Sunday, July 30, 2017

√ Administrasi Berbasis Sekolah

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Sejak bergulirnya reformasi pertengahan tahun 1998, telah terjadi gelombang perubahan dalam segala sendi kehidupan, baik kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Perubahan fundamental dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ketika ini merupakan pergeseran terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Selama ini penggunaan pradigma sentralistik terjadi pergeseran orientasi menuju paradigma desentralistik. Perubahan orientasi paradigma ini diberlakukan melalui penetapan perundang-undangan mengenaai Pemerintah Daerah, yang lebih sering kita dengar dengan istilah otonomi daerah.
Perubahan orientasi paradigma tersebut telah melahirkan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang lebih dinamis. Seluruh acara yang dilakukan cenderung berdasarkan aspirasi setempat (kedinasan), sehingga target dalam pengelolaan sekolah diharapkan lebih terjamin pencapaiannya.
Salah satu implementasi dari penerapan paradigma desentralisasi itu yaitu di sektor pendidikan. Sektor pendidikan selama ini terabaikan dan dianggap hanya sebagai penggalan dari acara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Akibatnya, sektor pendidikan dijadikan komoditas banyak sekali variabel di atas oleh para pengambil kebijakan, baik oleh administrator maupun legislatif ketika mereka menganggap perlu mengangkat isu-isu kependidikan yang sanggup meningkatkan perhatian publik terhadap mereka. Memang ironis dan memprihatinkan ketika bangsa lain justru mengakibatkan pendidikan sebagai leading sector pembangunannya, menuju keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya.
1

Pendidikan merupakan salah satu instrumen paling penting dalam kehidupan insan dan merupakan bentuk taktik budaya tertua bagi insan untuk mempertahankan berlangsungnya eksistensinya (Wahono 2000, hlm. iii). Oleh karenanya, upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitasnya harus dilakukan secara terus menerus. Melalui pendidikan diharapkan pemberdayaan, kematangan, dan kemandirian serta mutu bangsa secara menyeluruh sanggup terwujud.


Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, kita semua setuju bahwa pendidikan memegang kiprah yang sangat penting. Oleh alasannya itu, upaya untuk meningkatkan mutu insan Indonesia melalui pendidikan, dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien, sesuai dengan kebutuhan yang semakin mendesak. Salah satu pendekatan yang dipilih di periode desentralisasi sebagai alternatif peningkatan kualitas pendidikan persekolahan yaitu pemberian otonomi yang luas di tingkat sekolah serta partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Pendekatan tersebut dikenal dengan model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management.
MBS sebagai terjemahan dari School Based Managment (SBM) merupakan suatu pendekatan simpel untuk mendesain pengelolaan sekolah dengan menawarkan kekuasaan kepada Kepala Sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang meliputi guru, Kepala Sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat (Fattah 2004, hlm.17). Dalam (Buku Panduan Depdiknas, 2003, hlm. 15) MBS didefenisikan sebagai:
Model manajemen yang menawarkan otonomi lebih besar pada sekolah, menawarkan fleksibelitas atau keluwesan lebih besar pada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh alasannya itu, esensi MBS = otonomi sekolah + fleksibilitas+partisipasi untuk mencapai target mutu sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah yang bertanggung jawab lebih besar harus diberikan kepada Kepala Sekolah dalam pemanfaatan sumber daya dan pengembangan strategi-strategi berbasis sekolah sesuai dengan kondisi setempat. Kepala Sekolah, contoh kepemimpinannya sangat memilih terhadap kemajuan sekolah. Oleh alasannya itu, dalam pendidikan modern kepemimpinan Kepala Sekolah perlu menerima perhatian secara serius.
Berdasarkan paparan tersebut maka penulis memfokuskan permasalahan pada apakah pengelolaan sekolah dengan manajemen berbasis sekolah sanggup meningkatkan mutu pendidikan

