a.
Prinsip Dasar Psikologi Kognitif
Salah satu ciri khas dari psikologi kognitif yaitu ruang lingkupnya, di mana ia merupakan salah satu cabang sosiologi umum yang meliputi perihal gejal-gejala kehidupan mental/psikis sejauh dengan cara insan berpikir dalam memperoleh pengetahuan, mengolah aneka kesan yang tertangkap indra, dan penyelesaian masalah.[1]
Jika dilihat dari ruang lingkupnya maka sekilas akan terlihat perbedaan yang mencolok antara pendekatan jenis kognitif ini dengan pendekatan aliran behaviouristik, lantaran pendektan kognitif lebih meningkatkan arti penting proses internal, mental manusia[2] sedangkan behaviouristik yang sangat terpaku dengan stimulus-respons. [3]
Meskipun pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan aliran behaviourisme namun tidak berarti aliran kognitif anti dengan aliran behaviourisme, tetapi berdasarkan pakar di bidang kognitif, aliran behaviourisme tidakah lengkap untuk dijadikan sebagai teorema pendekatan, lantaran tidak memperhatikan ranah kejiwaan menyerupai berpikir, mengambil keputusan, dan mempertimbangkan pilihan. Bisa dibilang aliran behaviorisme hanya mengandalkan stimulus-resposn dan tidak mempedulikan ranah rasa.
Jika pada prinsip behaviouristik peranan refleks sangatlah dominan, kalau dikaitkan dengan mencar ilmu maka berdasarkan behavioaristik yaitu insiden refleks belaka, di mana mencar ilmu yaitu training terhadap refleks-refleks tersebut sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang dikuasai pelajar. Jika ditimbang dengan aliran kogntif maka aliran behaviorisme yang hanya melihat sesuatu dari segi aksi-reasi maka sanggup dibilang aliran behaviouristik terlalu naif, terlalu sederhana dan tidak sanggup dipertanggung jawabkan secara psikologis.[4]
b. Teori Belajar Field Lewin
Kurt Lewin (1892-1947) menyebarkan suatu teori mencar ilmu kognitif-field Lewin dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space meliputi perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, contohnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki.
Jadi berdasarkan Lewin, mencar ilmu berlangsung sebagai akhir dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu yaitu hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Menutur Lewin juga, bahwa tingkah laris mencar ilmu merupakan perjuangan untuk mengadakan reorganisasi/ restruktur dari isi jiwa. Tingkah laris merupakan hasil dari interaksi antar kekuatan baik dari dalam (tujuan, kebutuhan, tekanan batin, dan sebagainya) maupun dari luar (tantangan, permasalahan).[5]
c. Teori Belajar Kognitif Development Piaget
Piaget yaitu tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambah umur pebelajar, semakin kompleks susunan sel syarafnya dan makin meningkat kemampuannya . Proses peningkatan kemampuan tersebut melalui proses yang disebut adaptasi. Proses pembiasaan mempunyai dua bentuk dan terjadi secara stimulan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Tahap asimilasi yaitu proses penerimaan informasi gres dan kemudian diadaptasi dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam diri masing-masing pebelajar. Proses fasilitas yaitu proses memodifikasi struktur kognitif yang sudah dimiliki dengan informasi yang diterima. Proses asimilasi dan fasilitas akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Proses ketidakseimbangan ini harus diadaptasi melalui proses ekuilibrasi. Proses ekuilibrasi ini merupakan proses yang berkesinambungan antara proses similasi dan akomodasi. Proses ini akan menjaga stabilitas mental dalam diri pebelajar dan pebelajar akan sanggup terus menyebarkan dan menambah pengetahuannya.
Perubahan struktur kognitif yang dipengaruhi oleh proses pembiasaan tersebut melalui tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya dan bersifat hirarkhis. Seseorang harus melalui urutan tertentu dan tidak sanggup mencar ilmu sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu
1. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun), di mana Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana, menyerupai mencari rangsangan sinar lampu.
