Tuesday, January 17, 2017

Strategi Perjuangan Kecil Mencapai Critical Mass

“Yang penting ramai dulu. Bisa untung berapa itu belakangan,” kata seorang teman pemilik warung makan.


Mungkin anda juga sering mendengarnya dari seseorang yang gres memulai usahanya. Kata ‘ramai dulu’ dalam perjuangan rintisan sanggup diartikan sebagai critical mass atau massa kritikal. Critical mass yakni jumlah pembeli atau pengguna awal yang kita butuhkan semoga sanggup masuk ke tahap percepatan perjuangan atau traksi.


Pada goresan pena ini saya akan mengembangkan wacana cara mencapai critical mass pada perjuangan gres atau rintisan.


Apapun produk tenar yang kita kenal tidak tiba-tiba saja jatuh dari langit dan eksklusif laris keras. Mereka memulainya secara sedikit demi sedikit dan berhasil menembus 1 titik yang sangat kritikal. Titik ini disebut sebagai permulaan traksi. Traksi yakni saat sebuah produk mulai dikenal, diperbincangkan, digunakan, dan dibeli secara luas. Bila digambarkan dalam grafik, traksi terjadi saat penjualan tidak lagi terjadi dalam garis diagonal, tapi berubah ke bentuk stik hoki. ‘Tiba-tiba’ melompat. Traksi yakni tahap dimana perjuangan kita mendapat tenaga untuk memacu pertumbuhan cepat. Produk yang tak sanggup masuk ke tahap traksi nasibnya cenderung stagnan.


Pertumbuhan cepat tidak hanya berarti penghasilan lebih banyak. Namun juga makin efisiennya produksi dan operasional. Disebut juga Power Law: makin besar volume produksi, makin efisien biaya yang dikeluarkan. Misal, sebelum traksi dengan produk seharga Rp 10.000 kita sanggup mendapat margin Rp 2.000. Setelah traksi, dengan harga yang sama kita mendapat margin Rp 5.000.


Nah, critical mass yakni jumlah yang diharapkan dari titik 0 ke permulaan traksi.


Istilah critical mass berasal dari dunia fisika yang artinya: jumlah massa terkecil dalam material fisi yang akan menopang reaksi berantai nuklir pada tingkat konstan. Jadi, bila ingin perjuangan kita ‘meledak menyerupai nuklir’ maka kita harus mempunyai jumlah massa yang dibutuhkan untuk ‘peledakan’ itu.


Bila dihubungkan dengan cerita warung teman di atas, seberapa ramai untuk sanggup disebut critical mass? Atau, seberapa ramai semoga sanggup dianggap cukup ramai supaya keramaian itu sanggup jadi magnet menarik lebih banyak orang?


Tidak ada jumlah yang berlaku umum. Tergantung produk, industri, segmen, kompetisi, geografis, dsb. Tulisan ini menjelaskan cara mencapai critical mass.


Pada prinsipnya, mencapai critical mass diharapkan taktik perjuangan jangka pendek dan membutuhkan perlakuan khusus. Biasanya dilakukan melalui harga yang agresif, mengambil posisi perjuangan yang simpel, dan model bisnis berbeda. Strategi yang kita gunakan pada tahap mencapai critical mass sangat mungkin berbeda dengan taktik jangka menengah dan pendek.


Saya akan memperlihatkan pola masalah sebuah perjuangan depot makanan.


Misal saya gres memulai perjuangan depot dengan sajian masakan rumahan (nasi campur, soto, nasi goreng dll). Lokasinya berada di pinggir jalan raya. Harganya ditentukan per lauk-pauk atau per porsi. Segmen perjuangan saya berlaku umum untuk kelas menengah-bawah. Saya ingin depot saya ramai. ‘Ramai’ berdasarkan saya yakni saat waktu jam makan siang 80% dingklik terisi, 90% daerah parkir penuh, dan terlihat oleh setiap orang yang lalu-lalang di jalan raya. Depot saya buka mulai jam 10 pagi hingga 5 sore. Keramaian tadi hanya saya perlukan pada jam 12.00-14.30 siang. Cukup 2,5 jam saja. Semua itu harus berjalan stabil 3-6 bulan.


Untuk mencapai keramaian itu, saya mengerucutkan segmen dari menengah-bawah umum menjadi pekerja menengah-bawah. Perilaku pada segmen ini yang saya identifikasi yakni sensitivitas harga, volume, dan kecepatan hidang. Singkatnya: murah, banyak, cepat. Maka saya mengubah model bisnis dari order ke pelayan ke layanan berdikari dalam bentuk prasmanan. Mereka boleh ambil dan tambah nasi dan lauk-pauk sebanyak-banyak. Minuman yang tersedia hanya es teh, teh hangat, dan air putih. Silakan refill sepuas-puasnya. All you can eat ini berlaku satu harga: Rp 17.000/orang. Hanya berlaku makan di tempat, jikalau bungkus akan dikenakan harga per lauk. Perbedaan ini alasannya saya ingin mencapai critical mass: dingklik penuh dan terlihat penuh dari jalan.


Cara saya mendeteksi apakah taktik berhasil mencapai critical mass dan membawa pada traksi yakni saat tercapai atau terlampauinya sasaran 80% dingklik terisi dan 90% lahan parkir. Lebih manis lagi bila orang mengantre. Ketika critical mass sudah tercapai 3-6 bulan dan masuk ke traksi, selanjutnya diharapkan taktik berbeda untuk mengelola tahap pertumbuhan. Misalnya secara berangsur-angsur mengubah model bisnis prasmanan ke harga per lauk atau per porsi semoga margin meningkat.


Apapun produk kita, baik itu produk umum maupun inovatif, tetap memerlukan tahapan adopsi dan pembiasaan di pihak konsumen. Seumum apapun produk, orang tidak serta-merta membeli hanya alasannya kita menyediakannya. Tahap paling kritikal dalam tiap perjuangan gres yakni beranjak dari titik 0 ke critical mass untuk masuk ke traksi.


Anggaplah anda memulai sebuah perjuangan warung kelontong kecil di komplek rumah. Anda membuka warung alasannya toko terdekat jaraknya 2 km. Sehingga anda punya keunggulan kompetitif dari segi jarak. Tapi, apakah itu artinya para tetangga anda otomatis akan berbelanja kebutuhan harian di warung anda dibanding toko yang jaraknya 2 km? Belum tentu. Warung anda tetap harus mencapai critical mass. Salah satu caranya yakni mengerucutkan segmen dan mengambil posisi yang khas dan sederhana. Misalnya, berjualan sayur atau lauk-pauk di pagi hari dan membatasi jenis stok terlebih dulu untuk fokus pada kebutuhan segmen ibu rumah tangga.


Untuk berguru dan berlatih lebih lanjut dalam memulai usaha, silakan mengikuti kelas online saya Menggali dan Mengembangkan Peluang Kewirausahaan di Arkademi.  Gunakan instruksi kupon DISKON2018 untuk belahan harga 15%. (*)






Sumber aciknadzirah.blogspot.com