PART TWO
Historical and Philosophical
Foundations
Foundations
(DASAR SEJARAH DAN FILOSOFIS)
CHAPTER 3
World Roots of American Education
World Roots of American Education
(Akar Dunia Pendidikan Amerika)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mengambil perspektif sejarah global, potongan ini membahas asal-usul pendidikan dan perkembangan budaya di Cina, Mesir, Ibrani, Arab, dan Eropa. Melalui sejarah, kita menemukan asal-usul forum pendidikan kontemporer, metode mengajar dan mencar ilmu serta melihat bagaimana sejarah bisa membimbing kepada praktek masa depan. Sepanjang sejarah, guru telah menghadapi banyak pengulangan pertanyaan yang belum terjawab wacana sifat pengetahuan, pendidikan, sekolah, pengajaran dan pembelajaran. Bagaimana hak pribadi dan kelompok berubah untuk berpartisipasi dalam persekolahan, dan bagaimana kesempatan pendidikan telah dibatasi oleh jenis kelamin, ras, dan kelas sosial ekonomi.
Studi wacana asal-usul dunia pendidikan Amerika memperlihatkan kesempatan untuk berpikir secara historis wacana pendidikan. Anda sanggup mulai untuk berpikir secara historis wacana asal-usul pendidikan Anda sendiri dengan membangun otobiografi pendidikan Anda. Untuk mulai untuk membangun autobiografi pendidikanmu, kau mungkin (1) mewawancarai kakek dan nenek mu, orang tua, dan (orang) yang lain sekitar pendidikan mereka; (2) mengidentifikasi dan mengusut artefak keluarga, foto, arsip, dan segala sesuatu yang berafiliasi dengan pendidikan; (3) berpikir mendalam dan merefleksi pengalaman pendidikan milikmu.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka Fokus pertanyaan yang merupakan permasalahan pada potongan ini ialah :
1. Bagaimana pendidikan dalam masyarakat prahuruf ?
2. Bagaimana pendidikan dalam peradaban cina masa lampau?
3. Bagaimana pendidikan mesir kuno?
4. Bagaiaman tradisi ibrani/yahudi dalam pendidikan ?
5. Bagaimana pendidikan di yunani kuno dan peradaban romawi ?
6. Bagaimana hubungan agama Islam, mencar ilmu bahasa arab, dan pendidikan?
7. Apa yang terjadi pada abad pertengahan budaya dan pendidikan?
8. Apa yang dimaksud dengan kebangkitan kembali humanisme klasik?
C. TUJUAN PENULISAN
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Pendidikan dalam masyarakat prahuruf.
2. Pendidikan dalam peradaban cina masa lampau.
3. Pendidikan mesir kuno.
4. Tradisi ibrani/yahudi dalam pendidikan.
5. Pendidikan di yunani kuno dan peradaban romawi.
6. Hubungan agama Islam, mencar ilmu bahasa arab, dan pendidikan.
7. Abad pertengahan budaya dan pendidikan.
8. Kebangkitan kembali humanisme klasik.
D. MANFAAT PENULISAN MAKALAH
Makalah ini disusun dengan harapan memperlihatkan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berkhasiat sebagai penengembangan konsep penelitian tindakan kelas. Secara mudah makalah diharapkan bermanfaat bagi :
1. Penulis, sebagai wahana penembahan pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya wacana pengertian kekuasaan dan politik di sekolah.
2. Pembaca atau guru, sebagai media informasi wacana pengertian teori belajar.
BAB II
POKOK BAHASAN
Akar Dunia Pendidikan Amerika
A. PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT PRAHURUF
Pembicaraan kita mulai dari waktu prahuruf (belum bisa baca-tulis), sebelum penemuan membaca dan menulis, ketika nenek moyang kita menularkan budaya mereka dengan mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita sanggup temukan asal seruan pembelajaran informal di keluarga kita sendiri dan menghargai mengapa tetap eksis bahkan hingga hari ini. Walaupun kita hidup di waktu ketika informasi disimpan dan diambil secara elektronik, menelaah pendidikan prahuruf sanggup membantu kita memahami mengapa sekolah cenderung sering menolak perubahan ketika mereka melatih yang muda dalam ketrampilan penting yaitu “survival”.
Orang-Orang prahuruf menghadapi permasalahan yang mengancam kehidupan mereka mirip mengatasi demam isu kering dan banjir, hewan buas, dan serangan dari kelompok musuh. Dengan mencoba-coba, mereka mengembangkan keterampilan survival dari waktu ke waktu sehingga menjadi contoh pola budaya. Untuk melanjutkan budaya, hal itu harus ditularkan dari orang remaja ke anak-anak. Dengan enculturasi, belum dewasa mencar ilmu bahasa dan ketrampilan kelompok dan mengasimilasi moral dan nilai-nilai agamanya.
Mereka menandai potongan dari masa kanak-kanak hingga usia remaja dengan upacara tarian keagamaan, musik, dan akting drama untuk membuat makna supranatural yang kuat dan membangkitkan suatu balasan moral. Dengan begitu belum dewasa mencar ilmu dari kelompok (perilaku yang diterima) sebagai hal yang baik atau hal yang tabu (perilaku terlarang).
Kekurangan penulisan untuk merekam masa lampau, masyarakat prahuruf bersandar pada tradisi mulut - berceritera - untuk meneruskan warisan/pusaka budaya mereka. Para tetua, sering menjadi pendongeng, bernyanyi atau menceriterakan kehidupan masa lampau. Nyanyian dan dongeng membantu yang muda mencar ilmu berbicara bahasa kelompok dan nilai-nilainya.
Sebagai pembuat perkakas, insan membuat dan memakai tombak, kampak, dan perkakas lainnya sebagai contoh teknologi paling awal. Demikian pula dalam memakai bahasa, kita membuat dan memanipulasi lambang. Pada awalnya penggunaan lambang ini di dalam bentuk tanda, abjad gambar, dan surat. Menciptakan suatu bahasa dengan goresan pena merupakan lompatan budaya yang besar untuk membaca – dan kemudian sekolah. Ketika penulisan telah ditemukan, belum dewasa perlu untuk diajarkan membaca dan tulis. Dengan menulis dan membaca, menjadi mungkin untuk merekam masa kemudian dan membuat sejarah.
B. PENDIDIKAN DALAM PERADABAN CINA MASA LAMPAU
Warisan pendidikan Cina mengungkapkan upaya yang gigih untuk mempertahankan kelangsungan budaya supaya tidak terputus. Orang cina meyakini bahasa dan budaya mereka lebih unggul dari pada orang lain. Orang Cina lebih melihat ke dalam dari pada nilai budaya lain. Akhirnya, keengganan kekaisaran China untuk mengadaptasi teknologi dari budaya lain membuat terisolasi dan melemah dan membuatnya rentan penjajahan negara lain. Tantangannya bagaimana mengikuti keadaan dengan ide-ide baru, terutama dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dan memelihara identitas budaya sendiri tetap menjadi isu pendidikan penting di Cina hari ini dan juga di negara lain juga.
Pendidikan Konfusianisme
Untuk meneliti asal-usul pendidikan Cina, kita kembali ke kurun ketiga Sebelum Masehi (SM), ketika Cina dilanda pergolakan politik dan budaya. Selama periode tersebut, kontroversi pendidikan fokus kepada melestarikan atau mengubah budaya. Tiga filosofi bersaing - Legalisme, Taoisme, dan Konfusianisme – mengusulkan pendidikan dengan metode berbeda. Selama dinasti Ch'in, Legalisme oleh Shih Huang Ti, menjadi filsafat resmi kekaisaran di China. Legalisme menganjurkan pemerintahan adikara yang sangat kejam, akan menegakkan ketertiban di semua bidang. Mengantisipasi perbedaan pendapat, Legalis memberlakukan sensor ketat untuk menekan filsafat alternatif mirip Taoisme dan Konfusianisme. Tujuan legalis dalam pendidikan ialah mengindoktrinasi orang untuk mendapatkan aturan dan ketertiban sesuai keinginan mereka.
Taoisme oleh Lao Tzu, menyajikan alternatif filosofis Legalisme yang masih mempengaruhi budaya dan pendidikan Cina. Dalam Tao Te Ching, The Way and Virtue, Lao Tzu memulai pencarian filosofis untuk jalur yang dibutuhkan untuk menemukan realitas sejati yang sering tersembunyi oleh penampilan. Berbeda dengan Legalis yang berusaha untuk mengendalikan orang lain, Lao Tzu menyarankan orang untuk berhenti berusaha mengontrol orang dan insiden lain, pergi mengkuti arus kehidupan, dan hidup sederhana dan spontan. Dalam pendidikan, Taoisme mendorong refleksi diri dan introspeksi untuk menemukan jati diri.
Ketika dinasti Han berkuasa di 207 SM, Konfusianisme mengganti Legalisme sebagai filsafat resmi China. Tidak mirip filsuf Barat, Confuciu (551-479 SM) tidak berurusan dengan isu-isu teologis atau metafisik wacana hubungan insan dengan Tuhan atau alam semesta. Dia percaya jauh lebih penting untuk menetapkan kondisi masyarakat yang beradab daripada berusaha untuk menjawab pertanyaan yang tak terjawab. Tidak mirip Legalis yang adikara dan Tao yang tidak terlibat politik, Konfusius membuat sistem pendidikan menurut “hirarki etika” tanggung jawab yang dimulai dari kaisar dan mengalir ke bawah, menyentuh semua orang di masyarakat. Kondisi Ideal dari hubungan hirarkis sanggup digambarkan sebagai “tangga etika” di mana orang yang berdiri di setiap anak tangga terhubung ke orang yang berdiri di atas dan di bawah. Semua orang dalam hirarki harus terperinci tahu ia atau statusnya, tugas, dan tanggung jawab, dan cara yang tepat untuk berperilaku terhadap yang lain.
Sebagai potongan dari sistem etika pendidikannya, Konfusius menekankan kesopanan - sikap sopan, benar, dan tepat. Konfusius percaya bahwa orang mencar ilmu untuk berperilaku etis ketika mereka mempunyai model yang terperinci dan mereka bisa meniru. Guru perlu mewujudkan model dari kesopanan dan mempraktekkannya di dalam kelas mereka. Konfusius percaya ada cara yang tepat untuk berperilaku di semua kesempatan yang diatur semua orang dalam masyarakat dan tidak ada yang harus dimaafkan dari kepatutan ini. Perilaku terkait dengan ritual atau mekanisme yang dilakukan dengan cara yang sama setiap kali mereka lakukan. Karena seseorang didefinisikan sebagai ayah, ibu, kakak, adik, penguasa, atau subjek, Etika Konfusius atau pendidikan karakter berarti mencar ilmu bagaimana berperilaku yang sesuai terkait dengan kiprah dan kedudukan orang tersebut. Dengan memahami kiprah dan berlatih sikap yang benar dalam jaringan hubungan manusia, harmoni sosial ditanamkan dan dipelihara dalam masyarakat.
