Friday, July 27, 2018

√ Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Sejarah (1/2)

Sejarah masa lampau diperoleh melalui proses penelitian. Penelitian dilakukan menurut disiplin sejarah atau ilmu sejarah sehingga bisa menemukan sumber-sumber yang tepat sesuai dengan topik yang ditulis. Bentuk penelitian sejarah terkait dengan metode pengumpulan data yang digunakan. Dalam perjuangan menyingkap sejarah, kita akan mendapat sejarah sebagai suatu insiden atau insiden yang telah terjadi dalam lingkup kehidupan insan pada masa lampau yang akan meninggalkan bukti-bukti sejarah. Oleh lantaran itu, penelitian sejarah ada empat tahapan yang bersifat spesifik (khusus) dalam penelitian sejarah. Empat tahap itu yakni heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi.

A. Langkah-Langkah dalam Penelitian Sejarah (Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi)

Heuristik

Heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein, artinya menemukan. Heuristik, maksudnya yakni tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber banyak sekali data biar sanggup mengetahui segala bentuk insiden atau insiden sejarah masa lampau yang relevan dengan topik/judul penelitian.
Untuk melacak sumber tersebut, sejarawan harus sanggup mencari di banyak sekali dokumen baik melalui metode kepustakaan atau arsip nasional. Sejarawan sanggup juga mengunjungi situs sejarah atau melaksanakan wawancara untuk melengkapi data sehingga diperoleh data yang baik dan lengkap, serta sanggup menunjang terwujudnya sejarah yang mendekati kebenaran. Masa lampau yang begitu banyak periode dan banyak bagian-bagiannya (seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya) mempunyai sumber data yang juga beraneka ragam sehingga perlu adanya pembagian terstruktur mengenai data dari banyaknya sumber tersebut.

 Sejarah masa lampau diperoleh melalui proses penelitian √ Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Sejarah (1/2)

Dokumen-dokumen yang berhasil dihimpun merupakan data yang sangat berharga Dokumen sanggup menjadi dasar untuk menelusuri peristiwa-peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau. Menurut sifatnya ada dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer yakni sumber yang dibentuk pada dikala insiden terjadi, menyerupai dokumen laporan kolonial. Sumber primer dibentuk oleh tangan pertama, sementara sumber sekunder merupakan sumber yang memakai sumber primer sebagai sumber utamanya. Jadi, dibentuk oleh tangan atau pihak kedua. Contohnya, buku, skripsi, dan tesis.

Jika kita mendapat sumber tertulis, kita akan mendapat sumber tertulis sezaman dan setempat yang mempunyai kadar kebenaran yang relatif tinggi, serta sumber tertulis tidak sezaman dan tidak setempat yang memerlukan kejelian para penelitinya. Dari sumber yang ditemukan itu, sejarawan melaksanakan penelitian. Tanpa adanya sumber sejarah, sejarawan akan mengalami kesulitan menemukan jejak-jejak sejarah dalam kehidupan manusia. Untuk sumber lisan, pemilihan sumber didasarkan pada pelaku atau saksi mata suatu kejadian. Narasumber verbal yang hanya mendengar atau tidak hidup sezaman dengan insiden tidak bisa dijadikan narasumber lisan.

Verifikasi

Verifikasi yakni evaluasi terhadap sumber-sumber sejarah. Verifikasi dalam sejarah mempunyai arti investigasi terhadap kebenaran laporan wacana suatu insiden sejarah. Penilaian terhadap sumber-sumber sejarah menyangkut aspek ekstern dan intern. Aspek ekstern mempersoalkan apakah sumber itu orisinil atau palsu sehingga sejarawan harus bisa menguji wacana keakuratan dokumen sejarah tersebut, misalnya, waktu pembuatan dokumen, bahan, atau materi dokumen. Aspek intern mempersoalkan apakah isi yang terdapat dalam sumber itu sanggup memperlihatkan informasi yang diperlukan. Dalam hal ini, aspek intern berupa proses analisis terhadap suatu dokumen.
Aspek ekstern harus sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut.
  • Apakah sumber itu merupakan sumber yang dikehendaki (autentitas)?
  • Apakah sumber itu orisinil atau turunan (orisinalitas)?
  • Apakah sumber itu masih utuh atau sudah diubah (soal integritas)?
Setelah ada kepastian bahwa sumber itu merupakan sumber yang benar diharapkan dalam bentuk orisinil dan masih utuh, maka dilakukan kritik intern. Kritik intern dilakukan untuk mengambarkan bahwa informasi yang terkandung di dalam sumber itu sanggup dipercaya, dengan evaluasi intrinsik terhadap sumber dan dengan membandingkan kesaksiankesaksian banyak sekali sumber.

