Tuesday, August 8, 2017

√ Kedudukan Niat

A.   KEDUDUKAN NIAT

وعن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب بن نفيل بن عبد العزى بن رياح بن قرط بن رزاح بن عدى بن لؤى ابن غالب القرشى العدوى‏.‏ رضي الله عنه، قال‏:‏ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول‏:‏ ‏"‏ إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها، أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق على صحته‏.‏ رواه إماما المحدثين‏:‏ أبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيرى النيسابورى رضي الله عنهما في صحيحهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة‏))
Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Bahwasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan hanya saja bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan Rasul-Nya.Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya, ataupun untuk seorang perempuan yang hendak dinikahinya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu." (Muttafaq (disepakati) atas keshahihannya Hadis ini)
Penjelasan Hadist :
Karena pentingnya soal niat itu, maka Ulama kaum muslimin meletakkan niat itu sebagai rukun utama dalam sebuah ibadah. Bahkan untuk membedakan antara ibadah dengan adat, hanyalah niat. Sesuatu perbuatan adat, tetapi kemudian diniatkan mengikuti tuntunan Allah dan Rasullulah s.a.w maka ia berkembang menjadi ibadah yang berpahala. Juga para ulama’ merinci niat pada lima macam : Hakikat, Tempat, Hukum, Masa dan Syarat.
Hakikat niat : Dengan sengaja (dengan sengaja mengerjakan sesuatu berbarengan dengan perbuatan)
Hukum niat    : Wajib atau sunnah
Tempat niat    : Dalam hati
Masa niat       : Pada permulaan melaksanakan perbuatan
Syarat niat     : untuk melaksanakan perbuatan baik
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhāriy, Muslim, Ashhāb al-Sunan dan lainnya. Diriwayatkan secara tafarrud (sendiri, berarti hadits ahad) secara bersambung dari ‘Umar yakni ‘Alqamah bin Abi Waqqāsh, kemudian oleh Muhammad bin Ibrāhim al-Taymiy, kemudian oleh Yahya bin Sa’id al-Anshāriy, kemudian setelahnya diriwayatkan oleh banyak perawi.

Hadits ini termasuk hadits yang sangat mengagumkan yang tercantum dalam Shahih al-Bukhari sekaligus sebagai hadits pertama yang tercantum, demikian hadits yang menjadi penutupnya, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurayrah:
(( كلمتان حبيبتان إلى الرحمن....... ))
 “Ada dua kalimat yang disukai oleh al-Rahman, yaitu…….”
Imam al-Nawawiy mengawali ‘Arba’in-nya dengan hadits ini. Dan banyak pula di antara para ulama yang memulai kitabnya dengan mencantumkan hadits ini, di antaranya al-Imam al-Bukhariy dalam Shahih-nya, ‘Abd al-Ghaniy al-Maqdisiy dalam ‘Umdah al-Ahkam, al-Baghawiy dalam Syarh al-Sunnah dan Mashābih al-Sunnah dan al-Suyuthiy dalam al-Jami’ al-Shaghir.

Al-Imam al-Nawawiy dalam bab awal kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab mengemukakan sebuah pasal yang mengupas hadits ini, dengan berkomentar: Ibnu Rajab dalam Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam berkata;
 “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya”

Innama yakni abjad al-hashr, adapun alif lam dalam al-a’mal yakni untuk memperlihatkan hal yang berkaitan khusus dengan problem taqarrub kepada Allah, namun ada pula pendapat yang menyampaikan bahwa alif lam tersebut yakni memperlihatkan setiap amalan yang bersifat umum.
Faedah Hadits:
1.    Tidak akan pernah ada amal perbuatan kecuali disertai dengan niat.
2.    Amal perbuatan tergantung niatnya.
3.    Pahala seseorang yang mengerjakan suatu amal perbuatan sesuai dengan niatnya.
4.    Seorang ‘alim (guru, ustadz atau pendidik) diperbolehkan memperlihatkan referensi dalam menunjukan dan menjelaskan.
5.    Keutamaan hijrah, alasannya yakni Rasulullah saw menjadikannya sebagai referensi permisalan. Dalam Shahih Muslim, dari ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasulullah saw bersabda:
6.    Seseorang akan mendapat pahala kebaikan, atau dosa, atau terjerumus dalam perbuatan haram dikarenakan niatnya.
7.    Suatu amal perbuatan tergantung wasilahnya. Maka sesuatu yang mubah sanggup menjadi suatu bentuk ketaatan dikarenakan niat seseorang saat mengerjakannya yakni untuk memperoleh kebaikan, menyerupai saat makan dan minum, apabila diniatkan untuk menyemangatkan diri dalam ketaatan.
8.    Suatu amal perbuatan sanggup menjadi kebaikan yang berpahala bagi seseorang, namun sanggup pula menjadi dosa yang diharamkan bagi seseorang yang lain, yakni sesuai dengan niatnya.





