Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku bangsa kendati masih menjadi negara berkembang di Asia Tenggara. Keberagaman suku bangsa di Indonesia merupakan salah satu pengaruh letak geografis Indonesia. Salah satu suku bangsa di Indonesia yang unik yaitu suku Toraja yang merupakan suku bangsa dari wilayah pegunungan utara provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu, di Tana Toraja, Sulawesi Selatan terdapat kampung yang mengagumkan berjulukan Lolai. Kampung Lolai menjadi salah satu pemandangan alam terindah di Indonesia. Nama Toraja berasal dari kata “To Riaja” yang bermakna orang yang berdiam di pegunungan atau di wilayah barat. Selain itu, pendapat lain menyatakan bahwa Toraja berasal dari kata To atau Tau yang berarti orang dan Raya yang berarti besar, oleh lantaran itu Toraja berarti orang besar atau bangsawan. Seperti ciri khas suku bangsa Minangkabau, suku Toraja juga mempunyai ciri khas tersendiri. Berikut ini akan dijelaskan ciri khas suku bangsa Toraja beserta penjelasannya:
Bahasa Suku Toraja
Bahasa Toraja menjadi bahasa sehari-hari suku Toraja dengan Sa’dan Toraja sebagai dialek utama. Bahasa Toraja mempunyai banyak sekali ragam, yaitu Kalumpang, Mamasa, Tae’ , Talondo’ , Toala’, dan Toraja Sa’dan. Ciri khas dari bahasa Toraja yaitu gagasan perihal ajal dan sedih cita, lantaran upacara ajal di suku Toraja dianggap penting, oleh lantaran itu bahasa Toraja dipakai sebagai media lisan sedih cita dan ditujukan untuk mengurangi penderitaan akhir duka. Bahasa Toraja masuk ke dalam kurikulum sekolah dasar di Tana Toraja.
Kepercayaan Suku Toraja
Kepercayaan lebih banyak didominasi yang dianut oleh suku Toraja yaitu Kristen, sebagian lainnya menganut agama Islam dan doktrin animisme politeistik yang berjulukan Aluk To Dolo yang telah diakui oleh pemerintah Indonesia sebagai bab dari agama Hindu Dharma. Aluk To Dolo diartikan sebagai jalan atau aturan bagi suku Toraja. Diceritakan dalam mitos di suku Toraja bahwa leluhur suku Toraja berasal dari surga. Leluhur tersebut turun ke planet bumi memakai tangga, kemudian tangga tersebut dipakai oleh suku Toraja sebagai media untuk bekerjasama dengan Puang Matua sang yang kuasa pencipta. Dewa lain dalam suku Toraja antara lain Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo’ Belo Tumbang (dewi pengobatan), Indo’ Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), dan Pong Lalondong (dewa kematian).
Filosofis Hidup Suku Toraja
Suku Toraja mempunyai falsafah hidup yang disebut Tallu lolona. Tallu lolona berarti tiga kehidupan yang mencakup kehidupan manusia, kehidupan hewan, dan kehidupan lingkungan. Suku Toraja menjaga kekerabatan serasi dengan sesama makhluk dan kekerabatan serasi dengan Yang Maha Kuasa. Oleh alasannya yaitu itu, kehidupan ideal bagi suku Toraja yaitu kehidupan yang saling memberi laba bagi manusia, binatang dan lingkungan. Selain itu, suku Toraja juga mempunyai filosofis hidup lain yang disebut tau. Tau merupakan empat pilar utama dalam kehidupan yang menjadi ajaran bagi suku Toraja. Empat pilar tersebut yaitu sugi’ (kaya), barani (berani), manarang (pintar) dan kinawa yang bermakna berhati mulia. Seorang suku Toraja sanggup disebut sebagai tau jikalau mengamalkan keempat pilar tersebut.
Kelas Sosial Suku Toraja
Kelas sosial dalam suku Toraja dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu bangsawan, orang biasa, dan budak. Berbeda dengan suku bangsa di Pulau Jawa yang menganut moral patrilineal, suku Toraja menganut moral matrilineal yang mengatur kelas sosial menurut keturunan ibu. Adat di suku Toraja tidak memperbolehkan seorang laki-laki untuk menikahi perempuan dari kelas sosial yang lebih rendah, namun laki-laki dari suku Toraja diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas sosial yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan biar laki-laki sanggup meningkatkan kelas sosial pada keturunannya.