Konfusius mendirikan sebuah sekolah tinggi untuk mendidik siswa untuk menjadi pejabat di pemerintahan kekaisaran. Dia menetapkan standar yang terperinci untuk masuk ke sekolah dan untuk pendidikan preservice siswa, periode training sebelum mereka menjadi pejabat pemerintah. Dia percaya bahwa standar akademik yang tinggi untuk masuk akan menentukan siswa yang benar termotivasi untuk studi yang intensif. Konfusius sengaja menghubungkan teori etika untuk praktek masa depan siswa sebagai pejabat pemerintah. Ia mengajar mereka bentuk sikap sopan, etika pengadilan, dan upacara. Konfusius mempunyai sistem welldefined (terdefinikasan dengan baik) administrasi kelas. Dia memegang harapan yang tinggi untuk murid-muridnya. Dia mempertahankan jarak yang tepat tapi didekati murid-muridnya. Ia mengoreksi dan mengkritik murid-muridnya yang positif dan cara yang konstruktif. Mentoring penting dalam filsafat Konfusius pendidikan. Sebagai guru, siswa Konfusius menghormati ia sebagai "master."
Konsep hubungan etika hirarkis mempunyai implikasi penting untuk pendidikan, terutama pembentukan karakter. Konsep Konfusius wacana hubungan hirarkis di mana beberapa individu ialah atasan dan bawahan, berbeda secara signifikan dari wangsit umum di Amerika Serikat dikala ini dimana hubungan insan menurut pada kesetaraan. Dalam kondisi kesetaraan, individu mendefinisikan hubungan mereka dan membuat batasan-batasan satu sama lain. Pendidikan karakter dalam situasi kesetaraan membawa resep etika bahwa kita harus memperlakukan setiap orang sama dan bahwa kita harus menghormati dan menghargai perbedaan mereka dari kita.
Sebaliknya, etika Confucianist mengatur pola sikap tertentu daripada yang fleksibel atau masing-masing. Orang-orang diberikan banyak sekali tingkat hormat menurut posisi mereka, status, dan prestasi. Pendidikan karakter berarti mencar ilmu kiprah seseorang dalam jaringan hubungan yang membentuk masyarakat dan untuk memenuhi yang ditentukan sikap kiprah yang akan memastikan harmoni sosial.
Karena perubahan, kebaruan, dan penemuan sanggup membawa hal yang tak terduga - perubahan dan hal tak terduga ialah masalah sosial selama waktunya-Konfusius mendasarkan sistem etika pada tradisi. Sebuah praktik tertentu atau sikap yang memperlihatkan bantuan untuk memelihara perdamaian, keamanan, dan ketenangan di masa kemudian ialah layak untuk diterapkan dalam cara ritual berperilaku dan diteruskan serta dipraktekkan oleh orang-orang di masa sekarang. Menurut Konfusius, "Seorang laki-laki pantas menjadi seorang guru yang berusaha memahami apa yang gres dengan menjaga pemikiran apa yang ia sudah kenal." Di Cina, hubungan guru-murid, mirip hubungan lainnya, yang populer dan diikuti dengan secama. Siswa menempatkan guru mereka dalam posisi dan penghormatan yang tinggi. Siswa Konfusius sendiri menyebutnya sebagai "master." Penghormatan ini untuk pendidikan, pembelajaran, dan guru menjadi karakteristik penting dari pendidikan di China dan di Asia Timur di mana Konfusianisme ialah kekuatan intelektual dan pendidikan utama. Di Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, Konfusius sangat dihormati sebagai filsuf dan tokoh pendidik besar di dunia.
Kontribusi China untuk Pendidikan Dunia dan Barat
Warisan pendidikan penting dari Cina kuno ialah sistem ujian nasionalnya. Para pendidik Cina mengembangkan ujian tertulis yang komprehensif untuk menilai kompetensi akademik para siswanya. Ujian menekankan pada mengingat hafalan informasi daripada memecahkan masalah yang sebenarnya. Pemikiran alternatif dianggap sebagai pemborosan waktu yang merugikan hafalan dan membaca teks. Pegangan dari ujian nasional selama pendidikan di kekaisaran Cina ialah contoh kasatmata dari "mengajar untuk tes." Proses pengujian, dioperasikan secara hierarkis dan selektif. Siswa harus melewati serangkaian pengujian ketat seacara berurutan; kalau mereka gagal, mereka dipecat dari proses pada hari kekaisaran, hanya beberapa finalis yang berhak untuk posisi pegawai negeri tertinggi di kekaisaran. Sistem pendidikan dan ujian disediakan secara khusus untuk laki-laki kelas atas. Wanita, tidak memenuhi syarat untuk posisi pemerintah, dikeluarkan dari sekolah.
Saat ini, ujian nasional, terutama untuk masuk universitas, mendominasi pendidikan di China modern dan Jepang. Negara-negara lain mirip Inggris juga telah mengembangkan tes nasional ini.
Di Amerika Serikat, Undang-Undang Pendidikan tahun 2001, "No Child Left Behind," mengamanatkan pengujian tahunan bagi siswa di kelas 3-8 untuk mengukur prestasi akademik dalam membaca dan matematika. Intinya ialah bahwa jenis pengujian akan diadakan sekolah dan guru bertanggung jawab untuk prestasi akademik siswa mereka. Kritikus, beropini bahwa tes yang terstandar akan menghambat taktik pengajaran alternatif dan mengurangi isyarat mengajar untuk pengujian.
C. PENDIDIKAN MESIR KUNO
Prinsip agama dan politik Mesir yang penting menegaskan asal ilahi dari firaun, kaisar. Konsep ilahi kekaisaran memberi stabilitas sosial, budaya, politik, dan pendidikan untuk kerajaan Mesir dengan pemberkatan itu dengan hukuman dari forum supranatural. Pengetahuan dan nilai-nilai yang dilihat mencerminkan tatanan alam semesta yang teratur, tidak berubah, dan abadi. Konsep raja-imam juga memperlihatkan status yang tinggi pada elite imam dan kekuasaan yang cukup besar dalam masyarakat Mesir. Sistem pendidikan diperkuat status ini dan kekuasaan dengan membuat elite imam sebagai penjaga dari budaya negara.
Melalui pendidikan, orang mesir meliputi duniawi dan dunia lainnya. Meskipun disibukkan dengan supranatural (hal-hal gaib), mereka juga mengembangkan teknologi untuk mengairi Lembah Nil, merancang dan membangun piramida dan kuil-kuil besar. Untuk mengelola dan mempertahankan kerajaan mereka yang luas, mereka mempelajari tata negara, dan kepedulian mereka dengan mumifikasi (pengawetan mayat) memimpin mereka dengan mencar ilmu kedokteran, anatomi, dan pembalseman. Mesir juga mengembangkan sistem penulisan, naskah hieroglif yang memungkinkan mereka untuk membuat dan mengirimkan budaya tertulis.
Mesir memerlukan birokrat yang berpendidikan untuk mengelola kerajaan dan untuk mengumpulkan pajak. Pada 2700 SM orang Mesir telah mendirikan sebuah sistem yang luas dari kuil dan lingkungan sekolah untuk melatih ahli-ahli Taurat, banyak dari mereka ialah imam dalam membaca dan menulis. Sekolah sering menjadi potongan dari kompleks candi, yang ditindaklanjuti dengan hubungan erat antara pendidikan formal dan agama. Setelah pendidikan dasar, anak laki-laki mempelajari literatur yang dibutuhkan dalam profesi masa depan mereka. Sekolah lanjutan khusus ada untuk mempersiapkan para imam, pejabat pemerintah, dan dokter.
Di sekolah-sekolah penulisan, siswa mencar ilmu menulis naskah hieroglif dengan menyalin dokumen pada papirus, lembaran yang terbuat dari alang-alang yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Guru mendikte untuk siswa yang menyalin apa yang mereka dengar. Tujuannya ialah untuk mereproduksi dengan benar, salinan dari sebuah teks. Seringkali siswa akan menyanyikan sebuah potongan pendek hingga mereka hafal secara menyeluruh. Siswa lanjut mencar ilmu matematika, astronomi, agama, puisi, sastra, kedokteran, dan arsitektur.
Peran Mesir Kuno pada Peradaban Barat
Pada tahun 332 SM Alexander Agung menaklukkan Mesir dan memasukkannya ke dalam peradaban Hellenistik, yang pada gilirannya telah membentuk budaya Yunani kuno. Interpretasi sejarah Konvensional bahwa peradaban Mesir kuno ialah despotisme yang sangat statis dan bahwa warisan budaya utama ialah monumen arsitektur yang besar. Penafsiran ini melihat budaya Yunani, terutama demokrasi Athena, sebagai tempat lahir peradaban Barat.
Sebuah interpretasi yang sangat kontroversial oleh Martin Bernal yang beropini bahwa Yunani meminjam banyak konsep mereka wacana pemerintah, filsafat, seni, ilmu pengetahuan, dan obat-obatan dari Mesir kuno.
Siapa pun yang menafsirkan masa kemudian memperoleh laba kekuatan untuk memperjelas dan membentuk dikala ini. Secara khusus, kontroversi berkaitan dengan perdebatan dikala ini wacana Afrocentrism dan kurikulum Afrocentric di sekolah. Interaksi budaya terjadi antara banyak masyarakat, dan beberapa akar pemikiran Yunani sanggup ditelusuri ke Mesir atau di tempat lain.
D. TRADISI IBRANI/YAHUDI DALAM PENDIDIKAN
Seiring dengan tradisi Pencerahan yang akan dibahas pada potongan kemudian, pendidikan Amerika, mirip budaya Barat, berakar pada Yahudi - tradisi Kristen. Di sini, kita meneliti pendidikan Ibrani atau Yahudi, tradisi yang sedang berlangsung untuk orang-orang Yahudi dan menjadi contoh penting bagi orang Kristen dan Muslim. Tiga agama - Yahudi, Kristen, dan Islam - yang monoteistik dalam keyakinan mereka pada satu Tuhan, Pencipta spiritual dari semua yang ada, dan pementingan mereka pada kitab suci, Bibel atau Alquran, yang isinya diturunkan oleh Allah kepada para nabi. Dengan pementingan mereka pada membaca dan mempelajari kitab suci, ketiga agama menekankan melek huruf, membaca buku, dan pendidikan, mempelajari isinya.
Dalam tradisi Ibrani, orang-orang Yahudi secara khusus dipilih oleh Tuhan, yang mengungkapkan kebenaran dan aturan kepada mereka. Dari wahyu ini tiba perjanjian suci, perjanjian berbasis agama dan sanksi, yang mengikat orang-orang Yahudi kepada Sang Pencipta. Musa, yang memimpin orang-orang Yahudi dari perbudakan di Mesir ke tanah perjanjian di Yudea, mendapatkan wahyu ilahi di Gunung Sinai. wahyu-wahyu ini merupakan potongan penting dari "Taurat," kitab suci suci diajarkan dan dipelajari oleh orang-orang Yahudi, dari semenjak kecilnya sepanjang hidup mereka. Berdasarkan Taurat, pendidikan Yahudi menekankan pembacaan dan komentar pada teks-teks suci dan studi aturan dan resep moral dan etika mereka dan larangan.
