Saturday, June 24, 2017

√ Prosedur Penyediaan Daging Dan Rigor Mortis

Tugas Kuliah-Daging merupakan hasil dari produk peternakan. Daging banyak dimanfaatkan oleh insan untuk tujuan konsumsi. Daging mengandung nilai gizi yang tinggi yang sanggup mencukupi kebutuhan gizi seseorang. Nah, lantaran pentingnya daging, maka perlu rasanya untuk mengetahui "Mekanisme Penyediaan Daging".
Dalam "Mekanisme Penyediaan Daging", biasanya daging yang disembelih mengalami kejang otot. Kejang otot ini sering disebut oleh dunia kedokteran atau dunia ilmiah dengan Rigor Mortis. Kedua hal ini akan di bahas pada Contoh Makalah  yang ingin saya share kepada teman-teman, semoga dengan ini Anda lebih paham mengenai kedua hal tersebut di atas. Silahkan menyimak baik-baik....!


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyediaan daging bagi konsumen merupakan salah satu aktivitas penerapan industri pada hasil ternak yang disebut sebagai agroindustri hasil ternak. Penanganan pascapanen dan penerapan teknologi pengawetan dan pengolahan daging merupakan aktivitas agroindustri yang dibutuhkan akan meningkatkan pendapatan pelaku perjuangan dibandingkan dengan aktivitas yang dilakukan ditingkat budidaya dari suatu sistem agribsinis peternakan sapi potong. Daging sebagai salah satu materi pangan asal hewan, kualitasnya tidak hanya ditentukan oleh penanganan ternak semasa hidupnya (sebelum panen) tetapi juga tak kalah pentingnya ialah penanganannya sehabis panen (pascapanen).
Prosedur pemotongan yang sesuai diikuti dengan pengkarkasan yang tepat dan dilanjutkan dengan "aging" (maturasi) yang layak dengan waktu yang optimal merupakan salah satu rangkaian yang seharusnya tak terpisahkan dalam penanganan pascapanen. Ada dua hal yang   perlu dipertimbangkan dalam penanganan pascapanen produk-produk hasil ternak untuk peningkatan mutunya yakni melalui pengawetan dan pengolahan. Dengan pertimbangan perubahan-perubahan yang sanggup terjadi pada daging pascamerta ternak (post mortem) ditinjau dari penggunaan suhu rendah semenjak ternak disembelih, dikaitkan dengan mutu yang dihasilkan maka pada materi ini akan membahas teknologi pengawetan dan pengolahan yang sanggup dilakukan dalam rangkaian penyediaan daging dan produk olahannya, dikaitkan dengan peningkatan nilai tambah dan pendapatan pada akhirnya.
Proses biokimia yang berlangsung sebelum dan sehabis ternak mati hingga terbentuknya rigor mortis pada umumnya merupakan suatu aktivitas yang besar kiprahnya terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan pascarigor. Kesalahan penanganan pascamerta hingga terbentuknya rigor mortis sanggup menimbulkan mutu daging menjadi rendah ditandai dengan daging yang berwarna gelap (dark firm dry) atau pucat (pale soft exudative) ataupun pengkerutan lantaran masbodoh (cold shortening) atau rigor yang terbentuk sehabis pelelehan daging beku (thaw rigor).
Kelainan-kelainan mutu yang terjadi pascamerta ternak sanggup dihindari jikalau pengetahuan perihal prosedur rigor mortis dan perubahan pascarigor daging sanggup diterapkan dengan baik pada penanganan pascapanen ternak. Proses biokimia yang berlangsung sebelum dan sehabis ternak mati hingga terbentuknya rigor mortis pada umumnya merupakan suatu aktivitas yang besar kiprahnya terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan pascarigor. Kesalahan penanganan pascamerta hingga terbentuknya rigor mortis sanggup menimbulkan mutu daging menjadi rendah ditandai dengan daging yang berwarna gelap (dark firm dry) atau pucat (pale soft exudative) ataupun pengkerutan lantaran masbodoh (cold shortening) atau rigor yang terbentuk sehabis pelelehan daging beku (thaw rigor).
