Thursday, July 13, 2017

√ Prostitusi Online (1)

Prostitusi Online
Oleh: Fathurrahmah Aviciena


“Serakah membutakan hati”, begitulah kiranya kalimat singkat yang sanggup mewakili citra keadaan bangsa sampaumur ini. Keinginan mempunyai kekayaan yang melimpah menciptakan insan silau dan lupa pada kebenaran. Pesatnya perkembangan tekhnologi mempermudah perjuangan dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah, tak menjadi suatu kesalahan kalau cara yang dilakukan sesuai hukum main.
Satu dekade belakangan, memang sedang menjamur bisnis berbasis tekhnologi online, tapi yang perlu diperhatikan, ada sebagian kelompok yang memanfaatkan kecanggihan tekhnologi ini untuk memuaskan nafsunya mencari kenikmatan dunia. Sebut saja “bisnis” pembuatan website-website yang berujung pada praktek prostitusi online. Masalah semacam ini semakin marak terjadi, makin canggih tekhnologi semakin “kreatif” pula dimanfaatkan.
Uang berlarian menghampiri dengan mudahnya, siapa yang tidak tergiur dengan penghasilan puluhan juta per pekan? bahkan omzet mereka sanggup mencapai angka ratusan juta, tak sadar yang dilakukan yaitu dosa besar. Sempat ramai belum usang ini, salah satu pemerintah daerah mencanangkan gagasan untuk melokalisasi prostitusi, apapun  maksud dari gagasan tersebut, yang terang ini bukan solusi.
Prostitusi kian marak, terlebih di kota-kota besar, tak usah jauh-jauh di daerah sekitar daerah Sentul, terjadi masalah prostitusi via aplikasi whatsapp, polisi setempat melaksanakan peyelidikan pada beberapa bulan lalu. Degan cara ibarat ini, prostitusi semakin sulit dilacak, alasannya yaitu mereka tak butuh lagi base camp, semua sanggup terjadi by one click, dan rupiah pun sanggup mereka kantongi.
Selain haus akan kekayaan, boleh jadi ada hidden goal dari para durjana prostitusi itu untuk melaksanakan dekadensi tabiat bagi anak bangsa. Dengan kecanggihan perangkat tekhnlogi, mudahnya mengakses situ-situs terlarang yang berisikan blue film menciptakan para remaja yang kondisi psikologisnya masih labil mencoba untuk mencarinya. Awalnya ini hanya kasus bisnis, kemudian berubah menjadi permasalahan sosial.[1]
Bagi sebagian dari pelaku, melaksanakan hal semacam ini alasannya yaitu keterpaksaan desakan ekonomi, tergiur dengan uang jutaan yang mereka dapatkan tanpa sering mengusap keringat. Memang betul kefakiran itu sangat akrab dengan kekufuran, sampai membutakan hati pelakunya. Yang menciptakan miris, mengetahui bahwa tak sedikit dari mereka yaitu orang yang notabenenya mengakui sebagai muslim, dimana agama mereka letakan? Bukankah sudah terang ada al-Qur`an sebagai pedoman?
Kemudian, mengapa mereka itu rela `izzah nya tergadaikan hanya alasannya yaitu harta? Bagaimana implementasi solusi yang ditawarkan al-Qur`an untuk keadaan ibarat ini? Kiranya itulah yang akan menjadi inti pembahasan



[1] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 92

Sumber http://samplingkuliah.blogspot.com