Sunday, May 21, 2017

√ Laporan Pendahuluan / Lp Harga Diri Rendah / Hdr Lengkap, Download Doc Dan Pdf

Teman-teman perawat yang sedang melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit jiwa dimanapun berada, pada postingan kali ini akan kami bagikan laporan pendahuluan / LP Harga diri rendah / HDR. Pada laporan pendahuluan ini akan dibahas perihal konsep dasar harga diri rendah yang meliputi: pengertian, rentang respon konsep diri, etiologi, manifestasi klinis, mekanisme koping, persoalan keperawatan, pohon masalah, diagnosa keperawatan,  dan fokus intervensi.

Laporan pendahuluan harga diri rendah ini telah kami susun dengan lengkap berdasarkan beberapa refferensi terpercaya, yang telah kami tuliskan sumber nya di daftar pustaka artikel ini.

Agar sanggup membantu meringankan teman-teman perawat dalam pembuatan LP/Askep HDR, Laporan pendahuluan ini kami sediakan dalam dua format yaitu doc dan pdf sehingga teman-teman perawat sekalian tinggal mend0wnl0ad saja. Untuk mend0wnl0ad silahkan gunakan link unduhan yang telah kami sediakan diakhir artikel.

Laporan Pendahuluan Harga Diri Rendah / HDR

Pengertian

1. Konsep diri

Menurut Rogers (2004) konsep diri ialah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berafiliasi dengan saya dan membedakan saya dari yang bukan aku. Konsep diri terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal (Rogers, 2004). Untuk memperlihatkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence ialah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman nyata disertai kontradiksi dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan secama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati (Rogers, 2004).

Komponen-komponen dalam konsep diri terdiri atas beberapa hal diantaranya ialah sebagai berikut (Rogers, 2004):

a. Gambaran diri.

Kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu, dan sekarang, serta perasaan perihal ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman baru. Hal-hal yang terkait dengan citra diri sebagai berikut:
  • Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja.
  • Bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, dan gejala pubertas.
  • Cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis.
  • Gambaran yang realistik terhadap mendapatkan dan menyukai penggalan tubuh, akan memberi rasa kondusif dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri.
  • Individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap citra dirinya sanggup mendorong sukses dalam kehidupan. 
b. Ideal diri.

Persepsi individu perihal perilakunya, diubahsuaikan dengan standart pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan serta nilai personal tertentu yang ingin dicapai. Hal-hal yang terkait dengan ideal diri:
  • Perkembangan awal terjadi pada masa kanak-kanak.
  • Terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru, dan teman.
  • Dipengaruhi oleh orang-orang yang dipandang penting dalam memberi tuntutan dan harapan.
  • Mewujudkan harapan dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.
c. Harga diri.

Penilaian individu perihal nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik sikap seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi ialah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sediri tanpa syarat, walaupun melaksanakan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.

d. Penampilan peran.

Serangkaian pola sikap yang diharapkan oleh lingkungan sosial berafiliasi dengan fungsi individu di aneka macam kelompok sosial. Peran yang ditetapkan ialah kiprah dimana seseorang tidak mempunyai pilihan untuk menentukan kiprahnya sendiri. Peran yang diterima ialah kiprah yang terpilih atau dipilih individu itu sendiri.

e. Identitas diri.

Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan mencakup persepsi secualitas seseorang. Pembentukan kualitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan kiprah utama pada masa remaja.

2. Harga diri rendah.

Harga diri rendah ialah suatu keadaan dimana penilaian diri dan perasaan terhadap diri sendiri atau kemampuan diri yang negatif, yang secara pribadi atau tidak pribadi diekspresikan. (Townsend, 1995 hal 74).
Harga diri ialah penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh sikap memenuhi ideal diri. (Sunaryo, 2004 hal 32).

Jika individu selalu sukses maka cenderung harga diri tinggi tetapi bila individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah (Direktorat Kesehatan Jiwa, 1995). Didalam diri seseorang besar kemungkinan terjadi gangguan harga diri apabila aspek utama harga diri yaitu dicintai, disayangi, dikasihi orang lain, dan menerima penghargaan dari orang lain belum terpenuhi (Townsend, 1998). Hal ini sanggup di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri, harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, tidak berdaya, tidak ada harapan dan frustasi (Keliat, 1999).


