Tuesday, August 8, 2017

√ Dampak Nilai Sosial Budaya Terhadap Keshatan

PENGARUH NILAI – NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP PRILAKU MASYARAKAT KAITANNYA DENGAN KESEHATAN


PENGERTIAN
1.      NILAI – NILAI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Nilai ialah suatu kadar, ukuran atau mutu
2.      SOSIAL
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa social ialah berkenaan dengan masyarakat
3.      BUDAYA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa budaya ialah Pikiran, penalaran atau hasil
4.      MASYARAKAT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa masyarakat ialah sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah dengan ikatan hukum tertentu.
5.      NILAI – NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
Jadi disimpulkan bahwa nilai – nilai sosial budaya masyarakat ialah suatu ukuran atau peraturan yang disepakati bersama sebagai buah pikir dalam sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah tertentu.
6.      PRILAKU
bahwa yang dimaksud sikap (manusia) ialah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang sanggup diamati pribadi maupun yang tidak sanggup diamati pihak luar (Notoatmodjo 2003 hal  114)
2.1 Hubungan Perkembangan Nilai Budaya Dengan Kesehatan Masyarakat
Kebudayaan atau disebut juga kultur merupakan keseluruhan cara hidup insan sebagai warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya. Pengetahuan wacana suatu kebudayaan tertentu sanggup dipakai untuk meramalkan banyak sekali kepercayaan dan sikap anggotanya. Untuk itu petugas kesehatan perlu mempelajari kebudayaan sebagai upaya mengetahui sikap masyarakat di kebudayaan tersebut sehingga sanggup turut berperan serta memperbaiki status kesehatan di masyarakat tersebut.
Dalam tiap kebudayaan terdapat banyak sekali kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan. Di pedesaan masyarakat jawa, ibu nifas dihentikan makan yang amis-amis (misalnya : Ikan) lantaran berdasarkan kepercayaan akan menciptakan jahitan perineum sulit sembuh dan darah nifas tidak berhenti. Menurut ilmu gizi hal tersebut tidak dibenarkan lantaran justru ikan harus dikonsumsi lantaran mengandung protein sehingga mempercepat pemulihan ibu nifas. Disinilah kiprah petugas kesehatan untuk meluruskan anggapan tersebut.
Di kawasan Langkat, Sumatera Utara ada kebudayaan yang melarang ibu nifas untuk melaksanakan mobilisasi selama satu ahad semenjak persalinan. Ibu nifas harus bedrest total selama seminggu lantaran dianggap masih lemah dan belum bisa beraktivitas sehungga harus istirahat di tempat tidur. Mereka juga menganggap bahwa dengan ilmu pengetahuan ketika ini bahwa dengan beraktivitas maka proses penyembuhan sehabis persalinan akan terhambat. Hal ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan ketika ini bahwa ibu nifas harus melaksanakan mobilisasi dini biar cepat pulih kondisinya. Dengan mengetahui kebudayaan di kawasan tersebut, petugas kesehatan sanggup masuk perlahan-lahan untuk memberi pengertian yang benar kepada masyarakat.
Di sisi lain ada kebudayaan yang sejalan dengan aspek kesehatan. Dalam arti kebudayaan yang berlaku tersebut tidak bertentangan bahkan saling mendukung dengan aspek kesehatan. Dalam hal ini petugas kesehatan harus mendukung kebudayaan tersebut. Tetapi kadangkala rasionalisasinya tidak sempurna sehingga kiprah petugas kesehatan ialah meluruskan anggapan tersebut. Sebagai contoh, ada kebudayaan yang menganjurkan ibu hamil minum air kacang hijau biar rambut bayinya lebat. Kacang hijau sangat baik bagi kesehatan lantaran banyak mengandung vitamin B yang mempunyai kegunaan bagi metabolisme tubuh. Petugas kesehatan mendukung kebiasaan minum air kacang hijau tetapi meluruskan anggapan bahwa bukan menciptakan rambut bayi lebat tetapi lantaran memang air kacang hujau banyak vitaminnya. Ada juag kebudayaan yang menganjurkan ibu menyusui untuk amakan jagung goring (di Jawa disebut “marning”) untuk melancarkan air susu. Hal ini tidak bertentangan dengan kesehatan. Bila ibu makan jagung goring maka ia akan gampang haus. Karena haus ia akan minum  banyak. Banyak minum inilah yang sanggup melancarkan air susu.
            Dalam makalah ini kita mempelajari wacana perkembanagn nilai budaya dan kaitannya dengan kesehatan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pentingnya petugas kesehatan mempelajari kebudayaan di suatu wilayah biar sanggup memperbaiki status kesehatan masyarakat di kawasan tersebut.