Ruang Lingkup Isi
  1. Definisi daging: menjelaskan perbedaan otot sebagai energi mekanis dan otot sebagai energi kimiawi.
  2. Mekanisme penyediaan daging: sumber dan proses transformasi ternak hidup menjadi daging serta sirkuit pengadaan daging bagi konsumen.
  3. Membahas perihal sumber energi untuk kontraksi dan relaksasi otot, fase rigor mortis dan proses pematangan daging (aging).

BAB II
 PEMBAHASAN
MEKANISME PENYEDIAAN DAGING
Pengertian Daging
Definisi daging adalah kumpulan sejumlah otot yang berasal dari ternak yang sudah disembelih dan otot tersebut sudah mengalami perubahan biokimia dan biofisik sehingga otot yang semasa hidup ternak merupakan energi mekanis bermetamorfosis energi kimiawi yang dikenal sebagai daging (pangan hewani). Kata otot sanggup dipergunakan pada masa hidup ternak dan sehabis mati tetapi kata daging selayaknya secara akademik dipergunakan sehabis ternak mati dan otot telah bermetamorfosis daging. Otot semasa hidup ternak dikenal sebagai alat pergerakan badan ditandai dengan kemampuan berkontraksi dan berelaksasi, sehingga disebut sebagai energi mekanis dan lantaran tersusun dari unsur kimia maka disebut pula sebagai energi kimiawi. Setelah ternak disembelih dan tidak ada lagi oksigen dan otot tidak lagi berkontraksi maka otot sanggup disebut sebagai energi kimiawi (pangan hewani)
Perubahan biokimia yang terjadi diawali dengan proses glikolisis yakni perombakan glikogen menjadi asam laktat dan dilanjutkan dengan proses maturasi (aging) ditandai dengan pengempukan pada otot sebagai jawaban kerja enzim pencerna protein. Proses glikolisis pascamerta ternak disebut pula sebagai rigor mortis atau rigor (kekakuan) pascamerta. Perubahan biofisik yang terjadi pada otot pascamerta ialah kehilangan ekstensibilitas otot pada ketika terjadi kekakuan dan pengempukan yang terjadi pasca kekakuan
Mekanisme Penyediaan Daging
Berdasarkan atas sumbernya maka sanggup dibedakan daging warna merah (red meat) yang berasal dari ternak besar (sapi, kerbau) atau ternak kecil (kambing, domba) dan daging putih yang lebih sering disebut sebagai poultry meat (ayam, itik dan unggas lainnya). Pemberian nama sebagai daging merah atau daging putih (poultry meat) menurut atas ratio antara serat merah dengan serat putih yang menyusun otot tersebut.; otot yang mengandung lebih banyak serat merah akan disebut sebagai daging merah. Dalam penyediaan daging, dari sumbernya, bagi kebutuhan konsumen dikenal melalui tiga fase perubahan /transformasi :
1.    Transformasi pertama mencakup proses perubahan ternak hidup menjadi karkas dan belahan bukan karkas (by product atau offal). Pada tahap pertama dari rangkaian penyediaan daging ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a)    Kondisi ternak sebelum pemotongan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum ternak dipotong :
Kebersihan badan ternak
Pertimbangan utama ialah kebersihan kulit, alasannya kulit merupakan sumber utama bagi kontaminasi kuman pada karkas selama proses pemotongan dan pengeluaran isi dalam ternak (Rosset, 1982).
                      Kesehatan dan sanitasi ternak
Produksi daging yang higinis harus dimulai melalui pencegahan penyakit selama pemeliharaan dan penggemukan ternak. Ternak juga merupakan sumber utama salmonella dalam saluran pencernaannya, untuk itu maka pencegahan benjol terhadap salmonella harus dimulai melalui kontrol pada pada makanan ternak sebagai asal dari kontaminasi tersebut (Hess, 1973).
