bahwa :[15]
‘’ Masalah utama yang yurist sosiologis yang adressing sendiri ketika ini yaitu untuk mengaktifkan dan untuk memaksa pembuatan undang-undang, dan juga penafsiran dan penerapan aturan-aturan hukum, untuk membuat lebih banyak akun, dan akun lebih cerdas, fakta sosial di mana aturan harus dilanjutkan dan yang harus diterapkan .’’
Jadi, Roscoe Pound memandang bahwa problem yang utama remaja ini menjadi perhatian utama para yuris sosiologis yaitu untuk memungkinkan dan untuk mendorong perbuatan hukum, dan juga untuk menafsirkan dan menerapkan aturan-aturan hukum, serta untuk membuat lebih berharganya fakta-fakta sosial dimana aturan harus berjalan dan untuk mana aturan itu diterapkan.[16]
Lebih khusus lagi, karakteristik aturan terbagi atas enam item:
1. Yang pertama yaitu studi wacana dampak sosial sesungguhnya lembaga-lembaga aturan dan doktrin hukum.
2. Studi sosiologis sehubungan dengan studi aturan dalam persiapan untuk undang-undang. Metode ilmiah yang diterima telah mempelajari peraturan lainnya analitis. Perbandingan legislasi telah diambil untuk menjadi landasan terbaik untuk bijaksana pembuatan hukum. Tapi itu tidak cukup untuk membandingkan aturan itu sendiri. Hal ini lebih penting untuk mempelajari operasi sosial mereka dan imbas yang mereka hasilkan, kalau ada, kemudian dimasukkan ke dalam tindakan.
3. Studi dari mereka berarti membuat aturan aturan yang efektif. Hal ini telah neglectedalmost seluruhnya di masa lalu. Kami telah mempelajari pembuatan aturan sedulously. Hampir energi seluruh sistem peradilan kita digunakan dalam mengerjakan konsisten, logis, teliti sempurna badan preseden. Tapi kehidupan aturan dalam penegakannya. Studi ilmiah yang serius tentang bagaimana untuk membuat output tahunan besar kami legislasi dan interpretasi aturan yang efektif sangat penting.
4. Berarti menjelang selesai terakhir dipertimbangkan yaitu sejarah hukum, topik ini, studi tidak hanya wacana bagaimana doktrin telah berevolusi dan berkembang, dianggap semata-mata sebagai materi jural, tapi apa dampak sosial doktrin aturan telah diproduksi di masa kemudian dan bagaimana mereka telah menghasilkan mereka. (Sebaliknya) itu yaitu untuk memperlihatkan kepada kita bagaimana aturan masa kemudian tumbuh dari kondisi sosial, ekonomi dan psikologis, bagaimana diberikan dengan menampung sendiri kepada mereka, dan seberapa jauh kami bisa melanjutkan pada aturan yang sebagai dasar, atau mengabaikan hal itu, dengan harapan cukup beralasan menghasilkan hasil yang diinginkan.
5) item lain yaitu pentingnya solusi yang masuk nalar dan hanya penyebab individual, terlalu sering dikorbankan di masa kemudian eksklusif ke upaya untuk membawa gelar imposible dari pasti. Dalam yurist sosiologis umum berdiri untuk apa yang disebut aplikasi yang adil hukum; yaitu mereka memahami aturan aturan sebagai panduan umum untuk hakim, membawanya ke arah hanya hasil, tetapi bersikeras bahwa dalam batas-batas yang luas ia harus bebas untuk menangani kasus individual, sehingga sanggup memenuhi tuntutan keadilan antara para pihak dan sesuai dengan alasan umum orang biasa.
6) Akhirnya, akhirnya, ke arah mana titik tersebut di atas hanyalah beberapa cara, yaitu untuk membuat upaya yang lebih efektif dalam mencapai tujuan hukum. "
Tampak bahwa Roscoe Pound[17] memperhatikan pertama-tama terhadap
studi wacana efek-efek sosial yang faktual dari institusi-institusi aturan maupun doktrin-doktrin hukum
.