2.2  Penetrasi Kebudayaan
Penetrasi kebudayaan ialah masuknya dampak suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan sanggup terjadi dengan dua cara:
1.      Penetrasi Damai (Penetration Pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya: masuknya penagruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak menimbulkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak menimbulkan hilangnya unsur-unsur orisinil udaya masyarakat. Penyebaran kebudayaan secara tenang akan menghasilkan akulturasi, asimilasi, atau sintesis. Akulturasi ialah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan gres tanpa menghilangakan unsure kebudayaan asli. Contohnya:bentuk bangunana Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan orisinil Indonesia dan kebudayaaan India. Asimilasi ialah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan sintesis ialah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan gres yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
2.      Penetrasi kekerasan (Penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya:masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai  dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat anatar lain ialah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih menempel di Indonesia antara lain pada system pemerintahan Indonesia.

2.3    Cara Pandang Terhadap Kebudayaan
1.      Kebudayaan Sebagai Peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan :budaya” yang dikembangkan di Eropa pada era ke-18 dan awal abad Ke-19. Gagasan wacana “budaya” ini merefleksian adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain sanggup diperbandingkan; salah satu kebudayaan niscaya lebih tinggi dari kebudayaan lainnnya. Pada praktiknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan acara yang “elit” ibarat contohnya menggunakan baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan dipakai untuk menggambarkan orang yang mengetahui,dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, kalau seseorang beropini bahwa musik klasik ialah musik yanng “berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman,
maka timbul anggapan bahwa ia ialah orang yang sudah “berkebudayaan “ .
Orang yang menggunakan kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki  kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang  “berkebudayaan “ disebut sebagai orang yang  “tidak berkebudayaan “ ; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang  “tidak berkebudayaan “ dikatakan lebih “alam” , dan para pengamat sering kali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk  menekan pemikiran “manusia alami” (human nature).
Sejak era ke-18,beberapa kritik sosial telah mendapatkan adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu, berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, sanggup menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar dasar manusia. Dalam hal ini,musik tradisional ( yanng diciptakan oleh masyarakt kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup yang alami” (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyakan ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkanantara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan “:kebudayaan” ialah sama masing-masing masyarakat mempunyai kebudayaan yang tidak dapar diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur terkenal (popular culture) atau pop kultu, yang berarti barang atau aktivitas  yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
2.      Kebudayaan sebagai “Sudut Pandang Umum”
Selama era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme ibarat misalnya, usaha nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan usaha nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudur pandang umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya mempunyai perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak sanggup diperbandingkan.meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif”.
Pada final era ke-19, para mahir antropologi telah menggunakan kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, memreka mengamsumsikan bahwa setiap insan tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan. Pada tahun 50-an, subkebudayaan-kelompok dengan sikap yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya-mulai dijasikan subyek penelitian oleh para sosiologi. Pada era ini pula, terjadi popularisasi wangsit kebudayaan perusahaan-perbedaan dan talenta dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
3.      Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada ketika ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan ialah sebuah produk dari stabilisasi yang menempel dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

2.4    Perkembangan Nilai Budaya Individu dengan  Kesehatan Masyarakat
1.      Kebudayaan di antara Masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya mempunyai kebudayaan (sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang mempunyai sedikit perbedaan dalam hal sikap dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya subkultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya lantaran perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, estetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, tabiat dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
a.       Monokulturalisme : Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
b.      Letikultur (kebudayaan inti) : Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Letikultur, kelompok minoritas sanggup menjaga dan mengembangkan kebudayaan sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
c.       Melting pot : Kebudayaan imigran / abnormal berbaur dan bergabung dengan kebudayaan orisinil tanpa campur tangan pemerintah.
d.      Multikulturalisme : Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara tenang dengan kebudayaan induk.

