DALAM menilai kemiripan (similarity) stimuli, kelihatannya metoda MDS berbasis atribut lebih objektif dibanding berbasis kesan umum (general impression) yang telah dibahas pada Bab 9. Sebab, dalam metoda ini, kemiripan dinilai menurut aneka macam atribut. Keuntungannya, dengan metoda ini, dimensi-dimensi yang mendasari kemiripan lebih gampang ditelusuri menurut atribut-atribut yang dilibatkan. Selain itu, posisi setiap merek sanggup dipetakan secara relatif dengan vektor yang menyatakan posisi setiap atribut.
Dengan metoda ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, jumlah dan jenis atribut yang dilibatkan tidak selalu sanggup dipastikan, apalagi kalau spesifikasi teknis produk (atau merek) rumit (complicated), contohnya notebook. Kedua, atribut yang menjadi materi pertimbangan (salient attributes) tidak selalu sama dari seseorang ke orang lain, baik jumlah dan jenisnya. Ketiga, penentuan rating suatu merek pada setiap atribut tetap saja bersifat subjektif, sehingga kesudahannya tidak sanggup dikatakan objektif, melainkan subjektif.
Pada metoda kesan umum (general impression method)[1] kita perlu menentukan stimuli atau objek[2]. Pada MDS berbasis atribut (attribute-based MDS)[3], kita perlu menentukan atribut-atribut objek (merek, produk, orang, partai, dan sebagainya), selain menentukan objek tentunya.
[1] Disebut juga attribute-free method dan decompositional method
[2] Lihat klarifikasi pada Bab 8.
[3] Disebut juga metoda komposisi (composition method)
Penentuan atribut produk sanggup dilakukan melalui riset eksplorasi (exploratory research). Tekniknya sanggup wawancara medalam dengan ahli. Misalnya, kalau mau tahu atribut salon kecantikan, wawancara dengan Rudy Hadisuwarno, pemilik jaringan salon yang juga bermerek Rudy Hadisuwarno, tentu sangat kredibel.
Teknik lain sanggup melalui focus group dan survai terbatas terhadap sekelompok kecil responden.
Kalau menggunakan survai terbatas, makam atribut yang diam-bil yakni yang bersifat umum, yaitu yang disebutkan oleh sebagian besar atau semua responden. Misalnya, dalam urusan air minum dalam kemasan, dari 20 responden yang ditanya semua menyebut atribut harga sebagai hal penting, maka atribut tersebut tentulah dipakai. Lain halnya kalau sebuah atribut, contohnya warna goresan pena merek, hanya dianggap penting oleh satu orang, sementara 19 lainnya tidak menganggapnya penting, maka atribut tersebut janganlah dipakai.
Kalau sudah menggunakan batasan angka-angka, duduk kasus yang muncul yakni hingga batas berapa orang yang menganggap penting gres sebuah atribut dipakai? Misalnya, dalam urusan AMDK tadi atribut desain kemasan disebutkan oleh 11 responden, apakah atribut ini masuk?
Tidak ada metoda yang betul-betul akurat untuk menentukan atribut-atribut objek yang bersifat umum. Karena, pertama, untuk banyak produk, terutama produk yang rumit, konsumen tidak sepenuhnya sanggup menyusun alasan rasional atas pembelian suatu merek. Misalnya, dalam menentukan hi-fi, dari sekian banyak atribut objektif, paling-paling hanya beberapa yang dipertimbangkan konsumen. Selebihnya, konsumen menggunakan perasaan (feeling), emosi (emotion) dan intuisi (intuition) dalam menentukan pilihan.
Alasan kedua, seringkali konsumen tidak menilik atribut produk, akan tetapi membayangkan pengalaman menggunakan produk, ibarat dikatakan Richard H. Schmitt dalam experiental marketing. Misalnya, untuk pilihan tujuan wisata, yang dijadikan sebagai materi penilaian yakni suasana yang akan dialami. Dalam situasi ibarat ini, maka atribut produk menjadi tidak relevan.
Sekalipun ada banyak keterbatasan dalam upaya mencari atribut-atribut suatu objek, cara-cara berikut ini sanggup dipertim-bangkan semoga atribut-atribut yang dikumpulkan akurat.
- Lakukan uji proporsi. Tujuannya, hanya atribut yang mempunyai proporsi pemilih yang samalah yang diambil. Misalnya, dalam urusan AMDK, dari 20 responden, harga dipilih 20 orang (100%), merek dipilih 17 orang (85%), rasa dipilih 16 orang (80%), desain kemasan dipilih 11 orang (55%), dan warna merek dipilih 1 orang (5%). Uji proporsi menguji atribut mana yang mempunyai proporsi yang sama. Secara sekilas terlihat proporsi pemilih harga, reputasi merek dan rasa tidak berbeda jauh. Namun, semoga lebih yakin, uji statistik, yaitu Cochran Q Test sanggup dilakukan.