Adapun Karakteristik Kajian Sosiologi Hukum sebagai berikut :
1. Sosiologi aturan berusaha untuk memberikan Deksripsi
Berusaha memperlihatkan deskripsi terhadap praktek-praktek hukum
2. Sosiologi aturan bertujuan memberikan Penjelasan
Menjelaskan mengapa suatu praktek-praktek aturan di dalam kehidupan sosial masyarakat terjadi, sebab-sebabnya, faktor-faktor apa yang berpengaruh.
3. Sosiologi aturan tidak melaksanakan penilaian terhadap hukum.
Menyelidiki tingkah laris orang dalam bidang aturan sehingga bisa mengungkapkannya. Tingkah laris yang dimaksud mempunyai dua segi, yaitu “luar” dan“dalam”. Sosiologi aturan tidak hanya mendapatkan tingkah laris yang tampak dari luar saja, melainkan ingin juga memperoleh klarifikasi yang bersifat internal, yaitu mencakup motif-motif tingkah laris seseorang (paradigma definisi sosial)[18]
Karakteristik sosiologi aturan semakin terang kalau memperhatikan apa yang telah dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo bahwa :
“Untuk sanggup memahami permasalahan yang dikemukakan dalam kitab ujian ini dengan saksama, orang hanya sanggup melaksanakan melalui pemanfaatan teori sosial mengenai hukum. Teori ini bertujuan untuk memperlihatkan klarifikasi mengenai aturan dengan mengarahkan pengkajiannya ke luar dari sistem hukum. Kehadiran aturan di tengah-tengah masyarakat, baik itu menyangkut soal penyusunan sistemnya, menentukan konsep-konsep serta pengertian-pengertian, menentukan subjek-subjek yang diaturnya, maupun soal bekerjanya aturan itu, dicoba untuk dijelaskan dalam hubungannya dengan tertib sosial yang lebih luas. Apabila di sini boleh digunakan istilah „sebab-sebab sosial‟, maka sebab-sebab yang demikian itu hendak ditemukan, baik dalam kekuatan-kekuatan budaya, politik, ekonomi atau sebab-sebab sosial yang lain”
Penting pula mengetahui apa yang dikemukakan olehSoentandyo Wignjosoebroto bahwa :
“Ilmu hukumpun sanggup dibedakan ke dalam dua spesialisasi ini. Di satu pihak, aturan sanggup dipelajari dan diteliti sebagai suatu skin-in system (studi mengenai law in books), sedangkan di pihak lain eksekusi sanggup dipelajari dan diteliti sebagai skin-out system (studi mengenai law in action). Di dalam studi ini, aturan tidak dikenspesikan sebagai suatu tanda-tanda normatif yang otonom, akan tetapi sebagai suatu institusi sosial yang secara riil berkait-kaitan dengan variable-variabel sosial yang lain”
Sosiologi aturan yaitu ilmu yang mempelajari fenomena aturan dari sisinya yang demikian itu. Berikut ini disampaikan beberapa karakteristik studi aturan secara sosiologi :
1. Sosiologi aturan bertujuan untuk memperlihatkan klarifikasi terhadap praktek-praktek hukum. Apabila praktek itu dibeda-bedakan ke dalam pembuatan undang-undang, penerapan dan pengadilan, maka ia juga mempelajari bagaimana praktek yang terjadi pada masing-masing bidang acara aturan tersebut. Sosiologi aturan berusaha untuk menjelaskan, mengapa praktek yang demikian itu terjadi, sebab-sebabnya, faktor-faktor apa yang berpengaruh, latar belakangnya dan sebagainya. Tujuan untuk memperlihatkan klarifikasi ini memang agak absurd kedengarannya bagi studi aturan “tradisional”, yaitu yang bersifat perspektif, yang hanya berkisar pada apa hukumnya dan bagaimana menerapkannya.
