Terdapat aneka macam fenomena alam yang bekerjasama dengan matahari. Beberapa pola di antaranya yaitu gerhana matahari total, fenomena halo matahari, matahari kembar hingga fenomena alam equinox. Tahukah kalian kalau fenomena equinox ternyata mempunyai hubungan dengan kejadian alam yang lain yang dikenal dengan fenomena kulminasi matahari.
Fenomena alam ini mungkin masih terdengar absurd di indera pendengaran kita. Sebab fenomena ini sanggup dikatakan sangat jarang terjadi dan hanya terjadi setiap dua tahun sekali. Selain itu, kulminasi matahari hanya terjadi di tempat – tempat khusus yaitu tempat yang hanya dilalui oleh garis khatulistiwa. Sehingga sanggup dikatakan kalau kulminasi matahari tidak akan pernah terjadi di tempat selain yang dilewati garis khatulisitwa. Lalu bahu-membahu apa itu fenomena kulminasi matahari? Dalam goresan pena ini akan dijelaskan secara science apa itu kulminasi matahari serta apakah pernah terjadi di Indonesia.
Pengertian Kulminasi Matahari
Seperti yang disinggung di atas kalau kulminasi sangat dekat kaitannya dengan fenomena equinox yang juga mempunyai hubungan dengan sentra tata surya kita yaitu matahari. Kulminasi sanggup dikatakan sebagai fenomena alam dikala matahari tepat berada pada posisi paling tinggi di langit. Fenomena kulminasi yang mempunyai nama lain transit atau istiwa terjadi dikala matahari berada tepat di atas kepala pengamat, posisi ini juga disebut sebagai titik zenith. Kulminasi terjadi sebagai akhir dari revolusi bumi dikala mengitari matahari yang berdampak pada gerakan semu matahari.
Terdapat kejadian di mana deklinasi matahari yaitu jarak atau ketinggian dari garis ekuator sama dengan lintang pengamat. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan kulminasi utama. Saat fenomena kulminasi utama terjadi, matahari berada tepat di titik zenith atau di atas kepala pengamat.
Penyebab Dan Dampak Kulminasi Matahari
Kita tahu kalau bidang rotasi bumi atau ekuator bumi tidak berhimpit dengan bidang revolusi bumi. Sehingga menjadikan posisi matahari dengan bumi akan terlihat berubah – ubah sepanjang tahun. Hal tersebut terlihat terperinci terutama pada daerah 23,5 LU hingga dengan 23,5 LS dan gerakkan tersebut lebih dikenal dengan nama gerak semu tahunan matahari.
Ketika terjadi fenomena kulminasi matahari, bayangan yang berasal dari benda tegak ataupun badan kita akan menghilang. Bayangan akan berada tepat di bawah atau bertumpu dengan benda maupun badan kita sendiri. Hal ini disebabkan lantaran posisi matahari tepat berada di atas sehingga menciptakan seolah – olah tidak mempunyai bayangan.
Hari di mana fenomena kulminasi matahari terjadi juga dikenal dengan nama lain yaitu hari tanpa bayangan. Kulminasi matahari hanya terjadi di wilayah atau daerah yang dilewati atau tepat berada di bawah garis khatulistiwa. Di Indonesia, fenomena ini bahkan terjadi dua kali dalam setahun, dan tempat yang mengalami fenomena kulminasi antara lain Pontianak, Bonjol, Amberi, Kepulauan Kayoa dan lain sebagainya. Selain di Indonesia, fenomena kulminasi juga terjadi di beberapa negara lain, yaitu Zaire (Uganda), Kenya, Somalia, Afrika, Equador, Brazil, Peru, Columbia, dan Peru.
Kulminasi di Indonesia tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan di setiap tempat, hal ini bergantung dari posisi matahari. Selain itu, pengaruh dari fenomena kulminasi juga mengakibatkan durasi atau lamanya waktu di siang hari akan sama dengan durasi pada malam hari. Kulminasi juga pertanda awal perubahan iklim di Indonesia yaitu peralihan ekspresi dominan hujan ke ekspresi dominan kemarau (21 – 23 Maret), kesulitan atau gangguan sinyal, hingga gangguan cuaca di antariksa yang cukup ekstrim.