2.      Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Untuk menganalisis secara ilmiah wacana gejala-gejala dan kejadian sosial budaya di masyarakat sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser kita memerlukan beberapa konsep. Konsep- konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamik sosial (social dynamic). Konsep-konsep penting tersebut antara lain internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization), dan enkulturasi (enculturation). Kemudian ada juga evolusi kebudayaan ( cultural evolution) yang mengamati perkembangan kebudayaan insan dari bentuk yang sederhana hingga bentuk yang semakin usang semakin kompleks. Proses lain ialah proses berguru unsur-unsur kebudayaan abnormal oleh warga suatu masyarakat, yaitu proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation). Akhirnya ada proses pembaharuan atau penemuan (innovation), yang bekerjasama erat dengan penemuan gres (discovery dan invention).
3.      Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
a.    Proses Internalisasi
Manusia mempunyai    diri dalam gen-nya untuk mengembangkan berbagia macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi kepribadiannya. Tetapi wujud dari kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh banyak sekali macam stimuli yang ada di sekitar alam dan lingkungan sosial dan budayanya. Maka proses internalisasi yang dimaksud ialah proses panjang semenjak seorang individu dilahirkan hingga ia hampir meninggal, dimana ia berguru menanamkan dalam kepribadiannya segala hasrat, perasaan, nafsu, serta emosi yang diharapkan sepanjang hidupnya.
b.    Proses Sosialisasi
Proses ini bersangkutan dengan proses berguru kebudayaan dalam kekerabatan dengan sitem sosial. Dalam proses itu seorang individu dari masa belum dewasa hingga masa tuanya berguru pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari.
c.    Proses Enkulturasi
Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, serta peratuaran-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Kata enkulturasi dalam bahasa Indonesia juga berarti “pembudayaan”. Seorang individu dalam hidupnya juga sering memalsukan dan membudayakan banyak sekali macam tindakan sehabis perasaan dan nilai budaya yang meberi motivasi akan tindakan memalsukan itu telah diinternalisasi dalam kepribadiannya.
d.   Proses Evolusi Sosial
1)      Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial
Proses sosial dari suatu masyarakat dan kebudayaan sanggup dianalisa oleh seorang peneliti seakan-akan dari bersahabat secara detail (microscopic), atau sanggup juga dipandang dari jauh hanya dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial budaya yang dianalisa secara detail akan membuka mata seorang penelitiuntuk banyak sekali macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari dalam setiap masyarakat di dunia.
2)      Proses-Proses Berulang dalam Evolusi Sosial Budaya
Proses ini mengenai suatu acara dalam sebuah lingkungan atau suatu adat dimana acara yang dilakukan terus berulang. Dan acara yang dimaksud biasanya acara yang menyimpang atau di luar kehendak perilaku. Namun pada suatu ketika dan sering terjadi acara tersebut selalu berulang (recurent) dalam kehidupannya sehari-hari disetiap masyarakat. Sampai alhasil masyarakat tidak bisa mempertahankan adatnya lagi, lantaran terbiasa dengan penyimpangan-penyimpangan tersebut. Maka masyarakat terpaksa memberi konsesinya, dan adat serta hukum diubah sesuai dengan keperluan gres dari individu-individu di dalam masyarakat.
3)      Proses Mengarah daKebudayaan dalam Evokusi Kebudayaan
Dengan mengambil jangka perubahan besar yang seolah bersifat memilih arah (directional) dari sejarah perkembangan masuarakat dan kebudayaan yang bersangkutan. Sebagai pola contohnya misalnya tingkat kebudayaan insan yang berawal dari Neolitik, kemudian bermetamorfosis Mesolitik dan alhasil berubah menuju Paleolitik.

e.       Proses Difusi
1)      Penyebaran Manusia
Ilmu Paleontropologi memperkirakan bahwa insan terjadu di kawasan Sabana tropical di Afrika Timur, dan kini makhluk itu sudah menduduki hamper seluruh permukaan bumi ini. Hal ini sanggup diterangkan dengan adanya proses pembiakan dan gerakan penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai dengan proses pembiasaan fisik dan social budaya.
2)      Penyebaran Unsur-Unsur Kebudayaan
Bersamaan dengan penyebaran dan  migrasi kelompok-kelompok insan di muka bumi, turut pula tersebar unsure-unsur kebudayaan dan sejarah dari proses penyebaran unsure penyebaran kebudayaan seluruh penjuru dunia yang disebut proses difusi (diffusion). Salah satu bentuk difusi dibawa oleh kelompok-kelompok yang bermigrasi. Namun bisa juga tanpa adanya migrasi, tetapi lantaran ada individu-individu yang membawa unsure-unsur kebudayaan itu, dan mereka ialah para pedagang dan pelaut.

