Apa itu CBM?
CBM (Coalbed Methane) yaitu gas metana yang terkandung dalam lapisan batubara. Pada awal perkembangannya CBM merupakan gas yang cukup mengganggu dan dianggap sebagai gas yang membahayakan bagi keselamatan para pekerja tambang batubara, dimana sering menyebabkan terjadinya ledakan dan kebakaran tambang batubara. Akan tetapi ketika ini dengan kemajuan teknologi, CBM bukan lagi gas yang menakutkan, melainkan telah dinyatakan sebagai sumber energi gres yang banyak menarik perhatian dunia.
Baca juga: Proses Pengolahan Gas Alam menjadi LNG
CBM sebagai salah satu sumber energi telah dikembangkan diberbagai negara yang mempunyai sumberdaya batubara cukup signifikan sebagai salah satu perjuangan dalam menyebarkan energi alternatif. Pengembangan CBM di beberapa negara bahkan telah mencapai tahapan produksi. Pertumbuhan ekonomi dunia yang terus meningkatkan kebutuhan energi, sehingga banyak negara mulai melihat CBM sebagai sumber energi yang dibutuhkan bisa mensuplai gas alam dalam jangka waktu yang lama.
Gas Metana dalam Batubara
CBM terbentuk secara alamiah melalui proses pembatubaraan (coalification). Pada lingkungan geologi yang mendukung, gas metan dalam batubara sanggup terakumulasi dalam jumlah yang signifikan sehingga bernilai hemat untuk ditambang. Gas yang terbentuk dalam proses pembatubaraan bukan hanya metana, tetapi juga ada CO2, nitrogen, dan beberapa jenis hidrokarbon lainnya menyerupai etan, propan, ataupun butan. Secara umum gas-gas tersebut dikenal sebagai coal seam gas (CSG). Hanya saja sebab gas metan merupakan komponen terbesar (>97%) dari semua gas yang terdapat dalam batubara maka penggunaan istilah coalbed methane (CBM) menjadi umum digunakan.
Baca juga: Jenis-jenis Tumbuhan Pembentuk Batubara
Ketika dieksploitasi, gas metan dari batubara bisa berasal dari lapisan batubara sebelum dan setelah ditambang, ketika aktif ditambang, dari tambang-tambang yang sudah ditinggalkan, atau juga dari batubara virgin di bawah permukaan yang belum ditambang. Untuk membedakannya, dunia industri dan akademis memakai banyak sekali istilah penamaan khusus. Pemakaian istilah CBM misalnya, ditujukan lebih kepada gas metan yang terdapat pada lapisan batubara "virgin" (batubara bawah permukaan yang belum dieksploitasi). Sedangkan gas metan yang keluar dari lapisan batubara yang ditambang dikenal dengan nama CMM (Coal Mine Methane).
Gambar Model Sumur CBM (sumber: Ecos Consulting). |
Kelebihan CBM dibandingkan Minyak Bumi
Salah satu keunggulan CBM dibandingkan dengan batubara yaitu sifatnya yang lebih ramah lingkungan. Produksi CBM tidak memerlukan pembukaan area yang luas menyerupai tambang batubara. Pembakaran CBM juga tidak menghasilkan toksin, serta tidak mengeluarkan debu dan hanya melepaskan sedikit CO2 per unit energi dibandingkan dengan batubara, minyak, ataupun kayu. Disamping itu, batubara sanggup menyimpan gas 6-7 kali lebih banyak dari reservoir gas konvensional, sehingga sumberdaya CBM sangat besar dan menjanjikan untuk dikembangkan.
Baca juga: Macam-macam Lingkungan Pengendapan Batubara
CBM umumnya ditemukan pada lapisan batubara yang tidak begitu dalam sehingga biaya eksplorasi menjadi lebih murah. Keuntungan lainnya, batubara yang telah diekstrasi gas metannya, masih tetap bisa ditambang dan dipakai sebagai sumber energi konvensional. Sumberdaya dunia batubara ketika ini diperkirakan sekitar 9-27 trillion metric ton dan berpotensi mengandung CBM sebesar 67-252 trillion M3 (Tcm) (Flores, 2014). Dalam kurun waktu 20 tahun ke belakang sampai ketika ini, CBM telah menjadi sumber energi yang penting di banyak negara.
Perkembangan Nilai Ekonomis CBM
Saat ini tercatat sekitar 70 negara di dunia mempunyai sumberdaya batubara, 40 diantaranya telah mulai melaksanakan kegiatan pengembangan CBM. Sekitar 20 negara telah dan masih aktif melaksanakan pengeboran. Seiring dengan semakin meningkatnya pemahaman terhadap CBM, banyak sekali aplikasi inovatif untuk meningkatkan keekonomian CBM dilakukan oleh banyak negara, diantaranya terkait teknologi pengeboran, logging, ekstraksi, dan stimulasi.
Penelitian terbaru terhadap biogenic CBM membuka peluang menjadikan batubara sebagai bioreaktor metan (Susilawati drr, 2013, 2015). Menjawab gosip global terhadap peningkatan emisi CO2 maka pengembangan CBM juga mulai meliputi carbon stroge, dimana proyek peningkatan produksi CBM (enhance CBM/ECBM) digabungkan dengan proyek CO2 suquestration. Gambar dibawah ini menyajikan ilustrasi diagram pengembangan CBM yang ketika ini diaplikasikan di banyak sekali negara di dunia.
Gambar Diagram Pengembangan CBM (sumber: JMCEngineer). |
Dengan menurunnya sumberdaya dan cadangan energi fosil konvensional (minyak bumi dan batubara) serta tuntutan untuk memakai sumber energi yang ramah lingkungan, penggunaan gas alam yang lebih ramah lingkungan diperkirakan akan terus meningkat. International Energy Agency (IEA) memprediksi bahwa pemberian gas alam terhadap total energi akan meningkat 25% pada tahun 2035. Hal tersebut tentu saja akan mendukung pengembangan CBM di banyak negara, termasuk juga di indonesia. Dengan kekayaan sumberdaya batubara yang melimpah, CBM indonesia bisa menjadi energi alternatif menggantikan posisi minyak dan gas bumi konvensional.
Sumber http://www.geologinesia.com