Max Weber menamakan cara pendekatan yang demikian itu sebagai suatu interpretative understanding, yaitu dengan cara menjelaskan sebab, perkembangan serta imbas dari tingkah laris orang dalam bidang hukum. OlehWeber, tingkah laris ini mempunyai dua segi, yaitu “luar” dan “dalam”. Dengan demikian sosiologi aturan tidak hanya mendapatkan tingkah laris yang tampak dari luar saja, melainkan juga memperoleh klarifikasi yang bersifat internal, yaitu yang mencakup motif-motif tingkah laris hukum, maka sosiologi aturan tidak membedakan antara tingkah laris yang sesuai dengan aturan dan yang menyimpang. Kedua-duanya sama-sama merupakan objek pengamatan dan penyelidikan ilmu ini.
2. Sosiologi aturan senantiasa menguji keabsahan empiris (empirical validiity) dari suatu peraturan atau pernyataan hukum. Pertanyaan yang bersifat khas disini yaitu “Bagaimanakah dalam kenyataannya peraturan itu? Apakah kenyataan memang ibarat tertera pada suara peraturan?” Perbedaan yang besar antara pendekatan tradisional yang normatif dan pendekatan sosiologi yaitu bahwa yang pertama mendapatkan apa saja yang tertera pada peraturan hukum, sedangkan yang kedua senantiasa mengujinya dengan data (empiris).
3. Sosiologi aturan tidak melaksanakan penilaian terhadap hukum. Tingkah laris yang menaati aturan dan yang menyimpang dari aturan sama-sama merupakan objek pengamatan yang setaraf. Ia tidak menilai yang satu lebih dari yang lain. Perhatiannya yang utama yaitu hanyalah pada memberikanpenjelasan terhadap objek yang dipelajarinya.
Pendekatan yang demikian itu sering mengakibatkan salah paham, seperti sosiologi aturan ingin membenarkan praktik-praktik yang menyimpang atau melanggar hukum. Sekali lagi dikemukakan di sini, bahwa sosiologi aturan tidak memperlihatkan penilaian melainkan mendekati aturan dari segi objektivitas semata dan bertujuan memperlihatkan klarifikasi terhadap fenomena aturan yang nyata.
Sosiologi aturan utamanya menitikberatkan wacana bagaimana aturan melaksanakan interaksi di dalam masyarakat. Sosiologi aturan menekankan perhatiannya terhadap kondisi-kondisi sosial yang kuat bagi pertumbuhan hukum, bagaimana imbas perubahan sosial terhadap hukum, dan bagaimana aturan menghipnotis masyarakat.
Sosiologi aturan utamanya menitikberatkan wacana bagaimana aturan melaksanakan interaksi di dalam masyarakat. Sosiologi aturan menekankan perhatiannya terhadap kondisi-kondisi sosial yang kuat bagi pertumbuhan aturan bagaimana imbas perubahan sosial terhadap hukum, dan bagaimana aturan menghipnotis masyarakat.
C. Fungsi Hukum Dalam Masyarakat
Apabila membicarakan kasus efektif atau berfungsi tidaknya suatu aturan dalam arti undang-undang atau produk aturan lainnya, maka pada umumnya pikiran diarahkan pada kenyataan apakah aturan tersebut benar-benar berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dalam teori-teori aturan biasanya dibedakan antara 3 (tiga) macam hal berlakunya aturan sebagai kaidah Mengenai pemberlakuan kaidah aturan berdasarkan Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah bahwa :[19]
1. Kaidah aturan berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatnya atau bila berbentuk berdasarkan cara yang telah ditetapkan atau apabila memperlihatkan relasi keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya
2. Kaidah aturan berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif artinya kaidah tersebut sanggup dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku lantaran diterima dan diakui oleh masyarakat.
