Berbagai pola dongeng telah ditampilkan di beberapa artikel yang lalu. Adapun artikel-artikel tersebut antara lain contoh dongeng singkat, contoh dongeng pengalaman pribadi, contoh dongeng novel, contoh dongeng cerpen, serta contoh dongeng novel dan cerpen. Artikel ini juga akan menampilkan pola dongeng lainnya, di mana pada artikel ini, pola dongeng yang ditampilkan di artikel kali ini memakai salah satu di antara jenis-jenis alur cerita, yaitu alur maju. Alur ini merupakan alur yang tahapan dalam alur ceritanya dimulai dari pembukaan, pengenalan masalah, klimaks, antiklimaks, dan penyelesaian.
Adapun pola dongeng beralur maju tersebut ialah sebagai berikut ini!
Kemarau di Mimpi, Hujan di Nyata
Aku selalu menyukai hujan. Bukan hujan yang deras, tetapi hujan yang rintik dan menyembulkan aroma tanah yang khas. Aku sangat menyukai hujan, sampai-sampai terbawa dalam mimpiku. Aku selalu bermimpi hujan ynag rintik turun di alam mimpiku dan saya pun bermain hujan-hujanan di sana.
Hujan di mimpi itu menyenangkan. Sebab, kita dapat bermain hujan-hujanan di sana, tanpa takut dimarahi ibu atau terkena sakit demam. Tapi, hujan di mimpi itu menyebalkan. Sebab, terkadang dunia faktual selalu menyeret kita untuk kembali ke realitas; ke alam yang kita hadapi dengan penuh kesadaran.
Saat ini, hujan memang hanya dapat dinikmati dalam mimpi. Sebab, alam faktual sekarang sedang tidak hujan. Saat ini, alam faktual sedang mengalami demam isu kemarau. Menurut sejumlah andal cuaca yang kulihat di televisi, demam isu kemarau kali ini akan lebih usang dibanding beberapa tahun sebelumnya. Diperkirakan demam isu kemarau ini akan terjadi selama sepuluh bulan mendatang. Kecewa, panik, dan bahkan menyalahkan Tuhan ialah reaksi orang kebanyakan sesudah mendengar gosip jelek ini.
Aku juga sempat kecewa dan panik, bahkan ingin menyalahkan Tuhan. Tapi, sesudah kupikir lagi, kemungkinan kemarau selama sepuluh bulan itu kan baru prediksi. Mengapa harus takut? Toh, prediksi insan tidak akan dapat melampaui kedahsyatan kehendak Tuhan. Bisa saja kan kemarau tahun ini hanya berlangsung enam bulan saja menyerupai biasanya? Atau, bahkan dapat tiga bulan.
Saat yang lain panik dan galau memikirkan sumber air yang dapat digunakan ketika demam isu kemarau, saya hanya dapat berharap bahwa setiap mimpiku saya akan bertemu dengan hujan; bermain-main hujan di alam mimpiku. Benar saja, hujan di mimpiku ternyata tak ikut sirna alasannya kemarau di alam nyata. Hujan di mimpiku ternyata masih membasahi alam mimpiku yang tengah gembur dan telah menumbuhkan benih-benih imajinasiku.
Namun, bulan maduku dengan hujan di mimpi hanya sesaat. Sebab, pada suatu malam hujan, tak membasahi alam mimpiku. Hujan sekarang telah diganti oleh kemarau di mimpiku. Ah, sialan, mengapa kemarau dapat terjadi di alam mimpi juga? rutukku dalam hati. Di ruang mimpiku malam tadi, saya hanya melihat tanah-tanah yang retak dan menguning, serta sinar mentari yang panasnya duakali lipat dari biasanya. Tuhan, masihkah ada hujan di mimpiku, bahkan di alam nyataku? suara batinku berujar.
Enam bulan sesudah itu, hujan tak pernah lagi mampir di mimpiku. Ajaibnya, hujan justru malah hadir di kehidupan nyataku. Sudah kuduga, ternyata prediksi andal cuaca soal demam isu kemarau tahun ini tidak akurat. Ternyata benar, bahwa jikalau Tuhan berkehendak, maka beliau akan mematahkan seluruh prediksi insan mana pun, tak peduli bahwa prediksi insan itu akurat sekali pun. Ujarku dalam hati.
Hujan-hujanan tentu saja menjadi hal yang saya lakukan ketika hujan turun kembali di alam nyataku. Puas bermain hujan-hujanan, saya pun mengganti baju dan mengeringkan diri. Karena lelah, saya pun mengantuk dan beberapa ketika kemudian terdampar di alam mimpiku.
Di alam mimpiku itu, saya melihat sebuah telaga yang berada di depanku. Telaga itu pun kemudian berujar kepadaku, “Hai, Vira, apa kabar?” Aku pun kaget dan nyaris ingin lari terbirit-birit. Namun, ketika hendak melaksanakan hal itu, si telaga pun berujar lagi, “Jangan takut lagi, Vira. Aku ini hujan yang sering tiba ke mimpimu dan sekarang tengah berubah wujud menjadi sebuah telaga.”
“Lantas, mengapa kau mengubah wujudmu menjadi telaga dan tak menjadi hujan menyerupai biasa? Lalu, mengapa kau menghilang dari mimpiku selama enam bulan terakhir ini?” tanyaku menimpali ucapannya tadi.
“Karena Tuhan menghendakiku untuk menolong orang-orang di alam nyatamu. Karena Tuhan ingin saya kembali menghujani alam nyatamu yang tengah diselimuti oleh kemarau.”
Tak sempat kutimpali ucapannya, ibuku pun pribadi membangunkanku dan menyuruhku untuk makan malam.
Demikianlah pola dongeng alur maju dalam bahasa Indonesia. Terima kasih.
Sumber https://dosenbahasa.com