f.       Akulturasi dan Pembauran atau Asimilasi
1)      Akulturasi
Proses sosial yang timbul bila suatu kelompok insan dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure-unsur dari suatu kebudayaan abnormal dengan demikian rupa, sehingga unsure-unsur kebudayaan abnormal tersebut lambat laun  diteima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa mengakibatkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
2)      Asimilasi
Proses social yang timbul bila ada golongan-golongan insan dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda. Kemudian saling bergaul pribadi secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsure-unsur kebudayaan yang campuran.

g.      Pembaruan (Innovasi)
1)      Inovasi dan Penemuan
Inovasi ialah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan gres dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi gres yang semua akan mengakibatkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk baru. Proses penemuan sangat erat kaitannya dengan teknologi dan ekonomi. Daam suatu penemuan gres biasanya membutuhkan proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus yaitu discovery dan invention. Discovery atau penemuan ialah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, wangsit baru, yang diciptakan oleh individu atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat bersangkuta. Discovery gres menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan gres itu.
2)      Pendorong Penemuan Baru
Faktor-faktor pendorong bagi individu dalam suatu masyarakat untuk memulai dan mengembangkan penemuan-penemuan gres antara lain:
a)      Kesadaran para individu akan kekurangan dalam kebudayaan.
b)      Mutu dan keahlian dalam suatu kebudayaan.
c)      Sistem perangsang bagi acara mencipta dalam masyarakat.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, anatara wujud kebudayaan yang satu tidak bias dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

2.5    Komponen Kebudayaan
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan sanggup digolongkan atas dua komponen utama:
1.      Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini ialah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga meliputi barang-barang, ibarat televise, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
2.      Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial ialah ciptaan-ciptaan absurd yang diwariskan dari generasi kegenerasi, contohnya berupa dongeng, dongeng rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

2.6    Hubungan antara Unsur-unsur Kebudayaan  
Komponen-komponen atau unsure-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
1.      Peralatan dan Perlengakapan Hidup (Teknologi)
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan . teknologi muncul dalam cara-cara insan mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga system peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
a.       Alat-lata produktif
b.      Senjata
c.       Wadah
d.      Alat-alat menyalakan api
e.       Makanan
f.       Pakaian
g.      Tempat berlindung dan perumahan
h.      Alat-alat transportasi.

2.      Sistem Mata Pencaharian Hidup
Perhatikan para ilmuan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional aja, di anataranya:
a.       Berburu dan meramu
b.      Berternak
c.       Bercocok tanam di ladang
d.      Menangkap ikan

3.      Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Sistem Kekerabatan merupakan cuilan yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat sanggup dipergunakan untuk menggambarkan sturktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan ialah unit-unit sosial yang terdiri dari bebrapa keluarga yang mempunyai kekerabatan darah atau kekerabatan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar ibarat keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain ibarat keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial ialah perkumpulan sosial yang dibuat oleh masyarakat, baik yang berbadan hokum maupun yang tidak berbadan hokum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan Negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, insan membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak sanggup mereka capai sendiri

4.      Bahasa
Bahasa ialah alat atau perwujudan budaya  yang dipakai insan untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan memberikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, insan sanggup mengikuti keadaan dengan adat istiadat, tingkah laku, tata eksekusi alam masyrakat, dan sekaligus gampang membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyrakat.
ahasa mempunyai beberapa fungsi yang sanggup dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum ialah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi dan alat untuk mengadakan integrasi dan pembiasaan soaial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus ialah untuk mengadakan kekerabatan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

5.      Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat insan akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, insan menghasilkan banyak sekali corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
6.      Sistem Kepercayaan
         Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik insan dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap diam-diam – diam-diam alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagat raya ini, yang juga mengendalikan insan sebagai salah satu cuilan jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, insan tidak sanggup dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya sering kali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa inggris:Religion, yang berasal dari bahasa latin religare, yang berarti menambatkan”), ialah sebuah unsur kebidanan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (kamus filosopi dan agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut :
       Sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan bisa berkumpul bersama untuk beribadah, dan mendapatkan sebuah paket kepercayaan yang memberikan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagian sejati.
       Agama biasanya mempunyai suatu prinsip, seperti”10 Firman” dalam agama keristen “ 5 rukun Islam “ dalam Agama islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan , ibarat contohnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mensugesti kesenian.

