Wednesday, July 12, 2017

√ Prostitusi Online (3)

PROSTITUSI ONLINE (3)
Oleh: Fathurrohmah Avicienna


Masalah prostitusi bukan hanya sekedar problem agama saja, tapi sudah meluas ke ranah sosial budaya dan ekonomi. Ditinjau dari segi agama, terkait prostitusi sudah terang menjadi perbuatan dosa besar, bukan hanya para perempuan yang menunjukkan dirinya saja, tetapi semua orang yang terlibat di dalamnya. Kemudian, bagaimana upaya mengimplementasikan nilai al-Qur`an untuk menghilangkan atau minimal mengurangi problem prostitusi di negara ini?
 Dalam Islam, al-Qur`an berfungsi memberikan risalah hidayah untuk menata sikap dan sikap yang harus dilakukan manusia.[1]Dan adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan lantaran insan sebagai makhluk Tuhan dibekali dengan banyak sekali potensi semenjak lahir, salah satu fitrah tersebut yaitu kecenderungan terhadap agama.[2] Dengan adanya fitrah ini, insan selalu membutuhkan pegangan hidup, disinilah tugas al-Qur`an untuk menjadi aliran manusia.
Manusia yaitu makhluk Allah yang paling sempurna, yang diciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk, dalam Surat al-Isrâ ayat 70 Allah juga menjelaskan bahwa insan yaitu makhluk yang mempunyai kehormatan dan kemuliaan dibanding makhluk Allah lainnya.

Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan bawah umur Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang tepat atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Syeik Shafiyurrahman menjelaskan bahwa, ayat ini mengandung makna bahwa insan bisa berdiri dengan tegak hanya dengan dua kaki dan sanggup mengonsumsi makanan dengan pemberian kedua tangannya, mencari celah manfaat terhadap segala sesuatu yang ada, serta membedakan satu hal dengan yang lainnya yang sanggup menunjang mashlahat di kehidupan dunia dan akhiratnya dengan menjauhkan sesuatu yang yang sanggup berimplikasi jelek terhadapnya.[3]
Maksudnya yaitu insan diciptakan berbeda dengan makhluk lainnya, insan diberikan logika untuk berpikir, bahkan ayat ini diawali dengan sumpah, memakai kata (قَدْ) qad, artinya ini yaitu penegasan bahwa sungguhlah Allah membuat insan dengan bentuk yang sempurna, badan yang bagus, kemampuan bicara dan berpikir serta berpengetahuan.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa ada perbedaan makna antara karramnâ (كَرَّمْنَا) dan kata faďďalnâ (فَضَّلْنَا). Kata  (كَرَّمْنَا) mempunyai arti “kemuliaan serta keistimewaan sesuai dengan objeknya”, dalam konteks ayat ini insan dianugerahu keistimewaan yang tidak dianugerahkan-Nyakepada selainnya, dan itulah yang mengakibatkan insan mulia. Sedangkan kata فَضَّلْنَا) berarti kelebihan, dan ini mengacu pada “penambahan” dari apa yang sebelumnya telah dimiliki secara sama dengan yang lainnya.[4]
Dari klarifikasi ayat ini, sanggup ditarik kesimpulan bahwa bekerjsama Allah telah membuat dan memuliakan manusia, baik dalam segi bentuk maupun akal, sehingga insan bisa menggunakannya untuk melaksanakan perbuatan yang lebih baikdari makhluk lainnya. Pada kenyataannya, insan pada zaman ini sudah kehilangan kemuliaannya, hal ini tak lain disebabkan lantaran tergerusnya keimanan mereka, logika yang diberikan Allah dimanfaatkan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan dahaga keduniawian.
Padahal kehidupan dunia hanya hal yang fana, tapi banyak insan yang seolah tak sadar, mereka terlihat sangat senang di dunia.
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَ جَنَّةُ الْكَافِرِ
Dunia bagaika penjara bagi orang mukmin danbagaikan syurga bagi orang kafir. (HR. Muslim)