B.    ISTIQOMAH
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qä9$s% $oYš/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøŠn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# žwr& (#qèù$sƒrB Ÿwur (#qçRtøtrB (#rãÏ±÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. šcrßtãqè? ÇÌÉÈ  
30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kau takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
عَنْ أَبِي عَمْرو، وَقِيْلَ : أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :
 قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ . قَالَ : قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِم.
 [رواه مسلم]
Terjemah hadits / رجمة الحديث   :
Dari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- Abu ‘Amrah, Suufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi radhiallahuanhu beliau berkata, saya berkata : Wahai Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, katakan kepada saya ihwal Islam sebuah perkataan yang  tidak  saya  tanyakan  kepada  seorangpun  selainmu. Beliau bersabda: Katakanlah: saya  beriman  kepada  Allah SWT, kemudian berpegang teguhlah.
(H.R Muslim).




Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:
1.Iman kepada Allah ta’ala harus mendahului ketaatan .
2.Amal shalih sanggup menjaga keimanan.
3.Iman dan amal shalih keduanya harus dilakasanakan.
4.Istiqomah merupakan derajat yang tinggi.
5.Keinginan yang berpengaruh dari para sobat dalam menjaga agamanya dan merawat keimananya .
6.perintah untuk istiqomah dalam tauhid dan lapang dada beribadah hanya kepada Allah semata hingga mati.

1.     Pengertian Istiqamah
Istiqamah yakni menetapi jalan agama Allah. Menurut sebagian ulama, istiqamah selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, menetapi keimanan dan keyakinan terhadap fatwa dan
nilai-nilai Islam.
Aplikasi istiqamah dalam kehidupan dengan cara melaksanakan semua kewajiban Islam secara rutin 
dengan ikhlas, menyerupai shalat, puasa, zakat serta menjauhi larangan-larangan Allah secara total.

Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan bisa merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya.

Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi kondusif maupun terancam. Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena umat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang mempunyai pemahaman yang baik ihwal Islam bisa mengimplementasikan dalam seluruh sisi-sisi kehidupannya. Dan orang yang bisa mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai yang diperlukan Islam, yaitu komitmen dan istiqomah dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya. 

Maka istiqamah dalam memegang tali Islam merupakan kewajiban asasi dan sebuah keniscayaan bagi hamba-hamba Allah yang menginginkan husnul khatimah dan harapan-harapan surgaNya. Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَارِبُوا وَسَدِّدُوا وَاعْلَمُوا أَنَّهُ لَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌمِنْكُمْ بِعَمَلِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْتَ قَالَ وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْل
رواه مسلم

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda, :Berlaku moderatlah dan beristiqamah, ketahuilah bergotong-royong tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat dengan amalnya. Mereka bertanya, juga kau Ya ¦ Rasulullah, Beliau bersabda, Dan juga saya (tidak selamat juga) hanya saja Allah swt telah meliputiku dengan rahmat dan anugerah-Nya..         (H.R. Muslim dari Abu Hurairah).

2.     Definisi
Istiqamah yakni anonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti bangun tegak di suatu daerah tanpa pernah bergeser, alasannya yakni akar kata istiqamah  yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai perilaku teguh pendirian dan selalu konsekuen.

Secara terminologi, istiqamah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini; Abu Bakar As-Shiddiq ra saat ditanya ihwal istiqamah ia menjawab bahwa istiqamah yakni kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapa pun).