Rentang respon konsep diri

Berikut ini ialah rentang konsep diri berdasarkan Stuart dan Sundeen (1998, hal 230)

Gambar 1: rentang konsep diri (Stuart & Sundeen, 1998 hal 230).
  1. Aktualisasi diri: pengungkapan perasaan/kepuasan dari konsep diri positif.
  2. Konsep diri positif: sanggup mendapatkan kondisi dirinya sesuai dengan yang diharapkannya dan sesuai dengan kenyataan.
  3. Harga diri rendah: perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diit, dan merasa gagal mencapai keinginan.
  4. Kerancuan identitas: ketidakmampuan individu mengintegrasikan aspek psikologis pada masa dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan, dan perasaan hampa.
  5. Depersonalisasi: merasa abnormal terhadap dirinya sendiri dan kehilangan identitas.

Etiologi

Menurut Keliat (1995) harga diri rendah sanggup terjadi secara: 
  1. Situasional, yaitu terjadi stress berat yang datang tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada pasien yang dirawat sanggup terjadi harga diri rendah lantaran privasi yang kurang diperhatikan: investigasi fisik yang sembarangan, harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh yang tidak tercapai lantaran di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
  2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien mempunyai cara fakir yang negatif, insiden sakit, dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Sedangkan berdasarkan Stuart dan Sundeen (1998) penyebab harga diri rendah dibedakan menjadi dua yaitu faktor predisposisi dan stressor presipitasi. 

1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi sanggup menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Faktor ini sanggup dibedakan sebagai berikut:

a. Perkembangan

Berbagai faktor yang mensugesti perkembangan sanggup mensugesti gangguan konsep diri, misal: krisis psikososial pada masa perkembangan, harapan orang yang penting dalam hidupnya, kiprah sosial yang diharapkan, aspek budaya yang mempengaruhi, keadaan kesehatan fisik, dan pola penyelesaian persoalan yang dimiliki.

b. Faktor yang mempegaruhi harga diri.

Pengalaman masa kanak-kanak merupakan faktor donasi pada gangguan konsep diri diantaranya: anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang bau tanah yang kasar, membenci, tidak mendapatkan atas perjuangan anak, ketidak pastian diri, dan anak yang tidak mendapatkan kasih sayang maka anak tersebut akan gagal menyayangi dirinya dan menggapai cinta orang lain.

c. Faktor yang mensugesti penampilan peran.

Peran yang sesuai dengan jenis kelamin semenjak dulu telah diterima masyarakat bahwa perempuan kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif, dan kurang rasional dibandingkan dengan laki-laki sedangkan laki-laki dianggap kurang sensitive, kurang hangat, dan kurang ekspresif dibandingkan dengan wanita.

d. Faktor yang mensugesti identitas personal.

Orang bau tanah selalu curiga pada anak sehingga anak akan ragu apakah yang ia pilih tepat, bila tidak sesuai dengan keinginan orang bau tanah maka akan timbul rasa bersalah. Kontrol orang bau tanah pada anak remaja akan mengakibatkan perasaan benci anak pada orang tua. Anak remaja ingin diterima, dibutuhkan, diinginkan, dan dimiliki oleh kelompoknya.

2. Faktor presipitasi

Gangguan konsep diri sanggup disebabkan dari luar dan dari dalam. Dimana situasi-situasi yang dihadapi individu tidak bisa menyesuaikan stressor yang mensugesti citra diri seperti:

a. Trauma ibarat penganiayaan secual dan psikologis atau menyaksikan insiden yang megancam.
b. Ketegangan kiprah beruhubungan dengan kiprah atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran:
  1. Transisi kiprah perkembangan ialah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya atau nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
  2. Transisi kiprah situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
  3. Transisi kiprah sehat sakit sebagai akhir pergeseran dari keadaan sehat menuju keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan penggalan tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan, dan fungsi tubuh, perubahan fisik, mekanisme medis, dan keperawatan.

Manifestasi klinis

Menurut Stuart dan Sundeen (1998), karakteristik sikap yang ditunjukkan pada klien dengan harga diri rendah berupa mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, gampang tersinggung atau murka yang berlebihan, perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri, ketegangan kiprah yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan fisik, pandangan hidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan personal, destruktif terhadap diri sendiri, pengurangan diri, menarik diri secara sosial, penyalahgunaan zat, menarik diri dari realita, dan khawatir.


Mekanisme koping

Struart dan Sundeen (1998) beropini bahwa mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Pertahanan jangka panjang, jangka pendek, dan ego berdasarkan Stuart dan Sundeen (1998) ialah sebagai berikut:

Pertahanan jangka pendek meliputi:
  • Aktivitas yang sanggup menawarkan pelarian sementara dari krisis identitas, misal: konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif.
  • Aktivitas yang sanggup menawarkan identitas pengganti sementara, misal: ikut serta dalam acara sosial, agama, klub politik, kelompok atau geng.
  • Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri, misal: olah raga yang kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas.
  • Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk menciptakan persoalan identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu, misal: penyalahgunaan obat.
Pertahanan jangka panjang termasuk sebagai berikut:
  • Penutupan identitas, adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi diri individu tersebut.
  • Identitas negatif, perkiraan identitas yang tidak wajar, bertentangan dengan nilai, dan harapan masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk gangguan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pergeseran (displacement), peretakan (spiliting), berbalik murka terhadap diri sendiri, dan amuk.


