Berikut ini disajikan pola analisis MDS dengan metoda kesan umum secara lengkap. Ada pun metoda yang digunakan yakni peringkat kemiripan (Similarity ranking).
Data yang diperoleh bersifat ordinal, sehingga tidak sanggup dirata-ratakan. Kalau pun ada sejumlah responden, peta harus dibentuk sendiri-sendiri. Data pada Tabel 8.5 yakni peringkat kemiripan maskapai-maskapai penerbangan nasional dari seorang responden.
Sebagai matrik, Tabel 8.5 tergolong intac unconditional proximity matrix. Selain itu, juga sanggup digolongkan matrik symmmetric lantaran jumlah baris dan kolom sama.
Pada Tabel ini, urutan merek sengaja dibentuk berdasarkan huruf semoga kegiatan tidak menganggap ada data yang hilang (missing).
Tabel 8.5 memang berisikan kesamaan (similarity) lantaran dalam pengisian, responden diminta untuk memperlihatkan angka 1 pada pasangan paling mirip. Namun, dalam mengolah data, peneliti perlu mempelajari bagaimana kegiatan memperlakukan data. Program Proxscal pada SPSS, menilai kesamaan dengan prinsip: “Semakin tinggi skor semakin tinggi tingkat kesamaannya”. Oleh lantaran itu, kita harus menyatakan bahwa data kita berisikan “ketidaksamaan” semoga kegiatan menerjemahkan bahwa “semakin tinggi skor semakin tinggi ketidaksamaan”.
Langkah-langkah Analisis dengan SPSS
Seperti biasa, masukkan data ke dalam SPSS. Ingat semoga merek disusun (dari kiri ke kanan) sesuai urutan abjad. Tampak di layar:
Dari sajian utama, pilih Analyze, kemudian Scale, kemudian klik Multidimension scaling. Kali ini kita mau menggunakan ASCALL. Sebenarnya, untuk kasus ini, dengan PROXSCALL pun akan diperoleh hasil yang sama. Bedanya, Perceptual map PROXSCALL ditampilkan menyerupai gambar dua dimensi, sekali pun bergotong-royong tiga dimensi. Dengan ASCALL, format perceptual map lebih bagus, namun Text output (seperti pada Tabel 18.6) terlalu panjang.
Pada kotak obrolan utama, pilih data are distance, kemudian shape: symmetric. Data kita disebut simetris (symmetric) lantaran jumlah baris sama dengan jumlah kolom dan sama-sama berisikan objek.
Pada kotak obrolan utama, klik model. Lalu, pada kotak obrolan yang muncul, pada level of measurement, pilih ordinal (karena memang data kita yang berupa ranking yakni ordinal). Pada conditionally, pilih unconditional. Maksudnya, antara kesamaan antar-merek pada baris dan kolom Tabel 8.5 sanggup dibandingkan secara langsung. Lalu, pada pilihan dimensions, putuskan minumum 1 dan maksimum 3. Kalau awal kita selalu dihadapkan pada perceptual map dua dimensi, kali ini kita ingin mem-peroleh perceptual map satu, dua dan tiga dimensi. Lalu, nanti kita akan memutuskan solusi berapa dimensi yang terbaik. Terakhir klik Continue untuk kembali ke sajian utama.
Agar memperoleh perceptual map, pada sajian utama, klik Options, kemudian pada pilihan Display, pilih Group plots. Kalau perintah ini tidak diberikan, maka kegiatan tidak memperlihatkan perceptual map, hanya koordinat saja.
Pada sajian utama, klik OK. Program SPSS akan melaksanakan bagiannya. Hasilnya disajikan pada Tabel 8.6.
Analisis Agregat
Seperti telah dijelaskan, lantaran data ordinal, maka kita hanya sanggup mengolah data individu. Persoalannya, bagaimana memperoleh perceptual map dari sekelompok responden? Yang terang tidak sanggup dengan mencari skor rata-rata setiap responden. Cara yang sanggup dilakukan yakni dengan merata-ratakan koordinat merek-merek yang diperoleh dari semua hasil analisis individu.
Untuk kasus kita ini, data yang diolah yakni data individu. Kalau ditanyakan, kenapa bukan data agregat yang diolah? Jawabannya, lantaran tujuan utama kita yakni menemukan solusi atas pertanyaan: “Perceptual map model berapa dimensi yang terbaik”?
Perceptual Map Tiga Dimensi
Tidak ada batasan berapa jumlah dimensi perceptual map, sanggup satu, dua, tiga dan seterusnya, asal jangan ekstrim saja, contohnya 100 dimensi. Namun, semoga sanggup divisualisasikan, jumlah dimensi tentulah maksimal tiga. Empat dimensi atau lebih tak sanggup lagi digambarkan. Keran itulah, untuk kasus ini, jumlah maksimal dimensi yang diminta pada kegiatan SPSS yakni tiga.