2. Tahap Preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah bisa memakai bahasa dalam menyebarkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami obyek. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah sanggup memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang sudah abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh alasannya itu, pada usia ini anak telah sanggup mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang mempunyai pengalaman yang luas.
3. Tahap Operasional Konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Anak telah mempunyai kecapakan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Operation yaitu suatu tipe tindakan untuk memanipulasi obyek atau citra yang ada di dalam dirinya. Dalam tahap ini, anak tidak perlu coba-coba dan menciptakan kesalahan, lantaran anak sudah sanggup berpikir dengan memakai model “kemungkinan” dalam melaksanakan kegiatan.
4. Tahap Operasional Formal (umur 11/12-18 tahun)
Anak bisa berpikir abnormal dan logis dengan memakai pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan menyebarkan hipotesa. Semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang, akan semakin teratur dan semakin abnormal cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif murid-muridnya biar sanggup merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai.[6]
d. Discovery Learning Bruner
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya imbas kebudayaan terhadap tingkah laris seseorang. Dengan teorinya yang di sebut free discovery learning, ia menyampaikan bahwa proses mencar ilmu akan berjalan dengan baik dan kreatif jikalau guru menyampaikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Bruner beropini bahwa perkembangan bahasa seseorang besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif. Pandangan Bruner ini berbeda dengan pendapat Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh perkembangan kognitif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:
a. Tahap enaktif, yaitu seseorang melaksanakan acara dalam upaya untuk memahami lingkungan.
b. Tahap ikonik, seseorang memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal.
c. Tahap simbolik, seseorang bisa mempunyai ide-ide atau gagasan abnormal yang dipengaruhi oelh kemampuan dalam berbahasa dan logika.
Gagasan yang populer dari Bruner yaitu spiral curriculum, yaitu cara mengorganisasikan materi pelajaran dari tingkat makro (secara umum) kemudian mulai mengajarkan materi yang sama dengan cakupan yang lebih rinci. Selain itu juga, Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan yang berbeda. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep tindakan dilakukan untuk membentuk kategori-kategori baru. Bruner memandang bahwa suatu konsep mempunyai lima unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi:
a. Nama
b. Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif
c. Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak
d. Rentangan karakteristik
e. Kaidah
Menurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang menyebarkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, alasannya setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan mekanisme yang harus dipahami sebelum seseorang sanggup belajar. Cara yang baik untuk mencar ilmu yaitu memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk kesudahannya hingga kepada suatu kesimpulan.[7]
e. Implikasi (keterlibatan) teori mencar ilmu dalam proses pembelajaran dan pengajaran
Teori mencar ilmu sikap memperlihatkan bahwa hasil mencar ilmu dari pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam hidup sementara teori-teori kognitif pembelajaran memperlihatkan bahwa mencar ilmu didasarkan pada proses mental. Namun, dalam sebuah teguran biar tidak terlalu bersahabat dipandu oleh setiap himpunan salah satu prinsip pedagogis memperlihatkan bahwa fiksasi dengan teori-teori proses pendidikan yang berorientasi di antara mereka dalam politik pendidikan tidak melayani masyarakat dengan baik oleh praktisi pendidikan menyelaraskan menjadi terpisah.
Teori kognitif yang berkaitan dengan proses epistemologis dalam diri individu didasarkan pada gagasan bahwa mencar ilmu terjadi sebagai akhir dari proses yang terkait dengan pengalaman, pemikiran verbal persepsi, memori, serta terang-terangan. Sejak 1970-an, teori informasi pengolahan telah menjadi fokus lebih banyak didominasi studi bagi andal teori kognitif. Pengolahan informasi didasarkan pada teori pembelajaran yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pengambilan pengetahuan dalam pikiran. Faktor-faktor menyerupai mendaftar sensorik, perhatian, memori kerja, dan memori jangka panjang memainkan bab penting dalam teori kognisi. Teori bagan menyampaikan bahwa insan menafsirkan dunia di sekitar mereka didasarkan pada hukum kategoris atau script, informasi diproses sesuai dengan bagaimana itu cocok dengan hukum atau skema. Sebagai sebuah epistemologi, teori bagan berfokus pada mencar ilmu bermakna dan pembangunan dan modifikasi jaringan konseptual. Teori kognisi Terletak postulat yang bersifat sosial pembelajaran terletak dalam komunitas praktek di mana pengetahuan dikonstruksi secara sosial.