Pendidikan Yahudi yang bertujuan menanamkan yang muda dengan tradisi budaya mereka melalui proses yang dirancang dengan hati-hati dari menanamkan keyakinan agama dan ritual dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ini menekankan bahwa pembelajaran didasarkan pada perjanjian suci antara Tuhan dan insan termasuk mengamati perintah dan mengikuti ritual keagamaan dengan benar dan berdoa. Belajar dianggap sebagai intrinsik berharga karena itu wacana perjanjian Tuhan dengan orang-orang Yahudi dan juga alat untuk membentuk sikap sesuai dengan norma-norma dan hukuman kelompok agama. Pembelajaran perjanjian ini berlangsung seumur hidup, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlanjut hingga dewasa.
Untuk anak-anak, dasar tujuan pendidikan Yudaisme ialah untuk mencar ilmu bagaimana berdoa, untuk mengetahui dan mematuhi perintah-perintah, dan untuk mengidentifikasi dengan tempat khusus orang-orang mereka dalam sejarah. Pada awalnya, mirip di sebagian besar masyarakat awal, orang tua, yang bertanggung jawab untuk pendidikan belum dewasa mereka, ialah guru awal. Orang tua, terutama ayah, yang mengajarkan Taurat dan perayaan agama untuk belum dewasa mereka. Pada gilirannya, belum dewasa diajarkan untuk menghormati ayah dan ibu mereka, sebagai perintah-perintah yang ditentukan. Sebagai masyarakat Yahudi menjadi lebih menetap dan khusus, kiprah orang renta itu dilengkapi oleh guru (tua-tua, imam, dan ahli-ahli Taurat) yang mengajar di lebih formal, mirip sekolah.
Pada kurun ketujuh SM, rabi laki-laki muncul sebagai guru antara orang-orang Yahudi di Israel dan Babilonia. Di sekolah-sekolah rabi, metode pengajaran melibatkan hati mendengarkan pembacaan suci oleh rabbi, membaca, menghafal, dan pengajian. Belajar bagaimana untuk mendengarkan pembacaan teks suci dimaksudkan untuk membawa pesan ke dalam pikiran siswa. Tujuannya bahwa dari mendengarkan, membaca, dan menghafal, makna dan pesan dari pelajaran akan diinternalisasi dan dipahami oleh siswa. Untuk membangun hubungan kelompok dan identitas, belum dewasa diberitahu wacana insiden dalam sejarah orang-orang Ibrani - mirip Exodus mereka dari Mesir. Ritual diajarkan untuk memperingati insiden ini.
E. PENDIDIKAN DI YUNANI KUNO DAN PERADABAN ROMAWI
Sejarah pendidikan dari Yunani kuno dan Roma menerangi asal-usul budaya dan pendidikan. Orang-orang Yunani dan Romawi berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidikan yang terus-menerus seperti: Apa yang benar, baik, dan indah? model apa yang harus digunakan pendidikan dalam mempersiapkan warga negara yang baik? Bagaimana pendidikan harus menanggapi perubahan sosial, ekonomi, dan politik?
Muncul sekitar 1200 SM, Syair Homer membantu Yunani mendefinisikan diri mereka dan budaya mereka. Seperti upacara ritual dalam masyarakat yang belum melek huruf, penggambaran dramatis Homer tentang pertempuran prajurit Yunani 'melawan Trojans melayani tujuan pendidikan yang penting: (1) memelihara budaya dengan mentransfer dari orang remaja ke anak muda; (2) menanami identitas budaya Yunani menurut asal-usul mitos dan sejarah; dan (3) membentuk karakter muda. Menggunakan para pendekar sebagai panutan, orang muda Yunani mencar ilmu wacana nilai-nilai moral dan etika, sikap yang diharapkan dari prajurit-ksatria, dan cacat karakter yang menjadikan kejatuhan seseorang.
Yunani Kuno juga menerangi kiprah pendidikan dalam membentuk warga negara yang baik. Yunani kuno dibagi menjadi negara-kota kecil dan sering bersaing, mirip Athena dan Sparta, tanggungjawab kewarganegaraan dan tanggung jawab sipil dan hak-hak yang berbeda. Athena, demokrasi, menekankan tanggung jawab publik bersama warganya. Sparta ialah kediktatoran militer yang otoriter. Berbeda dengan banyak sekali sekolah dan alternatif pendidikan yang ditemukan di Athena, Sparta mempunyai sistem pendidikan yang ketat dikendalikan oleh negara di mana semua warga negara laki-laki yang dilatih untuk menjadi tentara. Memang, anak Spartan dianggap sebagai properti negara.
Orang-orang Yunani memahami pentingnya interelating enkulturasi-perendaman dan partisipasi total dari budaya di negara dan kota-dengan pendidikan formal. Melalui enkulturasi Pemuda Yunani siap untuk menjadi warga masyarakat mereka. Pendidikan formal, pada gilirannya, memperlihatkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memenuhi lebih lengkap harapan masyarakat terhadap warga nya.
Beberapa budak berpendidikan mengajari anak kaya di Athena, tapi mereka tidak perlu pendidikan budaya. Perdebatan kontemporer antara para pendukung pendidikan kejuruan dan liberal kembali ke perbedaan Athena antara pendidikan liberal untuk orang-orang bebas dan training kejuruan bagi budak.
Dalam masyarakat Yunani didominasi laki-laki, hanya sebagian kecil perempuan luar biasa mendapatkan pendidikan formal. Di Athena, perempuan sangat terbatas hak-hak aturan dan ekonomi, beberapa sanggup ikut sekolah. Perempuan muda lebih beruntung mencar ilmu di rumah oleh tutor. Lainnya, mirip pendeta, mencar ilmu ritual keagamaan di sekolah-sekolah kuil. Sementara perempuan muda Sparta menikmati gaya hidup yang lebih terbuka dan pendidikan. Sistem pendidikan dikontrol oleh negara, Sparta menekankan pada militer dan training atletik, dan perempuan Spartan muda mendapatkan training fisik dan senam yang mempersiapkan mereka untuk menjadi ibu yang sehat bagi tentara Spartan masa depan.
Penyair Sappho (630-572 SM) percaya bahwa perempuan harus dididik untuk pengembangan diri pribadi mereka sendiri dan bukan untuk kiprah tradisional sebagai istri dan ibu masa depan. Dia mendirikan sekolah perempuan di Mytilene, ia mengajar perempuan muda ningrat upacara agama, seni dan keterampilan budaya dan dekoratif, mirip menyanyi, menari, bermain kecapi, menulis puisi , dan praktek etika.
Kaum Sofis
Pada kurun kelima SM, kekayaan gres dibawa ke Athena oleh ekspansi kolonial yang menghasilkan perubahan sosial dan pendidikan. Suatu peningkatan kelas komersial menantang kaum renta ningrat dan menghendaki pendidikan jenis gres yang akan mempersiapkan mereka untuk mengambil kekuasaan politik. Kaum Sofis, sekelompok pendidik, merancang suatu pendekatan gres dalam mengajar untuk menanggapi perubahan ini. Metode mereka berbeda dari pendidikan Homer yang mengandalkan dongeng dan model dari masa kemudian dan dari pendekatan filosofis yang mengandalkan pemikiran abnormal dan sangat umum wacana sifat realitas.
Dalam merancang pendidikan gres mereka, kaum Sofis berjanji untuk membuat suatu gambaran publik untuk para siswa yang akan memimpin mereka untuk meraih status dan kekuasaan. Cara mencapai kekuasaan, kaum Sofis mengatakan, akan tiba dari kemampuan berbicara secara efektif dan membujuk audiens untuk mendapatkan argumen anda. Jenis kemampuan berbicara, atau pidato, merupakan faktor kunci di Athena, di mana ia sanggup digunakan untuk membujuk perakitan dan pengadilan dalam mendukung seseorang.
Tata Bahasa, Logika, dan Retorika
Kaum Sophis berusaha mengembangkan kemampuan komunikasi siswa mereka sehingga mereka bisa menjadi advokat dan pembuat undang-undang yang berhasil. Subyek kaum Sofis yang paling penting ialah logika, tata bahasa, dan retorika-subjek yang kemudian berubah menjadi seni liberal. Logika, aturan argumen yang benar, melatih siswa untuk mengatur presentasi mereka dengan jelas, dan tata bahasa yang dikembangkan kekuatan mereka memakai bahasa secara efektif. Retorika sangat penting bagi orator masa depan.
Sophis mengklaim bahwa mereka bisa mendidik siswa mereka untuk memenangkan debat publik dengan mengajarkan mereka (1) bagaimana memakai psikologi massa untuk mengetahui apa yang akan menarik bagi penonton; (2) bagaimana mengatur argumen persuasif dan meyakinkan; dan (3) keterampilan publik speaking - mengetahui apa kata, contoh, dan memberi alasan yang digunakan untuk memenangkan debat atau kasus.
Metode Protagoras
Protagoras (485-414 SM), seorang Sofis terkemuka, merancang taktik mengajar fivestep sangat efektif. Dia (1) memberikan pidato yang luar biasa sehingga siswa tahu guru mereka benar-benar bisa melaksanakan apa yang diajarkan; pidato ini juga memberi mereka sebuah model untuk meniru. Kemudian Protagoras meminta siswa (2) meneliti pidato orator besar yang populer untuk memperbesar khasanah model yang mungkin; (3) mempelajari mata pelajaran kunci dari logika, tata bahasa, dan retorika; dan (4) memperlihatkan praktek orasi, yang dinilai untuk memperlihatkan umpan balik kepada siswa. Akhirnya, (5) siswa yang andal berpidato memberikan pidato publik. Metode Protagoras ibarat preservice guru masa kini - acara pendidikan, di mana calon guru mengambil kursus dalam seni liberal dan pendidikan profesional, berlatih banyak sekali metode pengajaran, dan terlibat dalam pengalaman klinis dan mengajar siswa disarankan oleh guru yang berpengalaman dalam bekerja sama.
Socrates: Pendidikan oleh Pemeriksaan Diri
Berbeda dengan Sofis, yang menyatakan bahwa pengetahuan tergantung pada situasi di mana orang menggunakannya, Socrates (469-399 SM) meyakini bahwa pengetahuan didasarkan pada apa yang benar secara universal-di segala tempat dan waktu. Socrates ialah sosok penting dalam sejarah pendidikan karena ia tegas membela kebebasan akademik untuk berpikir, bertanya, dan mengajar. Dia juga sebagai guru penting bagi Plato, yang menyusun banyak ide-ide dari Sokrates.
Socrates menekankan prinsip etis bahwa seseorang harus berjuang untuk keunggulan moral, hidup dengan bijaksana, dan bertindak rasional. Keunggulan moral, Socrates percaya, jauh lebih unggul dari pada training teknis Sofis.
Konsep guru dari Socrates berbeda dari Sofis. Dia tidak percaya bahwa pengetahuan atau kebijaksanaan bisa ditularkan dari seorang guru kepada siswa karena ia percaya konsep pengetahuan yang benar yang hadir, tapi dikubur, dalam pikiran seseorang. Sebuah pendidikan yang benar-benar liberal akan merangsang akseptor didik untuk menemukan ide-ide dengan membawa ke kesadaran kebenaran yang tersembunyi dalam pikiran mereka.