B.            Permasalahan
Dari pemaparan latar belakang di atas maka sanggup disimpulkan bahwa permasalahan yang sanggup dibahas berkenaan dengan apakah pengelolaan sekolah dengan manajemen berbasis sekolah sanggup meningkatkan mutu pendidikan dalam kegiatan penulisan makalah/paper ini yaitu :
1.        Apakah yang dimaksud dengan MBS
2.        Apakah ciri-ciri MBS
3.        Apakah Paradigma Konsep MBS
4.        Apakah karakteristik MBS
5.        Bagaimana meningkatkan mutu pendidikan
6.        Apakah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MBS
7.        Apakah fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah

C.            Tujuan penulisan 
Adapun tujuan penulisan  makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengertian MBS
2.      Mengetahui ciri-ciri MBS
3.      Mengetahui Paradigma Konsep MBS
4.      Mengetahui karakteristik MBS
5.      Mengetahui bagaimana meningkatkan mutu pendidikan
6.      Mengetahui faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MBS
7.      Mengetahui fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah
8.      Memenuhi salah satu kiprah mata kuliah landasan manajemen








BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001, hlm. 160) “Manajemen Berbasis Sekolah yaitu bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi dalam bidang pendidikan”. Manajemen Berbasis Sekolah berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu di tingkat sekolah sehingga menjamin semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat. Selain itu juga, semakin meningkatnya otonomi untuk memilih sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi.
Sedangkan berdasarkan E. Mulyasa (2005, hlm. 24) “Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma gres pendidikan, yang menawarkan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Dengan adanya otonomi luas, maka sekolah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan sekolah.
Menurut Sudarwan Danim (2006, hlm. 34) “Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu proses kerja komunitas sekolah dengan cara mene-rapkan kidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara bermutu”. Sekolah mempunyai otonomi pengelolaan kompleks sekolah, tempat untuk sanggup membuat kondisi sekolah yang efektif dibutuhkan partisipasi semua komunitas sekolah.
Dari ketiga pendapat para andal tersebut sanggup dipahami bahwa Manajemen Berbasis Sekolah sebagai desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan pada tingkat sekolah merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan dalam rangka reformasi pendidikan dan upaya-upaya perbaikan peningkatan keefektifan proses pembelajaran dan ini merupakan salah satu reorientasi penyelenggaraan pendidikan.
4

 


B.                Ciri-ciri Manajemen Berbasisi Sekolah ( MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah sanggup dilihat dari sudut sejauh mana sekolah sanggup mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia, proses belajar-mengajar dan sumber daya, berdasarkan Focus on School dalam E. Mulyasa (2005, hlm. 30) mengemukakan ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah sebagai berikut:
Tabel 1. Ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah
Aspek
Ciri- cirinya
Organisasi Sekolah
·   Menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah
·   Menyusun planning sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolah mandiri
·   Mengelola kegiatan operasional sekolah
·   Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah/ dan masyarakat terkait (school community)
·   Menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab (akuntabel kepada masyarakat dan pemerintah)
Proses Belajar Mengajar
·   Meningkatkan kualitas berguru siswa
·   Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah
·   Menyelenggarakan pengajaran yang efektif
·   Menyediakan acara pengembangan yang dibutuhkan siswa
·   Program pengembangan yang dibutuhkan siswa
Sumber Daya Manusia
·   Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang sanggup melayani keperluan semua siswa
·   Memilih staf yang mempunyai wawasan manajemen berbasis sekolah
·   Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf
·   Menjamin kesejahteraan staf dan siswa
Sumber daya dan Administrasi
·   Mengidentifikasikan sumber daya yang dibutuhkan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan
·   Mengelola dana sekolah
·   Menyediakan pertolongan administrative
·   Mengelola dan memelihara gedung dan sarana lainnya
·   Memelihara gedung dan sarana lainnya

