Salah satu diantara jenis-jenis prosa baru yang ada yaitu cerpen atau dongeng pendek. Prosa ini merupakan suatu dongeng yang mengisahkan secara khusus dan singkat kisah hidup seseorang atau suatu peristiwa. Dibanding dengan novel, jenis prosa ini relatif lebih singkat, alasannya prosa ini tidak ditulis berbab-bab laiknya novel. Selain itu, isi dongeng pada cerpen juga jauh lebih terfokus, alasannya prosa ini hanya berfokus pada satu kisah atau insiden saja.
Pada artikel kali ini, kita akan mengetahui menyerupai apa pola dari prosa yang juga tergolong jenis-jenis prosa fiksi ini. Contoh tersebut bisa disimak sebagaimana berikut ini!
Dilarang Mencintai Bunga-Bunga*
Karya: Kuntowijoyo
Jumat sore saya tidak pergi mengaji. Ditanganku ada sebuah layang-layang buatanku yang terbagus, dengan benang gelasan. Udara meruah menerbangkan layang-layangku. Dari kampung lain menyembul pula layang-layang. Layang-layangku terputus. Kawa-kawan bersorak dan lari mengejar. Itu layang-layang terbagusku, saya bangkit saja memandangnya. Tiba-tiba pundakku terasa dipegang. Aku terkejut. Seorang pria renta degan rambut putih dan piyama. Dia tersenyum kepadaku.
“Jangan sedih, Cucu,” katanya. Suara itu serak dan berat. Langsung darahku tersirap. Aku teringat rumah renta berpagar tembok tinggi. Mataku melayang kepadanya. Di tangannya ada setangkai bunga berwarna ungu. Tubuhku menjadi dingin.
“Jangan sedih, Cucu. Hidup yaitu permainan layang-layang. setiap orang suka hidup. Tidak seorang pun lebih suka mati. Layang-layang bisa putus. Engkau bisa sedih. Engkau bisa sengsara. Tetapi, engkau akan terus memainkan layang-layang. Tetapi, engkau akan terus mengharap hidup. Katakanlah, hidup itu permainan. Tersenyumlah, Cucu.”
Dia menjangkau tangan kananku. Membungkuk. Dan, tanganku dicium. Aku tidak berdaya. Bunga itu dipindahkannya ke tanganku. Aku menggenggamnya. Seolah dalam mimpi.
Dia menarik tanganku. dan, saya mengikutinya. Di tangan kananku setangkai bunga. Ketika saya sempat menyadari, kulihat pintu pagar rumah renta itu. Pasti dialah kakek itu! Ya Allah! Aku menjerit sekerasnya. Teriakan itu tersumbat di kerongkongan. Aku meronta. Dia memegangku lebih keras. Tertawa terkekeh. Aku meronta, dan tertawanya serak alangkah kerasnya.
Ibu membawaku pulang. Aku tidak begitu sadar, tiba-tiba Ibu sudah menuntun aku. Di rumah, kulihat Ayah membaca di kursi. Aku merasa tenang. Aku merasa malu.
“Untuk apa teriak-teriak, heh?” kata Ayah menyambut.
Ayah mengamati saya dari atas ke bawah. Dia bangkit dan menjangkau tangan kananku. Katanya:
“Untuk apa bunga ini, heh?”
Aku tidak tahu alasannya apa, telah menyayangi bunga di tanganku ini.
Ayah meraih. Merenggutnya dari tanganku. Kulihat bongkah otot tangan Ayah menggenggam bunga kecil itu. Aku menahan untuk tidak berteriak.
“Laki-laki tidak perlu bunga, Buyung. Kalau perempuan, bolehlah. Tetapi, engkau laki-laki.”
Ayah melemparkan bunga itu. Aku menjerit. Ayah pergi. Ibu masih berdiri. Aku mebungkuk, mengambil bunga itu, membawanya ke kamar. Tangkai bunga itu patah-patah. Selembar daun bunganya luka. Aku menciumnya, lama, usang sekali.
Demikianlah pola prosa cerpen dalam bahasa Indonesia. Jika pembaca ingin menambah wawasan soal prosa dan cerpen, pembaca bisa membuka beberapa pola berikut, yaitu: jenis-jenis prosa, jenis-jenis prosa lama, jenis-jenis prosa non fiksi, unsur intrinsik dan ekstrinsik, serta contoh alur dongeng dalam cerpen. Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan bagi para pembaca sekalian, baik itu mengenai prosa maupun bahan pembelajaran bahasa Indonesia. Sekian dan terima kasih.
*Disadur dari buku antologi cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” karya Kuntowijoyo. Saduran teks yang ditampilkan di artikel ini hanyalah sebagian kecil dari teks aslinya.
Sumber https://dosenbahasa.com