Socrates mendorong siswa untuk memakai kritikan investigasi diri untuk menemukan dan membawa ke kesadaran kebenaran universal yang hadir dalam pikiran setiap orang. Sebagai guru, Socrates bertanya pertanyaan penting yang sanggup merangsang siswa untuk berpikir secara mendalam wacana makna hidup, kebenaran, dan keadilan. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan, siswa terlibat dalam diskusi yang ketat, atau dialog, di mana mereka menjelaskan, mengkritik, dan merekonstruksi konsep dasar mereka. Pendekatan obrolan yang ketat ini, masih dikenal sebagai metode Sokrates, menantang bagi guru dan siswa. Tetapi dengan kritik sosial, Socrates membuat musuh kuat. Lalu, mirip sekarang, beberapa orang, termasuk di tempat-tempat tinggi, takut bahwa berpikir kritis akan menantang status quo dan menjadikan kerusuhan. Pada 399 SM, sehabis mencoba dengan tuduhan tindakan tidak hormat kepada para yang kuasa dan merusak cowok Athena, Socrates dieksekusi mati, ia menolak untuk melarikan diri.
Plato: Kebenaran Abadi dan Nilai
Plato seorang murid Socrates (427-346 SM) mengikuti jalan pendidikan mentornya. Plato mendirikan Akademi, sebuah sekolah filsafat, di 387 SM. Dia menulis Protagoras, wacana wacana kebajikan, Republik dan Hukum, risalah wacana politik, hukum, dan pendidikan. Menolak relativisme kaum Sofis, Plato beropini bahwa realitas ada dalam dunia yang tidak berubah dari ide-ide yang tepat - konsep universal mirip kebenaran, kebaikan, keadilan, dan keindahan. setiap contoh konsep-konsep ini, karena mereka muncul untuk indera kita, hanyalah representasi tepat dari konsep universal dan infinit yang berada di sebuah wangsit mutlak, dari Bentuk ke Baik.
Dalam Teori Plato pengetahuan disebut memori, suatu proses dimana individu mengingat ide-ide dan menanamkannya dalam pikiran mereka. Kenangan menyiratkan bahwa jiwa manusia, sebelum lahir, telah hidup dalam dunia wangsit spiritual, sumber segala kebenaran dan pengetahuan. Saat lahir, ide-ide bawaan ditekan dalam satu pikiran bawah sadar. Bagi Plato, pembelajaran berarti menemukan kembali atau mengingat kembali ide-ide tepat ini.
Masyarakat Ideal Plato Dalam Republik Plato, filsuf memproyeksikan rencana untuk masyarakat yang tepat diperintah oleh filsuf-raja, intelektual elit. Meskipun staus Plato berupa khayalan tidak pernah dilaksanakan, ide-idenya yang berkhasiat dalam menggambarkan versi ideal dari jenis pendidikan tertentu. Penduduk Republik dibagi menjadi tiga kelas: (1) filsuf-raja, para penguasa intelektual; (2) organisasi pelengkap, para pembela militer; dan (3) para pekerja, yang memproduksi barang dan jasa yang disediakan. Kapasitas intelektual seseorang akan menentukan tingkatan tugasnya. Mirip dengan orang yang berpendapat, hari ini, bahwa hasil tes harus menentukan jenis pendidikan yang harus diterima seseorang, para pendidik di Republik Plato mengurutkan orang-orang menjadi kelompok-kelompok menurut kemampuan intelektual mereka sesuia dengan yang dirasakan dan dididik atau dilatih.
Setelah ditugaskan di kelas, individu dalam Republik akan mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kiprah sosial mereka. Filsuf - raja, mencar ilmu untuk kepemimpinan, juga bertanggung jawab untuk mengidentifikasi intelektual yang bisa dari generasi berikutnya dan mempersiapkan mereka untuk kiprah mereka yang telah disiapkan. Kelas kedua, para prajurit, lebih berani daripada intelektual, akan dilatih untuk membela Republik dan mendapatkan perintah dari filsuf-raja. Ketiga dan terbesar ialah kelas para pekerja, akan dilatih sebagai petani dan pengrajin. Dengan track pendidikan untuk masing-masing kelompok, Republik menyiapkan anggotanya untuk fungsi yang tepat bagi mereka, yang pada gilirannya berkontribusi pada harmoni masyarakat dan berfungsi efisien. Kritikus modern yang mengamati siswa di sekolah beropini bahwa perangkat skrining, mirip Plato, mereproduksi situasi kelas yang ada daripada mendorong mobilitas sosial.
Tidak mirip laki-laki Athena lainnya, Plato percaya bahwa perempuan mempunyai kemampuan intelektual yang sama dengan laki-laki dan harus mempunyai hak pendidikan yang sama dan tanggung jawab sipil yang diberikan pada pria. Perempuan juga tergolong kedalam tiga kelas yang Plato menugaskan manusia. Wanita yang mempunyai kekuatan kognitif tingkat tinggi bisa menjadi anggota elit filosofis yang berkuasa; lain intelek yang lebih rendah akan ditugaskan untuk peringkat yang lebih rendah. Seperti laki-laki, perempuan akan mendapatkan pendidikan atau training yang tepat untuk kemampuan mereka dan pekerjaan mereka ditakdirkan.
Kurikulum Plato sesuai dengan tujuan pendidikan dari hirarki daripada masyarakat egaliter. Khawatir bahwa orang renta akan memberikan ketidaktahuan dan prasangka mereka kepada belum dewasa mereka, Plato ingin belum dewasa dibesarkan oleh para andal dalam perawatan anak. Anak-anak, terpisah dari orang renta mereka, akan hidup di pembibitan negara di mana lingkungan dikontrol sehingga mereka memperoleh apa yang dianggap positif dari nilai-nilai moral Plato.
Dari usia 6-18, belum dewasa dan remaja menghadiri sekolah untuk mencar ilmu musik dan senam. "Musik" telah didefinisikan secara luas untuk meliputi membaca, menulis, sastra, aritmatika, paduan bunyi bernyanyi, dan menari. Setelah menguasai cara membaca dan menulis, siswa akan membaca bacaan klasik yang disetujui. Mengenai sastra sebagai suatu kekuatan besar dalam pembentukan karakter, Plato percaya orang-orang muda harus membaca puisi yang resmi dipilih dan dongeng yang mencontohkan kebenaran, ketaatan kepada otoritas, keberanian, dan pengendalian emosi. Setelah menguasai aritmatika dasar, siswa mencar ilmu geometri dan astronomi, yang menanamkan berpikir abstrak- pada tingkat yang lebih tinggi. Olah raga Senam, berkhasiat untuk training militer, termasuk anggar, panahan, lempar lembing, dan menunggang kuda, yang mengembangkan koordinasi fisik dan ketangkasan.
Dari usia delapan belas hingga dua puluh tahun, siswa melatih fisik yang intensif dan latihan militer. Pada usia dua puluh tahun, masa depan filsuf-raja akan dipilih selama sepuluh tahun pendidikan tambahan yang lebih tinggi dalam mata pelajaran yang lebih abnormal dan teoritis matematika, geometri, astronomi, musik, dan ilmu pengetahuan. Pada usia tiga puluh tahun, yang kurang intelektualnya di antara kelompok ini akan menjadi PNS; yang baik intelektualnya akan melanjutkan studi filsafat yang lebih tinggi dari metafisika, mencari prinsip-prinsip yang menjelaskan realitas tertinggi. Ketika studi mereka selesai, filsuf-raja akan memerintah Republik. Pada usia lima puluh, para filusuf renta akan menjadi negarawan senior Republik.
Aristoteles: Budidaya Kesesuaian
Menurut Aristoteles bahwa seseorang sanggup mengetahui sesuatu dimulai dari orang itu mempunyai pengalaman pribadi yang dialaminya di lingkungan sekitar. Pengalaman sensorik sebagai awal mengetahui, insan mempunyai potensi untuk mengetahui dan hidup sesuai dengan aturan alam yang mengatur alam semesta, karena insan mempunyai akal-kakuatan untuk berpikir dan bernalar.
Aristoteles berbeda pendapat dengan Plato, dimana Aristoteles lebih peduli dengan laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Menurut Aristoteles perempuan dilatih untuk mengurus rumah tangga dan membesarkan anak dengan baik kalau sudah menjadi istri atau ibu. Selain itu Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan ialah lebih menumbuhkan rasionalitas masing-masing siswa, bukan dari pengalaman sebelumnya, melainakan mengetahui objeknya pribadi di dalam pembelajaran.
Aristoteles merekomendasikan wajib belajar.balita akan bersekoah yang isinya bermain, kegiatan fisik dan dongeng yang sesuai dengan kebutuhan anak. Anak-anak usia 7 – 14 tahun mulai mencar ilmu berhitung dasar dan melek abjad serta kebiasaan moral yang baik untuk mempersiapkan mereka mendapatkan pelajaran dimasa yang akan datang. Anak usia 15 – 21 tahun sudah dibiasakan mencar ilmu matematika, geometri, astronomi, tata bahasa, sastra, puisi, retorika, etika dan politik. Pada usia 21 tahun ke atas maka anak akan melanjutkan ke pelajaran yang lebih teoritis.
Isokrates: Oratorium Dan Retorika
Para pakar retorika lainnya ialah Isocrates dan Plato yang kedua-duanya dipengaruhi Georgias dan Socrates. Mereka ini beropini bahwa retorika berperan penting bagi persiapan seseorang untuk menjadi pemimpin. Retorika dalam Yunani (436-388 SM) ialah pendidikan yang baik di bangun ialah pendidikan yang menekankan pada pengetahuan dan keterampilan. Isokrates menganggap tujuan utama pendidikan ialah untuk mempersiapkan seseorang berfikir jernih,, rasional, dan rasa nasionalisme yang kuat. Reformasi civic menganggap bahwa sangat diperlikan mendidik pada pemimpin menjadi pribadi yang shaleh dan efektif. Sedangkan dalam studi liberal, Isokrates menyatakan bahwa pemikiran yang rasional itu sangat dipentingkan dalam budidaya moralitas dan kepemimpinan politik. Pendidikan Reorika harus sanggup menggabungkan seni dan ilmu pengetahuan serta komunikasi yang efektif.
Minoritas di Roma dididik secara formal hampir sama dengan di Yunani. Anak laki-laki sanggup bersekolah dan membayar, sedangkan anak perempuan kelas atas sering membaca dan menulis di rumah atau diajarkan oleh tutor.
Quintilian: Master Of Oratorium Marcus Fabius Quintilianus
Quintilian, ialah salah satu kekaisaran Roma yang paling sangat diakui rhetoricians. 35 Kaisar menunjuknya ke dingklik pertama retorika Latin. Quintilian Institutio Oratoria ini, mempunyai sebuah risalah pendidikan yang sistematis, diantaranya
(1) pendidikan untuk persiapan mempelajari retorika,
(2) teori retorika dan pendidikan,
(3) praktek berbicara di depan umum atau deklamasi.
Quintilian menekankan pentingnya isyarat dasar pada kesiapan dan tahap perkembangan akseptor didik.