C.                Paradigma Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Tabel 1 ini akan menggambarkan contoh perubahan manajemen pendidikan dari contoh lama, yaitu contoh pendidikan sebelum dilaksanakannya otonomi pendidikan kepada contoh baru, yaitu contoh sehabis dilaksanakannya otonomi pendidikan (MBS).
Tabel 1
Dimensi-Dimensi perubahan Pola Manajemen Pendidikan
Pola Lama
Menuju
Pola baru
Subordinasi
Pengambilan keputusan terpusat
Ruang gerak kaku
Pendekatan birokratik
Sentralistik
Diatur
Overregulasi
Mengontrol
Mengarahkan
Menghindari resiko
Gunakan uang semuanya
Individual yang cerdas
nformasi terpribadi
Pendelegasian
Organisasi herarkis
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
Otonomi
Pengambilan keputusan partisipatif
Ruang gerak luwes
Pendekatan professional
Desentralistik
Motivasi diri
Deregulasi
Mempengaruhi
Memfasilitasi
Mengelola resiko
Gunakan uang seefisien mungkin
Teamwork yang cerdas
Informasi terbagi
Pemberdayaan
Organisasi datar

Sumber: Direktorat PLP Depdiknas, 2002: Konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasisi Seklah (MPMBS) Pada contoh lama, kiprah dan fungsi sekolah lebih pada melaksanakan acara dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan acara peningkatan mutu yang dibentuk sendiri oleh sekolah. Sementara itu, pada contoh baru, sekolah mempunyai kewenangan lebih besar dalam pengelolaan lembaga, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif dan partisipasi masyarakat semakin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada pendekatan birokratis, dan sebagainya. Pada dasarnya MBS dijiwai oleh contoh gres manajemen pendidikan masa depan sebagaimana digambarkan pada tabel tersebut di atas.

D.                Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS)
MBS diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan”, yang menginginkan adanya perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan menawarkan kewenangan (otoritas) kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya. Menurut Fattah (2004, hlm.18) MBS pada prinsipnya menempatkan kewenangan yang bertumpu kepada sekolah dan masyarakat, menghindarkan format sentralisasi dan birokratisasi yang sanggup mengakibatkan hilangnya fungsi manajemen sekolah. Dalam konteks ini Mohrman, et al. (1993, hlm. 21) memandang MBS sebagai suatu pendekatan politik untuk meredesain dan memodifikasi struktur pemerintahan dengan memindahkan otoritas ke sekolah, memindahkan keputusan pemerintah pusat ke lokal stakeholders, dengan mempertaruhkan pemberdayaan sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Hal tersebut sejalan dengan dengan jiwa dan semangat desentralisasi dan otonomi di sekitar pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah mempunyai karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang menerapkannya. Jika berbicara duduk kasus Manajemen Berbasis Sekolah yang merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh alasannya itu karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Menurut E. Mulyasa (2003, hlm. 35) karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah sanggup diidentifikasi sebagai berikut :
1)    Pemberian otonomi luas kepada sekolah
2)    Tingginya partisipasi masyarakat dan orang tua
3)    Kepemimpinan demokratis dan professional
4)    Teamwork yang kompak dan transparan
Secara eksplisit Bedjo Sujanto ( 2007, hlm. 34) menjelaskan karakteristik MBS sebagai berikut :
Tinjauan input pendidikan
1)      Siswa : sebagai masukan utama;
2)      Memeliki kebijakan, tujuan, dan target mutu yang jelas;
3)      Sumberdaya tersedia dan siap;
4)      Staf yang kompeten dan pengabdian tinggi;
5)      Memiliki impian prestasi yang tinggi;
6)      Fokus pada pelanggan (siswa/masyarakat);
7)      Input manajmen : kiprah jelas, planning rinci dan sistematis, acara kerja, hukum jelas, pengendalian mutu yang jelas.
Tinjauan proses pendidikan
1)        Proses belajar-mengajar yang efektif;
2)        Kepemimpinan sekolah yang kuat;
3)        Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
4)        Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif;
5)        Sekolah mempunyai budaya mutu;
6)        Sekolah mempunyai team work yang kompak, cerdas, dan dinamis;
7)        Sekolah mempunyai kewenagan/kemandirian;
8)        Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat;
9)        Sekolah mempunyai keterbukaan (transparansi) manajemen;
10)    Sekolah mempunyai kemauan untuk berubah (secara psikologis dan fisik);
11)    Sekolah melaksanakan penilaian dan perbaikan secara berkelanjutan;
12)    Sekolah responsif dan antisipatif terhadap perubahan kebutuhan;
13)    Mampu memelihara dan membuatkan komunikasi yang baik;
14)    Sekolah mempunyai akuntabilitas publik yang kuat.
Tinjauan output pendidikan
1)        Prestasi siswa yang tinggi : sebagai hasil PMB yang bermutu;
2)        Prestasi sekolah (akdemik dan non akademik);
Menurut Ibrahim Bafadal (2006, hlm. 86-87), terdapat tiga karakteristik kunci MBS, sebagai berikut : Pertama, kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berafiliasi peningkatan mutu pendidikan didesentalisasikan kepada para stakeholder sekolah. Kedua, manajemen peningkatan mutu pendidikan meliputi keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, meliputi keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana, penerimaan siswa gres dan kurikulum. Ketiga, walaupun keseluruhan manajemen peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah-sekolah, namun dibutuhkan regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah. Menurut Mulyasa (2004, hlm. 36) ”Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah sanggup mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem manajemen secara keseluruhan”.
Dari beberapa pendapat di atas sanggup dipahami bahwa secara substansial karakteristik MBS yaitu pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang renta peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya team work yang tinggi dan profesional.