              Keadaan Fisiologis
a.    Pengaruh pakan sebelum pemotongan
Komposisi ransum menunjukkan imbas terhadap :
·         mikroflora pada saluran pencernaan ; sumbangan ransum basal terdiri dari biji-bijian atau gandum yang diperkaya vitamin dan mineral selama beberapa ahad akan menurunkan jumlah kuman sdfdf - aerogen dan Enterobacteri pada usus halus (Barnes, 1979).
·         mikroflora pada karkas sapi (bakteri psychotropes dan mesophiles). Penelitian Thomas et al. (1977) memakai empat macam perlakuan pakan pada sapi: 1) Hijauan, 2) 80 % konsentrat + 20 % hijauan selama 49 hari, 3) 80 % konsentrat + 20 % hijauan selama 98 hari, dan 4) hijauan. Setelah 46 jam pascamerta, ternak-ternak yang mengkonsumsi perlakuan keempat (hijauan) menghasilkan karkas dengan kandungan kuman psychotrophes, khususnya Pseudomonas, kasatmata lebih rendah dibandingkan dengan karkas dari ternak yang mengkonsumsi perlakuan pakan lainnya. Pada waktu pascamerta yang sama, kandungan kuman mesophiles ialah kasatmata berbeda diantara keempat perlakuan dengan susunan sebagai berikut
perlakuan 1 > perlakuan 2 > perlakuan 3 > perlakuan 4.
b.      Pengaruh pengangkutan sebelum pemotongan
Pengangkutan ternak ke rumah potong binatang (RPH) menimbulkan sejumlah aksi psikik dan fisik. Sejumlah aksi ini akan menawarkan konsekuensi terhadap kualitas saniter pada daging. Akibatnya sifat-sifat bakteriside pada darah hanya terjadi pada ternak-ternak yang dipotong dalam kondisi kesehatan yang tepat selama beberapa jam sehabis ternak mati. Namun ternak yang disembelih dalam keadaan darurat, lantaran luka atau kecapaian, menimbulkan pengeluaran darah yang sangat sering tidak tepat (Schulze et al., 1972).
c.   Pengaruh waktu istirahat sebelum pemotongan
Kontaminasi pada karkas sanggup terjadi melalui tempat istirahat ternak sebelum pemotongan . Untuk itu tempat istirahat tersebut perlu secara teratur dibersihkan dan didesinfektan. Pemotongan merupakan suatu tahap yang penting dalam penyediaan daging tersebut.
Prosedur Pemotongan
Prosedur pemotongan mencakup teknik pekerjaan secara berurutan yang dilakukan dalam rangka perubahan ternak hidup menjadi karkas dan bagian-bagian yang bukan karkas dimana kesemuanya itu berlangsung di rumah pemotongan binatang (RPH). Secara berurutan dalam pengkarkasan ternak sapi, teknik yang dilakukan sebagai berikut (beberapa variasi bisa terjadi antara satu negara dengan negara lainnya) :
1.    Persiapan sebelum pemotongan
Dalam hal ini meminimalkan terjadinya luka memar dan menghindari terjadinya ketegangan semenjak ternak diangkut dari peternakan hingga pada ketika menurunkan ternak di tempat penampungan atau tempat istirahat di RPH sebelum pemotongan dilaksanakan.
2.    Ternak tidak berdaya (Stunning or Immobilization)
Metoda stunning lainnya ialah memakai bolt atau pin yan akan menusuk otak pada lokasi dahi ternak sapi tersebut. Stunning secara elektrik juga banyak dipakai dan menjadi pertimbangan untuk masa kedepan.
3. Penyembelihan/pengeluaran darah (bleeding)
Ternak dalam keadaan tidak sadar/tidak berdaya, secepatnya disembelih pada tempat kerongkongan persis dibelakang rahang sedalam mungkin untuk memotong vena jugularis dan arteri karotid.sehingga darah menyemprot keluar.
4.      Pengulitan
Ketika ternak sudah mati dan pengeluaran darah sudah sempurna, kaki depan dilepaskan dengan memotongnya antara patella dengan shank.
