Saturday, July 22, 2017

√ Komparatif Kepemimpinan Di Pesantren Dan Persekolahan

Komparatif Gaya dan Fungsi Kepemimpinan di Pesantren dan Persekolahan

A.    Kepemimpinan
1.      Pengertian Kepemimpinan
Thariq Muhammad As-Suwaidan (2015, hlm.41) Pepemimpinan ialah acara menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi lain menyebutkan kepemimpinan ialah sebuah proses imbas sosial tatkala seseorang bisa merangsang pertolongan dan dukungan orang lain demi mewujudkan kiprah bersama. (Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel, 2014, hlm.635) Selain itu juga yang hubungannya kepemimpinan dipersantren mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni memanfaatkan seluruh daya (dana, sarana, dan tenaga) pesantren untuk mencapai tujuan pesantren. (Mastuhu, 1994, hlm.79).
Selain itu banyak pula konsep kepemimpinan yang didefinisikan oleh para pakar kepemimpinan, diantaranya Kepemimpinan ialah proses membujuk (inducting) orang-orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama kepemimpinan (Edwin A. Licke, 1997: 3). Kepemimipinan sebagai kemampuan untuk menghipnotis suatu kelompok kearah tercapainya tujuan (Robbins, 2003: 40). Dari definisi-definisi yang telah diuraikan, maka secara sederhana sanggup ditarik inti dari kepemimpinan ialah kemampuan menghipnotis orang lain, sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan bersama.

2.      Gaya Kepemimpinan
a.      Model Kontingensi Kepemimpinan
Pendekatan kontingensi juga berupaya memerinci kondisi atau variabel situasional yang menjembatani kekerabatan antara kriteria sifat-sifat pemimpin, perilaku, dan performa (Bryman, 1996) bukti memperlihatkan bahwa dalam satu rangkaian kondisi, satu jenis pemimpin terbukti efektif; namun dalam rangkaian kondisi lainnya, jenis pemimpin yang berbedalah yang efektif.
Kepemimpinan Instruksional
Kepemimpinan instruksional merupakan sebuah bentuk kepemimpinan yang menekankan perbaikan proses belajar-mengajar pada inti teknik sekolah. Para kepala sekolah memengaruhi prestasi para siswa secara tidak eksklusif dengan membuat organisasi-organisasi instruksional di sekolah mereka melalui tindakan partisipatif dan dengan membangun iklim serta budaya sekolah yang ditandai oleh tujuan yang dikomunikasikan secacara terang dan ekspektasi tinggi akan prestasi akademik dan sikap sosial.
Hallinger dan murphy (1985) mengajukan sebuah model kepemimpinan instruksional yang menerapkan tiga aspek.
1.      Pentapan misi sekolah sebenarnya menyoroti kiprah kepala sekolah dalam bekerja dengan orang-orang lain untuk memastikan semoga sekolah memakai tujuan yang jelas, bisa diukur, dan berbasis waktu demi kemajuan akademis siswa.
2.      Pengelolaan acara instruksional berarti melaksanakan koordinasi dan mengontrol kurikulum sekolah dan pengajaran dengan merangsang, mengawasi, dan memantau proses belajar-mengajar.
3.      Penumbuhan iklim berguru sekolah yang kasatmata berpijak pada pandangan bahwa sekolah-sekolah yang efektif sebenarnya membuat tekanan akadeimis melalui standard an ekspektasi tinggi atas siswa dan guru (Hallinger, 2005).

Sejalan dengan hasil Hallinger (2005), Alig-mielcarek dan Hoy (2004) menemukan bahwa efektivitas kepemimpinan instruksional tergantung pada tekanan akademik iklim sekolah.