Tahap pertama, dari lahir – 7 tahun, belum dewasa berusaha implusif berusaha untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan keinginan mereka, ia menyarankan orangtua untuk merawat anaknya atau menentukan perawat yang terlatih dan pintar bicara, dan yang sanggup menjadi sahabat untuk anak-anaknya.
Tahap kedua, anak usia 7-14 tahun harus mencar ilmu dari pengalaman rasa, membentuk ide-ide yang terperinci dan melatih ingatannya dengan baik. Pada tahun ini ia mencar ilmu menulis bahasa yang sudah anak pamahi, serta anak mencar ilmu menulis dengan menelusuri garis huruf. Apabila waktu istirahat atau libur, hendaknya membawa anak rekreasi supaya sanggup menyegarkan diri dan memperbaharui energy mereka.
Tahap ketiga pada anak usia 14-17 tahun, Quantilian menekankan seni liberal. Anak mencar ilmu tata bahasa, sastra, sejara dan mythology, serta anak juga mencar ilmu music, geometri, astronot dan senam.
Tahap keempat, pada usia 17-21 anak mencar ilmu drama, puisi, hukum, filsafat serta sanggup berbicara di depan umum. Anak berusaha berbicara yang sistematis di depan, dan nanti akan mendapatkan kritik dari guru.
F. ISLAM, BELAJAR BAHASA ARAB, DAN PENDIDIKAN
Peradaban Islam, yang berasal dengan orang-orang Arab, menjadi kekuatan budaya dan pendidikan global melalui kemampuannya untuk menyerap, menafsirkan, dan mengirimkan pengetahuan dari satu wilayah dunia untuk yang lainnya. Asal-usul budaya Islam dimulai oleh Nabi Muhammad SAW (569-632), ia ialah seorang Arab pembaharu agama dan seorang da’i, yang dihormati oleh para pengikutnya sebagai yang terakhir dan yang paling penting dari nabi Allah. Nabi Muhammad SAW memulai misi agamanya di Saudi, di Mekah, di mana ia berkhotbah wacana iman, doa, pertobatan, dan menjalani, kehidupan moral yang baik.
Ia mengorganisir ide-idenya ke dalam Islam, sebuah agama baru, dengan kitab suci, Alquran, atau Qur'an. Seperti Yahudi dan Kristen, Islam, agama monoteistik, menegaskan keberadaan satu Tuhan. Ditulis dalam bahasa Arab, Al-Quran, buku yang paling suci dalam agama Islam, mengatur rukun iman dan ketaatan agama. Shalat harus dikerjakan dalam waktu lima kali setiap hari dikala fajar, siang, tengah hari, matahari terbenam, dan malam tiba. Hal tersebut dilakukan untuk umat Islam dalam memperlihatkan amal. Setiap tahun, di bulan Ramadhan, puasa dari makanan, minuman, dan hubungan secual dilakukan dari fajar hingga matahari terbenam. Pergi Haji ke Mekah ialah kewajiban bagi mereka yang secara fisik dan finansial bisa melaksanakan itu. Saat ini, Islam ialah agama terbanyak yakni seperdelapan dari populasi dunia. Ini agama lebih banyak didominasi di negara-negara Arab di Timur Tengah dan Afrika Utara, dan meluas ke Indonesia, Malaysia, dan Pakistan, serta negara-negara lain di Asia. Selain itu, Muslim hidup di negara-negara di seluruh dunia, walaupun sering sebagai minoritas. Dengan 661 pasukan Arab telah menduduki dan mendirikan Islam sebagai agama resmi di Palestina, Suriah, Persia, dan Mesir. Kota-kota Baghdad, Kairo, Damaskus, dan Cordoba menjadi pusat populer kebudayaan dan pendidikan Islam. Baghdad, khususnya, pusat pendidikan terkemuka, selain Arab, Yunani, Persia, dan sarjana Yahudi.
Pengikut Nabi Muhammad SAW memperluas anutan Islam melalui penaklukan dan konversi. Selama periode Moor, Cordoba, dengan populasi 500.000 orang, 700 masjid, dan 70 perpustakaan, menjadi terkemuka Arab budaya dan pendidikan center. Islam, atau Moor, kerajaan di Spanyol bertahan hingga 1492, ketika mereka ditaklukkan oleh tentara Kristen Spanyol.
Ulama Islam menerjemahkan teks penulis terkemuka Yunani kuno mirip Aristoteles, Euclid, Archimedes, dan Hippocrates ke dalam bahasa Arab. Karyanya tersebut diterjemahkan dan menjadi penting dalam pendidikan Islam. Ulama Islam memperlihatkan bantuan untuk astronomi, matematika, dan kedokteran. Dalam matematika, para sarjana Arab mengadopsi sistem nomor dari India tetapi membuat penambahan penting dari nol. Pada kurun kedua puluh satu, interaksi meningkat antara Arab dan budaya Islam dan dunia Barat. Beberapa interaksi ini telah tertutup oleh kecurigaan dan permusuhan karena serangan t3r0ris dan perang di Irak. Namun, ada juga interaksi positif di luar negeri dan di Amerika Serikat, di mana ada usaha dan saling adanya pengertian. Secara khusus, banyak orang Amerika yang mencar ilmu lebih banyak wacana peradaban Arab dan agama Islam. Banyak sekolah dan perguruan tinggi Amerika kini termasuk unit dan acara budaya Arab dan agama Islam.
G. ABAD PERTENGAHAN BUDAYA DAN PENDIDIKAN
Pendidikan perempuan dalam masyarakat kurun pertengahan bervariasi sesuai dengan kelas sosial ekonomi mereka. Meskipun Kristen kurun pertengahan menekankan kesetaraan spiritual perempuan dan sifat sakramental pernikahan, perempuan terus diasingkan. Perempuan hanya sebagai budak dan petani, menjadi ibu rumah tangga dan membesarkan anak. Perempuan dari kelas mulia juga mengikuti resep dari kelas mereka dan mencar ilmu kiprah sesuai dengan kode ksatria, yang sering berarti mengelola kehidupan rumah tangga istana atau manor. Gereja kurun pertengahan memperlihatkan kesempatan pendidikan bagi perempuan melalui komunitas agama. Biara, mirip biara, mempunyai perpustakaan dan sekolah untuk mempersiapkan biarawati mengikuti aturan agama dari komunitas mereka. meskipun hanya terbatas, dimana perguruan tinggi tersebut lebih banyak laki-lakinya daripada perempuan.
Hildegard dari Bingen (1098-1179CE), seorang sarjana, dididik sebagai seorang biarawati. Hildegard ialah kepala biara, unggul, dari sebuah biara Benediktin di Jerman, di mana ia mengarahkan pembentukan agama dan pendidikan para biarawati. teks-teks agama nya, ditulis untuk memandu pengembangan spiritual perempuan di komunitasnya.
Aquinas: Pendidikan Gramedia
Pada kurun kesebelas, pendidik kurun pertengahan telah mengembangkan metode Skolastik-teologis dan beasiswa filosofis, dan pengajaran. Skolastik berpegang pada kitab suci dan anutan iman Kristen dan logika manusia, terutama filsafat Aristoteles, sebagai sumber perhiasan kebenaran. Skolastik percaya bahwa Bibel dan anutan Gereja mengungkap kebenaran supranatural.
Filsafat dan pendidikan skolastik mencapai puncaknya dalam Summa Theologiae dari Saint Thomas Aquinas (1225-1274), seorang teolog Dominika di Universitas Paris. Aquinas digunakan baik iman dan alasan untuk menjawab pertanyaan dasar wacana konsep Kristen wacana Allah, sifat insan dan alam semesta, dan hubungan antara Allah dan manusia. Untuk Aquinas, insan mempunyai kedua tubuh fisik dan jiwa spiritual. Meskipun mereka tinggal sementara di Bumi, tujuan utama mereka ialah untuk mengalami keabadian dengan Allah di surga. Aquinas oke dengan Aristoteles bahwa pengetahuan insan dimulai pada sensasi dan diisi oleh konseptualisasi.
Dalam de Magistro (Mengenai Guru), Aquinas panggilan guru digambarkan sebagai menggabungkan iman, cinta, dan pembelajaran. Guru harus kontemplatif dan reflektif karena sebagai ulama, mereka andal dalam mata pelajaran, pelatih aktif dan terampil, dan pecinta kemanusiaan. Untuk pendidikan guru preservice, Aquinas menyatakan bahwa calon guru mempunyai sebuah panggilan, panggilan untuk mengajar, dan harus mempunyai pengetahuan mendalam wacana materi pelajaran.
Guru sebagai ulama, dan sekolah diatur dan dilindungi oleh gereja. Kurikulum yang ada diselenggarakan dalam mata pelajaran formal, mengikuti tradisi seni liberal Yunani-Romawi; misalnya, dalam pendidikan tinggi disiplin subjek yang logika, matematika, filsafat alam dan moral, metafisika, dan teologi. Dalam pengajaran mereka, skolastik memakai silogisme-penalaran deduktif-untuk membuat tubuh lebih mengorganisie pengetahuan. Mereka menekankan prinsip-prinsip dasar dan implikasinya. Selain pendidikan formal, Aquinas mengakui pentingnya pendidikan informal melalui keluarga, teman, dan lingkungan.
Filsafat Aquinas, yang disebut Thomisme, telah mempengaruhi pendidikan di sekolah-sekolah Katolik, di mana ia berfungsi sebagai dasar dari komunitas sekolah-iman. Di Amerika Serikat, sekolah-sekolah Kristen ialah sekolah non publik terbesar.
H. KEBANGKITAN KEMBALI HUMANISME KLASIK
Renaissance, masa transisi antara kurun pertengahan dan modern, dimulai pada keempat belas dan mencapai puncaknya pada kurun kelima belas. Hal itu ditandai dengan pementingan dihidupkan kembali pada aspek humanistik klasik Yunani dan Latin. Seperti skolastik kurun pertengahan, Renaissance pendidik, disebut humanis klasik, melihat ke masa kemudian bukan masa depan. Berbeda dengan skolastik, bagaimanapun, humanis klasik menurut anutan mereka lebih pada literatur dari pada teologi.
Di Italia, sebuah pusat seni dan sastra dari Kebangkitan kembali, humanis melihat diri mereka sebagai kritikus dan "penjaga pengetahuan." Dante, Petrarch, dan Boccaccio, para penulis besar usia mereka, menulis dalam bahasa Italia daripada di Latin. ningrat Italia didirikan sekolah humanis untuk mendidik belum dewasa mereka dalam mencar ilmu klasik dihidupkan kembali.
Dari studi mereka dari klasik Yunani dan Latin, pendidik humanis menemukan model keunggulan sastra dan gaya dan dibangun punggawa sebagai ideal berpendidikan person.49 Baldesar Castiglione (1478-1529) di Kitab Courtier digambarkan punggawa sebagai bijaksana dan diplomatik orang, 50 yang telah mendapatkan pendidikan liberal dalam literatur klasik, disajikan penguasa dengan gaya dan elegan.