- Libatkan atribut-atribut tersebut dalam regresi ganda. Pertanyaannya, terhadap apa atribut-atribut itu diregresi? Memang, kalau ini dilakukan, kita perlu melaksanakan studi lain. Kita harus mencari variabel dependen (y) yang relevan. Katakanlah perceived quality kita jadikan sebagai variabel dependen. Atribut-atribut tadi kita jadikan sebagai variabel independen. Lakukan pengumpulan data. Lalu, sesudah data dianalisis dengan regresi ganda, ujilah signifikansi setiap koefisien. Pakailah atribut apabila koefisiennya signifikan.
- Lakukan MDS dengan sejumlah besar atribut. Lalu, coba keluar-masukkan atribut satu-satu. Kalau sebuah atribut yang kalau dikeluarkan tidak mengganggu hasil MDS secara berarti (tidak merubah peta persepsi, tidak menurunkan RSQ dan tidak menaikkan stress), atribut tersebut tidak perlu dipakai.
MDS Non-atribut Versus MDS Berbasis Atribut
Telah panjang lebar dijelaskan adanya kesulitan dalam menentukan atribut produk. Itu gres salah satu kekurangan MDS berbasis atribut. Keuntungan dan kerugian MDS non-atribut dan MDS berbasis atribut, selengkapnya disajikan pada Tabel 10-1.
Teknik Analisis
Pada Bab 8 dijelaskan bahwa selain dengan MDS, perceptual map berbasis atribut juga sanggup diperoleh dengan analisis faktor, analisis diskriminan, analisis korespondensi (correspondence analysis).
MDS Berbasis Atribut
Dengan MDS berbasis atribut, selain memperoleh peta persepsi, kita sanggup memperoleh vektor yang menyatakan posisi atribut. Lihat referensi berikut ini.
Dari sebuah survai terbatas diperoleh atribut-atribut maskapai penerbangan, yaitu: (1) harga tiket, (2) ketepatan waktu, (3) layanan reservasi, (4) layanan personal, (5) kenyamanan pesawat, (6) reputasi merek dan (7) layanan bagasi.
Pertanyaan: “Bagaimana pendapat anda ihwal maskapai penerbangan …..” (sebutkan nama maskapainya)
Harga tiket pesawat:
Sangat murah 1 2 3 4 5 6 7 Sangat mahal
Ketepatan waktu:
Sangat baik 1 2 3 4 5 6 7 Sangat buruk
Layanan reservasi
Sangat baik 1 2 3 4 5 6 7 Sangat buruk
Layanan personal dalam pesawat
Sangat baik 1 2 3 4 5 6 7 Sangat buruk
Kenyamanan dalam pesawat
Sangat baik 1 2 3 4 5 6 7 Sangat buruk
Reputasi merek
Sangat baik 1 2 3 4 5 6 7 Sangat buruk
Layanan bagasi
Sangat baik 1 2 3 4 5 6 7 Sangat buruk
Hasil penelitian disajikan pada Tabel 10-2 dan perceptual map ditampilkan pada Tampilan 10-1.
Tabel 10.2
Langkah-langkah Analisis
Masukkan data ke dalam SPSS. Tampak di layar:
Dari sajian utama, pilih Analyze, kemudian Scale, kemudian klik Multidimension Scaling.
Pada obrolan box yang muncul, masukkan semua variabel ke dalam ruang Variables. Pastikan anda memilli Data are distance dan Shape Rectangular. Tampil di layar:
Pada dialog box, klik Model, kemudian muncul dialog box:
Pada Level of Measurement pilih Interval, sesuai jenis data yang dianggap interval. Lalu, pada Conditionality, pilih Row. Maksudnya, kalau mau dibanding-bandingkan, perbandingan hanya sanggup dilakukan antar kolom, tidak sanggup antar baris (row).
Klik Continue untuk kembali ke obrolan box utama.
Pada obrolan box utama, klik options, kemudian minta Goup plots semoga aktivitas menawarkan perceptual map. Kemudian, klik Continue.
Untuk menyuruh aktivitas SPSS bekerja, klik OK. SPSS akan menawarkan hasil (output). Namun, yang ditampilkan pada kesempatan ini hanya perceptual map (Tampilan 10-1).
