Dalam mengelola sebuah usaha, seringkali kita membutuhkan sebuah kantor. Kantor ini, pada umumnya, mempunyai lokasi fisik dalam bentuk bangunan. Jika begitu, tentu saja kau harus mengetahui aturan dan aturan yang berlaku sehubungan dengan hal tersebut. Salah satu hal yang wajib kau ketahui yakni perihal pajak—disebut juga Pajak Bumi dan Bangunan. Semua pihak yang mempunyai objek pajak bumi maupun bangunan wajib membayar pajak ini, tapi sebetulnya bagaimana sih ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan ini? Yuk, kita simak informasi berikut ini!
Apa itu Pajak Bumi dan Bangunan?
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yakni pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul alasannya adanya laba dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau tubuh yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat darinya. Jadi, kalau kau menetap atau mengelola bisnis di suatu bangunan, kau wajib membayarkan PBB yang berlaku. Pajak ini bersifat kebendaan, yang artinya besarannya ditentukan dari keadaan objek bumi atau bangunan yang bersangkutan.
Nah, mungkin kini kau bertanya-tanya, “Apa sih objek bumi dan objek bangunan?” Objek bumi terdiri dari sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan dan tambang. Sementara itu, objek bangunan terdiri dari rumah tinggal, bangunan usaha, gedung bertingkat, sentra perbelanjaan, pagar mewah, kolam renang dan jalan tol. Jika kau mempunyai satu—atau lebih—dari contoh-contoh di atas, maka kau yakni yang disebut juga sebagai subjek Pajak Bumi dan Bangunan.
Apa sih sebetulnya subjek PBB? Subjek Pajak Bumi dan Bangunan yakni orang pribadi dan/atau organisasi yang secara faktual mempunyai hak atas bumi, memperoleh manfaat atas bumi, mempunyai bangunan, menguasai bangunan dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Jika kau mempunyai sebuah ladang/tanah atau bangunan/gedung, maka kau pun termasuk salah seorang subjek pajak yang wajib membayarkan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan.
Apa Saja yang Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan?
Meskipun sesuatu termasuk ke dalam contoh-contoh objek bumi dan objek bangunan, belum tentu ia termasuk ke dalam objek Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut yakni beberapa pola objek bumi dan objek bangunan yang tidak diwajibkan Pajak Bumi dan Bangunan:
- Objek bumi atau bangunan yang dipakai semata-mata untuk kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional—tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
- Objek bumi atau bangunan yang dipakai sebagai kuburan, peningggalan purbakala atau hal sejenis
- Objek bumi atau bangunan yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai suatu desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
- Objek bumi atau bangunan yang dipakai oleh perwakilan diplomatik, konsultan menurut asas perlakuan timbal balik
- Objek bumi atau bangunan yang dipakai oleh tubuh atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan
Undang-Undang Apa Saja yang Mengatur ihwal Pajak Bumi dan Bangunan?
Ada beberapa undang-undang dalam konstitusi Indonesia yang mengatur ihwal pemungutan dan mekanisme Pajak Bumi dan Bangunan. Mengetahui peraturan-peraturan yang tertera ini sangat penting bagi kita—terutama perusahaan—agar tidak terkena denda. Berikut yakni undang-undang yang mengatur ihwal Pajak Bumi dan Bangunan:
- UU No. 12 Tahun 1994 ihwal Perubahan Atas UU No. 12 tahun 1985 ihwal Pajak Bumi dan Bangunan mengatur semua ihwal pungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan
- UU No. 28 tahun 2009 ihwal Pajak dan Retribusi Daerah membahas kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang telah diserahkan ke pemerintah kabupaten atau kota.
- Undang-undang yang sama mengatur Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pertambangan, Perhutanan dan Perkebunan (PBB P3) di bawah wewenang pemerintah sentra melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