  1. Pelepasan kulit kepala
  2. Pelepasan kulit ekor
  3. Pelepasan kaki belakang
  1. Rumping
Pembukaan kulit dari kerongkongan hingga ke tempat flank diperluas ke tempat bung dimaksudkan untuk lebih memudahkan pengulitan yang akan dimulai pada tempat hindquarter.
  1. Penarikan kulit
Ada tiga tipe penarik kulit (hide puller) : 1) "up-puller", dimana menggunkan berat karkas untuk menstabilkan melawan tekanan dari penarik dan melepaskan kulit dari neck ke rump; 2) "down-puller" yang ditautkan pada kulit didaerah rump dan umumnya tidak memerlukan untuk pengulitan kepala (kecuali pada pejantan); dan 3) "side-puller" yang ditautkan pada kulit pada tempat perut (belly) dan menarik kedua sisi dari belly ke belakang.
  1. Pembelahan dada (brisket)
Brisket dibuka sepanjang garis tengah melalui tulang dada memakai ujung tumpul gergaji untuk mencegah kerusakan pada jantung dan paru-paru.
          4.  Pengeluaran isi dalam (evisceration)
Proses evisceration dimulai dengan terlebih dahulu membuka rongga pelvis dengan melaksanakan pemotongan antara otot-otot didalam round melalui membran yang tebal
          5.    Pembelahan Karkas (splitting)
Pembelahan karkas dilakukan dengan memakai tenaga gergaji yang berpisau timbal balik atau dalam beberapa hal dipakai gergaji lingkar (sirkular).
  1. Penyiangan karkas (trimming)
Bagian-bagian lain pada karkas yang gampang mengalami pembusukan harus dikeluarkan dari karkas menyerupai spinal cord, arteri besar dan vena pada belahan leher.
  1. Pengawasan (inspection)
Inspeksi dilakukan pada daging, viscera dan kepala terhadap kemungkinan terdapatnya hal-hal yang sanggup menimbulkan bagian-bagian karkas menjadi tidak bersih atau membawa penyakit.
  1. Pencucian (washing and shrouding)
Karkas kemudian dicuci dengan air bertekanan tinggi untuk menghilangkan darah dan kemungkinan kontaminan-kontaminan lainnya.
  1. Penimbangan (Weighing and grading/classification)
Penimbangan karkas dilakukan dalam keadaan hangat sehabis pengkarkasan selesai sebelum karkas didinginkan (dilayukan).

  1. Transformasi kedua, merupakan proses pemotongan (cutting) bagian-bagian karkas menjadi whole dan retail karkas untuk mendapat daging dan bagian-bagian lainnya menyerupai lemak, tulang, aponevrose dan lain-lain. Meliputi proses cutting karkas menjadi whole cut dan retail cut, dimana pada jadinya akan diperoleh daging sebagai materi baku utama bagi konsumen (rumah tangga atau industri pengolahan daging) dan bagian-bagian lainnya menyerupai lemak, tulang, aponevrose dan materi buangan lainnya. Sebelum dilakukan cutting beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mendapat daging dengan kualitas yang tinggi :
a.  Pendinginan karkas yang masih hangat dan masih dalam keadaan pra rigor, sebaiknya dilakukan pada temperatur dimana tingkat insiden pengkerutan otot paling minimal. Berdasarkan penelitian, diperlihatkan bahwa pengkerutan paling rendah terjadi jikalau dilakukan pendinginan pada temperatur antara 14 - 19 º C.
b.  Pendinginan pada suhu + 2º C, dilakukan pada karkas yang telah melewati rigor mortis selama beberapa hari, dimaksudkan untuk memanfaatkan kerja enzim proteolitik yang pada jadinya akan meningkatkan keempukan daging (keterangan lebih lanjut pada belahan aging).