3. Kaidah aturan tersebut berlaku secara filosofis artinya sesuai dengan harapan aturan sebagai nilai positif yang tertinggi.
Jika ditelaah secara mendalam, maka untuk berfungsinya atau efektifnya suatu aturan haruslah memenuhi ketiga unsur tersebut, sejalan dengan hal tersebut berdasarkan Mustafa Abdullah bahwa semoga suatu peraturan atau kaidah aturan benar-benar berfungsi harus memenuhi empat faktor yaitu:[20]
1.Kaidah aturan atau peraturan itu sendiri
2.Petugas yang menegakkan atau yang menerapkan
3.Fasilitas yang diharapkan akan sanggup mendukung pelaksanaan kaidah hukum atau peraturan tersebut
4.Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.
[19] Achmad Ali, 1998, menjelajahi kajian empiris terhadap hukum,Jakarta: PT. Yarsif watampone, hlm.34
Masalah berlakunya aturan sehingga sanggup efektif di masyarakat termasuk yang dibicarakan dalam skripsi ini yaitu efektivitas suatu peraturan kawasan dalam mendukung terwujudnya ketertiban dalam masyarakat, maka ada 2 komponen harus diperhatikan yaitu :[21]
1. Sejauh mana perubahan masyarakat harus mendapatkan penyesuaian oleh aturan atau dengan kata lain bagaimana aturan beradaptasi dengan perubahan masyarakat.
2. Sejauh mana aturan berperan untuk menggerakkan masyarakat menuju suatu perubahan yang terencana, dalam hal ini aturan berperan aktif atau dikenal dengan istilah sebagai fungsi aturan sebagai alat rekayasa sosial “a tool of social engineering”.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka berdasarkan pendapat Hugo Sinzheimer bahwa :
“Perubahan aturan senantiasa dirasakan perlu dimulai semenjak adanya kesenjangan antara keadaan-keadaan, peristiwa-peristiwa, serta hubungan-hubungan dalam masyarakat, dengan aturan yang mengaturnya. Bagaimanapun kaidah aturan mustahil kita lepaskan dari hal-hal yang berubah sedemikian rupa, tentu saja dituntut perubahan aturan untuk beradaptasi semoga aturan masih efektif dalam pengaturannya”[22]
Persoalan penyesuaian aturan terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat yaitu bagaimana aturan tertulis dalam arti peraturan perundang-undangan lantaran mesti diingat bahwa kelemahan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya peraturan kawasan yaitu sifatnya statis dan kaku.
Dalam keadaan yang sangat mendesak, peraturan perundang-undangan memang harus diubahsuaikan dengan perubahan masyarakat, tetapi tidak mesti demikian lantaran sesungguhnya aturan tertulis atau perundang-undangan telah mempunyai senjata ampuh untuk mengatasi terhadap kesenjangan tersebut, kesenjangan yang dimaksud dalam hal ini yaitu dalam suatu peraturan perundang-undangan termasuk peraturan kawasan diterapkan adanya hukuman bagi mereka yang melaksanakan pelanggaran terhadap peraturan kawasan tersebut.
Fungsi aturan dalam masyarakat sangat beraneka ragam, bergantung pada banyak sekali faktor dan keadaan masyarakat. Disamping itu, fungsi aturan dalam masyarakat yang belum maju juga akan berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap masyarakat aturan lebih berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan jaminan pencapaian struktur sosial yang diharapkan oleh masyarakat. Namun, dalam masyarakat yang sudah maju hukum, aturan menjadi lebih umum, abstrak, dan lebih berjarak dengan konteksnya.
Secara umum sanggup dikatakan bahwa ada beberapa fungsi aturan dalam masyarakat. Yaitu ;
1. fungsi Menfasilitasi Dalam hal ini termasuk menfasilitasi antara pihak-pihak tertentu sehinggga tercapai suatu ketertiban.