3.     Dalil-Dalil dan Dasar Istiqamah
Dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw aneka macam ayat dan hadits yang berkaitan dengan problem istiqamah di antaranya adalah:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Maka tetaplah (istiqamahlah) kau pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kau dan janganlah kau melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kau kerjakan (QS11:112).
4.     Faktor-Faktor Yang Melahirkan Istiqâmah
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (691 - 751 H) dalam kitabnya “Madaarijus Salikiin” menjelaskan bahwa ada enam faktor yang bisa melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut;
a.    Beramal dan melaksanakan optimalisasi
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“Dan berjihadlah kau pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah menentukan kau dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kau dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kau sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, semoga Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan semoga kau semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kau pada tali Allah. Dia yakni Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (QS 22:78).
b.    Berlaku moderat antara tindakan melampui batas dan menyia-nyiakan
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan yakni (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS 25:67).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Dari Abdullah bin Amru, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Setiap amal mempunyai puncaknya dan setiap puncak pasti mengalami kefuturan (keloyoan). Maka barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada sunnahku, maka ia beruntung dan barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada selain itu, maka berarti ia telah celaka”(HR Imam Ahmad dari sobat Anshar).
c.    Tidak melampui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kau mengikuti apa yang kau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban” (QS 17:36).
d.    Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas.
e.    Ikhlas
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh, melainkan semoga menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan semoga mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS 98:5).
f.     Mengikuti Sunnah
قال النبي صلى الله عليه وسلم: تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه
“Telah saya tinggalkan bagi kau dua perkara, kau tidak akan sesat selamanya selagi berpegang tegung dengannya yaitu Al-Qur’an dan sunnah para nabinya”(HR Imam Malik dalam Muatta’).
5.     Dampak Positif  Istiqomah
Manusia muslim yang beristiqomah dan yang selalu berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya akan mencicipi dampaknya yang nyata sepanjang hidupnya. Adapun dampak nyata istiqomah sebagai berikut;
a.    Keberanian (Syaja’ah)
Muslim yang selalu istiqomah dalam hidupnya ia akan mempunyai keberanian yang luar biasa. Ia tidak akan gentar menghadapi segala rintangan dalam kehidupanya. Ia tidak akan pernah menjadi seorang pengecut dan pengkhianat dalam hutan belantara perjuangan. Selain itu juga berbeda dengan orang yang di dalam hatinya ada penyakit nifaq yang senantiasa menjadikan kegamangan dalam melangkah dan kekuatiran serta ketakutan dalam menghadapi rintangan-rintangan. Perhatikan firman Allah Taala dalam surat Al-Maidah ayat 52 di bawah ini;
فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ
“Maka kau akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka alasannya yakni itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.”
b.    Ithmi’nan (ketenangan)
Keimanan seorang muslim yang telah hingga pada tangga kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqomah dalam medan perjuangan. Tsabat dan istiqomah sendiri akan melahirkan ketenangan, kedamaian dan kebahagian. Meskipun ia melalui rintangan yang panjang, melewati jalan terjal kehidupan dan menapak tilas lika-liku belantara hutan perjuangan. Karena ia yakin bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang agung yaitu para Nabi, Rasul, generasi terbaik setelahnya dan generasi yang bertekad membawa obor estafet dakwahnya.
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram” (QS 13:28).
c.    Tafa’ul (optimis)
KeIstiqâmahan yang dimiliki seorang muslim juga melahirkan perilaku optimis. Ia jauh dari perilaku pesimis dalam menjalani dan mengarungi lautan kehidupan. Ia senantiasa tidak pernah merasa lelah dan gelisah yang balasannya melahirkan putus asa dalam menjalani kehidupannya. Keloyoan yang mencoba mengusik jiwa, kegalauan yang ingin mencabik jiwa mutmainnahnya dan kegelisahan yang menghantui benaknya akan terobati dengan keyakinannya kepada kehendak dan putusan-putusan ilahiah. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh beberapa ayat di bawah ini;
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu yakni gampang bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) semoga kau jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan semoga kau jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS Al-Hadiid:22-23)
يَابَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah isu ihwal Yusuf dan saudaranya dan jangan kau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS Yusuf: 87).
قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ
Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat" (QS Al-Hijr:56).
Maka dengan tiga buah Istiqâmah ini, seorang muslim akan selalu mendapat kemenangan dan mencicipi kebahagiaan, baik yang ada di dunia maupun yang dijanjikan nanti di akherat kelak. Perhatikan ayat di bawah ini;
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ               
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah kau takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kau memperoleh apa yang kau inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kau minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Fusilat:30-32).











KESIMPULAN
Niat itu sebagai rukun utama dalam sebuah ibadah. Bahkan untuk membedakan antara ibadah dengan adat, hanyalah niat. Sesuatu perbuatan adat, tetapi kemudian diniatkan mengikuti tuntunan Allah dan Rasullulah s.a.w maka ia berkembang menjadi ibadah yang berpahala. Juga para ulama’ merinci niat pada lima macam : Hakikat, Tempat, Hukum, Masa dan Syarat.
Hakikat niat : Dengan sengaja (dengan sengaja mengerjakan sesuatu berbarengan dengan perbuatan)
Hukum niat    : Wajib atau sunnah
Tempat niat    : Dalam hati
Masa niat       : Pada permulaan melaksanakan perbuatan
Syarat niat     : untuk melaksanakan perbuatan baik
Istiqamah yakni menetapi jalan agama Allah. Menurut sebagian ulama, istiqamah selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, menetapi keimanan dan keyakinan terhadap fatwa dan
nilai-nilai Islam.
Aplikasi istiqamah dalam kehidupan dengan cara melaksanakan semua kewajiban Islam secara rutin 
dengan ikhlas, menyerupai shalat, puasa, zakat serta menjauhi larangan-larangan Allah secara total.




DAFTAR PUSTAKA
Terjemahan kitab RIYADUSHALIHIN
Maktabah Syamilah
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1098&Itemid=14, Ditulis oleh Abdul Kholiq Saman pada hari Selasa, 25 September 2012





Sumber http://samplingkuliah.blogspot.com