Langkah pertama dalam penelitian intrinsik yakni memilih sifat sumber itu (apakah resmi/formal atau tidak resmi/informal). Dalam penelitian sejarah, sumber tidak resmi/informal dinilai lebih berharga daripada sumber resmi alasannya sumber tidak resmi bukan dimaksudkan untuk dibaca orang banyak (untuk kalangan bebas) sehingga isinya bersifat apa adanya, terus terang, tidak banyak yang disembunyikan, dan objektif.

Langkah kedua dalam evaluasi intrinsik yakni menyoroti penulis sumber tersebut alasannya beliau yang memperlihatkan informasi yang dibutuhkan. Pembuatan sumber harus dipastikan bahwa kesaksiannya sanggup dipercaya. Untuk itu, harus bisa memperlihatkan kesaksian yang benar dan harus sanggup menjelaskan mengapa ia menutupi (merahasiakan) suatu peristiwa, atau sebaliknya melebih-lebihkan lantaran ia berkepentingan di dalamnya.

Langkah ketiga dalam penelitian intrinsik yakni membandingkan kesaksian dari banyak sekali sumber dengan menjajarkan kesaksian para saksi yang tidak berafiliasi satu dan yang lain (independent witness) sehingga informasi yang diperoleh objektif. Contohnya yakni terjadinya insiden Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

umber-sumber yang diakui kebenarannya lewat verifikasi atau kritik, baik intern maupun ekstern, menjadi fakta. Fakta yakni keterangan wacana sumber yang dianggap benar oleh sejarawan atau peneliti sejarah. Fakta bisa saja diartikan sebagai sumbersumber yang terpilih.

Interpretasi

Interpretasi yakni menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan yang serasi dan masuk akal. Interpretasi dalam sejarah sanggup juga diartikan sebagai penafsiran suatu insiden atau memperlihatkan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa. Sejarah sebagai suatu insiden sanggup diungkap kembali oleh para sejarawan melalui banyak sekali sumber, baik berbentuk data, dokumen perpustakaan, buku, berkunjung ke situs-situs sejarah atau wawancara, sehingga sanggup terkumpul dan mendukung dalam proses interpretasi. Dengan demikian, sehabis kritik selesai maka langkah berikutnya yakni melaksanakan interpretasi atau penafsiran dan analisis terhadap data yang diperoleh dari banyak sekali sumber.

Interpretasi dalam sejarah yakni penafsiran terhadap suatu peristiwa, fakta sejarah, dan merangkai suatu fakta dalam kesatuan yang masuk akal. Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks insiden sehingga banyak sekali fakta yang lepas satu sama lainnya sanggup disusun dan dihu-bungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal.

Bagi kalangan akademis, biar sanggup menginterpretasi fakta dengan kejelasan yang objektif, harus dihindari penafsiran yang semena-mena lantaran biasanya cenderung bersifat subjektif. Selain itu, interpretasi harus bersifat deskriptif sehingga para akademisi juga dituntut untuk mencari landasan interpretasi yang mereka gunakan. Proses interpretasi juga harus bersifat selektif alasannya mustahil semua fakta dimasukkan ke dalam kisah sejarah, sehingga harus dipilih yang relevan dengan topik yang ada dan mendukung kebenaran sejarah.

Historiografi

Historiografi yakni penulisan sejarah. Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah. Menulis kisah sejarah bukanlah sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga memberikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah menurut fakta hasil penelitian. Untuk itu, menulis sejarah memerlukan kecakapan dan kemahiran. Historiografi merupakan rekaman wacana segala sesuatu yang dicatat sebagai materi pelajaran wacana sikap yang baik. Sesudah memilih judul, mengumpulkan bahan-bahan atau sumber serta melaksanakan kritik dan seleksi, maka mulailah menuliskan kisah sejarah.

Ada tiga bentuk penulisan sejarah menurut ruang dan waktu:
Penulisan sejarah tradisional
Kebanyakan karya ini berpengaruh dalam hal genealogi, tetapi tidak berpengaruh dalam hal kronologi dan detail biografis. Tekanannya penggunaan sejarah sebagai materi pengajaran agama. Adanya kingship (konsep mengenai raja), pertimbangan kosmologis, dan antropologis lebih diutamakan daripada keterangan dari alasannya akibat.

Penulisan sejarah kolonial
Penulisan ini mempunyai ciri nederlandosentris (eropasentris), tekanannya pada aspek politik dan ekonomi serta bersifat institusional.

Penulisan sejarah nasional
Penulisannya memakai metode ilmiah secara terampil dan bertujuan untuk kepentingan nasionalisme.

Menurut Taufik Abdullah dan Surjomihardjo, ada tiga penulisan sejarah di Indonesia, yaitu sejarah ideologis, sejarah pewarisan, dan sejarah akademik.