2. Fungsi Represif
Dalam hal ini termasuk penggunaan aturan sebagai alat bagi elite penguasa untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Dalam hal ini termasuk penggunaan aturan sebagai alat bagi elite penguasa untuk mencapai tujuan-tujuannya.
3. Fungsi Ideologis
Fungsi ini termasuk menjamin pencapaian legitimasi, hegemoni, dominasi,
kebebasan, kemerdekaan, keadilan dan lain-lain.
Fungsi ini termasuk menjamin pencapaian legitimasi, hegemoni, dominasi,
kebebasan, kemerdekaan, keadilan dan lain-lain.
4. Fungsi Reflektif
Dalam hal ini aturan merefleksi keinginan bersama dalam masyarakat sehingga mestinya aturan bersifat netral.
Selanjutnya Aubert mengklasifikasi fungsi aturan dalam masyarakat, antara lain :
1. Fungsi mengatur ( Govermence )
2. Fungsi Distribusi Sumber Daya
3. Fungsi safeguart terhadap ekspektasi masyarakat
4. Fungsi penyelesaian konflik
5. Fungsi ekpresi dari nilai dan harapan dalam masyarakat.
Dalam hal ini aturan merefleksi keinginan bersama dalam masyarakat sehingga mestinya aturan bersifat netral.
Selanjutnya Aubert mengklasifikasi fungsi aturan dalam masyarakat, antara lain :
1. Fungsi mengatur ( Govermence )
2. Fungsi Distribusi Sumber Daya
3. Fungsi safeguart terhadap ekspektasi masyarakat
4. Fungsi penyelesaian konflik
5. Fungsi ekpresi dari nilai dan harapan dalam masyarakat.
Menurut Podgorecki, bahwa fungsi aturan dalam masyarakat yaitu sebagai berikut :
1. Fungsi Integrasi
Yakni bagaimana aturan terlaksana saling berharap ( mutual expectation) dari masyarakat.
Yakni bagaimana aturan terlaksana saling berharap ( mutual expectation) dari masyarakat.
2. Fungsi Petrifikasi
Yakni bagaimana aturan melaksanakan seleksi dari pola-pola sikap insan semoga sanggup mencapai tujuan-tujuan sosial.
Yakni bagaimana aturan melaksanakan seleksi dari pola-pola sikap insan semoga sanggup mencapai tujuan-tujuan sosial.
3. Fungsi Reduksi
Yakni bagaimana aturan menyeleksi sikap insan yang berbeda-beda dalam
masyarakat yang kompleks sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, aturan berfungsi untuk mereduksi kompleksitas ke pembuatan putusan-putusan tertentu.
Yakni bagaimana aturan menyeleksi sikap insan yang berbeda-beda dalam
masyarakat yang kompleks sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, aturan berfungsi untuk mereduksi kompleksitas ke pembuatan putusan-putusan tertentu.
4. Fungsi Memotivasi
Yakni aturan mengatur semoga insan sanggup menentukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat.
Yakni aturan mengatur semoga insan sanggup menentukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat.
5. Fungsi Edukasi
Yakni aturan bukan saja menghukum dan memotivasi masyarakat, melainkan juga melaksanakan edukasi dan sosialisasi.
Selanjutnya, berdasarkan Podgorecki, fungsi aturan yang faktual harus dianalisis melalui banyak sekali hipotesis sebagai berikut :
Yakni aturan bukan saja menghukum dan memotivasi masyarakat, melainkan juga melaksanakan edukasi dan sosialisasi.
Selanjutnya, berdasarkan Podgorecki, fungsi aturan yang faktual harus dianalisis melalui banyak sekali hipotesis sebagai berikut :
1. Hukum tertuis sanggup ditafsirkan secara berbeda-beda, sesuai dengan sistem sosial dan ekonomi masyarakat.
2. Hukum tertuis ditafsirkan secara berbeda-beda oleh banyak sekali sub kultur dalam masyarakat. Misalnya, aturan akan ditafsirkan secara berbeda-beda oleh mahasiswa, Dosen, advokat, polisi, hakim, artis, tentara, orang bisnis, birokrat dan sebagainya.