Pada Gambar 8.7 terlihat bahwa maskapai-maskapai pener-bangan mengelompok ke dalam empat grup. Lion, Batavia, Jatayu dan Adam Air satu kelompok. Bouraq, Mandala dan Merpati satu kelompok. Garuda dan Star Air, masing-masing kelompok sendiri.
Kalau perceptual map digunakan untuk menganalisis situasi persaingan, maka merek-merek yang berada dalam satu kelompok bersaing pribadi satu sama lain. Semakin bersahabat jarak antar posisi atau koordinat, persaingan semakin dekat. Persaingan paling bersahabat terjadi antara Merpati dan Mandala, lantaran koordinat keduanya berimpit.
Star air dan dan Garuda Indonesia tidak mempunyai pesaing langsung. Kedua merek ini, sekalipun bersaing juga dengan merek-merek lain, tertapi persaingannya yakni persaingan tidak langsung.
Merek-merek menyerupai ini biasanya mempunyai diferensiasi yang terang dan unik (beda sendiri). Memang, salah satu tujuan diferensiasi yakni mengurangi tingkat persaingan dengan merek-merek lain.
Interpretasi Dimensi-dimensi
Lihat Gambar 8.7. Di dalamnya ada tiga dimensi. Pertanyaannya, apa dimensi-dimensi ini? Kita perlu melaksanakan interpretasi, menyerupai yang kita lakukan dalam analisis faktor. Namun, seringkali justru kiprah ini yang paling sulit.
Menurut Hair, et. al.(2006), ada dua cara untuk menginterpretasi dimensi-dimensi perceptual map. Pertama, interpretasi subjektif. Interpretasi sanggup dilakukan oleh peneliti, responden sendiri maupun ahli. Caranya, dengan memperlihatkan label pada dimensi-dimensi yang ada pada perceptual map. Tugas ini semakin gampang kalau jumlah dimensi semakin sedikit. Setelah diinterpretasi Gambar 8.7 ditampilkan kembali menyerupai Gambar 8.8.
Kedua yakni mekanisme objektif. Cara ini dilakukan dengan mengumpulkan rating atribut setiap objek, kemudian dengan software PROFIT (PROperty FITting), dicari korespondensi terbaik antara atribut-atribut dengan setiap objek. Software SPSS tidak mempunyai kemudahan itu, jadi tidak sanggup diulas lebih jauh.
Perceptual Map Dua Dimensi
Dalam perceptual map dua dimensi (Gambar 8.9) terlihat ada empat kelompok maskapai penerbangan, menyerupai juga disimpulkan melalui perceptual map tiga dimensi. Bouraq dan Mandala (yang keduanyasekelompok dengan Merpati), mempunyai posisi yang persis sama. Adamair, Jatayu, Lion Air, dan Batavia Air mempunyai posisi-posisi yang berdekatan. Garuda dan Star Air, masing-masing mempunyai posisi yang berbeda.
Secara subjektif, dimensi 1 sanggup didnamakan sebagai harga tiket dan dimensi 2 sebagai banyaknya rute.
Perceptual Map Satu Dimensi
Model perceptual map satu dimensi diperlihatkan dalam Gambar 8.10. Terlihat pada gambar itu bahwa Mandala dan Bouraq mempunyai posisi yang tumpang-tindih, yang berdekatan dengan Stair dan Merpati. Terlihat pula bahwa Lion Air, Jatayu, Batavia Air dan Adamair dalam satu gerombolan. Bahkan, Batavia Air dan Adam Air berada pada posisi yang persis sama.
Secara subjektif, dimensi yang mendasari peta persepsi ini sanggup dianggap sebagai harga tiket.
Seberapa Baik Perceptual Map Anda?
Untuk menjawab perta-nyaan tersebut, tersedia banyak sekali kriteria, antara lain:
R-square (disingkat RSQ).
Tidak semua kegiatan memang memperlihatkan informasi ini. Seperti dalam regresi, RSQ dalam MDS, mengindikasikan proporsi varians data input yang sanggup dijelaskan oleh model MDS. Semakin tinggi RSQ, semakin baik model MDS. Menurut Maholtra, model sanggup diterima bila RSQ > 0,6. Bagaimana dengan model kita? Pada Tabel 8.6 terlihat bahwa untuk tiga dimensi, RSQ=0,98875, untuk dua dimensi RSQ=0,98608 dan untuk satu dimensi RSQ=0,96415. Terlihat bahwa semakin banyak dimensi, semakin baik model menjelaskan varian data input.
Stress
Kriteria ini merupakan kebalikan RSQ. Stress mengindikasikan proporsi varian perbedaan (disparity) yang tidak dijelaskan oleh model. Cara menghitung stress bermacam-macam, namun yang paling banyak digunakan yakni stress Kruskal, yang rumusnya:
Rumus ini hanya untuk mengetahui dari mana data stress diperoleh. Sebenarnya, pada umumnya software kegiatan MDS sudah menghitungnya. Yang penting bagi kita yakni bagaimana menginterpretasikannya.