Model Kontingensi Kepemimpinan Fiedler
Gaya kepemimpinan ditentukan oleh sistem motivasional pemimpin, yakni struktur kebutuhan dasar yang memotivasi sikap dalam bermacam-macam situasi (hubungan) antar-pribadi. Control situasional ialah tingkat kekuasaan dan pengeruh yang dipegang oleh para pemimpin untuk mengimplementasikan rencana, keputusan, dan taktik agresi (Fiedler dan Garcia, 1987). Control situasional ditentukan oleh tiga factor, keuasaan jabatan, struktur tugas, kekerabatan pemimpin-anggota.
Dari data yang dihimpun sebelum 1962, Fiedler membuatkan tiga proposisi bagi teori kontingensinya:
1.      Dalam situasi control-tinggi, para pemimpin berorientasi-tugas lebih efektif daripada pemimpin yang berorientasi-hubungan
2.      Dalam situasi control-sedang, para pemimpin berorientasi-hubungan lebih efektif daripada pemimpin yang berorientasi-hubungan
3.      Dalam situasi control-rendah, para pemimpin berorientasi-tugas lebih efektif daripada pemimpin yang berorientasi-hubungan.
Dengan demikian, efektivitas kepemimpinan tergantung pada kesesuaian gaya kepemimpinan yang sempurna dengan situasi.

Model Pengganti Bagi Kepemimpinan
Pengganti ialah hal-hal yang menimbulkan sikap berorientasi orang dan berorientasi kiprah terasa tidak perlu dan berlebih-lebihan. Dengan kata lain, pengganti ialah aspek-aspek situasional yang menggantikan atau mengurangi kemampuan seorang pemimpin untuk memengaruhi sikap, persepsi atau sikap para pengikut. Tiga factor berpotensi bertindak sebagai pengganti pemimpin (Kerr dan Jermier, 1978):
1.      Karakteristik para bawahan – kemampuan, pelatihan, pengalaman dan pengetahuan, orientasi professional, dan ketidakpedulian mereka terhadap imbalan
2.      Karakteristik kiprah – kerja rutin terstruktur, tugas-tugas yang memuaskan secara intrinsic, dan umpak balik yang diberikan oleh tugas
3.      Karakteristik organisasi – formalisasi kiprah dan prosedur, fleksibilitas aturan dan kebijakan, kerekaran dan kemandirian kelompok kerja, sekaligus jarak special antara penyelenggaraan/kepala sekolah dengan para pengikut.

Kepemimpinan Tersebar
Kepemimpinan tersebar meliputi kepemimpinan oleh tim dan kelompok. Secara praktis, pendekatan tersebar menantang perkiraan umum bahwa satu orang harus bertanggung jawab untuk memunculkan perubahan (Heller dan Firestone, 1995). Penyebaran kepemimpinan sama artinya dengan penyebaran kekuasaan (Gronn dan Hamilton, 2004).
James Spillane (2006) mengajukan sebuah model kepemimpinan tersebar yang memusatkan perhatian pada praktik-praktik yang dimaksudkan untuk meningkatkan proses belajar-mengajar, terutama dalam membaca, matematika dan sains.
b.      Kepemimpinan Transformasional

Kontinum Kepemimpinan Kisaran-penuh
Kepemimpinan Laissez-Faire
Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan Transformasional
1.      Nontransaksional atau pasif
2.      Kepemimpinan bergantung imbalan
3.      Manajemen menurut perkecualisan aktif
4.      Manajemen menurut perkecualian pasif
5.        Sifat-pengaruh yang diidolakan atau karisma
6.        Perilaku-pengaruh yang diidolakan atau aksi-aksi karismatik
7.        Motivasi inspiratif
8.        Rangsangan intelektual
9.        Pertimbangan individual