3. Hukum tertulis sanggup ditafsrkan secara berbeda-beda oleh banyak sekali personalitas dalam masayarakat yang diakibatkan oleh berbedanya kekuatan/kepentingan ekonomi, politik, dan psikososial. Misalnya golongan bau tanah lebih menghormati aturan daripada golongan muda. Masyarakat tahun 1960-an akan lebih sensitif terhadap hak dan kebebasan dari pekerja.
4. Faktor mekanisme formal dan framework yang bersifat semantik lebih menentukan terhadap suatu putusan aturan dibandingkan faktor aturan substantif
5. Bahkan kalau sistem-sistem sosial bergerak secara seimbang dan harmonis, tidak berarti bahwa aturan hanya sekedar membagi-bagikan hadiah atau hukuman.
Dalam suatu sistem bahwa antara hukum, kekuasaan dan politik sangat erat kaitannya serta studi wacana relasi antara komponen hukum, kekuasaan dan politik juga merupakan bidang yang mendapat belahan dari sosiaologi hukum.Fungsi aturan berdasarkan masyarakat yaitu, aturan merupakan sarana perubahan sosial. Dalam hal ini, aturan hanyalah berfungsi sebagai pengesahan dan legitimasi saja sehingga dalam kasus ibarat ini bukan aturan yang mengubah masyarakat, melainkan perkembangan masyarakat yang mengubah hukum.
Dalam suatu sistem bahwa antara hukum, kekuasaan dan politik sangat erat kaitannya serta studi wacana relasi antara komponen hukum, kekuasaan dan politik juga merupakan bidang yang mendapat belahan dari sosiaologi hukum.Fungsi aturan berdasarkan masyarakat yaitu, aturan merupakan sarana perubahan sosial. Dalam hal ini, aturan hanyalah berfungsi sebagai pengesahan dan legitimasi saja sehingga dalam kasus ibarat ini bukan aturan yang mengubah masyarakat, melainkan perkembangan masyarakat yang mengubah hukum.
Untuk memahami bekerjanya aturan dalam masyarakat sanggup dilihat dari beberapa sudut pandang ibarat yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa aturan berfungsi sebagai social control dan sebagai alat pengubah masyarakat, selain itu ada beberapa fungsi lain untuk memahami bekerjanya aturan di dalam masyarakat yaitu sebagai berikut :
Ø Fungsi aturan sebagai alat politik : dalam system aturan di Indonesia peraturan Perundang-undangan merupakan produk bersama dewan perwakilan rakyat dan Pemerintah sehingga antara aturan dan politik sulit untuk dipisahkan. Namun demikian, aturan sebagai alat politik tidak sanggup berlaku secara universal, lantaran tidak semua aturan dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat bersama Pemerintah
Ø Fungsi aturan sebagai simbol : merupakan makna yang dipahami oleh seseorang dari suatu sikap warga masyarakat wacana hukum. Contohnya : Seorang yang mengambil barang orang lain dengan maksud ingin mempunyai dengan jalan melawan hukum, oleh Hukum Pidana disimbolkan sebagai tindak pidana pencurian.
Ø Fungsi aturan sebagai alat Integrasi : Setiap masyarakat mempunyai banyak sekali kepentingan dari warganya, di antara kepentingan itu ada yang sesuai dengan kepentingan lain dan ada juga yang tidak sesuai sehingga terjadi konflik dengan kepentingan lain. Oleh lantaran itu aturan berfungsi sebelum terjadi konflik dan setelah terjadi konflik.
Fungsi aturan dalam masyarakat juga memperlihatkan citra kepada kita bahwa apabila fungsi aturan dalam masyarakat tidak berjalan sebagaimana yang seharusnya, akan mengakibatkan pemerintahan yang sewenang-wenang, yang pada akhirnya pemerintahan tidak lagi dibatasi oleh hukum. Pemerintahan tersebut akan menjadikan dirinya aturan itu sendiri.
