Monday, October 30, 2017

√ Legenda Malin Kundang

Malin Kundang

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak pria yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah tetapkan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung watu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak dapat hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan keinginan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan seruan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin kini sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang oke dengan maksud Malin Kundang, tetapi alasannya Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang karenanya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, bila engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kamu lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin usang semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak berguru wacana ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, alasannya ketika insiden itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga karenanya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut sesudah sebelumnya menceritakan insiden yang menimpanya. Desa kawasan Malin terdampar yakni desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin usang kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia mempunyai banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah hingga juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat besar hati anaknya telah berhasil. Sejak ketika itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa usang menikah, Malin dan istrinya melaksanakan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang bangkit di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang bangkit itu yakni anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati yakni Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kamu pergi begitu usang tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang akal-akalan tidak mengenali ibunya, alasannya aib dengan ibunya yang sudah renta dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang akal-akalan mengaku sebagai ibuku supaya mendapat harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, saya sumpahi ia menjadi sebuah batu". Tidak berapa usang lalu angin bergemuruh kencang dan angin ribut dahsyat tiba menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu badan Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan karenanya berbentuk menjadi sebuah watu karang.
Pesan Moral : Sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi bila hingga menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak.

Sumber http://risalridwan.blogspot.com