Cara dan Ketentuan Mendaftarkan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Kalau kau mempunyai objek bumi atau bangunan yang terkena Pajak Bumi dan Bangunan, kau wajib melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat dari objek tersebut. Cara mendaftarkannya cukup sederhana, tapi kau perlu mengetahui ketentuan-ketentuan yang ada sehubungan dengan registrasi itu. Dengan begini, harapannya, kau tidak akan merasa kebingungan dalam mendaftarkannya. Berikut yakni mekanisme registrasi objek PBB:
- Datangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang mengatur kawasan objek pajakmu terletak
- Isi formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang sanggup kau dapatkan di KPP atau KP2KP tersebut secara gratis
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak dalam Mendaftarkan Objek Pajak
Dalam proses registrasi objek pajak bumi dan/atau bangunan milikmu, ada sejumlah hak dan kewajiban yang kau miliki sebagai subjek pajak. Ketahuilah hak dan kewajiban yang kau miliki, biar tidak terjadi kesalahpahaman sekaligus kecurangan yang tidak diinginkan.
Hak Wajib Pajak dalam Mendaftarkan Objek Pajak
- Formulir SPOP tersedia GRATIS di KPP, KP2KP dan tempat lain yang ditunjuk oleh pemerintah—jangan hingga kau diminta membayar untuk ini
- Kamu berhak mendapat klarifikasi atau keterangan ihwal tata cara pengisian dan penyampaian kembali SPOP pada KPP dan KP2KP
- Kamu berhak mendapat tanda terima pengembalian SPOP dari KPP atau KP2KP
- Kamu boleh memperbaiki atau mengisi ulang SPOP kalau terdapat kesalahan dalam pengisian, tapi harus disertai dengan fotokopi bukti sah sertifikat tanah, sertifikat jual beli tanah dan lain sebagainya
- Kamu berhak menunjuk pihak lain selain karyawan DJP sebagai tanda kuasa wajib pajak untuk mengisi dan menandatangani SPOP, dengan syarat melampirkan surat kuasa khusus disertai materai
- Kamu berhak mengajukan permohonan secara tertulis soal penundaan penyampaian SPOP asalkan tidak melampaui batas waktu dan menyebutkan alasan-alasan yang sah
Kewajiban Wajib Pajak dalam Mendaftarkan Objek Pajak
- Kamu wajib mendaftarkan objek pajak, dengan cara mengisi SPOP
- SPOP harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap, sehingga sanggup dibaca dan tidak mengakibatkan kesalahpahaman, sesuai dengan keadaan yang bekerjsama dan terisi seluruhnya, kemudian ditandatangani (dan melampirkan surat kuasa khusus bila diwakilkan)
- Kamu wajib memperlihatkan atau memberikan kembali SPOP yang telah diisi ke KPP atau KP2KP paling lambat 30 hari setelahnya
- Kamu wajib melaporkan perubahan data atas objek pajak ke KPP Pratama atau KP2KP dengan mengisi kembali SPOP dan melampirkan dokumen pendukung

Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
Setelah mengetahui pengertian, dasar hukum, subjek dan objek PBB, kini saatnya kita mengulas ihwal dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan. Singkatnya, dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yakni Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Apa itu NJOP? NJOP yakni harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli tanah, yang setiap tahunnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Beliau memutuskan harga-harga tersebut dengan mempertimbangkan masukan dari bupati dan walikota setempat.
Dalam memutuskan NJOP tersebut, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Untuk NJOP Bumi, dasar penetapannya yakni letak, pemanfaatan, peruntuhan dan kondisi lingkungan. Sementara itu, penetapan NJOP Bangunan dipengaruhi oleh materi yang dipakai di dalam bangunan, rekayasa, letak dan kondisi lingkungan. Namun bagaimana kalau tidak terjadi transaksi jual beli? Untuk itu pun ada dasar penetapan NJOP-nya, yakni sebagai berikut:
- Perbandingan harga dengan objek lainnya — yaitu objek yang masih sejenis, lokasinya berdekatan dan mempunyai fungsi yang sama, atau objek lain sebagai citra yang kurang lebih sanggup mendekati nilai objek pajak
- Nilai Perolehan Baru — dengan cara menghitung biaya yang sudah dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak, dikurangi dengan penyusutan yang terjadi, contohnya pada kondisi fisik objek
- Nilai Jual Pengganti — menurut hasil produk objek pajak, dengan kata lain nilai jual didasarkan pada keluaran yang dihasilkan oleh objek pajak itu sendiri
Selain NJOP, ada pula yang disebut dengan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). NJOPTKP yakni batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya di masing-masing wilayah memang cenderung berbeda-beda. Meskipun begitu, menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000, NJOPTKP untuk setiap kawasan di kabupaten/kota ditetapkan setinggi-tingginya senilai Rp 12.000.000,- dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
- Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam 1 Tahun Pajak.
- Jika wajib pajak mempunyai lebih dari 1 objek pajak, maka yang sanggup atau mendapat pengurangan NJOPTKP hanya 1 objek pajak yang nilainya paling besar dan tidak sanggup digabungkan dengan objek pajak lainnya yang wajib pajak miliki.
Sementara itu, NJKP yakni dasar penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan. NJKP juga dikenal sebagai assessment value atau nilai jual objek yang akan dimasukkan ke dalam perhitungan pajak terutang. Dengan kata lain, NJKP merupakan serpihan dari NJOP.
Dalam KMK Nomor 201/KMK.04/2000, ketentuan presentase NJKP sudah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebagai berikut:
- Objek pajak perkebunan sebesar 40%.
- Objek pajak pertambangan sebesar 40%.
- Objek pajak kehutanan sebesar 40%.
- Objek pajak lainnya menyerupai Pedesaan dan Perkotaan dilihat dari nilai NJOP-nya, yakni:
- Jika NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar 40%.
- Sedangkan, kalau NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar 20%.

Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan
Nah, kini kau sudah tahu semua prosedur, ketentuan dan persenannya. Tapi semua itu tidak ada gunanya kalau kau tidak tahu menahu cara menghitung pajak yang harus kau bayarkan. Oleh alasannya itu, yuk kita kini melihat bagaimana cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan!
Pada dasarnya, perhitungan PBB yakni perkalian tarif 0,5% dengan NJKP yang sudah dijelaskan di atas. NJKP sendiri merupakan 20% dari NJOP. Apakah sudah cukup jelas?
Misalnya NJOP suatu objek yakni Rp 4.000.000. Maka berapa jumlah PBB yang harus dibayarkan? Berikut yakni penghitungannya.
Pertama, kita harus hitung terlebih dahulu NJKP-nya:
NJKP: 20% x Rp 4.000.000,- = Rp 800.000,-
Lalu kini kita hitung PBB-nya:
PBB: 0,5% x Rp 800.000,- = Rp 4.000,-
Baiklah, itu yakni cara sederhana menghitung besaran PBB, tapi bagaimana kalau penghitungan ini kita implementasikan di kehidupan nyata? Coba kita gunakan rumus ini di situasi tertentu!
Anggap saja kau mempunyai rumah seluas 50 meter persegi yang berdiri di atas sebidang tanah seluas 100 meter persegi. Misalkan harga bangunan tersebut yakni Rp 500.000, sementara harga tanah tersebut yakni Rp 1.000.000. Makara berapakah PBB yang harus kau bayarkan?
Pertama, kita hitung terlebih dahulu nilai bangunan dan tanahnya:
Bangunan: 50 x Rp500.000 = Rp25.000.000
Tanah: 100 x Rp 1.000.000 = Rp100.000.000
Kedua, kita hitung NJOP nya dengan menjumlahkan nilai bangunan dan tanah:
Nilai Bangunan: Rp25.000.000
Nilai Tanah: Rp100.000.000
————————————— +
Rp. 125.000.000
Terakhir, sehabis diketahui NJOP nya, kita sanggup pribadi menghitung PBB nya:
NJKP: 20% x Rp125.000.000 = Rp25.000.000
PBB: 0,5% x Rp 25.000.000 = Rp125.000
Nah, kini kau tahu deh besaran PBB yang harus kau bayarkan. Praktis bukan? Tentu saja, cara paling gampang untuk mengetahui berapa Pajak Bumi dan Bangunan yang harus kau bayarkan, kau sanggup mengusut saja tagihan PBB milikmu. Bagaimana caranya?

Cara Memeriksa Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan
Sebetulnya kau sanggup mengambil tagihan PBB yang berupa SPPT biasanya di kecamatan atau kelurahan, bahkan sanggup pribadi dari Ketua RT masing-masing. Biasanya pihak kecamatan atau kelurahan telah menyerahkan SPPT tersebut melalui Ketua RW, yang menyerahkannya ke pihak RT setempat. Selain itu, kau juga sanggup menanyakan ihwal SPPT di kantor pajak terkait.
Mengikuti perkembangan zaman yang sudah beralih ke dunia digital, kini tagihan PBB pun sanggup dicek secara online. Meskipun ini gres sanggup diakses untuk daerah-daerah tertentu saja, metode ini niscaya sanggup jauh lebih memudahkanmu untuk mengusut tagihanmu kapanpun dan dimana pun kau berada. Lebih enak, bukan?
Dengan memakai tagihan online, kau juga sanggup mengecek tagihan pembayaran pajak tahun-tahun sebelumnya—apakah sudah terlunasi atau belum, misalnya. Situs pajak tersebut akan menyajikan tagihan pembayaran pajakmu secara lengkap dari tahun ke tahun. Selain itu, tagihan online ini juga memungkinkanmu untuk mengecek apakah suatu bangunan pajaknya sudah lunas atau belum, ketika kau ingin membelinya. Dengan begitu, kau tidak perlu takut terjerat sengketa dengan pemilik bangunan sebelumnya.
Website yang ada untuk mengecek tagihan Pajak Bumi dan Bangunan per wilayahnya berbeda-beda, namun rata-rata mempunyai mekanisme yang serupa. Biasanya terdapat Nomor Objek Pajak (NOP) yang harus dimasukkan. Setelah NOP dimasukkan, kau sanggup menentukan tagihan PBB tahun berapakah yang ingin kau lihat. Di situ kemudian akan muncul data pajak PBB menyerupai nama wajib pajak. Selain data dan tagihan PBB kamu, di website tersebut, kau juga sanggup melihat rincian lainnya, antara lain besarnya total NJOP, NJOP dan NJKP.

Bagaimana? Apa kalian jadi mempunyai pengertian yang lebih mendalam ihwal Pajak Bumi dan Bangunan? Mungkin kini kalian sudah siap melaksanakan pembayaran pajak ini. Kalau kalian memikirkan ihwal pajak ini sehubungan dengan bisnismu, mungkin kau jadi tidak mengecewakan pusing. Bagaimana ya caranya untuk sanggup mengelola pajak ini sekaligus dengan pengeluaran-pengeluaran lainnya? Untuk pengelolaan administrasi finansial perusahaan yang optimal, serahkan semuanya ke JojoExpense. Dengan begini, kau tidak perlu lagi pusing menghitung dan mendata semuanya secara manual. Biarkan prosesnya berjalan secara otomatis!
Sumber aciknadzirah.blogspot.com