Interpretasi Perceptual Map
Pada Tampilan 10-1 kita memperoleh informasi ihwal dua hal, yaitu posisi setiap merek dan vektor yang menyatakan poin ideal atribut. Dengan vektor tersebut, dua informasi yang kita peroleh. Pertama, kedekatan setiap merek dengan vektor atribut. Dengan cara menerjemahkan vektor yang telah dijelaskan pada Bab 9, untuk harga (atribut 1) misalnya, maka peringkat merek-merek, mulai dari yang paling murah adalah: Lion, Jatayu, Batavia, Adamair, Star Air, Mandala, Bouraq, Merpati dan Garuda (Tampilan 10-2).
Dengan keberadaan atribut, peneliti dimudahkan untuk menerjemahkan dimensi-dimensi yang membentuk peta persepsi. Pada Tampilan 10-1 terlihat bahwa harga (atribut 1) mempunyai arah yang beda sendiri (bertolak belakang dengan yang lain). Oleh lantaran itu, harga ditengarai merupakan dimensi sendiri, yaitu dimensi harga.
Terlihat pula keenam atribut lain cenderung mempunyai arah vektor yang sebidang. Keenam atribut ditengarai mempunyai dimensi yang sama, yaitu dimensi layanan.
Dari perceptual map itu sanggup pula kita katakan bahwa dua maskapai yang posisinya terperinci sebagai pemain harga, yaitu Lion dan Jatayu, lantaran selain vektor harga mengarah pada posisi kedua maskapai tersebut, enam vektor layanan lain, cenderung menjauhi posisi kedua maskapai tersebut.
Membuat Peta Persepsi dengan Analisis Faktor
Dengan analisis faktor kita sanggup mengetahui dimensi-dimensi yang mendasari sejumlah atribut, ibarat telah diuraikan pada Bab 4. Dengan teknik ini, atribut-atribut sejumlah merek dianalisis. Lalu, dengan skor-skor faktor yang dimiliki, kita sanggup menciptakan sendiri perceptual map. Dikatakan menciptakan sendiri lantaran memang analisis faktor tidak menawarkan output berupa perceptual map, akan tetapi menyediakan data (yaitu skor faktor) yang sanggup digunakan untuk keperluan itu.
Pada Bab 4, baris tabel yang berisikan data mentah berisikan responden. Sedangkan untuk keperluan pembuatan perceptual map, baris bukan lagi responden, melainkan stimuli (berupa merek, atau produk) yang dianalisis. Kolom berisikan atribut, sehingga tabel peringkat merek pada setiap atribut.
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa atribut-atribut yang dipertimbangkan pembeli dalam menentukan kendaraan beroda empat ada sebelas, yaitu:
Hasil penelitian ihwal peringkat empat kendaraan beroda empat keluarga yang melibatkan 200 responden disajikan pada Tabel 10-3.
Hasil analisis dengan Principle Component Analysis (PCA) disajikan pada Tabel 10-4. Langkah-langkah analisis faktor dijelaskan pada materi Analisis Faktor.
Tabel 10.5
Dari Tabel 10-4 terlihat bahwa analisis faktor menghasilkan tiga komponen atau faktor, yang juga disebut dimensi, yang mempunyai eigenvalue satu atau lebih. Ketiga dimensi secara kumulatif sanggup menjelaskan 100% varian data. Jadi, keterwakilan data oleh ketiga dimensi sangat tinggi. Dengan demikian, kita harus membentuk perceptual map tiga dimensi.
Bagaimana caranya? Pakai skor setiap merek pada setiap dimensi yang disajikan pada Tabel 10-5. Skor-kor dimensi ini berasal dari skor faktor yang diberikan oleh SPSS. Cara memperoleh skor faktor telah dijelaskan pada topik analisis faktor. Selanjutnya, berdasarkan data Tabel 10-5, kita hasilkan perceptual map ibarat Tampilan 10-3, dengan kemudahan Graph SPSS.
Tampilan 10.3
Menamakan Dimensi
Dengan analisis faktor, lebih gampang bagi kita untuk memberi nama dimensi-dimensi perceptual map, lantaran dengan rotated component matrix, kita memperoleh informasi ihwal variabel apa saja yang berkorelasi tinggi dengan setiap dimensi.
Dari Tabel 10-6 terlihat bahwa dimensi 1 dibuat oleh X1 (harga jual kembali), X4 (kemudahan memperbaiki), X5 (kemudahan memperbaiki mesin), X6 (ketersediaan suku cadang), X8 (ketersediaan bengkel) dan X9 (layanan purna jual). Semua atribut ini berkaitan dengan nasib pembeli sesudah produk dibeli. Oleh lantaran itu, dimensi yang mendasarinya sanggup kita namakan kepastian pasca pembelian (after-sales assurance).
