Contoh Esai Tentang Korupsi di Indonesia – Esai merupakan sebuah karangan dengan bentuk prosa yang di dalamnya berisikan pendapat perihal suatu topik atau duduk kasus tertentu. Secara umum esai ditulis oleh seorang esais (sebutan untuk penulis esai) dengan tujuan menanggapi duduk kasus atau problematika konkret yang tengah terjadi di lingkungan masyarakat.
Berikut pola esai perihal korupsi :
Contoh 1 :
Menelisik Aktivitas Korupsi dan Aktor yang ‘Bermain Cantik’ di Dalamnya
Korupsi ialah permasalahan laten yang seolah menjadi hal biasa di negeri ini. Berbagai masalah korupsi satu per satu terbongkar. Para koruptor sejatinya tak hanya berasal dari golongan politisi saja. Beberapa diantaranya adapula yang merupakan seorang pengusaha, petinggi negara, penegak hukum, polisi, pegiat media, bahkan para pelaku seni (artis). Meskipun mereka tidak secara pribadi berperan sebagai eksekutor korupsi, akan tetapi mereka turut mengambil peranan penting dalam memuluskan agresi kejahatan yang satu ini. Rasa-rasanya tidak perlu untuk menyebutkan secara pribadi siapa saja yang pernah terlibat dalam masalah korupsi dalam ranah profesi yang telah dijabarkan di atas. Masyarakat pun dikala ini telah mengetahui secara terperinci benderang melalui banyak sekali gosip yang dengan mudahnya di jalan masuk di kala digital menyerupai kini ini.
Perilaku korupsi sejatinya tidaklah bisa dilakukan secara seorang diri. Ada oknum tertentu yang turut membantu dalam prosesi sikap kriminal jenis ini. Oleh karenanya, dalam satu masalah korupsi seringkali kita temukan lebih dari satu orang yang terjerat aturan atas masalah tersebut. hal ini cukup menandakan bahwa korupsi sebetulnya tak sanggup dilakukan seorang diri. Misalnya saja dalam masalah korupsi impor gula. Dalam ranah ini setidaknya melibatkan beberapa forum atau perseorangan yang ‘bermain’ di dalamnya. Beberapa diantaranya ialah kementrian terkait, anggota dewan, pengusaha, dan beberapa otoritas lainnya. Kementrian dalam hal ini ialah pihak yang mengajukan aba-aba secara formil atas undangan korporasi pengusaha. Sedangkan wewenang legislasi berada pada anggota dewan perwakilan rakyat dalam hal perizinan dan lain sebagainya. Adapula otoritas lain yang turut ‘bermain’ di dalamnya dalam lingkup kecil.
Melihat pola masalah di atas tentu sanggup dikatakan bahwa korupsi merupakan suatu kejahatan penyalahgunaan wewenang publik yang dilakukan secara kolektif dan terencana. Agar sanggup meminimalisasikan tindak kejahatan ini rasanya diharapkan sistem serta formulasi yang khusus. Beberapa diantaranya ialah dengan memberlakukan beberapa point dalam sistem perundang-undangan untuk memperkuat aturan serta menutup peluang terjadinya praktek kejahatan tersebut. Namun hal ini juga nampaknya akan sulit dilakukan lantaran legislasi berada di bawah naungan anggota legislatif yang diusung oleh partai politik. Sedangkan tugas partai politik dikala ini tak lebih dari sebuah EO (Event Organizer) bagi penyelenggaraan calon kepala kawasan dan calon legislator untuk maju ke ranah panggung politik. Tak jarang partai politik juga mengharuskan kadernya yang ingin mencalonkan diri untuk menjadi kepala kawasan atau legislator untuk membayar mahar dalam jumlah tertentu yang terbilang cukup besar. Pada initinya, berakal balig cukup akal ini partai politik belum bisa menjadi sebuah mesin pengkaderan yang bisa mencetak para pemimpin jujur, adil, piawai, ulet, bertanggungjawab, dan lain sebagainya.