Renaissance humanis pendidik yang sastra tokoh-penulis, penyair, penerjemah, dan kritikus. Artis-guru, kritikus masyarakat dan rasa, mereka membawa kecerdasan, pesona, dan sindiran serta pengetahuan untuk pekerjaan mereka. Mereka berusaha untuk mendidik orang untuk berpikir kritis yang bisa menantang kebiasaan yang ada dan mengekspos dan biasa-biasa saja yang benar dalam sastra dan kehidupan. Di Eropa Utara, sarjana humanis klasik, dengan kritis meneliti teks-teks teologi kurun pertengahan, membuka jalan bagi Reformasi Protestan.
Tapi Kebangkitan kembali humanis sering menjaga jarak antara mereka dan rakyat, penyulingan konsepsi mereka wacana sifat insan dari literatur hati-hati umur. Sebagai anggur vintage yang digunakan untuk rahmat makan malam elegan, pendidikan humanis ialah untuk penikmat. Itu tidak diberikan kepada semua orang, tetapi dicadangkan untuk masyarakat elit. Renaissance tidak secara dramatis memperluas kehadiran di sekolah. sekolah persiapan dan menengah humanis mendidik belum dewasa dari kaum ningrat dan kelas atas. SD disajikan kelas menengah komersial. anak kelas Lowersocioeconomic- mendapatkan sedikit, kalau ada, sekolah formal.
BAB III
PEMBAHASAN
SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan semenjak jauh sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik sebagai kegiatan intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat usaha politik untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme, telah diwarnai oleh bermacam-macam corak (Sigit, 1992) .
Secara garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas sistem pendidikan di masa kerajaan, sistem pendidikan pra kemerdekaan dan masa kemerdekaan. Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai semenjak zaman prasejarah menurut penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu.
Zaman Purba
Kebudayaan yang berkembang pada penduduk orisinil disebut Paleolitis (kebudayaan lama/tua), sedangkan kebudayaan moyang bangsa Indonesia disebut neolitis (kebudayaan baru) yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Tujuan pendidikan dikala itu ialah supaya generasi muda sanggup mencari nafkah, membela diri dan hidup bermasyarakat. Belum ada pendidikan formal, maka kurikulum pendidikannya meliputi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan mengenai agama.
Pedidikan Zaman Hindu – Budha
Perkembangan pendidikan di Indonesia dapat ditelusuri semenjak zaman Hindu dan Budha pada kurun ke-5 masehi. Dari perkembangan semenjak zaman itu telah diperoleh gambaran bahwa pendidikan telah berlangsung sesuai dengan tuntutan zaman yang berbeda-beda dengan penyesuaian pada ideologi, tujuan serta sistem pelaksanaannya. Pembahasan sejarah Hindu-Budha di Indonesia dekat diawali dari kemunculan beberapa kerajaan di kurun ke-5 M, antara lain: Kerajaan Hindu di Kutai dengan rajanya Mulawarman dan di Jawa Barat muncul Kerajaan Hindu Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman. Menurut catatan I-Tsing, seorang peziarah dari China, ketika melewati Sumatera pada kurun ke-7 M ia mendapati banyak sekali kuil-kuil Budha dimana di dalamnya berdiam para cendekiawan yang mengajarkan bermacam-macam ilmu. Kuil-kuil tersebut tidak saja menjadi pusat transmisi etika dan nilai-nilai keagamaan, tetapi juga seni dan ilmu pengetahuan. Lebih dari seribu biksu Budha yang tinggal di Sriwijaya itu dikatakan oleh I-Tsing membuatkan anutan mirip yang juga dikembangkan sejawatnya di Madhyadesa (India). Bahkan diantara para guru di Sriwijaya tersebut sangat populer dan mempunyai reputasi internasional, mirip Sakyakirti dan Dharmapala. Sementara dari pulau Jawa muncul nama Djnanabhadra. Pada masa itu, para peziarah Budha asal China yang hendak ke tanah suci India, dalam perjalanannya kerap singgah dulu di nusantara ini untuk melaksanakan studi pendahuluan dan persiapan lainnya.
Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta mirip ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan lain-lain. Pola pendidikannya mengambil model asrama khusus, dengan kemudahan mencar ilmu mirip ruang diskusi dan seminar. Beberapa karya intelektual yang sempat lahir pada zaman ini antara lain: Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa (Kediri, 1019), Bharata Yudha karya Mpu Sedah (Kediri, 1157), Arjunawijaya karya Mpu Tantular (Majapahit, ibid), Sotasoma karya Mpu Tantular, dan Pararaton (Epik semenjak berdirinya Kediri hingga Majapahit).
Pada jaman kerajaan Tarumanegara di Kutai telah berkembang pendidikan informal berbentuk Perguruan dan Pesantren. Sebagai pendidik ( guru dan pendhita) ialah kaum Brahmana. Implikasi dari feodalisme pendidikan bersifat aristokratis artinya masih terbatas hanya untuk minoritas yaitu belum dewasa kasta Brahmana dan Ksatria, belum menjangkau mayoritas dari belum dewasa kasta Waisya dan Syudra. Tujuan pendidikan umumnya supaya menjadi penganut agama yang taat, bisa hidup bermasyarakat, bisa membela diri, dan membela negara.
Pendidikan di Indonesia pada Zaman Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada kurun 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat semenjak kurun 7.
Pada kurun 14 melalui saudagar yang beragama Islam masuk dan membuatkan agama Islam di pulau Jawa dengan jasa wali songo, akhirnya berdirilah kerajaan Islam. Pada umumnya tujuan pendidikan untuk menghasilakan insan yang bertakwa kepada Allah SWT. Pendidikan berlangsung dalam keluarga dan lambaga-lembaga pendidikan mirip langgar-langgar, masjid, dan pesantren.
Pada dasarnya, pendidikan Islam di Indonesia sudah berlangsung semenjak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal, pendidikan Islam dimulai dari kontak-kontak pribadi maupun kolektif antara muballigh (pendidik) dengan akseptor didiknya. Setelah komunitas muslim tempat terbentuk di suatu tempat tersebut, mereka membangun tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid merupakan forum pendidikan Islam yang pertama muncul, di samping rumah tempat kediaman ulama’ atau muballigh.
Setelah penggunaan masjid sudah cukup optimal, maka kemudian dirasa perlu untuk mempunyai sebuah tempat yang benar-benar menjadi pusat pendidikan dan pembelajaran Islam. Untuk itu, muncullah forum pendidikan lainnya mirip pesantren, dayah ataupun surau. Nama–nama tersebut walaupun berbeda, tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan.
Pesantren sebagai akar pendidikan Islam, yang menjadi pusat pembelajaran Islam sehabis keberadaan masjid, senyatanya mempunyai dinamika yang terus berkembang hingga sekarang. Menurut Prof. Mastuhu, pesantren ialah forum pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan anutan Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman sikap sehari-hari.
Menurut Muhammad Tolhah Hasan dalam bukunya Dinamika Tentang Pendidikan Islam, disebutkan bahwa komponen-komponen yang ada dalam pesantren antara lain:
a. Kyai, sebagai figur sentral dan lebih banyak didominasi dalam pesantren, sebagai sumber ilmu pengetahuan sekaligus sumber tata nilai.
b. Pengajian kitab-kitab agama (kitab kuning), yang disampaikan oleh Kyai dan diikuti para santri.
c. Masjid, yang berfungsi sebagai tempat kegiatan pengajian, disamping menjadi pusat peribadatan.
d. Santri, sebagai pencari ilmu (agama) dan pendamba bimbingan Kyai.
e. Pondok, sebagai tempat tinggal santri yang menampung santri selama mereka menuntut ilmu dari Kyai.
Sedangkan dalam proses pembelajaran dan proses pendidikan, di pesantren memakai dua sistem yang umum, yakni:
a. Sistem “sorogan” yang sifatnya individual, yakni seorang santri mendatangi seorang guru yang akan mengajarkan kitab tertentu, yang umumnya berbahasa Arab.
b. Sistem “bandongan” yang sering disebut dengan sistem weton. Dalam sistem ini, sekelompok santri mendengarkan dan menyimak seorang guru yang membacakan, menerjemahkan dan mengulas kitab-kitab kuning. Setiap santri memperhatikan kitab masing-masing dan membuat catatan yang dirasa perlu.
Kelompok bandongan ini kalau jumlahnya tidak terlalu banyak, maka disebut dengan halaqoh yang arti asalnya ialah lingkaran. Di pesantren-pesantren besar, ada lagi sistem lain yang disebut musyawarah, yang diikuti santri-santri senior yang telah bisa membaca kitab kuning dengan baik
Sedangkan pendidikan agama di Amerika, pesantren sejatinya telah berkiprah di Indonesia sebagai pranata kependidikan Islam di tengah-tengah masyarakat semenjak kurun ke-13 M, kemudian berlanjut dengan pasang surutnya hingga sekarang. Untuk itulah, tidak gila kalau pesantren telah menjadi akar pendidikan Islam di negeri ini. Karena senyatanya, dalam pesantren telah terjadi proses pembelajaran sekaligus proses pendidikan; yang tidak hanya memperlihatkan seperangkat pengetahuan, melainkan juga nilai-nilai (value). Dalam pesantren, terjadi sebuah proses pembentukan tata nilai yang lengkap, yang merupakan proses pemberian ilmu secara aplikatif serta memakai bahasa Arab sebagai bahasa keduanya.
Untuk mengetahui wacana pendidikan Islam di AS, kita sanggup melongok ke sebuah sekolah di negara potongan Maryland yang tak jauh dari Virginia dan Washington D.C. Sekolah tersebut ialah Al-Huda School, Darus Salam berlokasi di 5301 Edgelwood Road, College Park, Maryland, 20740. Kepala sekolah, Dr. Khalid Obeid, dan anggota Syura, Sayeed Jaweed menjelaskan wacana misi, proyek, dan pendanaan. Sedangkan wakil kepala sekolah, Jose Acevedo menjelaskan wacana kurikulum, dan pengembangan kurikulum. Sekolah Al-Huda didirikan tahun 1995 dengan maksud untuk memperlihatkan pendidikan kepada anak didik supaya anutan Islam yang dipeluk tidak musnah ditelan situasi. Pelajaran susila sangat ditekankan, guna mengantisipasi kebrutalan anak remaja mirip terjadi di AS dalam penembakan terhadap guru atau sahabat sekolahnya.
Bahasa Arab diperkenalkan dengan penggunaan pribadi dalam kehidupan sekolah. Metode pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa kedua sama dengan cara yang digunakan dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Pada prinsipnya kurikulum yang digunakan ialah standar yang diberlakukan di Kabupaten Montgomery, ditambah dengan bahasa Arab, al-Quran, dan pelajaran keislaman lainnya.
Orang renta murid tidak mutlak harus beragama Islam. Ada murid yang salah satu orang tuanya muslim, tetapi yang lainnya masih belum mendapatkan anutan Islam sebagai suatu kebenaran. Meski jumlah murid tidak banyak, namun hasil yang dicapai memuaskan. Ada seorang anak kelas 6 yang sanggup berdakwah mengajak orang tuanya masuk Islam, dan berangan-angan kakek dan neneknya mau masuk Islam.