Pemotongan/Pembagian Karkas (Cutting)
Karkas yang telah dibelah menjadi dua pada ketika pengkarkasan, selanjutnya dibagi menjadi empat belahan dengan masing-masing memotong dua belahan pada setiap belahan karkas. Pembagian karkas menjadi potongan utama (whole cut) dan potongan detail (retail cut), bisa berbeda diantara beberapa negara. Di Indonesia potongan karkas dilakukan menurut metoda Australia dengan membagi menjadi 14 potong dalam tiga kategori :
  1. Enam potong pada belahan belakang (potongan pistol) ; 1) filet, 2) sirloin, 3) rump, 4) topside, 5) inside, 6) silverside
  2. Empat potong pada kategori kedua ; 1) cube roll, 2) chuck, 3) chuck tender, 4) blade
  3. Empat potong pada kategori ketiga ; 1) rib meat, 2) brisket, 3) flank, 4) shank.
Pengklasifikasian potongan-potongan karkas akan memberiklan perbedaan harga diantara kategori dan diantara potongan didalam kategori yang sama. 
Berdasarkan atas metode pemasakan pada daging, ada dua teknik pemasakan yakni pemasakan cepat yang diperuntukkan pada otot yang kualifikasinya empuk yang dimasak dengan metode kering; panggang, bakar, dan pemasakan lambat yang umumnya memakai media air dalam pemasakannya.
  1. Transformasi ketiga, merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari materi baku daging yang diperoleh pada transformasi kedua menjadi suatu produk final berupa daging olahan dalam aneka macam macam ragam. Pengawetan dan pengolahan daging merupakan proses yang berlangsung ditingkat hilir dari suatu industri peternakan atau merupakan suatu subsistem dari agribisnis, yang sering pula disebut agroindustri. Kedua proses ini pada umumnya dilakukan selain bertujuan untuk mempertahankan daya simpan dari suatu materi pangan yang muidah mengalami kerusakan menyerupai daging, juga dimaksudkan untuk mendapat nilai tambah melalui peningkatan kualitas (mutu) dari produk yang telah melalui pengoalahan dan pengawetan tersebut, yang pada jadinya akan meningkatkan pendapatan.
Pengawetan Daging
Pengawetan daging dimaksudkan untuk mengurangi atau menghentikan sama sekali, sesuai dengan teknik yang digunakan, perubahan-perubahan yang sanggup terjadi pada daging segar atau produk olahannya selama proses penyimpanan. Beberapa teknik pengawetan yang sering dipakai dan diaharapkan akan meningkatkan mutu dalam keempukan dan citarasa :
1. Penggunaan suhu rendah
1.1. Pendinginan (refrigeration)
Pendinginan memungkinkan untuk menyimpan daging dalam waktu tertentu berkat aksinya dalam menghambat perkembangan kuman tanpa membunuh bakteri. Pendinginan dimaksudkan pula untuk meningkatkan kualitas daging terutama keempukan dan citarasa yang terjadi selama proses penyimpanan lantaran adanya maturasi pada daging. Kecepatan terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada suhu dan kondisi ternak pada ketika disembelih. Locker dan Daines (1975) menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis pada otot Sternomandibularis pada suhu 37 C, 34 C, 24 C, dan 15 C, masing-masing secara berurutan 7 jam, 10 jam, 12 jam, dan 24 jam. Cold shortening yang terjadi lantaran pendinginan yang cepat dengan suhu sangat rendah pada karkas terutama pada potongan-potongan karkas dan daging menimbulkan kealotan yang berarti. Untuk memperoleh tingkat maturasi yang baik, pada umumnya karkas sapi disimpan antara 10 – 15 hari pada suhu + 2 C sebelum daging tersebut di konsumsi. Untuk praktisnya, maturasi biasanya berlangsung selama 7 – 8 hari dengan alasan ekonomi. Abustam (1995) menyatakan bahwa perbaikan keempukan daging sapi Bali secara rata-rata dengan mengabaikan system pemeliharaan (penggemukan dan tanpa penggemukan) selama 12 hari maturasi sebesar 21,83 % dimana secara berurut-turut pada hari ketiga, keenam dan kesembilan sebesar 8,90 %, 13,90 %, dan 18,66 %. Perbaikan keempukan pada sapi tanpa penggemukan lebih baik daripada sapi penggemukan; secara rata-rata dari hari pertama hingga hari ke 12 sebesar 17,15 % pada sapi Bali pemeliharaan tradisional dan 14,49 % pada sapi Bali penggemukan.