Masalah keperawatan

Menurut Keliat (1999) ada beberapa persoalan keperawatan yang sering muncul pada klien dengan harga diri rendah yaitu (a) resiko sikap kekerasan, (b) gangguan harga diri rendah situasional atau kronik, (c) Koping individu tidak efektif.

G. Pohon masalah

Menurut Keliat (1999) pohon persoalan pada perkara harga diri rendah ialah sebagai berikut:

Gambar 2: pohon persoalan harga diri rendah (Keliat, 1999)  


Diagnosa keperawatan HDR dari pohon masalah

Keliat (1999) beropini bahwa diagnosa keperawatan yang sanggup dirumuskan dari pohon persoalan tersebut diatas ialah sebagai berikut:
  1. Resiko sikap kekerasan berafiliasi dengan harga diri rendah.
  2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berafiliasi dengan koping individu tidak efektif.

Fokus intervensi keperawatan

Fokus intervensi dari diagnosa keperawatan yang muncul diatas  pada klien dengan harga diri rendah ialah sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan. 1

Resiko sikap kekerasan berafiliasi dengan harga diri rendah. (Keliat, 1999).

Tujuan Umum:
  • Klien sanggup berafiliasi dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus: 

Klien sanggup membina berafiliasi saling percaya

Kriteria evaluasi: ekspresi wajah bersahabat, memperlihatkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan dan menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah   yang dihadapi.

Intervensi:

1. Bina kekerabatan saling percaya dengan memakai prinsip komunikasi terapeutik
  • Sapa klien dengan ramah baik dengan lisan maupun non verbal.
  • Perkenalkan diri dengan sopan.
  • Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
  • Jelaskan tujuan pertemuan.
  • Jujur dan menepati janji.
  • Tunjukkan sikap mendapatkan klien apa adanya.
  • Beri perhatian kepada klien dan perhatika kebutuhan dasar klien.
Rasional: kekerabatan saling percaya merupakan dasar untuk kekerabatan interaksi selanjutnya.

2. Klien sanggup mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Kriteria evaluasi: klien sanggup menyebutkan kemampuan yang dimiliki klien di RS, rumah, dan daerah kerja. Daftar positif keluarga klien dan daftar positif  lingkungan klien.

Intervensi:
  • Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, buat daftarnya.
  • Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
  • Utamakan memberi kebanggaan yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional: diskusikan tingkat kemampuan klien ibarat menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diharapkan sebagai dasar asuhan keperawatannya, reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien, dan kebanggaan yang realistik tidak mengakibatkan klien melaksanakan kegiatan hanya lantaran ingin mendapatkan pujian.

3. Klien sanggup menilai kemampuan yang digunakan.

Kriteria evaluasi: klien sanggup menilai kemampuan yang sanggup digunakan di rumah sakit dan klien menilai kemampuan yang sanggup digunakan dirumah.

Intervensi keperawatan:
  • Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit.
  • Diskusikan kemampuan yang sanggup dilanjutkan penggunaan di rumah sakit.
  • Berikan pujian.
Rasional: diskusikan pada klien perihal kemampuan yang dimiliki ialah prasarat untuk berubah dan mengerti perihal kemampuan yang dimiliki sanggup memotivasi klien untuk tetap mempertahankan penggunaannya.

4. Klien sanggup memutuskan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Kriteria evaluasi: klien mempunyai kemampuan yang akan dilatih, klien mencoba, dan menciptakan jadwal harian.

Intervensi keperawatan:
  • Minta klien untuk menentukan satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
  • Bantu klien melakukannya bila perlu beri contoh.
  • Beri kebanggaan atas keberhasilan klien.
  • Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
  • Rencanakan bersama klien acara yang sanggup dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, buat jadwal kegiatan mandiri, kegiatan dengan pertolongan sebagian, dan kegiatan yang membutuhkan pertolongan total
  • Tingkatkan kegiatan yang disukai sesuai dengan kondisi klien
  • Beri pola cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
Rasional: klien ialah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya, dan pola kiprah yang dilihat klien akan memotovasi klien untuk melaksanakan kegiatan.

5. Klien sanggup melaksanakan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.

Kriteria evaluasi: klien melaksanakan kegiatan yang telah dilatih (mandiri, dengan pertolongan atau tergantung), klien bisa melaksanakan beberapa kegiatan mandiri.

