Candi borobudur, salah satu candi budha terbesar didunia yang merupakan warisan budaya Indonesia yang sudah populer di seluruh dunia bahkan sudah ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 1991 sebagai salah satu warisan budaya dunia terletak di Kota Kecamatan Borobudur, sekitar 3 km dari Kota Mungkid (ibukota Kabupaten Magelang, Jawa Tengah), dengan ukuran luas dasar 123×123 meter, tinggi sekarang 35 meter, tinggi orisinil 42 meter.
Candi borobudur diyakini merupakan peninggalan kerajaan Dinasti Sailendra masa pemerintahan raja Samaratungga dari Kerajaan Mataram Kuno dan akhir dibangun pada periode ke-8. Banyak sekali misteri candi borobudur yang belum terkuak , apa bergotong-royong nama orisinil candi borobudur tidak ada prasasti atau buku yang menjelaskan dengan niscaya perihal pembangunan borobudur.
Sejarah berdirinya candi borobudur diperkirakan dibangun pada tahun 750 masehi oleh kerajaan syailendra yang pada waktu itu menganut agama budha, pembangunan itu sangat misterius lantaran insan pada periode ke 7 belum mengenal perhitungan arsitektur yang tinggi tetapi borobudur dibangun perhitungan arsitektur yang canggih, sampai sekarang tidak satu pun yang sanggup menjelaskan bagaimana cara pembangunan dan sejarah candi borobudur ini
Sudah banyak ilmuan dari seluruh penjuru dunia yang tiba namun tidak satu pun yang berhasil mengungkapkan misteri pembangunan borobudur. Salah satu pertayaan yang menciptakan para peneliti ingin tau ialah dari mana asal batu-batu besar yang ada di candi borobudur dan bagai mana menyusunnya dengan presisi dan arsitektur yang sangat rapih. Ada yang memperkirakan kerikil itu berasal dari gunung merapi namun bagaimana membawanya dari gunung merapi menuju lokasi candi mengingat lokasinya berada di atas bukit.
Borobudur ialah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur kandang yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur mempunyai koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai tepat dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat insan beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai aliran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu ialah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada periode ke-14 seiring melemahnya efek kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya efek Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini semenjak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak ketika itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya evakuasi dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 sampai 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur sekarang masih dipakai sebagai tempat ziarah keagamaan, tiap tahun umat Buddha yang tiba dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur ialah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi, istilah candi juga dipakai secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara, contohnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas, meskipun memang nama orisinil dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku “Sejarah Pulau Jawa” karya Sir Thomas Raffles. Raffles menulis mengenai monumen berjulukan borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih renta yang menyebutkan nama yang sama persis. Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur ialah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.
Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro); kebanyakan candi memang seringkali dinamai menurut desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah ‘Budur’ mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti “purba”– maka bermakna, “Boro purba”. Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya “gunung” (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan “para Buddha” yang lantaran pergeseran suara menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata “bara” dan “beduhur”. Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula klarifikasi lain di mana bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah “tinggi”, atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti “di atas”. Makara maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Tidak mirip candi lainnya yang dibangun di atas tanah datar, Borobudur dibangun di atas bukit dengan ketinggian 265 m (869 ft) dari permukaan bahari dan 15 m (49 ft) di atas dasar danau purba yang telah mengering. Keberadaan danau purba ini menjadi materi perdebatan yang hangat di kalangan arkeolog pada periode ke-20; dan mengakibatkan dugaan bahwa Borobudur dibangun di tepi atau bahkan di tengah danau. Pada 1931, seorang seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Dataran Kedu dulunya ialah sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Bunga teratai baik dalam bentuk padma (teratai merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih) sanggup ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha. seringkali digenggam oleh Boddhisatwa sebagai laksana (lambang regalia), menjadi ganjal duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik stupa. Bentuk arsitektur Borobudur sendiri ibarat bunga teratai, dan postur Budha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam naskah keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha yang kemudian menyebar ke Asia Timur). Tiga pelataran melingkar di puncak Borobudur juga diduga melambangkan kelopak bunga teratai. Akan tetapi teori Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan fantastis ini banyak menuai bantahan dari para arkeolog. pada daratan di sekitar monumen ini telah ditemukan bukti-bukti arkeologi yang pertanda bahwa daerah sekitar Borobudur pada masa pembangunan candi ini ialah daratan kering, bukan dasar danau purba.
Sementara itu pakar geologi justru mendukung pandangan Nieuwenkamp dengan menawarkan bukti adanya endapan sedimen lumpur di akrab situs ini. Sebuah penelitian stratigrafi, sedimen dan analisis sampel serbuk sari yang dilakukan tahun 2000 mendukung keberadaan danau purba di lingkungan sekitar Borobudur, yang memperkuat gagasan Nieuwenkamp. Ketinggian permukaan danau purba ini naik-turun berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan bukti menawarkan bahwa dasar bukit akrab Borobudur pernah kembali terendam air dan menjadi tepian danau sekitar periode ke-13 dan ke-14. Aliran sungai dan acara vulkanik diduga mempunyai andil turut mengubah bentang alam dan topografi lingkungan sekitar Borobudur termasuk danau nya. Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia ialah Gunung Merapi yang terletak cukup akrab dengan Borobudur dan telah aktif semenjak masa Pleistosen.
Pemugaran Candi Borobudur:
1814 – Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya inovasi benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menilik lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
1873 – monografi pertama perihal candi diterbitkan.
1900 – pemerintahan Hindia Belanda memutuskan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
1907 – Theodoor van Erp memimpin pemugaran sampai tahun 1911.
1926 – Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akhir krisis malaise dan Perang Dunia II.
1956 – Pemerintah Indonesia meminta santunan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans tiba ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
1963 – Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi awut-awutan sesudah terjadi insiden G-30-S.
1968 – Pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO oke untuk memberi santunan untuk menyelamatkan Borobudur.
1971 – Pemerintah Indonesia membentuk tubuh pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
1972 – International Consultative Committee dibuat dengan melibatkan banyak sekali negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
10 Agustus 1973 – Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran akhir pada tahun 1984
21 Januari 1985 – terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada Candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan dilakukan oleh kelompok Islam ekstremis yang dipimpin oleh Husein Ali Al Habsyi.
1991 – Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.
Sumber:wikipedia.org
Sumber aciknadzirah.blogspot.com