Zaman kolonial Belanda
Dalam politik pendidikannya, Belanda tidak memperlihatkan demokratisasi di dalam pendidikan, karena tidak semua orang diberi kesempatan mendapatkan pendidikan yang sama. Sistemnya disebut: Three tract system, yaitu:
a. Pendidikan untuk golongan bawahan atau rakyat jelata
b. Pendidikan untuk golongan atas yang disederajatkan dengan Belanda
c. Pendidikan untuk golongan bangsa Belanda, bangsa Eropa dan bangsa Timur lainnya.
Jadi Belanda tidak mendapatkan suatu sistem L‟ecole unique (suatu sistem kesatuan/keseragaman sekolah) dalam pendidikannya di Indonesia. Bahkan menanamkan teori dichotomy atau trichotomi sosial, yang populer dengan politik devide it impera pada rakyat Indonesia. Dengan demikian nampaklah perbedaan yang tajam antara pekerja tangan (biasanya rakyat jelata) sebagai pekerja rendahan dengan pekerja intelek, dalam pekerja intelek (pegawai kantor) dianggap lebih tinggi dan dihargai serta dianggap lebih mulia.
Namun dengan semakin sadarnya bangsa Indonesia akan makna nasional dan kemerdekaan lahirlah banyak sekali pergerakan dalam jalur politik dan pendidikan. Kondisi pendidikan sanggup dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial belanda sesuai kepentingan penjajahan dan pendidikan yang dilaksanakan oleh kaum pergerakan sebagai sarana usaha demi mencapai kemerdekaan. Ciri-ciri pendidikan zaman itu ialah minimnya partisipasi bagi rakyat hanya untuk bangsa belanda dan putera golongan priayi, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan.
Pergerakan Budi Utomo
Beberapa orang terpelajar bangsa kita mencicipi betul kemiskinan bangsa kita baik lahir maupun batin, sehingga hal ini menjadikan jiwa mereka untuk berusaha mempertinggi derajat bangsanya. Pengambil prakarsa ialah Dr.Wahidin Sudirohusudo. Beliau berkeliling di Pulau Jawa dan menemui orang-orang terkemuka untuk membicarakan kemungkinan-kemungkinan mengadakan “studiefonds”, yang sanggup memberi kesempatan kepada pemuda-pemuda pelajar melanjutkan pendidikan dan pengajaran yang lebih tinggi dan kelak sanggup bergerak untuk kemajuan bangsanya. Yayasan dan pergerakan Dr.Wahidin Sudirohusudo ini diterima baik oleh siswa-siswa STPOVIA (Sekolah Dokter Jawa), antara lain oleh; Dr. Sutomo, Dr. Gunawan Mangunkusomo, Dr.Dr. Suradji, dll. Perkumpulan ini ddirikan pada tanggal 20 Mei 1908 8 dalam lingkungan STOVIA, dan diberi nama BUDI UTOMO.
Dalam gerakannya BUDI UTOMO selalu memperjuangkan ekspansi pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat Indonesia. Tujuan didirikan sekolah-sekolah yaitu untuk menghidupkan rasa kebangsaan, dan kecintaan kepada kebudayaan sendiri, mempelajari kesenian sendiri, memelihara bahasa sendiri, mempelajari kesusastraan sendiri, dan lain sebagainya.
Pergerakan Muhammadiyah
Pendiri atau Bapak pimpinan Muhammadiyah ialah; Bapak Kyai Ahmad Dahlan (1868- 1925). Cita-cita Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama ialah tegas, ialah hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan impian agama Islam. Usahausahanya ditujukan kepada perbaikan kehidupan rakyat dengan cara memperbaiki hidup beragama. Makara pergerakan Muhammadiyah menamakan usaha-usahanya kepada perbaikan hidup beragama dengan amal-amal pendidikan dan sosial. Hal ini disebabkan adanya kerusakan-kerusakan kaum muslimin antara lain dalam hal: - Kerusakan dalam bidang kepercayaan (itikad) - Kemunduran dalam bidang pendidikan Islam - Kebekuan dalam bidang aturan fikhi - Kemiskinan rakyat dan berkurangnya rasa gotong-royong. Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan impian pendidikan dan pengajarannya yang menurut anutan agama Islam dan Sunnah, sehingga sanggup membentuk insan Muslim yang bermoral dari anutan Al-Quran dan Sunnah, dengan pemahaman secara luas, mempunyai individualitas yang lingkaran dalam arti adanya keseimbangan antara segi-segi rohani dan jasmaninya dan bersikap positif terhadap problem masyarakatnya.
Perguruan Nasional Taman Siswa
Bapak dan pencipta Perguruan Nasional Taman Siswa ini dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, sebagai putra dari Pangeran Ario Suryaningrat, atau sebagai cucu dari Pakualam III. Makara Ki Hajar Dewantoro yang nama kecilnya Raden Mas Suwardi Suryaningrat ialah ningrat dari Yogyakarta (Paku Alam). Meskipun putra seorang bangsawan, tetapi selalu bergaul dengan-anak-anak rakyat jelata. Dasar pendidikan didirikannya Taman Siswa pada tahun 1922, mempunyai senjata ampuh yang populer dengan istilah “Non-Cooperation” dan “self-help” atau Zelfbedruipings Systeem”. Non-Cooperation ialah sikap menolak kolaborasi dengan pemerintah kolonial Belanda. Self-help atau Zelf-bedruipings Systeem ialah sistem bersandar kepada kemampuan diri sendiri, atau sistem membiayai diri sendiri dalam mengemudikan Pendidikan Taman Siswa, yang menuju kepada pembangunan perekonomian rakyat yang menurut kooperasi serta pendidikan rakyat yang menurut kebangsaan.
Zaman Kedudukan Jepang (1942-1945)
Pada masa pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia, Jepang mengadakan perubahan-perubahan yang besar dengan menghapus pelbagai jenis pendidikan rendah menurut golongan-golongan penduduk itu, yang ada hanya satu jenis sekolah rendah untuk sekolah lapisan masyarakat yang disebut “Syoo-gekkoo” (sekolah rendah) usang belajarnya 6 tahun. Selanjutnya, ada “TYUU Gakkoo” (sekolah menengah pertama) 3 tahun “Kootoo gakkoo”. Sedang sekolah pendidikan gurunya ialah Kyoin Yoogoi sho (sekolah guru B) lamanya 4 tahun dan si han Gakkoo (sekolah guru atas). Pendidikan ala Jepang mempunyai prograsivitas dan lebih dinamis ,tetapi dinamika dan progresivitas itu lebih ditekankan pada physical training, bukan mental disiplin. Demokratisasi pendidikan pada masa penjajahan Jepang juga mempunyai tujuan politis, dan tidak bersifat dinamis. Pendidikan pada zaman Jepang, tujuan pendidikan bukan untuk memajukan bangsa Indonesia, tetapi mendidik belum dewasa untuk sanggup menunjang kepentingan perang Jepang melawan sekutu
Bangsa Indonesia berada pada kekuasaan pendudukan militerisme, implikasinya dalam bidang pendidikan di Indonesia sebagai berikut :
a. Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia Timur Raya
b. Hilangnya sistem dualisme dalam pendidikan. Terdapat jenjang sekolah : Sekolah Rakyat, Sekolah Menengah, Sekolah Menengah Tinggi, dan Perguruan Tinggi.
c. Sistem pendidikan menjadi lebih merakyat.
Pendidikan Sesudah Kemerdekaan
1) Zaman Revolusi Fisik Kemerdekaan
Jenjang pendidikan disempurnakan menjadi SMTP dan SMTA dan mulai mempersiapkan sistem pendidikan nasional sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengintruksikan supaya membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. Rancangan UU yang dihasilkan yaitu UU RI no. 4 tahun 1950 wacana dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.
2) Peletakan Dasar Pendidikan Nasional
Mulai tanggal 18 Agustus 1945, semenjak PPKI menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara yang didalamnya memuat pancasila, implikasinya bahwa semenjak dikala itu dasar sistem pendidikan nasional kita ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
UUD 1945 terdiri dari 37 pasal dan pasal yang berkaitan dengan pendidikan ialah pasal 31 yang terdiri dari dua ayat: a) Ayat 1: Tiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran b) Ayat 2: Pemerintah berusaha menyelenggarakan suatu pendidikan nasional yang diatur oleh undang-undang. Pada masa kemerdekaan, tujuan pendidikan ialah mendidik menjadi warga Negara yang sejati, bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk Negara dan masyarakat.
3) Demokrasi Pendidikan
Sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan UU RI No. 4 tahun 1950 pemerintah mengusahakan terselenggaranya pendidikan yang bersifat demokratis yaitu kewajiban mencar ilmu sekolah bagi belum dewasa yang berumur 8 tahun.
Perbedaan Sistem Pendidikan di Amerika dan di Indonesia
Perbedaan sistem pendidikan di Amerika dan di Indonesia bisa dilihat dalam tabel berikut ini:
TABEL PERBANDINGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN
DI AMERIKA DAN INDONESIA
PILIHAN | AMERIKA SERIKAT | INDONESIA |
1. Scope | Negara tidak memonopoli penyelenggaraan sekolah. | sama |
Sekolah Swasta justru lebih banyak drpd sekolah negeri. | sama | |
Anggaran pemerintah pusat lebih banyak diberikan ke sekolah2 negeri. | sama | |
- Dukungan dari anggaran negara bagian bervariasi. Bahkan ada negara potongan yang sama sekali tidak memberi dukungan anggaran ke sekolah2 swasta | Dukungan dari anggaran Pemprov/Pemkab/Pemkot untuk wilayah masing2. Ada acara khusus: Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sumber anggarannya sebagian dari pusat, prov, kab/kot. | |
2. Instruments | Desentralisasi. Memberi kewenangan dan otonomi yg luas kpd pemerintah Distrik, dg sumbangan pemerintah Negara Bagian. | Desentralisasi. Memberi kewenangan dan otonomi yg luas kpd pemkab/pemkot, dengan sumbangan pemprov. |
Konsekuensinya banyak variasi keputusan yg berbeda. | Sama | |
Agar variasi itu positif dan tetap konstruktif, pemerintah pusat membentuk badan2 yang mengkoordinasikan sektor pendidikan. | Sama | |
Di tingkat nasional ada Dept Pendidikan Federal, di tingkat regional dan lokal ada Board of Education (semacam Dinas Pendidikan). | Di tingkat nasional ada DEPDIKNAS, di tingkat regional dan lokal ada Dinas Pendidikan Prov, dan Dinas Pendidikan Kab/Kota. | |
3. Distribution | Negara/pemerintah pusat menaruh perhatian kepada tingginya apresiasi masyarakat memasukkan anak2nya ke Sekolah Dasar dan Menengah. | Sama |
Menciptakan semakin berkualitasnya mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi. | Sama (ada seleksi dalam recruitment mahasiswa) | |
Perguruan Tinggi diharapkan bisa melahirkan tenaga-tenaga yang berkualitas dan bisa bersaing secara universal. | Sama | |
Kebijakan pendidikan multy misi: Politik, social, ekonomi, budaya, dan kemartabatan bangsa (daya saing bangsa). | Sama | |
4. Reistraints and Innovation | Dengan mendesentralisasikan kebijakan pendidikan, banyak permasalahan yang sanggup dipecahkan lebih cepat dan lebih detail dg hasil yang sesuai dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah. | Sama |
Keterlibatan public diberi akses sangat besar dalam turut serta mendisain, memonitor dan mengevaluasi hasil-hasil implementasi kebijakan pendidikan | Sama. Bahkan dengan kebijakan desentralisasi pendidikan, jalan masuk public dan keterlibatan public cukup diberi peluang lebar, yaitu dengan diadakannya kelembagaan semacam Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah |
Kiblat Pendidikan Indonesia dikala ini
Harvard Business School, Massachushate International Technology (MIT), Oxford University, Cambridge University, Chicago University, McGill’s Institute of Islamic Studies dan California University ialah sedikit dari sekian banyak perguruan tinggi yang digandrungi dan diimpikan banyak manusia. Ribuan bahkan mungkin jutaan insan di dunia berwisata ilmu ke sana. Tidak terkecuali kaum muslimin yang tinggal di negeri-negeri Islam. Banyak disiplin ilmu yang bisa dipelajari dan dinikmati di sana. Di dunia Barat (baca : negara Kapitalis). Harus diakui, dikala ini, Barat menjadi pusat ilmu di bidang teknologi mirip bidang komputer, material, industri, reaktor nuklir, kedokteran, telekomunikasi, antariksa, satelit, teknologi wireless, renewable energy, image processing, instrumentasi, biologi molekuler dan lain-lain. Disamping masalah teknologi, Barat juga menjadi kiblat dalam disiplin ilmu sosial mirip politik, pemerintahan, sosiologi, ekonomi, hukum, politik luar negeri, seni, budaya, manajemen, akuntansi, pendidikan dan lainnya. Ternyata tidak hanya masalah teknologi dan ilmu sosial, Barat bahkan menjadi acuan untuk mencar ilmu banyak sekali agama, tidak terkecuali agama Islam
Analisis Perbandingan Sistem Pendidikan Indonesia dengan Amerika
Dalam bidang pendidikan banyak pelajar dan mahasiswa Indonesia berhasil lulus dan kemudian menjadi andal ekonomi, politik, hukum, teknik, IT. Mereka kemudian menjadi penentu kebijakan publik, menggerakkan peraturan-peraturan dalam bidang ekonomi makro dan mikro, Menjadi profesor yang andal dalam taktik kebijakan ekonomi. Para andal lulusan Amerika itu menjadi elitis ditengah keterpurukan pendidikan yang melanda mayoritas penduduk negeri ini.