Kepemimpinan Laissez-FaireBass (1998) mencirikan jenis kepemimpinan ini sebagai ketiadaan transaksi dengan para pengikut.
Kemepimpinan TransaksionalPara pemimpin transaksional memotivasi para pengikutnya dengan saling bertukar imbalan atas jasa-jasa yang diberikan – contohnya, seorang kepala sekolah menawarkan materi pengajaran yang gres atau waktu perencanaan yang lebih panjang kepada para guru semoga mereka bisa menerapkan acara kurikulum yang baru. Ketika para bawahan mengerjakan kiprah mereka di dalam organisasi semisal sekolah, pemimpin transaksional pun mengenali apa yang diinginkanoleh para bawahan dari pekerjaan mereka dan berusaha menyediakan keinginan tersebut.
Kepemimpinan Transformasional – Kepemimpinan transformasional merupakan ekspansi dari kepemimpinan transaksional yang bergerak melampaui pertukaran dan kesepakatan sederhana. Para pemimpin transformasional berciri proaktif, mengangkat tingkat kesadaran para pengikut akan kepentingan-kepentingan kolektif inspiratif, dan membantu pengikut meraih hasil-hasil performa yang luar biasa tinggi.
Kepemimpinan Pengabdi – Hal yang sangat ibarat dengan kepemimpinan transformasional ialah gagasan/maksud dari kepemimpinan pengabdi-perilaku yang memupuk perkembangan individu dalam organisasi melalui menyimak, empati, pekerjaan mengurus, dan kesadasar untuk membuatkan para pengikut yang secara etis memikirkan dan mendorong kekerabatan antarpribadi yang baik dengan dengan para kolega mereka (Walumba Te. Al., 2010). Konsep kepemimpinan pengabdi pertama kali dirumuskan oleh Greenleaf (1997). Menurutnya, ego mendorong prestasi, tetapi para pemimpin, dan untuk menjadi yang pertama di antara mereka menjadi pemimpin, dan untuk menjadi yang pertama di antara mereka yang sama (Bass, 2008). Kepemimpinan pengabdi memfokuskan arah energi pada pertumbuhan dan percapaian aspirasi pekerja. Pola pikir ini meungkindengan sendirinya menunjukkkan sikap kooperatif dan kreatif yang melebihi ekspektasi minimum (Neubert Te al., 2008).

c.       Teori Kepemimpinan Evolusioner
Premis dasar dari teori kepemimpinan evolusioner ialah bahwa pemimpin (leadership) dan sikap mengikuti (followership) muncul selama berlangsungnya evolusi manusia. Seorang pemimpin ialah seorang yang bisa memakai imbas sosial terhadap orang lain untuk mencapai tujuan bersama; para pemimpin membuat orang lain bekerja sama dalam mengerjar tujuan bersama. Seorang pengikut ialah orang yang saling mengoordinasikan tindakannya atau orang yang melepaskan otonomi individu untuk seseorang atau sesuatu.
Kepemimpinan mempunyai tiga fungsi penting; kepemimpinan mengikat kelompok; kepemimpinan membantu kelompok mempelajari hal-hal baru; dan kepemimpinan mengajarkan kepada yang lain bagaimana untuk memimpin.
Kepemimpinan evolusioner juga memprediksi bahwa individu lebih mungkin untuk mengikuti para pemimpin (1) dikala kesatuan kelompok berada dalam bahaya, (2) dikala bawahan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan atau dipikirkan, dan (3) dikala bawahan menginginkan kepemimpinan.
Teori kepemimpinan evolusioner menekankan para pengikut sebagai komponen kepemimpinan yang vital. Para pemimpin perlu berguru bagaimana mengubah pola kepemimpinan mereka ketiak berinteraksi dengan para pengikut dalam menapak tangga komitmen dari bawahan ke pendukung ke para loyalis kepada mereka yang magang kepada para murid.


3.      Fungsi Kepemimpinan
Setelah menguji model-model Hallinger dan mUrphy (1985), Murphy (1990), mereka menawarkan model sederhana kepemimpinan instruksional, yang meliputi tiga fungsi kepemimpinan:
·         Mendefinisikan dan mengkomunikasikan tujuan
·         Memantau dan menawarkan umpan balik konstruktif wacana pengajaran
·         Menumbuhkan dan menekankan perkembangan professional.

Selain itu juga ada beberapa fungsi kepemimpinan dalam orgnanisasi, diantaranya :
a.       membantu terciptanya suasana persaudaraan, kolaborasi dengan penuh rasa kebebasan
b.      membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam menawarkan ransangan dan pinjaman kepada kelompok dalam tetapkan dan menjelaskan tujuan
c.       membantu kelompok dalam tetapkan mekanisme kerja
d.      bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok, dan
e.       bertanggungjawab dalam membuatkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.

