Tanah Lot
Tanah Lot: Tanah yang “mengapung” di laut
Tanah Lot terdiri dari dua kata yakni tanah dan lot. Tanah artinya tana daratan. Sedang lot (Lod) yang berarti laut. Ketika air bahari surut maka terlihat tanah yang menghubungkan antara daratan dengan satu gugus pulau. Dan ketika air bahari pasang naik, daratan itu terendam, dan gugus pulau yang tadi terhubung seolah menjadi pulau atau tanah yang terapung atau mengambang. Karena letaknya di bahari menyerupai mengambang ketika pasang maka orang-orang menyebutnya Tanah Lot. Tanah yang mengambag di laut.
Di tengah Tanah Lot, yang bekerjsama merupakan bongkahan kerikil besar terdapat sebuah pura, pura tersebut yaitu Pura Tanah Lot.
Tentang Pura Tanah Lot
Berdirinya Pura Tanah Lot ini berawal dari dongeng perjalanan pendeta suci yang berasal dari kerajaan Majapahit di pulau Jawa, pendeta tersebut yaitu Dang Hyang Nirarta atau Dang Hyang Dwijendra. Sebagai pendeta suci Dang Hyang Nirarta juga seorang tokoh dalam membuatkan aliran agama Hindu.
Perjalanan Dang Hyang Nirarta ke Bali, alasannya yaitu runtuhnya kerajaan Majapahit. Perjalanannya ke Bali dalam rangkaian Dharma Yatra, sebuah perjalanan suci dalam penyebaran agama dan tidak akan kembali ke Pulau Jawa. Raja Waturenggong yaitu yang berkuasa di Bali ketika ia datang. Dengan suka cita dan hormat Raja Waturenggong menyambut kedatangan orang suci menyerupai Dang Hyang Nirarta, dalam perjalanan sucinya di Bali. Dang Hyang Nirarta mendirikan banyak pura menyerupai Pura Rambut Siwi, Pulaki, Melanting, Uluwatu, Er Jeruk, Petitenget, Purancak, Ponjok Batu, Kaprusan, Gunung Payung dan Pura Tanah Lot.
Kisah Perjalan
Dalam perjalanannya menyusuri pesisir dari Barat, suatu ketika ia melihat sinar suci dari arah Tenggara, dengan tingkat kerohanian yang tinggi ia tahu bahwa itu sebuah petunjuk gaib, untuk itulah diikuti sinar tersebut sehingga hingga pada sumbernya sebuah mata air, tidak jauh dari tempat tersebut ia menemukan tempat yang sangat indah, sebuah bongkahan kerikil karang besar berbentuk menyerupai burung yang dinamakan Gili Beo. Di gili inilah Dang Hyang Nirarta melaksanakan meditasi dan mendekatkan diri dengan Tuhan dan memuja Dewa penguasa laut.
Gili Beo ini terletak di pinggir pantai di wilayah Desa Beraban. Di desa ini sendiri dikuasai oleh seorang bendesa, pemimpin desa ini sangat dihormati warga dan populer sakti, pemimpin desa tersebut berjulukan Bendesa Beraban Sakti, warga yakin, percaya dan bersandar pada seorang pemimpin menyerupai Bendesa Beraban yang menjadi utusan Tuhan, untuk itulah Bendesa Beraban sangat disegani oleh warga dan mempunyai banyak pengikut. Namun dengan kedatangan Dang Hyang Nirarta ke desa Beraban banyak warga termasuk juga pengikut Bendesa yang ikut aliran Dang Hyang Nirarta, melihat ini semua Bendesa Beraban menjadi murka dan mengajak pengikutnya untuk mengusir Dang Hyang Nirarta.
Pada ketika penyerangan Bendesa Beraban Sakti, dengan kekuatan spiritual Dang Hyang Nirarta melindungi dirinya dari serangan Bendesa dengan memindahkan kerikil karang besar Gili Beo ke tengah pantai dan dengan selendangnya membuat banyak ular berbisa di sekitar kerikil karang tersebut yang berfungsi sebagai pelindung, hingga kini keberadaan ular bahari tersebut masih sanggup ditemukan, warnanya hitam dengan belang-belang kuning dan berekor pipih, ular ini diyakini sebagai penjaga pura siap menyerang dan mengganggu keberadaan pura, sedangkan bongkahan kerikil karang tersebut dinamakan Tanah Lot yang balasannya didirikan sebuah tempat suci berjulukan Pura Penataran Luhur Tanah Lot.
- Pura Penataran – berlokasi di bab utara dari Pura Tanah Lot, pura untuk memuja Tuhan dan manifestasi-NYA untuk kebahagiaan dan kesejahteraan.
https://www.rentalmobilbali.net/aktivitas-wisata/sejarah-tanah-lot/