E.                 Peningkatan Mutu Pendidikan
Menurut Ace Suryadi dan HAR Tilaar (1993, hlm. 159) mutu pendidikan diartikan sebagai “kemampuan forum pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan berguru seoptimal mungkin.” Mutu pendidikan hingga kini masih tetap dirasakan sebagai tantangan. Upaya peningkatan mutu pendidikan yang telah dilaksanakan gres menyentuh sisi teknis dari pendidikan. Masalah upaya peningkatan mutu pendidikan yang telah dilaksanakan semenjak awal Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama, belum menampakkan keberhasilan yang optimal.
Hasil pendidikan dipandang bermutu bila bisa melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus pada satu jenjang pendidikan atau menuntaskan acara pembelajaran tertentu.
Kedewasaan dalam bekerja menjadi ciri dari manajemen sekolah yang bermutu. Tenaga akademik dan staf administratif bekerja bukan alasannya diancam, diawasi, atau diperintah oleh pimpinan atau atasannya melainkan bekerja alasannya mempunyai rasa tanggung jawab akan kiprah pokok dan fungsinya.

F.                 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Depdiknas dalam Mulyasa (2004, hlm. 38) menyatakan bahwa “terdapat empat faktor penting yang harus diperhatikan dalam implementasi MBS yaitu : kekuasaan, pengetahuan dan keterampilan, sistem informasi, serta sistem penghargaan”.
a) Kekuasaan yang dimiliki sekolah
Kepala sekolah mempunyai kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan dibandingkan dengan sistem manajemen pendidikan yang dikontrol oleh pusat. Besarnya kekuasaan sekolah tergantung bagaimana MBS diterapkan. Pemberian kekuasaan secara utuh ibarat dituntut MBS mustahil dilaksanakan sekaligus, tetapi memerlukan proses transisi dari manajemen terpusat ke MBS. Kekuasaan lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan secara demokratis, antara lain dengan melibatkan semua pihak khususnya guru dan orang renta peserta didik membentuk pengambil keputusan dalam hal relevan dengan tugasnya, menjalin kerjasama dengan masyarakat dan dunia kerja.
Terkait dengan kekuasaan yang dimiliki sekolah maka tipe kepemimpinan transformasional diharapkan bisa mendukung implementasi MBS alasannya ciri-ciri kepemimpinan transformasional sejalan dengan gaya manajemen model MBS.
Menurut Nurkolis (2005, hlm. 173) “Ciri-ciri tersebut, pertama jalannya organisasi yang tidak digerakkan birokrasi, tetapi oleh kesadaran pribadi. Kedua para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi dan bukan kepentingan pribadi. Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin”.Sudarwan Danim (2003, hlm. 54) menyatakan bahwa, “Seorang kepala sekolah disebut menerapkan kepemimpinan transformasional bila ia bisa mengubah energi sumber daya baik manusia, instrumen, maupun situasi untuk mencapai tujuan-tujuan reformasi sekolah”.
b) Pengetahuan dan keterampilan
Kepala sekolah beserta seluruh warganya (guru-gurunya) senantiasa berguru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya secara berkesinambungan.
c) Sistem informasi yang jelas
Sekolah yang melaksanakan MBS perlu mempunyai informasi yang terperinci wacana acara yang netral dan transparan, alasannya dari informasi tersebut seseorang akan mengetahui kondisi sekolah. Informasi ini sangat penting untuk dimiliki sekolah, antara lain berkaitan dengan kemampuan guru, prestasi peserta didik, kepuasan orang renta dan peserta didik, serta visi dan misi sekolah yang menjadi nilai jual.
d) Sistem penghargaan
Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan bagi warganya (guru-gurunya) yang berprestasi, terutama untuk mendorong karirnya. Sistem ini diharapkan bisa meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja kalangan warga sekolah.