B. Pengertian Sumber, Bukti, dan Fakta Sejarah

Sumber sejarah

Sejarah dimulai dari cerita-cerita rakyat atau legenda yang bisa mengungkapkan insiden pada masa lampau, walaupun penuh dengan banyak sekali mitos yang harus diteliti lebih lanjut biar sanggup digunakan sebagai sumber sejarah. Masyarakat dahulu memang memperlihatkan informasi sejarah secara turun temurun dan mereka menganggap benar apa yang telah mereka terima dari nenek moyangnya yang terpancar dari peninggalanpeninggalan di sekitar daerah tinggalnya. Oleh lantaran itu, untuk mengungkapkan kembali mustahil dilakukan tanpa sumber yang memadai, artinya sumber yang mendukung sehingga bisa mendekati kebenaran suatu insiden sejarah.

Sumber sejarah yakni semua yang menjadi pokok sejarah. Menurut Moh. Ali, yang dimaksud sumber sejarah yakni segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud serta berkhasiat bagi penelitian sejarah semenjak zaman purba hingga sekarang. Sementara Muh. Yamin menyampaikan bahwa sumber sejarah yakni kumpulan benda kebudayaan untuk mengambarkan sejarah.

Konsep dan Aktualita
Menentukan usia peninggalan sejarah sanggup dilakukan dengan tiga cara berikut:
  • Tipologi, merupakan cara penentuan usia peninggalan budaya menurut bentuk tipe dari peninggalan itu. Makin sederhana bentuk peninggalan, makin renta usia benda. Namun dengan cara ini seringkali timbul duduk kasus alasannya benda yang sederhana belum tentu dibentuk lebih dahulu dari benda yang lebih halus dan tepat buatannya. Contohnya, benda dari tanah liat pada dikala ini digunakan gotong royong dengan benda dari logam dan plastik.
  • Stratigrafi, yakni cara penentuan umur suatu benda peninggalan menurut lapisan tanah di mana benda itu berasal/ditemukan. Semakin ke bawah lapisan tanah daerah inovasi benda peninggalan budaya, semakin renta usianya sehingga sanggup disimpulkan bahwa lapisan paling atas yakni paling muda.
  • Kimiawi, yakni suatu cara penentuan umur benda peninggalan menurut unsur kimia yang dikandung oleh benda itu, misalnya, unsur C-14 (Carbon 14) atau unsur Argon.

Ada tiga macam sumber sejarah:
Sumber tertulis
Sumber tertulis yakni sumber sejarah yang diperoleh melalui peninggalanpeninggalan tertulis, catatan insiden yang terjadi di masa lampau, contohnya prasasti, dokumen, naskah, piagam, babad, surat kabar, tambo (catatan tahunan dari Cina), dan rekaman. Sumber tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu sumber primer (dokumen) dan sumber sekunder (buku perpustakaan).

Sumber lisan
Sumber verbal yakni keterangan eksklusif dari para pelaku atau saksi mata dari insiden yang terjadi di masa lampau. Misalnya, seorang anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) yang pernah ikut Serangan Umum menceritakan insiden yang dialami kepada orang lain, apa yang dialami dan dilihat serta yang dilakukannya merupakan penuturan verbal (sumber lisan) yang sanggup digunakan untuk materi penelitian sejarah. Dapat juga berupa penuturan masyarakat di sekitar kota Yogyakarta dikala 1 Maret 1949 yang ikut menyaksikan Serangan Umum tersebut, penuturannya juga sanggup dikategorikan sebagai sumber lisan. Jika sumber verbal berupa kisah rakyat (folklore), maka perlu dicermati kebenarannya alasannya penuh dengan banyak sekali mitos.

Sumber benda
Sumber benda yakni sumber sejarah yang diperoleh dari peninggalan benda- benda kebudayaan, misalnya, alat-alat atau benda budaya, menyerupai kapak, gerabah, perhiasan, manik-manik, candi, dan patung. Sumber-sumber sejarah tersebut belum tentu seluruhnya sanggup menginformasikan kebenaran secara pasti. Oleh lantaran itu, sumber sejarah tersebut perlu diteliti, dikaji, dianalisis, dan ditafsirkan dengan cermat oleh para ahli. Untuk mengungkap sumber-sumber sejarah di atas diharapkan banyak sekali ilmu bantu, seperti:
  • epigrafi, yaitu ilmu yang mempelajari goresan pena kuno atau prasasti;
  • arkeologi, yaitu ilmu yang mempelajari benda/peninggalan kuno;
  • ikonografi, yaitu ilmu yang mempelajari wacana patung;
  • nomismatik, yaitu ilmu yang mempelajari wacana mata uang;
  • ceramologi, yaitu ilmu yang mempelajari wacana keramik;
  • geologi, yaitu ilmu yang mempelajari lapisan bumi;
  • antropologi, yaitu ilmu yang mempelajari asal-usul insiden serta perkembangan makhluk insan dan kebudayaannya;
  • paleontologi, yaitu ilmu yang mempelajari sisa makhluk hidup yang sudah membatu;
  • paleoantropologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk insan yang paling sederhana hingga sekarang;
  • sosiologi, yaitu ilmu yang mempelajari sifat keadaan dan pertumbuhan masyarakat;
  • filologi, yaitu ilmu yang mempelajari wacana bahasa, kebudayaan, pranata dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat di bahan-bahan tertulis.