1.2. Pembekuan (Freezing)
Pembekuan merupakan tahap selanjutnya dari penyimpanan daging sehabis karkas melalui proses maturasi (aging) yang optimal dimana proses komplet rigor mortis telah terpenuhi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya cold shortening dan thaw rigor pada ketika daging dicairkan dari kristal es yang meliputinya sebelum dimasak. Untuk pengawetan daging dengan memakai suhu sangat rendah, maka potongan – potongan karkas terlebih dahulu harus dikeluarkan tulang-tulangnya dan menghilangkan lemak dipermukaan karkas/daging, sehingga benar-benar daging yang dibekukan. Ini dimaksudkan selain untuk efisiensi tempat, juga dimaksudkan untuk menghindari peruabahan – perubahan yang sanggup terjadi pada daging selama penyimpanan terutama lemak, pada suhu rendah masih sanggup mengalami proses ketengikan.

.
Pengolahan daging
Pengolahan, intinya dimaksudkan penerapan teknologi proses pada suatu materi baku yang akan menimbulkan terjadinya perubahan bentuk dari suatu bentuk yang masih utuh menjadi bentuk lain dari produk hasil olahan tersebut. Pada umumnya pengolahan akan meningkatkan nilai tambah sebagai kompensasi dari penambahan biaya operasional selama pengolahan dan juga jawaban adanya peningkatan kualitas dari komponen yang dipakai pada produk olahan tersebut. Produk-produk olahan yang pada umumnya dilakukan pada daging ialah bakso, abon, dendeng dan sosis.
KONVERSI OTOT MENJADI DAGING
Pada ketika ternak telah mengalami final hidup maka otot yang semasa hidup ternak disebut sebagai energi mekanik dan energi kimiawi akan disebut sebagi energi kimiawi saja lantaran sehabis rigor mortis terbentuk maka akativitas kontraksi tidak tejadi lagi. Sesaat sehabis ternak mati maka sisa-sisa glikogen dan khususnya ATP yang terbentuk menjelang ternak mati akan tetap dipakai untuk kontraksi otot hingga ATP habis sama sekali dan pada ketika itu akan terbentuk rigor mortis ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel lagi). Produksi ATP dari  glikogen melalui tiga jalur yakni:
1. Glikolisis; perombakan glikogen menjadi asam laktat (produk akhir) atau melalui pembentukan terlebih dahulu asam piruvat (dalam keadaan aerob) kemudian menjadi asam laktat (anaerob). Pada kondisi ini akan terbentuk 3 mol ATP
2.  Siklus asam trikarboksilat (siklus krebs); sebagian asam piruvat hasil perombakan glikogen bersama produk degradasi protein dan lemak akan masuk kedalam siklus asam trikarboksilat yang menghasilkan CO2 dan atom H. Atom H kemudian masuk ke rantai transport elektron dalam mitochondria untuk menghasilkan H2O serta 30 mol ATP.
3. Hasil glikolisis berupa atom H secara aerob via rantai transport elektron dalam mitochondria bersama dengan O2 dari suplai darah akan menghasilkan H2O dan 4 mol ATP.
Dengan demikian melalui tiga jalur ini glikogen otot pertama-tama dirubah menjadi glukosa mono fosfat kemudian dirombak menjadi CO2 dan H2O serta 37 mol ATP.
Rigor Mortis
Rigor mortis ialah suatu proses yang terjadi sehabis ternak disembelih diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan terjadinya kekakuan pada otot. Padas ketika kekakuan otot itulah disebut sebagai terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat. Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada jumlah ATP yang tersedia pada ketika ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada ketika menjelang ternak mati.
Fase Rigor Mortis
Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor mortis dan fase pascarigor.
Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis
Sesaat sehabis ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung hingga ATP habis dan aktomiosin terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang mayat) dan tidak ekstensible; pada ssat ini tidak dibenarkan untuk memasak daging lantaran akan sangat terasa alot.
