Distikon merupakan salah satu diantara macam-macam puisi gres menurut bentuknya. Distikon sendiri merupakan puisi yang tiap bainya terdiri atas dua baris. Di artikel kali ini, akan ditampilkan beberapa pola puisi distikon dari para penyair Indonesia yang diambil dari beberapa sumber terpercaya. Adapun beberapa pola puisi distikon dalam bahasa Indonesia tersebut ialah sebagai berikut!
Contoh 1:
Hutan Karet*
Karya: Joko Pinurbo
–in memoriam: Sukabumi
Daun-daun karet berserakan.
Berserakan di hamparan waktu.
Suara kera di dahan-dahan.
Suara kalong menghalau petang.
Di pucuk-pucuk ilalang belalang berloncatan.
Berloncatan di semak-semak rindu.
Dan sebuah jalan melingkar-lingkar
membelit kenangan terjal.
Sesaat sebelum surya berlalu
masih kudengat bunyi beduk bertalu-talu.
(1990)
*Sumber: Joko Pinurbo, Selamat Menunaikan Ibadah Puisi, hlm 2.
Contoh 2:
Kurcaci*
Karya: Joko Pinurbo
Kata-kata ialah kurcaci yang muncul tengah malam
dan ia bukan pertapa suci yang kebal terhadap godaan.
Kurcaci merubung tubuhnya yang berlumuran darah,
sementara pena yang dihunusnya belum mau patah.
(1998)
*Sumber: Joko Pinurbo, Selamat Menunaikan Ibadah Puisi, hlm 31.
Contoh 3:
Bunga*
Karya: Sitor Situmorang
Bunga di atas batu
Dibakar sepi
Mengatas indera
Ia menanti
Bunga di atas batu
Dibakar sepi
*Sumber: Sitor Situmorang, Dalam Sajak, hlm 54.
Contoh 4:
Catatan Tahun 53*
Karya: Sitor Situmorang
Dalam gua berseru
Hanya gema bertalu-talu
Batu termangu
(menitik air satu-satu)
Mari membisu duduk lelap
Berkisah dalam gelap
Tentang hidup dan ia yang lupa
(Cahaya di luar lebih sendiri darii kita)
*Sumber: Sitor Situmorang, Dalam Sajak, hlm 55.
Contoh 5:
Mimpinya*
Karya: Sitor Situmorang
I
Pada segala surat menanti nama
Pada segala surat dinanti nama
II
Pada segala air terpasang layar
Pada segala air terkulai layar
III
Pada segala mata menanti cahaya
Pada segala mata dinanti cahaya
*Sumber: Sitor Situmorang. Dalam Sajak, hlm 59.
Contoh 6:
Mata Arjuna*
Karya: Chandra Malik
Panah mengasah arah,
busur menyusur kesiur.
Sekelebat syahwat terjerat,
daku bidik dada dikau.
Jakarta, 2006
*Sumber: Chandra Malik, Asal Muasal Pelukan, hlm 12.
Contoh 7:
Ingin Dicinta*
Karya: Chandra Malik
Ketika sendiri, siapa yang bersamamu?
Apakah sepi, ataukah Rindu?
Ketika kita bersama, apa yang kamu rasa?
Apakah bahagia, ataukah derita?
Siapa di antara kita yang berbohong?
Siapa memelihara omong kosong?
Tidakkah insan memang seharusnya mempunyai cita-cita?
Tidakkah insan memang selayaknya ingin dicinta?
Salatiga, 5 Desember 2015
*Sumber: Chandra Malik, Asal Muasal Pelukan, hlm 13.
Contoh 8:
Tanda Mata*
Karya: Chandra Malik
Bagiku, engkaulah tanda mata.
Sejak bertemu, konkret selamanya.
Bagiku, engkau ialah cahaya.
Dari binarmu, tatapanku bermula.
Bagiku, engkaulah penglihatan.
Di setiap waktu, di setiap ingatan.
Bagiku, engkau arah memandang.
Pada matamu, mataku berpulang.
Denpasar, 22 Desember 2015
*Sumber: Chandra Malik, Asal Muasal Pelukan, hlm 17.
Contoh 9:
Misykat*
Karya: Chandra Malik
Jarak hatiku ke hatimu lebih dekat
dari jauh hatimu ke hatiku, Misykat.
Lebih dulu saya hingga ke alamat,
bahkan sebelum engkau berangkat.
Solo, 13 Januari 2016.
*Sumber: Chandra Malik, Asal Muasal Pelukan, hlm 18.
Demikianlah beberapa pola puisi distikon dalam bahasa Indonesia. Jika pembaca ingin mengetahui beberapa pola puisi lainnya, maka pembaca bisa membuka artikel contoh puisi himne, contoh puisi balada, contoh puisi romance, contoh puisi didaktif, contoh puisi ode, dan contoh puisi elegi. Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan bagi para pembaca sekalian, baik itu mengenai puisi khususnya, maupun bahasa Indonesia pada umumnya. Sekian dan terima kasih.
Sumber https://dosenbahasa.com