Thursday, October 12, 2017

√ Makalah Pangeran Diponegoro


KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa , sehingga penulis sanggup menuntaskan Makalah tersebut.
Makalah  ini diharapkan sanggup menjadi wangsit dan manfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan walaupun telah diupayakan dengan maksimal, untuk itu saran dan kritik sangat saya harapkan.



                                          Penulis


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1  Latar Belakang .............................................................................  1
1.2  Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.3  Tujuan Pembahasan....................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
2.1  Latar Belakang Terjadinya  Perlawanan........................................ 3
2.2  Tokoh / Pemimpin Perang.............................................................. 4
2.3  Proses Perlawanan......................................................................... 5
2.4  Akhir Perlawanan.......................................................................... 6
BAB III PENUTUP......................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 8
3.2 Saran............................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 9

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pentingnya pembahasan topik ini yakni untuk mengetahui bagaimana penderitaan bangsa Indonesia ketika di jajah oleh bangsa-bangs Eropa, sehingga terjadi perlawanan-perlawanan di banyak sekali kawasan untuk menusir para penjajah, khususnya para penjajah Belanda.
Sampai dengan kala 18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan meluas, bukan hanya dalam bidang ekonomi dan politik saja namun juga meluas ke bidang-bidang lainnya menyerupai kebudayaan dan agama. Penetrasi dan dominasi yang semakin besar dan meluas terhadap kehidupan bangsa Indonesia mengakibatkan terjadinya banyak sekali insiden perlawanan dan perang melawan penindasan dan penjajahan bangsa Eropa. Tindakan diktatorial dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa kolonial Eropa telah mengakibatkan kesengsaraan dan kepedihan bangsa Indonesia. Menghadapi tindakan penindasan itu, rakyat Indonesia memperlihatkan perlawanan yang sangat gigih. Perlawanan mula-mula ditujukan kepada kekuasaan Portugis dan VOC.
Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia tersebut di bagi ke dalam dua periode, yaitu perlawanan sebelum tahun 1800 dan perlawanan setelah tahun 1800. Pembagian waktu tersebut dilakukan untuk memudahkan pemahaman mengenai sejarah perlawanan bangsa Indonesia terhadap Bangsa-Bangsa Barat tersebut. Perlawanan sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat Mataram, Perlawanan Rakyat Banten, Perlawanan Rakyat Makasar, Pemberontakan Untung Surapati. Sedangkan perlawanan setelah tahun 1800, yaitu : Perlawanan Sultan Nuku(Tidore), Perlawanan Patimura, Perang Diponegoro,Perang Paderi, Perang Aceh, Perang Bali, Perang Banjarmasin.
Proses penjajahan di Indonesia yakni proses usaha yang tidak akan cukup tergambarkan dalam satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah dialami maupun banyak sekali peninggalan yang masih tersisa merupakan saksi yang masih banyak menyimpan rahasiah yang mungkin belum bisa terungkap.



1.2  Rumusan Masalah
·         Apa yang melatar belakangi dalam prlawanan tersebut ?
·         Bagaimana seni administrasi yang dilakukan di setiap kawasan untuk melawan Belanda?
·         Siapa tokoh yang paling berperan dalam perlawanan tersebut?
·         Bagaimana proses dalam perlawanan tersebut ?
·         Bagaimana selesai dari perlawanan tersebut ?

1.3  Tujuan Pembahasan
Supaya kita sanggup mengetahui susah payahnya para p0juang yang peduli akan keadaan Bangsa Indonesia.





