Perubahan Karakter Fisikokimia
Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada ketika terbentuknya rigor mortis menimbulkan daging menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak dikonsumsi. Pemendekan otot dapat terjadi jawaban otot yang masih prarigor (masih berkontraksi) didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Kejadian ini disebut sebagai cold shortening dimana serat otot bisa memendek hingga 40% dan menimbulkan otot tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan pada ketika dimasak . Pada ketika prarigor, otot masih dibenarkan untuk dikonsumsi sekalipun tingkat keempukannya tidak sebaik jikalau dikonsumsi pada fase pascarigor. Ini dimungkinkan lantaran adanya enzim Ca+2 dependence protease (CaDP) atau calpain yang berperan sebagai enzim yang aktif bekerja mencerna protein jikalau ada ion Ca+2 Ion ini diperoleh pada ketika reticulum sarkoplasmik dipompa pascakontraksi otot.
pH final otot menjadi asam akan terjadi setelah rigor mortis terbentuk secara sempurna. Tapi kebanyakan yang terjadi ialah rigor mortis sudah terbentuk tetapi pH otot masih diatas pH akhior yang normal (pH>5.5 – 5.8). pH final otot yang tinggi pada ketika rigor mortis terbentuk menawarkan sifat fungsional yang baik pada otot yang dibutuhkan dalam pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian pula pada ketika prarigor, dimana otot masih berkontraksi sangat baik dipakai dalam pengolahan. pH asam akan menimbulkan daya ikat air (water holding capacity) akan menurun, sebaliknya ketika pH final tinggi akan menawarkan daya ikat air yang tinggi.
Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH otot dibawah titik isoelektrik menimbulkan otot menjadi pucat, lembap dan strukturnya longgar (mudah terurai).
Warna daging menjadi merah cerah pada ketika pH mencapai pH final normal (5.5 – 5.8) pada ketika terbentuknya rigor mortis.
Faktor-faktor penyebab variasi waktu terbentuknya rigor mortis
Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi dan tergantung pada:
1.    Spesis; pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis lebih singkat, beberapa jam malahan bisa beberapa menmeit pada kasus PSE (pale soft exudative) dibanding dengan pada sapi yang membutuhkan waktu 24 jam pada kondisi rigor mortis sempurna.
2.  Individu; terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada individu berbeda dari jenis ternak yang sama. Sapi yang mengalami stress atau tidak cukup istirahat sebelum disembelih akan memebutuhkan waktu yang lebih cepat untuk instalasi rigor mortis dibanding dengan sapi yang cukup istirahat dan tidak stress pada ketika menjelang disembelih.
3.    Macam serat; ada dua macam serat menurut warena yang menyusun otot yakni serat merah dan serat putih. Rigor mortis terbentuk lebih cepat pada ternak yang tersusun oleh serat putih yang lebih banyak dibanding dengan serat merah.

Maturasi (aging) Pada Daging
Maturasi ialah proses secara alamiah yang terjadi pada daging selama penyimpanan masbodoh (2 – 5°C sehabis ternak disembelih yang menawarkan dampak terhadap perbaikan palatabilitas daging tersebut khususnya pada tempat rib dan loin. Selama aging akan terjadi perbaikan keempukan daging yang secara fisik diakibatkan oleh terjadinya fragmentasi miofibriler jawaban kerja enzim pencerna protein. Ada dua kelompok enzim proteolitik yang berperan dalam proses pengempukan ini yakni calcium dependence protease (CaDP) atau nama lainnya calpain (µ dan m-calpain) yang intens bekerja pada ketika prarigor dan kelompok cathepsin yang aktif bekerja pada ketika pascarigor.
Problem berkaitan dengan aging
Daging sapi menjadi busuk atau bacin dan flavor yang menyimpang sanggup terjadi karena:
1.    Pendinginan karkas yang kurang tepat.
2.    Karkas akan menyerap bacin ruangan aging.
3.  Sanitasi yang kurang baik, dan kontaminasi dengan mikroorganisme mengakibatkan bacin dan flavor menyimpang dan pembusukan.