B.     Kepemimpinan di Pesantren
Pembahasan wacana kepemimpinan di Pesantren yang meliputi gaya dan fungsi kepemimpinan dalam organisasi Pesantren akan diuraikan dengan melihat fenomena kepemimpinan yang dilakukan oleh kyai sebagai pimpinan pesantren. Dari hasil penelitian (Mastuhu : 1994) sanggup dilihat bahwa gaya kepemimpinan pesantren berbeda-beda satu sama lain sesuai dengan kondisi budaya dan masyarakatnya.
1.      Gaya Kepemimipian di Pesantren
a.       Pondok Pesantren Guluk-Guluk
Kedudukan dan kekuasaan pemimpin sangat berpengaruh dan mantap. Hal ini disebabkan adanya tata nilai dalam kehidupan mereka, bahwa: yang muda menghormati yang tua, murid menghormati guru, dan seorang murid tidak akan menjadi orang baik dan pintar tanpa guru.
Hubungan antara anggota dan pemimpinnya, yaitu antara santri, ustadz, pengurus dan kyai sebagai satu keluarga dalam rumah tangga, dimana kyai dan nyai sebagai guru, bapak, ibu dan pimpinan mereka. Masing-masing pimpinan unit bebas berinisiatif dan bekerja untuk kemajuan dan kebaikan pesantren. Selama apa yang mereka lakukan tidak bertentangan dengan sunnah pesantren dan memperoleh restu dari guru.
Sehubungan dengan itu, maka gaya kepemimpinan di PP Guluk-Guluk mempunyai ciri-ciri paternalistik, dan free rein leadership (laissez faire), dimana pemimpin pasif, sebagai seorang bapak yang menawarkan kesempatan kepada anak-anaknya untuk berkreasi, tetapi juga diktatorial yaitu menawarkan kata-kata selesai untuk tetapkan apakah karya anak sanggup diteruskan atau dihentikan.



b.      Pondok Pesantren Sukorejo
Berbeda denan gaya kepemimpinan PP Guluk-Guluk, kepemimpinan Pondok Pesantren Sukorejo dilakukan secara pribadi oelh KH. R. As’ad Syamsoel Arifin sebagai pemimpin tunggal pesantren. Begitu besarnya karisma kepemimpinai kyai, sampai-sampai mengenai duduk perkara yang paling tidak mungkin dalam agama pun tidak ada orang yang berani mempersoalkannya. Misalnya: setiap hari jum’at kyai tidak tampak shalat jum’at di majid, padahal shalat jum’at hukumnya wajib.
Dari citra tersebut dimengerti bahwa ketundukan dan kepercayaan anggota terhadap pemimpinnya sangat luar biasa. Dalam keadaan ibarat itu, sanggup diamati bahwa jenis kepemimpinan Pondok Pesantren Sukorejo berciri, karismatik (spiritual leader) dan otoriter-paternalistik.

c.       Pondok Pesantren Blok Agung
Seperti kepemimpinan PP Sukorejo, kepemimpinan Pondok Pesantren Blok Agung juga dilakukan secara pribadi oleh KH. Muchtar Syafaat sebagai pemimpin tunggal pesantren. Kepemimpinannya yang karismatik terasa sangat mencekam dalam kehidupan pesantren dan masyarakat sekitarnya.
Kedudukan dan kewwnangan kiai sebagai pemimpin spiritual sangat kukuh. Hubungan antara anggota dan pemimpin sangat baik, anggota menghargai dan percaya penuh kepada kiai, tidak hanya sebagai pemimpin, tetapi juga sebagai bapak dan guru.
Gaya kepemimpinan Pondok Pesantren Blok Agung termasuk paternalistic, otoriter, dan juga laisser faire atau bebas, semuanya berada dalam struktur relevansi pedoman agama.