Sekelumit duduk kasus yang merupakan asal muasal sikap korupsi juga terjadi pada dikala menjelang pemilihan kepala daerah. Seringkali dalam event yang penyelenggaraannya memakan dana APBN yang cukup besar ini turut pula melibatkan para ‘cukong’ dari pihak swasta. Para ‘cukong’ ini secara teknis mendanai calon kepala kawasan tertentu dengan alasannya perjanjian tertentu pula. Sehingga kepala kawasan yang menjabat tak lain ialah boneka dari para ‘cukong’ tersebut. Seringkali di beberapa negara di belahan dunia ini ditemukan fakta bahwa penguasa sebetulnya dalam suatu negeri ialah para pengusaha asing. Dengan adanya kekerabatan antara korporasi dengan pejabat negara tentu hal tersebut sangat rentan terjadi praktek-praktek korupsi dalam jumlah yang begitu besar.
style="display:inline-block;width:336px;height:280px"
data-ad-client="ca-pub-1973764693216878"
data-ad-slot="5881289326">
Contoh 2 :
Fenomena Budaya Korupsi di Indonesia
Sadar ataupun tidak sikap korupsi telah menjadi budaya dalam kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Terlebih lagi pada tata kelola sistem birokrasi dan forum lainnya. Perilaku korupsi sanggup dengan gampang kita temukan dalam acara keseharian dalam hidup kita. Seolah sikap ini telah menjadi bab dalam hidup yang telah mengakar kuat di dalamnya sehingga terasa begitu sulit untuk mengikis perilku yang telah membudaya ini.
Dalam lingkup kecil korupsi ada di banyak sekali sendi kehidupan masyarakat. Sebagai pola dalam tata kelola birokrasi kelurahan. Seseorang hendak memperpanjang masa berlaku kartu tanda penduduk (KTP) di kantor kelurahan setempat. Dalam prosesi pembuatan KTP tersebut, pihak kelurahan mengambil pungutan dengan dalih biaya administrasi. Sebenarnya tidak menjadi duduk kasus kalau memang ada aturan yang memberlakukan adanya pungutan biaya manajemen dalam kepengurusan tersebut. Masalahnya ialah besaran nominal yang dipungut akan memilih cepat atau lambatnya proses pelayanan. Tentu hal ini tidak dibenarkan dan tindakan semacam ini tergolong ke dalam sikap korupsi.
Dalam dunia pendidikan juga kerap terjadi praktek-praktek berbau korupsi. Kasus yang sering terjadi ialah oknum guru yang menjual buku bahan tertentu kepada muridnya. Secara kasat mata tentu hal ini ialah sesuatu yang biasa saja. Namun praktek jual beli ini menjadi tidak dibenarkan ketika seorang guru mewajibkan murid-muridnya untuk membeli buku kepadanya tanpa memperbolehkan mengambil alternatif lain selain membeli buku kepadanya. Misalnya saja dengan meminjam di perpustakaan, menggunakan buku lama, atau membeli di toko buku. Terlebih lagi buku yang berasal dari guru tersebut terbilang lebih mahal dibandingkan yang dijual di pasaran dan akan kuat signifikan terhadap nilai siswa. Praktek semacam ini tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah saja, bahkan hingga pada ranah akademi tinggi sekalipun masalah ini masih sering terjadi.
Korupsi dalam lingkup kecil dalam kehidupan keseharian kita sanggup dengan gampang dijumpai tak hanya terbatas pada dua pola masalah di atas. Ada banyak hal-hal yang sangat biasa kita lakukan dan menjadi umum di masyarakat. Padahal sejatinya hal tersebut tak lain ialah praktek korupsi meskipun dalam ranah berbeda dan dengan ruang lingkup yang lebih kecil. Sadar ataupun tidak, sikap ini telah menjadi budaya dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga terkadang diri kita tak menyadari bahwa hal tersebut merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan.
Baca Juga:
Pidato Tentang Ulang Tahun Sekolah Terbaru
Contoh Pidato Lamaran Pernikahan Terbaru
Contoh Resensi Novel Perahu Kertas
Sumber https://ruangseni.com