Ternyata sudah menjadi kultur budaya yang sangat mengakar dalam sejarah AS bahwa pendidikan menjadi kiprah bagi keluarga dan masyarakat. oleh karena itu masyarakat tidak mau kalau pendidikan diatur oleh pemerintah pusat, bahkan oleh pemerintah negara bagian, bahkan oleh pemerintah lokal sekalipun. Masyarakat merasa mempunyai hak yang sangat kuat untuk menentukan sistem pendidikan mirip apa yang paling tepat untuk masyarakat mereka. Mereka menganggap tantangan yang dihadapi oleh setiap komunitas tidaklah sama, jadi sistem pendidikan juga dilarang atau tidak perlu disamakan antara satu kota dengan kota lain, antara satu state dengan state lain.
Amerika Serikat terdiri dari banyak sekali orang dari negara-negara lain didunia. makanya AS sering disebut sebagai Negri Imigran. Meskipun imigran tapi mereka diperlakukan sama. Demokrasi dan hak setiap individu dijunjung tinggi. Keberhasilan letaknya pada individu masing2 bukan pada sistemnya. Ketika di Newyork saya melihat banyak gelandangan berkeliaran dikota yang sangat padat, lebih padat dari jakarta. Lebih padat dari pusat pertokoan di kota Sukabumi. Dan orang miskin juga banyak, tetapi itu bukan karena mereka tidak diperhatikan pemerintah, tetapi karena mereka sendiri yang mau mirip itu, dan sebagiannya lagi karena sudah dirusak oleh obat-obat bius. Ternyata etnik yang tergolong kaya di AS ialah etnik kulit putih orisinil AS dan orang Asia, dan yang miskin kebanyakan orang kulit hitam, suku African American dan orang Hispanik (Amerika Latin). Kalo dari sisi agama, yang kaya ialah orang Yahudi dan Muslim. Ada sekitar 10% dari seluruh penduduk AS yang paling kaya. penghasilan pemerintah pusat atau federal ialah dari pajak penghasilan atau PPH (kalo tadi pemerintah lokal penghasilannya dari pajak proverty atau PBB). Dari keseluruhan pendapatan banyak 70%nya berasal dari 10% orang paling kaya di AS.
Tidak dipungkiri Pendidikan di Amerika jauh lebih baik dari Indonesia. Dalam segala segi ada ketergantungan kuat negara ini terhadap segala gertak amerika. Dari intervensi ekonomi, utang luar negeri, kebijakan makro ekonomi hingga pergerakan mata uang asing. Dari segi keamanan regionalpun Amerika masih banyak memberi tekanan khususnya Asia Tenggara.
Di Indonesia kita mengenal wajib mencar ilmu SD dan SMP. Di Amerika kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga sudah usang diberlakukan. wajib mencar ilmu di AS mulai dari SD hingga SMA. Tapi pemerintah menggratiskan biaya sekolah semenjak Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengan Atas untuk sekolah-sekolah negri. Untuk sekolah swasta, pemerintahan dipusat hingga lokal tidak memperlihatkan anggaran apapun, dan sebaliknya sekolah itupun tidak diwajibkan mengikuti seluruh kebijakan pemerintah dibidang pendidikan.
Pada tahun 2001 pemerintah pusat melaksanakan Reformasi di bidang pendidikan dengan meluncurkan kebijakan NCLB atau No Child Left Behind atau Tak ada satupun anak yang tertinggal dibelakang. Kebijakan ini terkait dengan mutu atau kualitas anak didik. Negara potongan Massachusetts yang selalu terbaik dalam pendidikan telah lebih dulu mengawali kebijakan ini pada tahun 1993. Kebijakan NCLB ini antara lain dilakukan dalam bentuk penciptaan standar-standar mutu hasil didik dan pelaksanaan Ujian Nasional. Pemerintah pusat memerintahkan pemerintah negara potongan untuk membuat standar pendidikan, membuat kurikulum, membuat soal Ujian nasional dan menyelenggarakan Ujian nasional. materi yang diujikan samapai dikala ini gres Matematik dan Bahasa Inggris, tapi tahun depan akan ditambah Sejarah AS dan IPA.
Intervensi pemerintah pusat dalam pendidikan dilakukan karena melihat kualitas pendidikan belum dewasa Sekolah Menengan Atas sangat menurun. Angka Drop Out (tidak meneruskan sekolah) sebesar rata-rata 50%, dari 50% yang ikut Ujian nasional lulus 90%, dari yang lulus ini sebagian meneruskan kuliah dan sebagian lagi bekerja. Sebelum masuk perguruan tinggi atau bekerja mereka juga di tes, dan hanya 50% dari yang ikut tes lulus masuk perguruan tinggi atau bekerja. kesudahannya banyak pengangguran atau bekerja ditempat yang dibayar murah, dan kesudahannya angka kemiskinan makin meningkat, seterusnya pembayar pajak semakin sedikit dan pendapan negara semakin berkurang.
Kita melihat masih terlalu banyak problema dan ketidakpuasan diseputar problem pendidikan ini, tetapi sebagai bangsa yang besar dan sudah renta mereka sangat berpengalaman dalam memperlihatkan respon yang cepat dan tepat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi. Karakter ini sudah menjadi budaya bangsa Amerika yang perlu kita pelajari untuk kita ambil manfaat.
BAB IV
KESIMPULAN
Tujuan pendidikan adalah untuk mengirimkan dan melestarikan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seperti dalam masyarakat yang belum melek huruf, pendidikanterus mengirimkan warisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Masyarakat di Amerika harus sanggup meningkatkan mutu pendidikannya, dengan cara memahami pendidikan dan keberagaman budaya di banyak sekali Negara mirip Cina kuno, Mesir, Israel, Yunani, dan Roma.
Pendidikan di Amerika sudah mengalami beberapa kali proses yang berasal dari Eropa. Di Yunani kuno, konsep orang berpendidikan, penyelidikan rasional, kebebasan berpikir,dan ideal pendidikan liberal yang diucapkan oleh Socrates, Plato, dan Aristotle. Ketiga konsep dan metode pendidikan retoris dirancang oleh Sofis, disempurnakan oleh Isokrates, dan dikembangkan lebih lanjut oleh retorika Romawi Quintilian.
Periode kurun pertengahan menjadi dasar adanya pendidikan tinggi didirikan. Pada kurun pertengahan banyak memasukkan bantuan matematika dan ilmiah dengan cara-cara orang Arab. Kebangkitan pendidik humanis klasik menguraikan konsep yang menyeluruh orang, berpendidikan secara bebas. Penekanan Reformasi Protestan tentang melek huruf dan pendidikan bahasa daerah langsung mempengaruhi sekolah-sekolah Amerika kolonial. Pencerahan itu terutama berpengaruh dalam membentuk lembaga-lembaga politik dan pendidikan Amerika.
Dari periode klasik Yunani kuno dan Roma untuk Reformasi Protestan di abad kelima belas, hanya sebagian kecil anak-anak bersekolah di sekolah. Laki-lakidari keluarga kaya memiliki kesempatan paling besar untuk bersekolah.Sekolah kehadiran untuk anak laki-laki dan perempuan mulai meningkat dalam masa Reformasi sebagai akhir dari penekanan Protestan yang pada melek membaca Alkitab. Sekolah di masyarakat Eropa Barat dibangun menjadi dua arah lembaga didasarkan pada perbedaan kelas sosial ekonomi. Masyarakat umum menghadiri sekolah dasar, dan laki-laki kelas atas hadir persiapan sekolah yang lengkap mereka untuk masuk universitas. Gadis menghadiri sekolah dasar, tetapi umumnya dikeluarkan dari pendidikan menengah dan tinggi.
References
Bachtiar., M. (2014, 06). aciknadzirah.blogspot.com/search?q=pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa.
Hardiyanti, Y. (2012, 01). aciknadzirah.blogspot.com/search?q=pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa.
Ilahi, A. (2015, 12 16). aciknadzirah.blogspot.com/search?q=pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa.
Zulkifli, M. (2013, 6). aciknadzirah.blogspot.com/search?q=pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa.
Bachtiar., M. (2014, 06). aciknadzirah.blogspot.com/search?q=pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa. diakses : 17 Maret 2017.
Hardiyanti, Y. (2012, 01). https://haedarakib.files. wordpress.com/2012/01/ sejarah-pendidikan-di-indonesia.pdf. diakses : 17 Maret 2017.
Omstein. Levin. Gutek.(2011).Foundations of Educatio. Canada : Cengange Learning.
Sigit Soehardi, 1992. Pemasaran Praktis. Yogyakarta: BPFE UGM.
Sistem Pendidikan di Amerika Serikat.http://copyduty.blogspot.co.id/2011 /05 /sistem- pendidikan-di-amerika-serikat.html.diakses : 19 Maret 2017.