Wednesday, June 7, 2017

√ Laporan Pendahuluan / Lp Hiv - Aids, Download Doc Dan Pdf

Masih wacana laporan pendahuluan, pada postingan kali ini kami bagikan laporan pendahuluan / LP HIV - AIDS yaitu sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh virus.

Laporan pendahuluan / LP HIV - AIDS ini telah kami susun dengan lengkap mulai dari tinjauan teori hingga konsep asuhan keperawatan menurut beberapa refferensi terpercaya.

Dengan tujuan membantu sahabat perawat sekalian laporan pendahuluan / LP HIV - AIDS ini kami sediakan dalam dua format yaitu pdf dan doc, yang bisa did0wnl0ad melalui link unduhan yang telah kami sematkan diakhir artikel.

Laporan pendahuluan HIV - AIDS


Pengertian

a. HIV (Human Immunodeficiency Virus)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) ialah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh insan dan sanggup mengakibatkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang mempunyai CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh insan memperlihatkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin usang akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa hingga nol) (KPA, 2007).

HIV ialah jenis benalu obligat yaitu virus yang hanya sanggup hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya banyak sekali infeksi baik akhir virus, bakteri, benalu maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

b. AIDS ((Human Immunodeficiency Virus)

AIDS ialah akronim dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan tanda-tanda atau sindroma akhir menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh insan mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar ibarat kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akibatnya berdatanganlah banyak sekali jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

AIDS ialah sindroma yang memperlihatkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk sanggup mengambarkan tejadinya defisiensi, tersebut ibarat keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya. 


Etiologi

Penyebab ialah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus gres yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
  1. Periode jendela. Lamanya 4 ahad hingga 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
  2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 ahad dengan tanda-tanda flu likes illness.
  3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan tanda-tanda tidak ada.
  4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan tanda-tanda demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
  5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada banyak sekali system tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS sanggup menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, laki-laki maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi ialah :
  1. Lelaki homosecual atau bisec.                    
  2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
  3. Orang yang ketagian obat intravena
  4. Partner sec dari penderita AIDS
  5. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) ialah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan belahan virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada dikala sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam perjuangan mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melaksanakan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk menciptakan double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang menciptakan sel T4 helper tidak sanggup mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper ialah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak mengakibatkan penyakit akan mempunyai kesempatan untuk menginvasi dan mengakibatkan penyakit yang serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) sanggup tetap tidak memperlihatkan tanda-tanda (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 sanggup berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akhir timbulnya penyakit gres akan mengakibatkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

Pathway
 
Untuk mend0wnl0ad Pathway HIV - AIDS Doc, DISINI

Manifestasi Klinik

Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), tanda-tanda klinis terdiri dari 2 tanda-tanda yaitu tanda-tanda mayor (umum terjadi) dan tanda-tanda minor (tidak umum terjadi):

1. Gejala mayor:
  • Berat tubuh menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
  • Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
  • Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
  • Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
  • Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
  • Batuk menetap lebih dari 1 bulan
  • Dermatitis generalisata
  • Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
  • Kandidias orofaringeal
  • Herpes simpleks kronis progresif
  • Limfadenopati generalisata
  • Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
  • Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), tanda-tanda klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

1. Fase awal

Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan tanda-tanda dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang kala ditemukan tanda-tanda ibarat flu ibarat demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai tanda-tanda infeksi, penderita HIV/AIDS sanggup menularkan virus kepada orang lain.

2. Fase lanjut

Penderita akan tetap bebas dari tanda-tanda infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan tanda-tanda yang kronis ibarat pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan tanda-tanda yang khas), diare, berat tubuh menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.

3. Fase akhir

Selama fase simpulan dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, tanda-tanda yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), tanda-tanda klinis HIV/AIDS sanggup dibagikan mengikut fasenya.

1. Fase akut

Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 ahad selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul ialah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi kalau seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak secual. Selepas beberapa ahad gejala-gajala ini akan hilang akhir respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.

2. Fase asimptomatik

Fase ini berlaku sekitar 10 tahun kalau tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara pribadi berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.

3. Fase simptomatik

Selama fase simpulan dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, tanda-tanda yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.


Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
  • ELISA
  • Western blot
  • P24 antigen test
  • Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
  • Hematokrit.
  • LED
  • CD4 limfosit
  • Rasio CD4/CD limfosit
  • Serum mikroglobulin B2
  • Hemoglobulin 
Komplikasi primer :
  • MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
  • Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
  • Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
  • Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)

Penatalaksanaan

1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada kawasan yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS ialah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini ialah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini sanggup mengunakan:
  • Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
  • Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
  • Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus gres tidak sanggup berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang perempuan yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam absensi dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang perempuan yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
  • Ziduvidine (AZT) sanggup diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 ahad selama masa kehamilan. Studi memperlihatkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 ahad menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyidik pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
  • Nevirapine: diberikan dalam takaran tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu takaran tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa takaran tersebut sanggup menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya dipakai pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu takaran dalam 3 hari.
3. Post–exposure prophylaxis (PEP) ialah sebuah acara dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sehabis terinfeksi, baik melalui serangan secual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk tetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan sec yang kondusif dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang dipakai dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai belahan dari PEP yang berhutang pada ancaman akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka manfaatnya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut sanggup menawarkan imbas samping yang jago dan mendorong sikap secual yang tidak aman.

4. Vaksin terhadap HIV sanggup diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit lantaran HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara tepat oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).

5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang kondusif untuk mencegah kontaminasi kuman dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis


Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian.
  1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat sikap beresiko tinggi, memakai obat-obat.
  2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
  3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
  4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
  5. Status mental : murka atau pasrah, depresi, wangsit bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
  6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, lisan kering, bunyi berubah, disfagia, epsitaksis.
  7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
  8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak bisa melaksanakan ADL.
  9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
  10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis,  SOB, memakai otot  Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
  11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
  12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
  13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

Diagnosa keperawatan
  1. Resiko tinggi infeksi berafiliasi dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
  2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berafiliasi dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang sanggup ditransmisikan.
  3. Intoleransi acara berafiliasi dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
  4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berafiliasi dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
  5. Diare berafiliasi dengan infeksi GI
  6. Tidak efektif koping keluarga berafiliasi dengan cemas wacana keadaan yang orang dicintai.

Perencanaan keperawatan.

Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Resiko tinggi infeksi berafiliasi dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
  1. Monitor tanda-tanda infeksi baru.
  2. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.
  3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.
  4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
  5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order  

Untuk pengobatan dini
Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.

Mencegah bertambahnya infeksi


Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

Mempertahankan kadar darah yang terapeutik
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berafiliasi dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang sanggup ditransmisikan.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain ibarat TBC.
  1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
  2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
Intolerans acara berafiliasi dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
  1. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
  2. Berikan santunan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
  3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

Respon bervariasi dari hari ke hari

Mengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu kalau lantaran meningkatkan kebutuhan metabolik
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berafiliasi dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati ibarat sebelum sakit.
  1. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
  2. Monitor BB, intake dan ouput
  3. Atur antiemetik sesuai order
  4. Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut
Menentukan data dasar
Mengurangi muntah
Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan impian pasien

Diare berafiliasi dengan infeksi GI

Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang,
  1. Kaji konsistensi dan frekuensi  feses dan adanya darah.
  2. Auskultasi bunyi usus
  3. Atur biro antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
  4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
Mendeteksi adanya darah dalam feses

Hipermotiliti mumnya dengan diare
Mengurangi motilitas usus,  yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi
Tidak efektif koping keluarga berafiliasi dengan cemas wacana keadaan yang orang dicintai.

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan penyesuaian terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
  1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
  2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
  3. Ajarkan kepada keluaraga wacana penyakit dan transmisinya.

Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.
Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
Menghilangkan kecemasan wacana transmisi melalui kontak sederhana.




Daftar Pustaka
  • Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.
  • Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.
  • Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.
  • Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
  • Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.
  • Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
  • Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Untuk mend0wnl0ad laporan pendahuluan / LP HIV - AIDS doc dan pdf dibawah
Link alternatif
Demikian laporan pendahuluan / LP HIV - AIDS, d0wnl0ad doc dan pdf kami bagikan agar bisa menjadi refferensi teman-teman dalam menciptakan kiprah - kiprah keperawatan ibarat makalah, askep ataupun lp, agar bermanfaat. Terima kasih.

Sumber http://bangsalsehat.blogspot.com