Intervensi Keperawatan :
  • Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
  • Beri kebanggaan atas keberhasilan klien
  • Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
Rasional: reinforcement positif sanggup meningkatkan harga diri kllien dan menawarkan kesempatan kepada klien untuk tetap melaksanakan kegiatan yang biasa dilakukan

6. Klien sanggup memanfaatkan sistem pendukung yang ada

Kriteria evaluasi: keluarga sanggup memberi dukungan dan kebanggaan serta memahami jadwal kegiatan harian klien.

Intervensi keperawatan:
  • Beri pendidikan kesehatan pada keluarga perihal cara merawat klien dengan harga diri rendah.
  • Bantu keluarga menawarkan dukungan selama klien dirawat.
  • Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
  • Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
  • Anjurkan keluaraga untuk memberi kebanggaan pada klien setiap berhasil.
Rasional: mendorong keluarga akan sangat kuat dalam mempercepat proses penyembuhan klien dan meningkatkan kiprah serta keluarga dalam merawat klien di rumah.

Diagnosa Keperawatan. 2

Harga diri rendah berafiliasi dengan koping individu tidak efektif (Keliat, 1999).

Tujuan umum:
  • Klien sanggup mempunyai koping yang efektif.
Tujuan khusus:

1. Klien sanggup mengungkapkan perasaannya secara bebas.

Kriteria evaluasi: Klien mengungkapkan perasaanya secara bebas.

Intervensi:
  • Ijinkan klien untuk menangis.
  • Sediakan kertas dan alat tulis bila klien belum mau bicara.
  • Nyatakan kepada klien bahwa perawat sanggup mengerti apabila klien belum siap membicarakan permasalahannya.
2. Klien sanggup mengidentifikasi koping dan sikap yang berkaitan dengan insiden yang dihadapi.

Kriteria evaluasinya klien sanggup mengidentifikasi koping dan sikap yang berkaitan dengan insiden yang dihadapi.

Intervensi:
  • Tanyakan kepada klien apakah pernah mengalami hal yang sama.
  • Tanyakan cara-cara yang sanggup dilakukan dalam mengatasi perasaan dan masalah.
  • Identifikasi koping yang pernah dipakai.
  • Diskusikan dengan klien alternatif koping yang sempurna bagi klien.
3. Klien sanggup memodifikasi pola kognitif yang negatif.

Kriteria evaluasi: klien memodifikasi pola kognitif yang negatif.

Intervensi:
  • Diskusikan perihal persoalan yang dihadapi klien.
  • Identifikasi ajaran negatif dan bantu untuk menurunkan melalui interupsi atau substitusi.
  • Bantu klien untuk meningkatkan ajaran yang positif.
  • Identifikasi ketetapan persepsi klien yang sempurna perihal penyimpangan dan pendapatnya yang tidak rasional.
  • Kurangi penilaian klien yang negatif terhadap dirinya.
  • Evaluasi ketepatan persepsi, logika, dan kesimpulan yang dibentuk klien.
  • Bantu klien untuk menyadari nilai yang dimilikinya dan perubahan yang terjadi.
4. Klien sanggup berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan dirinya.

Kriteria evaluasi: klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan dirinya.

Intervensi:
  • Libatkan klien dalam memutuskan tujuan perawatan yang ingin dicapai.
  • Motivasi klien untuk menciptakan jadwal acara perawatan diri.
  • Berikan klien privasi sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan.
  • Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat.
  • Berikan kebanggaan bila klien berhasil melaksanakan kegiatan atau penampilannya bagus.
  • Motivasi klien untuk mempertahankan kegiatan tersebut.
5. Klien sanggup memotivasi untuk aktif  mencapai tujuan yang realistik.

Kriteria evaluasi: klien termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistik.

Intervensi: 
  • Bantu klien untuk memutuskan tujuan yang realistik. Fokuskan kegiatan pada ketika kini bukan pada masa lalu.
  • Bantu klien untuk mengidentifikasi area situasi kehidupan yang sanggup dikontrolnya.
  • Identifikasi harapan yang ingin dicapai oleh klien.
  • Dorong untuk berpartisipasi dalam acara tersebut dan berikan penguatan positif untuk berpartisipasi dan pencapaiannya.
  • Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu klien menurunkan perasaan tidak bersalah.

Daftar Pustaka
  • Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition. Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
  • Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
  • Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
  • Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
  • Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
  • Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC 
Untuk mend0wnl0ad laporan pendahuluan harga diri rendah doc dan pdf, silahkan dibawah.
Link Alternatif
Demikian laporan pendahuluan / LP harga diri rendah / HDR lengkap, d0wnl0ad doc dan pdf kami bagikan, biar bisa menjadi refferensi sahabat sejawat sekalian. terima kasih.

Sumber http://bangsalsehat.blogspot.com