Pendekatan Kontruktivisme
Teori konstruktivisme yaitu pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir dan mengkonstruksi dalam memecahkan suatu permasalahan secara gotong royong sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh insan bertahap yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan definisi di atas, pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan pengalaman pribadi dan keterlibatan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.[8]
B. Konstruktivisme individual & social
Kontruktivisme individual
Ketika menerapkan teori ini untuk mencar ilmu mandiri, yaitu penting untuk memahami bahwa kita perlu mempertimbangkan lingkungan budaya di mana pembelajaran ini berlangsung. Kontruktivisme individual beropini bahwa pengetahuan bersifat individual. Setiap individu mengonstruk pengetahuan berdsarkan pengalaman pribadi masing-masing individu. Setiap individu tidak ada yang mempunyai pengalaman yang persis, maka pengetahuan yang di miliki setiap orang juga berbeda.
Pendekatan pembelajaran konstruktivistik melibatkan pendidik membangun kurikulum sekolah sekitar pengalaman siswa mereka. Konstruktivis percaya pelajar-sentris metode kelas instruksional akan memperkuat komitmen dan keterlibatan motivasi diri pembelajar lantaran mereka yang tinggi interaksi. Hari ini, ada kecenderungan untuk menggabungkan teknologi ke dalam kelas untuk mendukung metode pembelajaran instruksional. Bahkan dalam permainan menyerupai game untuk simulasi penerbangan virtual atau simulasi peserta didik sanggup terkena lingkungan yang kompleks. Dalam rangka meningkatkan pemecahan problem keterampilan, penting bagi pelajar untuk terkena lingkungan yang kompleks. Konstruktivisme mungkin teori mencar ilmu yang luas lantaran disintesis dengan beberapa teori-teori menjadi bentuk tunggal.[9]
Kontruktivisme sosial
Apakah Konstruktivisme Sosial?
Konstruktivisme sosial menekankan pentingnya budaya dan konteks dalam memahami apa yang terjadi dalam masyarakat dan membangun pengetahuan berdasarkan pemahaman. Perspektif ini sangat erat kaitannya dengan teori-teori kontemporer, terutama teori-teori perkembangan Vygotsky dan Bruner, dan teori sosial kognitif.
Konstruktivisme sosial menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi bersama. Oleh lantaran itu pengetahuan selalu terpengaruh oleh kekuatan sosial dimana pengetahuan itu dibangun. Vygotsky meyakini bahwa interaksi sosial, unsur-unsur budaya, dan aktivitasnya yaitu hal-hal yang membentuk pengembangan dan pembelajaran individu. Dengan kata lain, pengetahuan disusun berdasarkan interaksi sosial dalam konteks sosial-budaya. Pengetahuan merefleksikan dunia luar yang disaring dan dipengaruhi oleh budaya, baha, keyakinan, interaksi antar sesama.
C. Prinsip-prinsip konstruktivisme diantaranya:
(1) Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif,
(2) Tekanan mencar ilmu terdapat pada siswa,
(3) mengajar yaitu membantu siswa belajar,
(4) tekanan dalam proses mencar ilmu lebih pada proses dan bukan pada hasil,
(5)kurikulum menekankan partisipasi siswa,
(6) guru yaitu fasilitator
Secara umum sanggup disimpulkan bahwa prinsip-prinsip kontruktivisme itu lebih cenderung menuntut siswa untuk lebih aktif dalam proses mencar ilmu mengajar, sedangkan guru hanya memfasilitasi dan membantu siswa dalam belajar.[10]
D. model pembelajaran konstruktivisme
terdapat empat tahapan dalam model pembelajaran konstruktivisme, yaitu:
- Tahapan pertama yaitu apersepsi pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya : mengapa baling-baling sanggup berputar?