Bukti dan fakta sejarah

Sejarah suatu masyarakat dan bangsa di masa lampau sanggup diketahui melalui inovasi bukti atau fakta (kata fakta berasal dari bahasa Latin, factus atau facerel, yang artinya selesai atau mengerjakan). Fakta memperlihatkan terjadinya suatu insiden di masa lampau.

Bukti peninggalan sejarah merupakan sumber penulisan sejarah. Fakta yakni hasil dari seleksi data yang terpilih. Fakta sejarah ada yang berbentuk benda konkret, misalnya, candi, patung, perkakas yang sering disebut artefak. Fakta yang berdimensi sosial disebut sociofact, yaitu berupa jaringan interaksi antarmanusia, sedangkan fakta yang bersifat aneh berupa keyakinan dan kepercayaan disebut mentifact. Bukti dan fakta sejarah sanggup diketahui melalui sumber primer dan sumber sekunder.

Artefak
Artefak yakni semua benda baik secara keseluruhan atau sebagian hasil garapan tangan manusia, contohnya, candi, patung, dan perkakas. Peralatanperalatan yang dihasilkannya sanggup menggambarkan tingkat kehidupan masyarakat pada dikala itu (sudah mempunyai nalar dan budaya yang cukup tinggi), bahkan sanggup juga meggambarkan suasana alam, pikiran, status sosial, dan kepercayaan para penciptanya dari suatu masyarakat, hal inilah yang perlu dicermati oleh para sejarawan.

Fakta sosial
Fakta sosial yakni fakta sejarah yang berdimensi sosial, yakni kondisi yang bisa menggambarkan wacana keadaan sosial, suasana zaman dan sistem kemasyarakatan, contohnya interaksi (hubungan) antarmanusia, pola pakaian adat, atau pakaian kebesaran raja. Kaprikornus fakta sosial berkenaan dengan kehidupan suatu masyarakat, kelompok masyarakat atau suatu negara yang menumbuhkan kekerabatan sosial yang serasi serta komunikasi sosial yang terjaga baik. Fakta sosial sebagai bukti sosial yang muncul di lingkungan masyarakat bisa memunculkan suatu insiden atau kejadian. Masyarakat pembuat logam memunculkan ciri sosial yang maju, berintegritas, dan mengenal teknik. Di balik itu mereka mempunyai tradisi animisme atau dinamisme melalui benda hasil garapannya, bahkan jikalau kita teliti dengan saksama masyarakat tersebut sudah mengenal persawahan dan hidup dengan ciri gotong royong.

Fakta mental
Fakta mental yakni kondisi yang sanggup menggambarkan suasana pikiran, perasaan batin, kerohanian dan sikap yang mendasari suatu karya cipta. Kaprikornus fakta mental bertalian dengan perilaku, ataupun tindakan etika insan yang bisa memilih baik buruknya kehidupan manusia, masyarakat, dan negara. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau sanggup memengaruhi mental kehidupan pada masa kini bahkan ke masa depan. Fakta mental erat hubungannya antara insiden yang terjadi dengan batin manusia, alasannya perkembangan batin pada suatu masyarakat sanggup mencetuskan munculnya suatu insiden (ingat insiden bom atom di kota Nagasaki dan Hirosima di Jepang yang menyisakan perubahan tabiat dan rasa takut, itu sebabnya Jepang memelopori kampanye anti bom atom).

Fakta mental merupakan fakta yang sifatnya aneh atau kondisi yang menggambarkan alam pikiran, kepercayaan atau sikap, contohnya kepercayaan keyakinan dan kepercayaan benda yang melambangkan nenek moyang dan benda upacara, contohnya nekara perunggu di Pejeng (Bali), untuk dipuja. Namun ada artefak yang juga memperlihatkan fakta sosial dan ciri fakta mental, pola kapak perunggu atau baskom perunggu yakni artefak yang merupakan fakta konkret, tetapi jikalau dilihat dari hiasannya sanggup berfungsi sebagai fakta sosial, dan jikalau menempatkan kapak perunggu dan baskom perunggu sebagai sistem kepercayaan maka disebut fakta mental.

Sumber : kemdikbud.go.id

Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Sejarah
MARKIJAR : MARi KIta belaJAR


Sumber http://www.markijar.com/