Seperti sistem pemerintahan diktator.Sehingga rakyat beranggapan bahwa siapa yang memerinta dialah yang berkuasa, dan siapa yang berkuasa maka dialah undang-undang.Contohnya jarang sekali seorang pejabat aktif masuk penjara, biasanya setelah selesai dari jabatannya gres ditangkap.
Seperti sistem pemerintahan diktator.Sehingga rakyat beranggapan bahwa siapa yang memerinta dialah yang berkuasa, dan siapa yang berkuasa maka dialah undang-undang.Contohnya jarang sekali seorang pejabat aktif masuk penjara, biasanya setelah selesai dari jabatannya gres ditangkap.
Menurut Hatta sebaiknya walaupun beliau seorang pejabat bila terbukti bersalah harus di turunkan dari jabatannya, kemudian di ganti orang lain. Bila penggantinya terjadi lagi distorsi harus diganti lagi.Sebab generasi bangsa banyak yang punya potensi tetapi tidak diberikan kesempatan oleh pemimpin terdahulu.Hal ibarat ini yang mengancam kesenjangan-kesenjangan sosial.Jadi untuk menjaga keseimbangan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara perlu ada tindakan nyata semoga tidak terjadi disintegrasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sosiologi aturan merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari, menjelaskan secara analiti empiris wacana problem aturan dihadapkan dengan fenomena-fenomena lain dimasyarakat. Hubungan timbal balik antara aturan dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan belahan yang tidak terpisahkan dalam mempelajari sosiologi hukum.
Secara umum fungsi aturan dalam masyarakat telah diuraikan beberapa pakar diantaranya : aturan sebagai alat bagi elite penguasa untuk mencapai tujuannya. Hukum juga bisa merefleksi keinginan bersama dalam masyarakat sehingga mestinya aturan bisa bersifat netral. Sementara pakar lain menyampaikan fungsi aturan dalam masyarakat sebagai pengatur, distribusi sumber daya, penyelesaiana konflik serta ekspresi dari nilai dan harapan dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad ali, 1996, menguak tabir hukum, Jakarta:Chandra pratama, hlm 203
Achmad Ali, 1998, menjelajahi kajian empiris terhadap hukum,Jakarta: PT. Yarsif watampone, hlm.34
Achmad Ali, 1998, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta, hlm.14
Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, diterjemahkan oleh Rinaldi Simamora, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.1
Beni Ahmad Saebani, 2007, Sosiologi Hukum, CV Pustaka Setia, Bandung . hal.18
Esmi Warassih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: Suryandaru Utama, 2005), hal. 2.
George Ritzer, 1985, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Penyadur: Alimandan,Rajawali, Jakarta, hlm. 61
H.R.Riyadi Soeprapto, 2002, Interaksionalisme Simbolik, Prespektif Sosiologi Modern, PustakaPelajar, Yogyakarta dan Averroes Press, Malang, hlm. 143.
Muhammad Abduh. 2002. Sosiologi Hukum. Medan: Modul Kuliah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, hal.4
Mustafa abdullah, 1982, kesadaran aturan dan kepatuhan hukum, Jakarta: rajawali, hlm 14
Soeleman B. Taneka, 1993, Struktur dan Proses Sosial, Suatu Pengantar SosiologiPembangunan. Raja-Garfindo Persada, Jakarta, hlm. 109-110
Soerjono Soekamto, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum,Jakarta PT Bina Aksari 1988. Hal. 50
Soerjono Soekamto, sosiologi suatu pengantar, Jakarta Raja Grapindo Persada 1990 hal. 17
Soerjono Soekanto,2012, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta:Rajawali Pers. Hal.13
rabdhanpurnama.blogspot.com/.../sosiologi-hukum-fakultas-hukum.htm, di saluran 12 juni 2014