2.7    Berbagai Agama dan Kepercayaan di Di dunia Kaitannya dengan Kebudayaan
1.      Agama samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Keristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama samawi atau agama Abrahamik. Ketiga agama tersebut mempunyai tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang fundamental dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberika dampak yang besar dalam kebudayaan insan di banyak sekali belahan dunia.
Yahudi ialah salah satu agama, yang kalau tidak disebut sebagi yang pertama, ialah agama monotheistic. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, ibarat Keristen dan Islam.Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.
Keristen (protestan dan katolik) ialah agama yang, banyak merubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Katolik semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 miliyar pemuluk agama Katolik diseluruh dunia.
Islam mempunyai nilai-nlilai dan norma agama yang banyak mensugesti Kebudayaan  Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5 miliyar pemeluk agama islam di dunia.
2.      Agama dan Filosofi dari Timur
Agama dan Filosofi sering kali saling terkait satu sama lain pada kebudayan Asia. Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China, dan sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi.
Hinduisme ialah sumber dari Buddhisme, cabang Mahayana yang menyebar di sepanjang  utara dan timur india hingga Tibet, China, Mangolia, Jepang dan China selatan hingga Vetnam. Theravada buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri langka, cuilan barat bahari China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencarai kenikmatan dunia .
Khonghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari china, mensugesti baik religi, seni, politik, maupun tradiisi filosofi di seluruh Asia.
Pada era ke-20, dikedua Negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandha memberikan  pengertian gres wacana Ahmisa, inti dari kepercayaan hindu maupun Jaina, dan membrikan difinisi gres wacana konsep  antikekerasan dan anti perang. Pada priode yang sama, filosofi komonisme Mao Zadong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat berpengaruh di China.
3. Agama Tradisional
       Agama tradisional atau terkadang disebut sebagai “agama nenek moyang”,dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia,Afrika,dan Amerika. Pengaruh mereka cukup besar,mungkin bias dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama Negara,seperti contohnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainya,agama lainnya,agama tradisional menjawab kebutuhan rohani insan akan ketentraman hati di ketika bermasalah,tertimpa musibah,dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan insan itu sendiri.
4. “American Dream”
       American Dream atau “mimpi orang Amerika” dalam bahasa Indonesia ialah sebuah kepercayaan yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya melalui kerja keras,pengorbanan dan kebulatan tekad tanpa memperdulikan status social,seseorang sanggup mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat ialah sebuah “kota di atas bukit”(atau city upon a hill) “cahaya untuk nega-negara”( a light unto the nations),yang mempunyai nilai dan kekayaan yang telah ada semenjak kedatangan para penjajah Eropa hingga generasi berikutnya.
5. Pernikahan
       Agama sering kali mensugesti ijab kabul dan sikap secual. Kebanyakan gereja Katolik memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah,gereja biasanya memasukkan program pengucapan kesepakatan ijab kabul dihadapan tamu,sebagai bukti bahwa komunitas tersebut mendapatkan ijab kabul mereka. Umat Katolik juga melihat kekerabatan antara Yesus Kristus dangan gerejanya. Gereja katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian ialah salah dan orang yang bercerai tidak sanggup dinikahkan kembali di gereja. Sementara agama Islam memandang ijab kabul sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melaksanakan perceraian namun memperbolehkannya.

2.8.  Ilmu Pengetahuan dan Perubahan Sosial Budaya
1. Sistem Ilmu dan Pengetahuan
            Secara sederhana pengetahuan ialah segala sesuatu yang diketahui insan wacana benda,sifat,keadaan,dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman,intuisi,wahyu,dan berpikir berdasarkan logika atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
            Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi ;
a.         Pengetahuan wacana alam
b.         Penagetahuan wacana tumbuh-tumbuhan dan binatang disekitarnya

2.9.  Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Masing-masing kebudayaan mempunyai banyak sekali pengobatan untuk penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit ialah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut sanggup mematikan bakteri penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu insan dan mengakibatkan sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akhir guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia mempunyai dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang dipakai juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa kalau anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui  jalan biasa dan ia terkena penyakit tuberkulosis maka ia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh hingga serangan itu berhenti.
Orang Kwakuit di cuilan barat Kanada percaya bahwa penyakit sanggup disebabkan oleh dimasukkannya benda abnormal ke dalam tubuh dan yang terkena sanggup mencari dukungan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman akan mengeluarkan benda abnormal itu dari tubuh pasien.

Sumber http://macrofag.blogspot.com