G.                Fungsi-Fungsi yang Didesentralisasikan ke Sekolah
Adanya perubahan dimensi pendidikan yang dilakukan besar lengan berkuasa terhadap pergeseran kewenangan pembuatan keputusan. Keputusan-keputusan yang didesentalisasikan yaitu yang secara eksklusif besar lengan berkuasa pada siswa.
Secara luas sumber daya yang didesentalisasikan berdasarkan Candoli, Caldwell dan Spink dalam Ibtisam (2003, hlm. 19) meliputi : “Pengetahuan (knowledge), teknologi (technology), kekuasaan (power), material (material), insan (people), waktu (time), keuangan (finance)”. Bedjo Sujanto (2007, hlm. 36) menyatakan bahwa aspek-aspek yang sanggup didesentralisasikan ke sekolah meliputi : 1) perencanaan dan penilaian acara sekolah, 2) pengelolaan kurikulum, 3) pengelolaan proses berguru mengajar, 4) pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, 6) pengelolaan biaya pendidikan. Lebih lanjut Ace Suryadi (1991, hlm. 10) menyebutkan bahwa “MBS mengandung makna sebagai manajemen partisipatif yang melibatkan kiprah serta masyarakat, sehingga kebijakan dan keputusan yang diambil yaitu kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencapai keberhasilan bersama”. Kebijakan dan keputusan yang diambil secara partisipasif oleh semua warga sekolah meliputi :
1). Penyusunan planning dan program
Sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan, sekolah bertanggung jawab dalam memilih kebijakan sekolah dalam melaksanakan kebijakan pendidikan sesuai dengan arah kebijakan pendidikan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sebagai penyelenggara dan pelaksana kebijakan pendidikan nasional, sekolah-sekolah bertugas untuk menjabarkan kebijakan pendidikan nasional menjadi program-program operasional penyelenggaraan pendidikan di masing-masing sekolah.
2). Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
Sebagai pelaksana pendidikan yang otonom, sekolah berperan dalam menyusun RAPBS setiap final tahun anutan untuk dipakai dalam tahun anutan berikutnya. Program-program yang sudah dirumuskan untuk satu semester atau satu tahun anutan ke depan perlu dituangkan dalam kegiatan-kegiatan serta anggarannya masing-masing sesuai pos-pos pengeluaran pendidikan di tingkat sekolah. Di sisi pendapatan, seluruh jenis dan sumber pendapatan yang diperoleh sekolah setiap tahun harus dituangkan dalam RAPBS. Dari sisi belanja sekolah, seluruh jenis pengeluaran untuk kegiatan pendidikan di sekolah harus diketahui bersama oleh pihak sekolah maupun pihak Komite Sekolah, sesuai dengan planning dan acara yang telah disusun bersama. Mekanisme ini dibutuhkan untuk memperkecil penyalahgunaan baik dalam pendapatan maupun dalam pengeluaran sekolah sehingga anggaran resmi pendidikan di sekolah menjadi bertambah serta pendayagunaannya semakin efisien.
3).  Pelaksanaan acara pendidikan
Sekolah-sekolah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan pendidikan pada masing-masing sekolah sesuai dengan paradigma MBS. Pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah dalam tempat yang berlainan dimungkinkan untuk memakai sistem dan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kepala sekolah diberikan keleluasaan untuk mengelola pendidikan dengan jalan mengadakan serta memanfaatkan sumber daya pendidikan sendiri-sendiri asalkan sesuai dengan kebijakan dan standar yang ditetapkan pusat.
4).  Akuntabilitas pendidikan
Di periode demokrasi dan partisipasi, akuntabilitas pendidikan tidak hanya terletak pada pemerintah, tetapi bahkan harus lebih banyak pada masyarakat sebagai stakeholder pendidikan. Disini komite sekolah sanggup memberikan ketidakpuasan para orang renta murid akan rendahnya prestasi yang dicapai oleh suatu sekolah.
Memperhatikan beberapa pendapat di atas sanggup dipahami bahwa fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah meliputi 1) perencanaan dan penilaian acara sekolah, 2) pengelolaan kurikulum, 3) pengelolaan proses berguru mengajar, 4) pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, 6) pengelolaan biaya pendidikan, 7) Pelayanan terhadap Siswa 8) Interaksi Sekolah dan Masyarakat 9) Pengelolaan kondisi Sekolah yang lebih kondusif.