2.      Fungsi Kepemimpinan di Pesantren
            Kepemimpinan di Pesantren sangat berbeda dengan Kepemimpinan di Persekolahan, meski demikian secara kelompok gaya keilmuan bisa dikelompokkan dalam gaya dan sekaligus fungsi Kepemimpinan tersebut. Seorang kiai yang merupakan pimpinan tertinggi di Pesantren mempunyai otoritas penuh untuk memilih semua kegiatan yang akan dilakukan di Pesantren. Dengan demikian paling tidak bisa dilihat ada beberapa fungsi kepemimpinan di Pesantren, diantaranya :
a.       Menetukan tujuang Pesantren
b.      Pengambil keputusan yang mutlak dan tidak bisa diganggu gugat
c.        Mengawasi semua kegiatan yang ada di Pesantren

C.    Kepemimpinan di Persekolahan
1.      Gaya Kepemimpinan di Persekolahan
Kepemimpinan di Pesekolahan berbeda dengan kepemimpinan yang ada disantren. Meski secara tabiat dan bawaan dari pemimpin yang memilih gaya kepemimpinan di Persekolahan akan tetapi secara organisasi kepemimpinan di Persekolah lebih memperlihatkan kepada budaya sekolah yang sudah tertanam. Selain itu juga kedudukan pemimpin di sekolah bukanlah satu-satunya pemimpin yang sanggup sepenuhnya memilih akan dan mau ibarat apa forum pendidikan yang dimpimpinnya. Karena forum penididikan formal (Persekolahan) mempunyai hirarki secara formal dalam kepemimpinan. Bahkan dalam memilih tujuan forum pun ada bawahan-bahawan yang juga sebagai pemimpin dibagiannya masing-masing yang sanggup memilih arah tujuan dari bidang tersebut. Sebagai pola wakil kepala sekolah bidang kerikulum mempunyai hak untuk memilih arah dan tujuan kurikulum sekolah dan di Persekolah mengenai arah kebijakan sangat tergantung dengan aturan pemerintah.
Gaya kepemimpinan di Pesekolah dalam bahasa lain disebutkan tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan. Tipe kepemimpinan secara sederhana dibagi menjadi empat yaitu : (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2008)
a.       Tipe diktatorial – tipe kepemimpinan authoritarian,
b.      Tipe Laissez-faire,
c.       Tipe Demokratis dan
d.      Tipe Psiudo-demokratis.

Ada banyak model dan teori kepemimpinan yang menghipnotis kualitas dan efektivitas pembelajaran.
a.       Kepemimpinan visioner
Kepemimpinan visioner ialah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan/mensosialisasikan/mentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai keinginan organisasi dimasa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil (Manajemen Pendidikan, 2009:143). Ciri-cirinya yaitu bisa memahami konsep visi, memahami karakteristik dan unsur visi, memahami tujuan visi.
b.      Kepemimpinan konvergensi
Kepemimpinan konvergensi berciri-ciri melalui pembawaan seorang pemimpin itu sendiri, talenta ia dalam memimpin organisasi, lingkungan yang menghipnotis dirinya, pendidikan dan persiapan yang telah dilakukan. Dalam hal pembelajaran pemimpin ibarat ini bisa dan bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi bagaimana pun. Ia bisa membuatkan pendidikan dengan talenta dan pembawaannya dengan memperhatikan lingkungan yang ada disekitarnya.
c.       Kepemimpinan demokratis
Kepemimpinan demokratis merupakan pemimpin yang bisa menempatkan dirinya sebagai orang yang sama dengan yang lainnya, tanpa kehilangan kewibawaannya sebagai pemimpin di dalam kelompoknya. Pemimpin ini selalu berusaha menstimulasi anggota-anggotanya semoga bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usahanya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.

Kyung Ae Chung dan Cecil Miskel (1989) merangkum temuan-temuan utama sebagi berikut:
a.       Penyelenggaraan sekolah sungguh menyita tenaga dan waktu; kepala sekolah bekerja selama berjam-jam dengan laju yang tak henti-hentinya dan menyita tenaga secara fisik
b.      Para pemimpin sekolah mengandalkan media verbal; mereka manghabiskan sebagian besar waktu berjalan-jalan di seputar gedung dan berbicara dengan aneka individu dan kelompok.
c.       Aktivitas kepala sekolah sangat beragam; dari sinilah, para kepala sekolah terus-menerus beralih sikap dan tugas
d.      Kerja manajerial itu terkotak-kotak; bagi para kepala sekolah, lajunya cepat dan penuh gairah, diskontinuitas dijumpai di sana-sini, dan rentang konsentrasi terbilang singkat.