Fenomena Kulminasi di Indonesia
Sebagai salah satu kota yang dilewati oleh garis khatulistiwa, kota Pontianak sudah tidak absurd dengan fenomena kulminasi matahari. Saat insiden ini terjadi, pada tanggal 21 Maret 2019 sebagian besar masyarakat akan tiba untuk mengunjungi Komplek Tugu Khatulistiwa Pontianak. Mereka bersama – sama tiba untuk menyaksikan fenomena alam yang hanya terjadi dua kali setahun, tepatnya setiap tanggal 21 – 23 Maret dan 21 – 23 September. Dan kota Pontianak sudah rutin mengadakan aktivitas tersebut setiap tahunnya.
Pada dikala kulminasi terjadi, bayangan tugu yang berada di Komplek Tugu Khatulistiwa Pontianak akan hilang selama beberapa detik dikala matahari berada tepat di atas. Tidak hanya tugu saja, benda – benda lain di sekitar juga mengalami kejadian serupa. Peristiwa ini akan terjadi biasanya terjadi pada tengah hari atau kurang lebih pada pukul 12 siang.
Menurut Dewi Savitri yang merupakan Direktur Eksekutif Badan Promosi Pariwisata Kota Pontianak (BP2KP), untuk memeriahkan fenomena kulminasi di Kota Pontianak, dilangsungkan beberapa program menyerupai parade tarian sekaligus sebagai ajang promosi Pesona Kulminasi Matahari 2019. Selain mengadakan edukasi perihal kulminasi, ada banyak aktivitas yang dilakukan di Tugu Khatulistiwa Pontianak, salah satunya yaitu mendirikan telur mentah di tempat Tugu Khatulistiwa pada dikala kulminasi sedang berlangsung. Tidak hanya itu saja, para pengunjung juga sanggup mengabadikan moment di mana sanggup berdiri di belahan bumi utara dengan selatan dalam satu tempat.
Sejarah Tugu Khatulistiwa Pontianak
Berbicara mengenai Tugu Khatulistiwa, selain menjadi ciri khas kota Pontianak ternyata ada sejarah menarik perihal bangunan tersebut. Pada tahun 1928, dikala itu terdapat rombongan ekspedisi internasional yang berasal dari Belanda tiba di kota Pontianak. Rombongan tersebut tiba dengan tujuan untuk menetapkan titik khatulistiwa di tempat tersebut. Pada tahun 1930, tugu khatulistiwa disempurnakan dengan melaksanakan penambahan bentuk bundar pada potongan atas tugu. Tugu tersebut disempurnakan kembali dengan memakai kayu belian yang merupakan kayu khas Kalimantan Barat pada tahun 1938 yang dikala itu mempunyai tinggi 4,4 meter.
Hingga pada tahun 1990, dibuatlah sebuah kubah dengan duplikat dari tugu orisinil di mana ukuran dari duplikat tugu mempunyai ukuran 5 kali lebih besar dari yang tugu asli. Akan tetapi kedua tugu tersebut sama – sama mempunyai goresan pena plat di bawah akan panah yang dipakai sebagai petunjuk letak Tugu Khatulistiwa pada garis bujur timur. Tugu Khatulistiwa diresmikan pada tanggal 21 September 1991 oleh Gubernur Kalimantan Barat dikala itu, Parjoko Suryokusumo. Saat ini, Tugu Khatulistiwa dilindungi oleh pasal 26 UU No. 5 tahun 1992 perihal Benda Cagar Budaya.
Itulah tadi klarifikasi mengenai salah satu fenomena alam kulminasi matahari. Kita sebagai warga Indonesia sudah sepatutnya gembira bahwa Indonesia mempunyai kota Pontianak yang menjadi salah satu kota yang mengalami fenomena alam yang belum tentu sanggup ditemukan di tempat lain. Semoga gosip di atas sanggup bermanfaat untuk Anda.
Sumber aciknadzirah.blogspot.com