Monday, July 2, 2018

√ Cerita Inspiratif, Anakku Ranking Ke-23

Copas dari Bu Ia Rizkyanti

Anakku ranking ke-23 ...

Di kelasnya ada 25 orang murid,setiap kenaikan kelas,anak perempuanku selalu menerima ranking ke-23. Lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtua,kami merasa panggilan ini kurang lezat didengar,namun anehnya anak kami tidak merasa keberatan dengan panggilan ini.

Pada sebuah program keluarga besar,kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang yaitu wacana hero mereka masing-masing. Anak-anak ditanya apa impian mereka jika sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter,pilot,arsitek bahkan presiden. Semua orang pun bertepuk tangan. Tapi anak wanita kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat jika hanya beliau yang belum mengutarakan cita-citanya.

Didesak orang banyak,akhirnya beliau menjawab ,,,
"Saat saya dewasa,cita-citaku yang pertama yaitu menjadi seorang guru TK,memandu belum dewasa menyanyi,menari kemudian bermain-main".

Demi memperlihatkan kesopanan,semua orang tetap menawarkan pujian,kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua.
Dia pun menjawab ,,,
"Saya ingin menjadi seorang ibu,mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur,kemudian membacakan kisah untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang."

Semua sanak keluarga saling pandang tanpa tahu harus berkata apa. Nampak raut muka isteriku pun terlihat canggung sekali.

Sepulangnya kami kembali ke rumah,isteriku mengeluhkan ke padaku,apakah saya akan membiarkan anak wanita kami kelak hanya
menjadi seorang guru TK?

Anak kami sangat penurut,dia tidak lagi membaca komik,tidak lagi menciptakan origami,tidak lagi banyak
bermain. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan,dia ikut les berguru sambung menyambung,buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai kesudahannya badan kecilnya tidak sanggup bertahan
lagi terjangkit flu berat dan radang paru-paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya menciptakan kami tidak
tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23.
Kami memang sangat sayang pada anak kami ini,namun kami sungguh tidak memahami akan nilai di
sekolahnya.

Pada suatu minggu,teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang membawa serta keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa,ada anak yang bernyanyi,ada juga yang memperagakan kebolehannya.
Anak kami tidak punya keahlian khusus,hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira. Dia seringkali lari ke belakang untuk mengawasi materi makanan,merapikan kembali kotak masakan yang terlihat sedikit miring,mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika makan,ada satu tragedi tak terduga. Dua orang anak lelaki sahabat kami,satunya si jenius matematika,satunya lagi mahir bahasa Inggris berebut sebuah kue. Tiada seorang pun yang mau melepaskannya,juga tidak mau saling membaginya. Para orang bau tanah membujuk mereka,namun tak berhasil. Terakhir anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.

Ketika pulang,jalanan macet. Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku menciptakan guyonan dan terus menciptakan orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti,dia mengguntingkan banyak sekali bentuk binatang kecil dari kotak bekas daerah makanan. Sampai ketika turun dari kendaraan beroda empat bus,setiap orang
mendapatkan guntingan kertas berbentuk binatang masing-masing,dan mereka terlihat begitu gembira.

Selepas ujian semester,aku mendapatkan telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar jika rangking sekolah anakku tetap 23. Namun beliau menyampaikan ada satu hal absurd yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan. Dalam soal itu tertera: SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI DAN APA ALASANNYA?
Dan balasan dari semua sahabat sekelasnya sama,tak ada satu pun yang beda. Mereka serentak menuliskan nama anakku.

Mereka bilang sebab anakku sangat bahagia membantu orang,selalu memberi semangat,selalu
menghibur,selalu lezat diajak berteman,dan banyak lagi.

Si wali kelas memberi kebanggaan ,,,
"Anak bapak ini jika bertingkah laris terhadap orang,benar-benar nomor satu".

Tak berselang usang saya mencandai anakku dan berkata padanya ,,,
"Suatu ketika kau akan jadi pahlawan".

Anakku yang sedang merajut selendang leher tiba-tiba menjawab ,,,
"Bu guru pernah menyampaikan sebuah pepatah,ketika pahlawan lewat,harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan."

Dia kemudian melanjutkan ,,,
"Ayah... Aku tidak mau jadi pahlawan. Aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan saja."

Aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku. Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin
menjadi seorang pahlawan,jadi orang-orang hebat,atau orang terkenal. Namun anakku menentukan untuk menjadi orang yang tidak 'terlihat'. Seperti akar sebuah tanaman,tidak terlihat,tapi dialah yang mengokohkan,dialah yang memberi makan dan dialah yang memelihara kehidupan yang lain.

   

Sahabatku,,,
Hidup itu bukan semata-mata untuk menandakan siapa yang paling penting,siapa yang paling berperan,atau siapa yang paling hebat,tapi sederhana saja,siapa yang paling bermanfaat bagi yang lain ...


Sumber http://es-saga.blogspot.com