2.Fungsi Kepemimpinan di Persekolahan
Peran kepemimpinan kepala sekolah sebagaimana tercantum dalam Permendiknas No. 19 tahun 2007 wacana standar pengelolaan pendidikan, dimana dalam bidang kepemimpinan kinerja, kepala sekolah mempunyai fungsi sebagi berikut :
a.       Menjabarkan visi ke dalam misi sasaran mutu
b.      Merumuskan tujuan dan sasaran mutu yang akan dicapai
c.       Menganalisis tantangan, peluang, kekuatan, dan kelemahan sekolah/madrasah
d.      Membuat planning kerja strategis dan planning kerja tahunan untuk sekolah/madrasah
e.       Bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah/madrasah
f.       Melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/madrasah.
g.      Berkomunikasi untuk membuat dukungan intensif dari orang bau tanah akseptor didik dan masyarakat
h.      Menjada dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan dengan memakai sistem pemberian penghargaan atas prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode etik
i.        Menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi akseptor didik
j.        Bertanggung jawab atas perencanaan partisiatif mengenai pelaksanaan kurikulum
k.      Melaksanakan dan merumuskan acara supervise serta memanfaatkan hasil supervise untuk memilih kinerja sekolah/madrasah
l.        Meningkatkan mutu pendidikan
m.    Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
n.      Memfasilitasi pengembagan, peneyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah/madrasah
o.      Membantu, membina, dan mepertahankan lingkungan sekolah/madrasah dan acara pembelajaran yang konduktif bagi proses berguru akseptor didik dan pertumbuhan profesional para guru dan tenaga kependidikan
p.      Menjamin administrasi organisasi dan pengorganisasian sumber daya sekolah/madrasah untuk membuat lingkungan berguru yang aman, sehat, efisien dan efektif
q.      Menjalin kolaborasi dengan orang bau tanah akseptor didik dan masyarakat, dan komunitas yang bermacam-macam dan memobilitas sumber daya masyarakat
r.        Memberi contoh/teladan/tindakan yang bertanggung jawab.




D.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka sanggup kita membedakan bagaimana gaya dan fungsi kepemimpinan pesantren dan persekolahan. Gaya kepempemimpinan di Pesantren lebih bersifat pribadi dan mutlak pengeruhnya sebagai pemimpin tunggal forum pendidikan tersebut. Sedangkan di sekolah gaya kepemimpinan lebih bersifat formal lantaran pengeruh dari aturan-aturan forum dan forum terkait yang ada di luar sekolah itu sendiri, sehingga pengeruhnya tidak mutlak sebagai pemimpin tunggal.
Baik kepemimpinan di Pesantren maupun di Persekolahan, keduanya mempunyai kiprah yang sama. Yaitu, sebagai penentu tujuan lembaga, penentu arah kegiatan dan yang memilih model forum itu ibarat apa. Maju mundurnya kedua forum tersebut ditentukan oleh kepemimpinan yang ada, dan hal itu yang meneyebabkan betapa penting sekali imbas kepemimpinan dalam sebuah lembaga, terutama forum pendidikan baik forum pendidikan formal maupun non formal.
DAFTAR PUSTAKA

As-Suwaidan, Thariq Muhammad, Shinatu al-Qa’id alih bahasan oleh Samson Rahman, Sukses Menjadi Pemimpin Islami, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2005).
Hoy, Wayne K. dan Miskel, Cecil G., Administrasi Pendidikan, Teori, Riset dan Praktek diterjemahkan dari Educational Edministration, Theory, Research, and Practice, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014).
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994).

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008)

Sumber http://samplingkuliah.blogspot.com