Asas Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 – Ada asas-asas dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat dalam menyelenggarakan pemerintahan memakai tiga asas yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan kiprah pembantuan. Adapun pemerintahan daerah, dalam menyelenggarakan pemerintahan memakai dua asas yaitu asas otonomi dan kiprah pembantuan.

Gambar. Pengelolaan objek wisata sanggup dilakukan oleh pemerintahan kawasan bersama masyarakat setempat (Foto: KPPN Ngrukem)
Apa pengertian asas desentralisasi, dekonsentrasi dan kiprah pembantuan itu?
1. Desentralisasi yakni penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada kawasan otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2. Dekonsentrasi yakni pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
3. Tugas perbantuan yakni penugasan dari pemerintah pusat kepada kawasan dan desa serta dari kawasan ke desa untuk melak sanakan kiprah tertentu.
Sedangkan asas otonomi daerah Menurut pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan oleh M.S Faridy (2009) meliputi:
1. Dekonsentrasi, yakni pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah.
2. Desentralisasi, yakni penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada kawasan otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Daerah otonom yang menyelenggarakan desentralisasi yakni kawasan kabupaten dan kota. Nah, kawasan ini berwenang untuk memilih dan melakukan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
4. Pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada kawasan dan desa serta dari kawasan ke desa untuk melakukan kiprah tertentu yang disertai dengan pemberian proteksi biaya, sarana prasarana serta sumber daya insan dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi kawasan di Indonesia mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Adapun isi pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan oleh Dewi (2009) sebagai berikut.
Pasal 18:
Ayat (1) berbunyi, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan kawasan provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai (memiliki) pemerintahan kawasan yang diatur undang-undang.”
Ayat (2) berbunyi, “Pemerintahan kawasan provinsi, kawasan kabupaten dan kota (dapat) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan kiprah pembantuan.”
Ayat (3) berbunyi, “Pemerintahan kawasan provinsi, kawasan kabupaten dan kota (dapat) mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.”
Ayat (4) berbunyi, “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah kawasan provinsi, kabupaten dan kota, dipilih secara (dengan cara) demokratis.”
Ayat (5) berbunyi, “Pemerintahan kawasan berhak tetapkan peraturan kawasan dan peraturan-peraturan lain untuk melakukan otonomi dan kiprah pembantuan.”
Ayat (6) berbunyi, “Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan kawasan diatur dalam undang-undang.”
Pasal 18A:
Ayat (1) berbunyi, “Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah kawasan (provinsi, kebupaten dan kota) atau antara provinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.”
Ayat (2) berbunyi, “Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan kawasan diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.”
Pasal 18B:
Ayat (1) berbunyi, “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan kawasan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.”
Ayat (2) berbunyi, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat aturan watak beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.”
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengandung makna pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah. Adapun kewenangan dalam mengatur dan mengurus rumah tangga kawasan diserahkan kepada pemerintah dan masyarakat di daerah. Nah, dengan demikian, maka pemerintah pusat hanya sebagai supervisor, pemantau, pengawas dan pengevaluasi (Lukman, 2009).
Asas otonomi kawasan berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 ini menjadi dasar yang mengatur pelaksanaan otonomi kawasan sehingga dibutuhkan bisa memacu keterlibatan masyarakat lokal dalam merencanakan, mengawasi proses pembangunan di wilayahnya masing-masing.
[color-box]Anisty, Dewi.2009. PKn 3 : Kelas IX SMP dan MTs. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Faridy, MS.2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Pekanbaru: PT. Sutra Benta Perkasa.
Nurdiaman, AA.2009. Pendidikan Kewarganegaraan 3: Kecakapan Berbangsa dan Bernegara Untuk Kelas IX SMP /Madrasah Tsanawiyah. Bandung: PT. Pribumi Mekar.
Surya Saputra, Lukman.2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT. Setia Purna Inves.[/color-box]
Sumber https://www.siswapedia.com