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Sejak kedatangan Belanda di Jawa Tengah, kerajaan Mataram mengalami kemerosotan. Wilayah kerajaan semakin sempit lantaran banyak kawasan diambil alih oleh Belanda sebagai imbalan atas bantuannya. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Belanda ini mengakibatkan rasa benci dari golongan-golongan rakyat banyak atau rakyat jelata. Walaupun keadaan sudah mulai panas namun golongan-golongan itu masih menunggu datangnya seorang Ratu Adil yang sanggup memimpin mereka dalam menghadapi Belanda. Tokoh yang diharapkan itu yakni dari kalangan istana yang tampil ke depan untuk memimpin mereka, dia yakni Pangeran Diponegoro.
Latar Belakang Perang Diponegoro Ada beberapa hal yang mengakibatkan Pangeran Diponegoro turun tangan dan memimpin perlawanan terhadap Belanda.
A.    Sebab-sebab Umum
-       Kekuasaan raja Mataram semakin kecil dan kewibawaannya mulai merosot. Bersamnaan dengan itu terjadi pemecahan wilayah menjadi empat kerajaan kecil, yaitu Surakarta, Ngayoyakarta , Mangkunegara dan Paku Alaman.
-       Kaum ningrat merasa dikurangi penghasilannya, lantaran daerah-daerah yang dulu dibagi-bagikan kepada para bangsawan, sekarang diambil oleh pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda mengeluarkan maklumat yang isinya akan menguasahakan perekonomian sendiri, tanah milik kaum partikelir (swasta) harus dikembalikan kepada pemerintah Belanda. Sudah tentu tindakan ini mengakibatkan kegelisahan diantara para bangsawan, lantaran harus mengembalikan uang persekot yang telah diterima.
-       Rakyat yang memiliki beban menyerupai kerja rodi, pajak tanah dan sebagainya merasa tertindas. Begitu pula lantaran pemungutan beberapa pajak yang di borong oleh orang-orang Tionghoa dengan sifat memeras dan memperberat beban rakyat.
B.     Sebab-sebab Khusus
Sebab-sebab khusus terjadinya Perang Diponegoro yakni pembuatan jalan yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegal Rejo. Patih Danurejo IV (seorang "kaki tangan" Belanda) memerintahkan untuk memasang patok-patok di jalur itu. Pangeran Diponegoro memerintahkan untuk mencabutnya, namun potok-patok itu dipasang kembali atas perintah Patih Danurejo IV. Keadaan menyerupai ini berlangsung berkali-kali, sehingga balasannya patok-patok itu diganti dengan tombak. Dengan penggantian patok itu mengambarkan kesiapan Pangeran Diponegoro untuk berperang melawan Belanda. Peperangan tidak sanggup dielakan lagi dan niscaya akan terjadi. Tetapi Belanda berusaha menghadapi kemelut antara kedua ningrat tersebut dan mengharapkan tidak terjadi peperangan. Untuk itu Belanda mengutus Pangeran Mangkubumi (paman dari Pangeran Diponegoro) untuk membujuknya semoga mau bertemu dengan residen Belanda di Loji. Pangeran Diponegoro menolak anjuran itu lantaran tahu arti semua yang dimaksud oleh Belanda. Ketika pembicaraan antara Pangeran Mangkubumi dengan Pangeran Diponegoro berlangsung, Belanda tiba-tiba telah melaksanakan serangan.

2.2  Tokoh / Pemimpin Perang
Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu dalam semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati"; sejari kepala sejengkal tanah dibela hingga mati. Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro. Perjuangan Diponegoro dibantu Kyai Mojo yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Dalam perang jawa ini Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubowono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.
Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro menerima dukungan dari rakyat, ulama dan juga kaum bangsawan. Dari kaum ningrat ada Pangeran Mangkubumi, Pangeran Joyokusumo dan lain-lain. Sementara dari kaum ulama ada Kiai Mojo, Haji Mustopo, Haji Badaruddin dan Alibasha Sentot Prawirodirdjo.