- Tahap kedua yaitu eksplorasi, pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali memeriksa dan menemukan sendiri konsep sebagai tanggapan dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
- Tahap ketiga, diskusi dan klarifikasi konsep, pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa menciptakan janji kelas, yaitu oke atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan alasan dari janji tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
- Tahap keempat, pengembangan dan aplikasi, pada tahap ini guru menyampaikan pemfokusan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa menciptakan kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran ketika itu melalui pengerjaan tugas.
E. Proses mengkonstruksi pengetahuan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Siswa memperoleh pengetahuan selama pembelajaran. Pengetahuan bukanlah barang yang bisa ditransfer begitu saja. Pembentukan pengetahuan terjadi melalui proses penginterpretasian dan pengkonstruksian oleh siswa melalui pengalamannya. Pada ketika mengkonstruksi pengetahuan selalu terbentuk struktur pengetahuan melalui proses asimilasi atau akomodasi.
Dalam pembelajaran juga terjadi komunikasi antara guru dan siswa. Guru harus cerdik dalam berkominikasi biar ide, konsep, atau pengetahuan lain sanggup diterima dan dipahami oleh siswa. Sering terjadi kegagalan dalam pembelajaran lantaran lemahnya komunikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi yang terjadi antara guru dan siswa selama pembelajaran dan konstruksi pengetahuan yang terjadi pada siswa dalam pembelajaran. Penelitian ini memakai pendekatan kualititif lantaran datanya dinyatakan dalam bentuk verbal dan peneliti sebagai instrumen utama. Ada empat subjek yang dipakai yaitu S1 (siswa dengan kemampuan tinggi), S2 dan S3 (siswa dengan kemampuan sedang), serta S4 (siswa dengan kemampuan rendah). Sebelum pembelajaran logaritma, semua subjek diwawancarai untuk mengetahui pengetahuan awal mereka. Selanjutnya setiap kali selesai pembelajaran, subjek diwawancarai lagi untuk mengetahui apa yang dipahami siswa selama pembelajaran.
Berdasarkan penelitian ini sanggup diketahui bahwa komunikasi yang diterapkan guru selama pembelajaran yaitu komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah. Komunikasi yang lebih banyak didominasi selama pembelajaran yaitu komunikasi satu arah. Selama pembelajaran S1 mengkonstruksi semua pengetahuan yang diajarkan melalui asimilasi. S2 mengkonstruksi secara pribadi semua pengetahuan kecuali sifat yang dikonstruksi melalui fasilitas dan sifat tidak sanggup dikonstruksi oleh S2. S3 sanggup mengkonstruksi melalui asimilasi semua pengetahuan kecuali sifat yang tidak sanggup dikonstruksi. Sedangkan S4 tidak sanggup mengkonstruksi syarat-syarat pada definisi logaritma, korelasi logaritma dengan perpangkatan, sifat dan , serta rumus untuk memilih penyelesaian persamaan logaritma. Selain pengetahuan itu, S4 sanggup mengkonstruksinya melalui asimilasi.
Berdasarkan penelitian ini disarankan biar dalam pembelajaran guru tidak hanya menerapkan komunikasi satu arah saja tetapi juga komunikasi dua arah dan multi arah, biar siswa bisa lebih berperan aktif dalam pembelajaran dan guru sanggup mengetahui kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.
-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Adanya motivasi dari siswa, bahwa mencar ilmu yaitu tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Membantu siswa dalam menyebarkan pengertian dan pemahaman secara lengkap.
3. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan dan mencari pertanyaannya.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
[1] Psikologi pengajaran, hal 119
[2] Psikologi pendidikan, hal 108
[3] Ibid, hal 109
[4] Ibid, hal 109
[5] : aciknadzirah.blogspot.com/search?q=teori-belajar-kognitif. dipost oleh: Abdul Afif Muchsan, diakses tanggal 20 April, jam 19.30
[6] aciknadzirah.blogspot.com/search?q=teori-belajar-kognitif. dipost oleh: Winarno, di kanal tanggal 20 April, jam 20.00