Pada intinya, mereka itu belum bisa mengendalikan nafsunya, baik kecintaan pada dunia (حبّ الدّنيا) yang berkaitan dengan problem yang bersifat sementara dan tidak mempunyai nilai amal untuk akhirat, maupun kecintaan pada diri sendiri ( حبّ النّفس) yang melupakan dan tidak peduli dengan orang yang berada di sekitarnya. Padahal untuk memperoleh keselamatan dan ketenangan sebagai insan kita harus bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu.[5]
Selanjutnya, untuk meminimalisir kasus prostitusi, ada hal-hal yang bersifat preventif yang harus dilakukan orangtua kepada anaknya, lantaran pendidikan sejatinya dimulai dari keluarga, lantaran faktor-faktor terjadinya prostitusi ini sudah bisa terasa sejak  anak menginjak remaja. Pendidikan yang bersifat preventif ini bisa dimulai dengan membiasakan anak untuk menutup auratnya, tidak bergaul bebas dengan lawan jenis, yang akan mengarahkan kepada jurang perzinaan.
Menjadi hal yang alamiah mempunyai syahwat farj, akan tetapi dorongan syahwat  ini harus disalurkan dengan hal yang dihalalkan berdasarkan syari’at Islam, satu-satunya cara yaitu dengan pernikahan. Menjaga diri dari syahwat farj dengan penyaluran yang diharamkan agama merupakan jalan kesuksesan serta keberuntungan di dunia maupun akhirat.[6] Sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Mu’minûn ayat 5-7 berikut:

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (5) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki (6) Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas (7)
Dalam tafsirnya, Quraish Shihab menjelaskan bahwa penyucian diri insan yang paling utama disucikan yaitu alat kelamin, lantaran perzinaan yaitu puncak kebejatan watak serta perusak generasi masyarakat. kemudian ayat ini melanjutkan bahasannya perihal orang mukmin yang memperoleh kebahagiaan, yaitu mereka yang menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan cara yang dibenarkan agama.[7]
Mendekati zina juga sanggup ditafsirkan sebagai perbuatan yang erotis, sensual, dan yang sejenis dengannya atau sanggup ditafsirkan sebagai sikap dan tingkah laris yang menarik hati yang sanggup membangkitkan nafsu birahi baik berupa foto, goresan pena maupun bentuk perbuatan nyata. [8]
Dari uraian diatas, ayat ini mengisyaratkan pengaruh negative dari penyaluran dorongan secual secara tidak sah (zina). Jangankan untuk melakukannya, bahkan mendekatinya saja pun sudah ada larangannya.

Dan janganlah kau mendekati zina; Sesungguhnya zina itu yaitu suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (Q.S al-Isrâ: 32)
Dalam pengamatan sejumlah ulama al-Qur`an larangan pada ayat ini merupakan larangan untuk mendekati sesuatu yang sanggup merangsang jiwa/nafsu untuk melakukannya, dengan demikian larang ini mengandung makna untuk tidak terjerumus dalam rayuan yang berpotensi mengantar pada perzinaan.[9]

Menyikapi problem prostitusi tidak bisa hanya mengandalkan dari segi agama saja, lantaran permasalahan ini sudah meluas, bermula dari kurangnya pendidikan agama hingga menjadi permasalahan sosial budaya, bahkan ekonomi dan politik.
Kemuliaan (‘izzah) para pelakunya sudah memudar, bahkan hilang. Mereka rela menggadaikan hanya demi kesenangan dunia semata, pada pada dasarnya mereka belum bisa mengatur nafsunya, nafsu terhadap kecintaan dunia maupun kecintaan pada diri sendiri.
Kemudian upaya implementasi nilai al-Qur`an ini harus sudah dimulai semenjak dini, dengan mengajarkan nilai-nilai agama, menjaga pergaulan serta menutup aurat. Dari segi sosial budaya, prostitusi bisa diminimalisir dengan memberikan pemahaman semoga muncul kesadaran pada langsung seseorang terkait ancaman yang ditimbulkan, baik dari segi sosial maupun kesehatan. Selanjutnya, dari sisi ekonomi pun harus dipertimbangkan dengan memberikan kecakapan dalam pekerjaan sehingga mereka bisa sanggup berdiri diatas kaki sendiri dalam hidup. Kiranya itu kesimpulan dari makalah yang penulis sampaikan.
Waallahu A’lam.



[1] Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur`an, (Jakarta: rajawali Pers, 2012), h. 63
[2] Jalaluddin, Op. cit., h. 103
[3] Syekh Shafiyurrahman, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Imam Ghazali (Bandung: Sygma Creative Media Corp, 2012), Vol. 5, h. 528
[4] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur`an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. 7, h. 150
[5] Husain Muhammad Syamir, 31 Sebab Lemahnya Iman, (Jakarta: Darul Haq, 2007), h. 22
[6] Ibdalsyah, Tazkiyatun Nafs: Jalan Meraih Maghfirah Allah, (Bogor: Azam Dunya, 2012), h. 37-38
[7] Quraish Shihab, Tafsir Al-Musba: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur`an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. 8, h. 323
[8] Huzaimah Tahido Yanggo, Op cit,. h, 235
[9] Quraish Shihab, Op cit,.  h. 80

Sumber http://samplingkuliah.blogspot.com