BAB III
PENUTUP

A.                Simpulan
Manajemen Berbasis Sekolah sebagai desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan pada tingkat sekolah merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan dalam rangka reformasi pendidikan dan upaya-upaya perbaikan peningkatan keefektifan proses pembelajaran dan ini merupakan salah satu reorientasi penyelenggaraan pendidikan.
Karakteristik MBS pemberian otonomi luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua, kepemimpinan yang demokratis dan profesional, dan team work yang kompak dan transparan. Faktor yang terpenting dalam MBS yaitu : Kekuasaan yang dimiliki sekolah, pengetahuan dan keterampilan, sistem informasi yang jelas, dan sistem penghargaan.
Selanjutnya fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah meliputi 1) perencanaan dan penilaian acara sekolah, 2) pengelolaan kurikulum, 3) pengelolaan proses berguru mengajar, 4) pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, 6) pengelolaan biaya pendidikan, 7) Pelayanan terhadap Siswa 8) Interaksi Sekolah dan Masyarakat 9) Pengelolaan kondisi Sekolah yang lebih kondusif.
Demikian makalah yang sederhana ini sanggup penulis ketengahkan, yang tentu saja masih ada kekurangan dan kelemahan. Kepada Dosen pengampu mata kuliah Total Qualitty Management (Manajemen Mutu Terpadu) kami haturkan terima kasih.

B.                Saran
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu manajemen yang sanggup dipakai dalam meningkatkan mutu pendidikan maka perlu adanya pendalaman dan pemahaman dengan membaca rujukan lain biar lebih paham dan mengerti.

14

                                                                           
DAFTAR PUSTAKA


·      Wahono, F. (2000). Kapitalisme Pendidikan: Antara Kompetisi dan Keadilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
·      Nanang Fattah. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quaraisy.
·      Fasli Jalal dan Dedi Supriadi.(2001). Reformasi Pendidikan dalam konteks Otonomi Daerah. Yogjakarta: Adicita.
·      E. Mulyasa. (2005). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
·      Sudarwan Danim. (2006).  Visi Baru Manajemen Sekolah, dan unit Birokrasi ke Lembaga Akademik.  Jakarta: Bumi Aksara
·      ____________,(2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya.
·      Nanang Fattah, (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Bani quraisy
·      Mohrman, Susan Albert, Wohlstetts, and Associated (1993). School Based Management: Organizing for High Performance. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher.
·      E. Mulyasa. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi dan  Implementasi. Bandung: Rosdakarya.
·      Bedjo Sujanto.(2007). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah: Model Pengelolaan Sekolah di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Sagung Seto.
·      Ibrahim Bafadal. (2006). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar: Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
·      E. Mulyasa. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
·      H. A. R. Tilar. (1993). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
·     

15
Nurkolis. (2005). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo.
·      Sudarwan Danim. (2003). Menjadi Komunitas Pembelajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
·      Btisam Abu Duhou. (2003). School Based Management. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
·      Suryadi, Ace. (1991). Biaya dan Keuntungan Pendidikan, Mimbar Pendidikan. No 1 Tahun X April. Bandung: IKIP.




Sumber http://samplingkuliah.blogspot.com