Adat Pernikahan Suku Toraja
Adat janji nikah dalam suku Toraja terdapat 3 upacara yang ditempuh sesuai dengan kesepakatan serta diubahsuaikan dengan kemampuan calon pengantin. Berikut ini yaitu moral pernikah dalam suku Toraja:
- Upacara Rompo Bobo Bonnang
Upacara Rompo Bobo Bonnang merupakan upacara yang sederhana. Tata cara upacara ini dilakukan dengan mengirim utusan dari mempelai laki-laki untuk menemui keluarga mempelai wanita. Utusan ini memberikan maksud untuk lamaran, kemudian jikalau keluarga perempuan menyetujui akan diatur waktu kedatangan keluarga mempelai pria. Selanjutnya kedua keluarga mempelai akan bertemu dan diadakan perjamuan makan, kemudian keluarga mempelai laki-laki akan pulang, tetapi mempelai laki-laki akan tetap tinggal di rumah mempelai wanita.
- Upacara Rampo Karoeng
Upacara janji nikah ini mempunyai prosesi yang hampir sama dengan Rompo Bobo Bonnang, namun perbedaannya terletak pada perjamuannya. Dalam upacara ini keluarga mempelai laki-laki akan diminta menunggu di lumbung sebelum perjamuan makan dilaksanakan.
- Upacara Rompo Allo
Upacara janji nikah ini merupakan upacara janji nikah yang paling mewah. Perayaan sanggup dilaksanakan selama beberapa hari, oleh lantaran itu upacara Rompo Allo hanya dilakukan oleh suku Toraja yang berstatus sosial tinggi.
Adat Kematian Suku Toraja
Adat ajal merupakan kebudayaan suku Toraja yang paling terkenal di masyarakat. Berikut ini yaitu upacara moral ajal dalam suku Toraja:
- Upacara Adat Rambu Solo
Upacara moral ini merupakan yang paling umum dilaksanakan oleh suku Toraja. Prosesi dalam upacara Rambu Solo dibagi menjadi 2 prosesi yaitu prosesi pemakaman dan prosesi kesenian. Prosesi pemakaman oleh suku Toraja dilaksanakan di tengah lapangan yang terdapat di kompleks rumah moral tongkonan. Prosesi pemakaman terdiri dari Ma’Tudan Mebalun, yaitu prosesi dalam melaksanakan pembungkusan jenazah, Ma’Roto yang merupakan prosesi menghias peti mati dengan benang emas dan perak. Ma’Popengkalo Alang, yaitu prosesi membawa mayat untuk diarak ke sebuah lumbung untuk disemayamkan. Lalu Ma’Palao atau Ma’Pasonglo, yaitu prosesi mengarak mayat dari rumah Tongkonan menuju pemakaman yang dinamakan Lakkian.
Prosesi kesenian upacara Rambu Solo merupakan bentuk penghormatan bagi orang yang meninggal. Kesenian yang ditampilkan biasanya pertunjukan musik, tari, berkelahi kerbau, dan penyembelihan kerbau dengan sekali tebas. Kerbau yang dipakai yaitu kerbau bule (Tedong Bonga) yang harganya mencapai 50 juta lebih, oleh lantaran itu upacara ini menjadi upacara ajal yang mahal.
- Upacara Adat Ma’ Nene
Upacara moral Ma’ Nene dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur yang sudah meninggal. Upacara ini merupakan upacara moral suku Toraja yang unik. Upacara ini dilakukan untuk membersihkan mayat dengan melaksanakan penggantian baju bagi jasad nenek moyang yang sudah meninggal. Upacara moral yang diselenggarakan setiap 3-4 tahun sekali ini dilakukan dengan mendatangi daerah nenek moyang bersemayam, kemudian jasadnya dikeluarkan kemudian dibersihkan dengan kuas dan bajunya diganti dengan baju yang baru. Selanjutnya jasad nenek moyang tersebut diletakkan kembali dalam kuburannya. Upacara moral Ma’ Nene diakhiri dengan do’a dan makan bersama.
Sumber aciknadzirah.blogspot.com