4.    Aging yang berlebihan akan menghasilkan akumulasi mikroorganisme.
5.   Pengkerutan akan terjadi selama maturasi. Makin usang maturasi, makin besar kehilangan berat.
6.  Maturasi pada karkas yang telah jadi (finished-carcasses) akan menghasilkan pengkerutan yang berlebihan, pengeringan pada tempat permukaan, dan diskolorasi. Pengeringan dan diskolorasi tempat permukaan harus dibersihkan dan dijauhkan. Penyiangan ini sanggup berarti terhadap kehilangan yang dipertimbangkan pada produk.

BAB III
PENUTUP
Penerapan agroindustri hasil ternak melalui teknik penanganan pascapanen, pengawetan (pendinginan dan pembekuan) serta pengolahan daging yang dibahas pada materi ini lebih banyak mengacu kepada keadaan yang berlaku di negara-negara maju, yang secara praktek sanggup merupakan pola untuk diterapkan dinegara-negara berkembang, khususnya Indonesia. Dalam rangka menghadapi pasar global, mau tidak mau kita semua harus memikirkan perbaikan kualitas daging biar nantinya produk kita bisa bersaing dalam pasar bebas nanti. Teknik penyembelihan diadaptasi dengan tuntutan ritual untuk menghasilkan produk halal tanpa mengurangi penerapan ilmiah untuk menghasilkan kualitas karkas/daging yang tinggi.
Penerapan suhu rendah pada daging segar selain dimaksudkan untuk memperpanjang usang simpan juga sekaligus akan memperbaiki mutu dari daging tersebut, yang pada jadinya juga akan menawarkan harga yang lebih baik. Demikian pula melalui pengolahan daging dengan memanfaatkan teknologi pencincangan, penggilingan dan pencampuran dalam membentuk suatu produk olahan akan meningkatkan nilai tambah dari bahan-bahan yang nilai ekonominya rendah tersebut, yang pada jadinya akan meningkatkan pendapatan dari para pelaku perjuangan terkait: peternak, pengolah dan retailer.
Konversi otot menjadi daging diawali pada ketika ternak sehabis mati dimana sejumlah perubahan biokimia dan bifisk terjadi pada rangkaian aktivitas proses terbentuknya rigor mortis dan dilanjutkan pada aktivitas pascarigor. Secara ilmiah otot gres sanggup dikatakn daging sehabis melalui perubahan-perubahan biokimia dan biofisik tersebut. Perubahan biokimia berupa proses glikolisis yakni perombakan glikogen menjadi asam laktat yang akan menimbulkan kekakuan otot dikenal sebagai instalasi rigor mortis dan dilanjutakn dengan proses aging untuk memperbaiki tingkat keempukan daging. Sejumlah perubahan biofisik yang terjadi selama proses rigor mortis dan pasca rigor menyerupai perubahan-perubahan atribut yang berkaitan dengan kualitas daging: warna, citarasa, bau, dan keempukan.
Proses rigor mortis yang berlangsung tidak tepat lantaran imbas sebelum ternak disembelih dan penanganan pascapanen yang tidak tepat sanggup menimbulkan kelainan mutu pada daging menyerupai DFD, DCB, PSE, cold shortening dan thaw rigor.



DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E . 2008. Mekanisme Penyediaan Daging. http://cinnata.blogspot.com. Diakses pada 16 September 2011.

Abustam, E . 2008. Konversi Otot Menjadi Daging. http://cinnata.blogspot.com. Diakses pada 16 September 2011.






Terima Kasih atas kunjungan Anda di blog kami, kutukuliah.blogspot.com !





Silahkan Berkomentar jikalau ada yang ingin disampaikan ! !

Bila Anda ingin mend0wnl0ad makalah ini sebagai rujukan tambahan, silahkan klik link d0wnl0ad gambar!
Daging merupakan hasil dari produk peternakan √ Mekanisme Penyediaan Daging dan Rigor Mortis

Sumber http://kutukuliah.blogspot.com