Dimensi 2 berkaitan dengan tiga variabel, yaitu X2 (keiritan pemakaian materi bakar), X10 (desain interior) dan X11 (desain eksterior). Dengan X2 hubungan negatif, sedangkan dengan dua variabel lainnya hubungan positif. Oleh lantaran itu, dimensi 2 sanggup kita namakan sebagai penampilan kendaraan.
Keiritan pemakaian materi bakar memang cenderung berkorelasi negatif dengan materi bakar. Sebab, penampilan yang lebih menarik, lebih gampang dihasilkan melalui bobot yang lebih berat, sehingga berkorelasi negatif dengan keiritan pemakaian materi bakar.
Dimensi 3 berkorelasi negatif X3 (tenaga mesin) dan berkorelasi positif dengan X7 (ketersediaan bengkel). Dengan demikian, dimensi ini kita namakan layanan perbaikan.
T
Membuat Perceptual Map dengan Analisis Diskriminan
Pada cuilan ini, analisis diskriminan tidak dijelaskan secara rinci, lantaran klarifikasi demikian telah diberikan pada Bab 5 dan 6. Yang dibahas pada cuilan ini hanya output diskriminan yang berkaitan dengan pembentukan perceptual map.
Mari kita mulai dengan hal-hal ringan. Ada tiga merek gagang beling mata (frame), yaitu Mont Blanc, Chopard dan ST. Dupont. Ketiga merek ini boleh dibilang raja gagang kacamata lantaran harga-harganya yang mahal, dengan kualitas seimbang tentunya. Kebetulan pula masing-masing gagang mempunyai pelanggan yang loyal.
Sejumlah pelanggan masing-masing frame diambil sebagai sampel. Karena hanya sebagai contoh, dalam pembahasan berikut ini, ditampilkan 15 responden, setiap frame diwakili 5 pelanggan.
Atribut kacamata yakni harga (X1), model (X2), ketahanan (X3), warna (X4), materi (X5) dan layanan purna jual (X6). Hasil penelitian disajikan pada Tabel 10-7.
Pada Tabel 10-7, kolom D menyatakan pilihan frame, di mana skor-skor 1 melambangkan Mont Blanc, 2 melambangkan Chopard dan 3 yakni lambang dari St. Dupont.
Dari output analisis diskriminan SPSS, diperoleh scatterplot yang memperlihatkan perceptual map ketiga merek. Langkah-langkah analisis diskriminan dengan SPSS dijelaskan pada Bab 6 halaman 139. Posisi setiap merek dianggap sebagai generalisasi persepsi individu, yang dalam perceptual map diwakili oleh centroid. Persepsi setiap individu diwakili oleh titik-titik individu.
Selain memperoleh posisi setiap merek, dengan perceptual map ini, kita sanggup menilai homogenitas persepsi setiap pelanggan dengan melihat persebarannya, apakah ada di sekitar centroid ataukah menyebar ke teritorial merek lain.
Umumnya terdapat homogenitas persepsi pelanggan terhadap merek pilihannya, kecuali satu anggota kelompok 2 (Chopard) yang diprediksi oleh aktivitas ke wilayah merek St. Dupont. Homogenitas ini perlu untuk menilai apakah posisi suatu merek sudah mantap atau belum.
Melihat persebaran persepsi pelanggan yang erat dengan centroid, merk image merek 1 (Chopard) lebih besar lengan berkuasa dibanding brand image dua merek saingannya.
Sebagai perceptual map, apa nama dimensi-dimensinya? Pertanyaan ini sanggup dijawab dengan menggunakan structure matrix, yaitu tabel yang berisikan koefisien hubungan setiap variabel (atribut) dengan setiap fungsi diskriminan. Hasilnya pada Tabel 10-8.
Tabel 10.8
Tanda bintang memperlihatkan dengan fungsi (dimensi) mana sebuah variabel berkorelasi paling tinggi. Dari Tabel 10-5 terlihat bahwa X1 (harga) berkorelasi paling tinggi dengan dimensi 1. Oleh lantaran itu, dimensi 1 sanggup dinamakan dimensi HARGA.
Fungsi 2 (dimensi 2) berkorelasi lebih erat dengan (sesuai urutan): X5 (bahan), X2 (model), X3 (ketahanan), X4 (warna) dan X6 (layanan purna jual). Semuanya ini, bahwasanya berkaitan dengan kualitas produk dan non-produk. Bila disatukan, keduanya menyatakan satu hal: KUALITAS MEREK.
Sumber https://www.bilsonsimamora.com