Untuk interpretasi berlaku prinsip: “Semakin rendah stress, semakin baik model MDS yang dihasilkan”. Pertanyaannya, hingga nilai berapa stress masih mengindikasikan model yang baik? Perta-nyaan ini sanggup dijawab dengan menggunakan standar yang diguna-kan oleh Kruskal, menyerupai dikutip Maholtra (2006):
Dengan menggunakan standar tersebut, dua model (tiga dan dua dimensi) yang dihasilkan mempunyai goodness of fit yang excellent, bahkan mendekati sempurna, satunya lagi sedikit di bawah fair. Pada Tabel 8.6 terlihat bahwa stress model tiga dimensi = 0,04844 (antara good dan excellent, cenderung good), stress dua dimensi = 0,06171 (antara good dan fair,cenderung good) dan stress model satu dimensi =0,11073 (antara fair dan poor, cenderung fair).
Membagi Data
Kalau responden banyak, maka data sanggup dibagi dua, tiga, empat dan seterusnya (sesuai banyaknya data) secara acak. Lalu, lakukan analisis MDS agregat untuk masing-masing pecahan data. Bandingkan hasilnya. Kalau tidak berbeda signifikan, model MDS baik.
Mengeluarkan Stimuli
Lakukan percobaan dengan mengeluarkan stimuli secara selektif. Katakanlah awalnya kita mempunyai 10 stimuli. Lakukan MDS. Buanglah satu di antaranya. Lalu, lakukan analisis MDS. Kalau hasil kedua MDS menyerupai (tidak berubah banyak), atau bahkan sama, model kita baik.
Data Longitudinal
Coba ambil data pada waktu yang berbeda. Pengambilan pertama, contohnya bulan Januari, kedua bulan Juli. Bandingkan hasilnya. Kalau menyerupai (tidak berubah banyak), atau bahkan sama, model kita baik.
Model Berapa Dimensi Paling Baik?
Memang, semakin banyak dimensi, semakin baik model menjelaskan varian data input. Namun, masalahnya, semakin sulit mengin-terpretasi dimensi serta memahami posisi objek. Program-program yang tersedia sanggup mengolah usul untuk jumlah dimensi empat atau lebih. Namun, dimensi sejumlah itu jarang dipakai.
Katakanlah kita mempunyai model satu dimensi, dua dimensi dan tiga dimensi, yang semuanya memenuhi kriteria goodness of fit. Pertanyaan, kalau harus menentukan satu di antara ketiganya, model mana yang paling optimal? Petunjuk berikut ini sanggup dijadikan pertimbangan untuk menjawab pertanyaan itu:
- Teori dan penelitian sebelumnya. Apa kata teori ataupun penelitian sebelumnya (yang valid dan reliabel)? Kalau peta persepsi kendaraan beroda empat menggunakan dua dimensi, anda sanggup menggunakan peta dua dimensi untuk kategeori objek yang sama.
- Kemungkinan interpretasi perceptual map. Katakanlah kita mempunyai model satu, dua dan tiga dimensi. Ternyata, pada dua model di antaranya, yaitu model dua dan tige dimensi, dimensi-dimensi model sulit diinterpretasi. Sedangkan dalam model satu dimensi, interpretasi gampang dilakukan. Pakailah model satu dimensi.
- Garis stress. Pada Tabel 8.6 terlihat data stress sebagai berikut: satu dimensi 0,11073, dua dimensi 0,06171 dan tiga dimensi 0,04844. Kalau ketiganya dihubungkan dengan garis, jadinya yakni garis stress (Gambar 8.12).
Perhatikan garis stress. Seandainya lurus, sulit menggunakan garis stress untuk menginterpretasi model terbaik. Untungnya garis garis stress pada Gambar 8.12 mempunyai siku (elbow), tepat pada angka dua. Karena itu, dengan kriteria ini, kita simpulkan bahwa model terbaik yakni model dua dimensi.
Kepraktisan penggunaan.
Seperti disampaikan pada awal pecahan ini, hasil MDS sanggup digunakan untuk banyak sekali keperluan. Renungkan, model mana (satu, dua ataukah tiga dimensi) yang paling mudah sesuai keperluan, itulah model paling optimal.
Kriteria Statistik
Bagi peneliti yang sudah advance, tersedia banyak sekali kriteria statistik, yang tidak dibahas pada buku ini. Sekali pun rumit, kriteria statistik tidak otomatis paling baik, lantaran harus dipertimbangkan, penting mana kriteria statistik dibanding kriteria-kriteria lain.
Sumber https://www.bilsonsimamora.com