2.3  Proses Perlawanan
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri dan artileri (yang semenjak perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal) di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga jikalau suatu wilayah sanggup dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh-puluh kilang mesiu dibangun di hutan-hutan dan di dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus sementara peperangan sedang berkecamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan memberikan informasi yang diharapkan untuk menyusun seni administrasi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi gosip utama; lantaran taktik dan seni administrasi yang jitu hanya sanggup dibangun melalui penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk berafiliasi dengan alam sebagai "senjata" tak terkalahkan. Bila ekspresi dominan penghujan tiba, gubernur Belanda akan melaksanakan usaha-usaha untuk gencatan senjata dan berunding, lantaran hujan tropis yang deras menciptakan gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan "musuh yang tak tampak", melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan dan berbagi intel dan provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin usaha rakyat yang berjuang dibawah komando Pangeran Diponegoro. Namun p0juang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu di mana suatu wilayah yang tidak terlalu luas menyerupai Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini yakni perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka (open warfare), maupun metode perang gerilya (guerrilla warfare) yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan (Surpressing). Perang ini bukan merupakan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu perang modern yang memanfaatkan banyak sekali siasat yang dikala itu belum pernah dipraktekkan. Perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war) melalui insinuasi dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat eksklusif dalam pertempuran; dan acara telik sandi (spionase) di mana kedua belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melaksanakan penyerangan terhadap Diponegoro dengan memakai sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Modjo, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Alibasah Sentot Prawirodirjo mengalah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa merupakan selesai perlawanan ningrat Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa.[10] Setelah perang berakhir, jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya.
Karena bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, konon keturunan Diponegoro tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton hingga Sri Sultan Hamengkubuwono IX memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro sanggup bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.

2.4  Akhir Perlawanan
Di sisi lain, bahu-membahu Belanda sedang menghadapi Perang Padri di Sumatera Barat. Penyebab Perang Paderi yakni perselisihan antara Kaum Padri (alim ulama) dengan Kaum Adat (orang adat) yang mempermasalahkan soal agama Islam, ajaran-ajaran agama, mabuk-mabukan, jodi, maternalisme dan paternalisme. Saat inilah Belanda masuk dan mencoba mengambil kesempatan. Namun pada balasannya Belanda harus melawan baik kaum susila dan kaum paderi, yang belakangan bersatu. Perang Paderi berlangsung dalam dua babak: babak I antara 1821-1825, dan babak II.
Untuk menghadapi Perang Diponegoro, Belanda terpaksa menarik pasukan yang digunakan perang di Sumatera Barat untuk menghadapi Pangeran Diponegoro yang bergerilya dengan gigih. Sebuah gencatan senjata disepakati pada tahun 1825, dan sebagian besar pasukan dari Sumatera Barat dialihkan ke Jawa. Namun, setelah Perang Diponegoro berakhir (1830), kertas perjanjian gencatan senjata itu disobek, dan terjadilah Perang Padri babak kedua. Pada tahun 1837 pemimpin Perang Paderi, Tuanku Imam Bonjol balasannya menyerah. Berakhirlah Perang Padri.























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Akhirnya pada tahun 1837 Benteng Bonjol sanggup dikuasai Belanda, dan Tuanku Imam Bonjol berhasil  ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut hingga balasannya benteng terakhir Kaum Padri, di Dalu-Dalu , yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Tambusai jatuh pada 28 Desember 1838. Hancurnya benteng tersebut memaksa Tuanku Tambusai mundur, bersama sisa-sisa pengikutnya pindah kenegeri sembilan semenanjung malaya dan balasannya peperangan ini dianggap selesai lantaran sudah tidak ada perlawanan yang berarti.
3.2  Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana susahnya p0juang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa jagoan yang telah gugur dalam membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.















DAFTAR PUSTAKA

aciknadzirah.blogspot.com/search?q=kedatangan-belanda-ke-indonesia
Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia  Jilid IV.  Jakarta: PN Balai Pustaka.
Suyono Capt.R.P. 2003. Peperangan Kerajaan di Nusantara. Jakarta:PT Gramedia
Hanna, Williard. 1996. Ternate dan Tidore. Jakarta : PT Penebar Swadaya











Sumber http://risalridwan.blogspot.com