Analisis situasi internal sanggup diumpamakan menyerupai dikala jenderal menyidik kesiapan pasukannya. Untuk menentukan strategi, selain mengetahui kesiapan pasukan, sang jenderal masih perlu mengetahui keadaan medan perang, menyerupai topografi dan geografi wilayah serta kekuatan, kelemahan dan posisi musuh, termasuk keadaan cuaca. Inilah yang disebut analisis eksternal.
Dalam pemasaran strategik analisis eksternal meliputi komponen-komponen lingkungan mikro (pelanggan dan pesaing) dan analisis lingkungan makro (ekonomi, teknologi, dan budaya). Berikut ini uraiannya.
A. Analisis Situasi Pelanggan
Para manajer perlu mengetahui siapa pelanggan dikala ini dan pelanggan potensial, apa saja kebutuhan mereka, persepsi kualitas produk perusahaan dan pesaing di mata konsumen, dan perubahan apa yang mungkin terjadi pada kebutuhan konsumen.
Informasi yang dibutuhkan wacana konsumen bahwasanya tidak terbatas. Maksudnya, informasi apa pun wacana mereka diharapkan sepanjang berkaitan dengan preferensi merek atau produk mereka. Salah satu metoda untuk memperoleh informasi secara sistematis yaitu model 5 W: who, what, where, when, dan why. Pertanyaan-pertanyaan menyangkut model tersebut disajikan pada Tabel 2.4.
1. Siapa Pelanggan Saat Ini dan Pelanggan Potensial (WHO )?
Yang perlu diketahui yaitu karakteristik pelanggan kita dikala ini maupun pelanggan potensial. Untuk pasar konsumen perlu dilakukan segmentasi berdasarkan variabel-variabel demografi (jenis kelamin, usia, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, etnisitas, dan lain-lain), geografi (tempat tinggal, kota, pulau, kepadatan penduduk, dan lain-lain), psikografi (sikap, opini, minat, motivasi, gaya hidup, dan lain-lain), dan sikap konsumsi (tingkat pemakaian, tipe produk yang dibeli, frekuensi pembelian, usang berlangganan, dan seterusnya).
Untuk pasar bisnis perlu dilakukan segmentasi berdasarkan karakteristik bisnis (jenis usaha, skala usaha, pertumbuhan usaha, usang berlangganan, dan lain-lain). Selain itu, perlu juga diketahui unit pengambil keputusan atau siapa yang berwenang mengambil keputusan dalam perusahaan pelanggan.
Profitabilitas setiap segmen, bahkan setiap konsumen kalau mungkin, sangat berkhasiat bagi perusahaan. Karena pada prinsipnya, layanan yang baik harus diprioritaskan pada konsumen yang profitable, konsumen yang merugikan sanggup diabaikan. Oleh lantaran itu, perhitungan rugi keuntungan atas setiap segmen atau konsumen individu, kalau memungkinkan, sangat penting dilakukan.
Apabila data lengkap segmentasi pasar sanggup dilakukan dengan cluster analysis. Dengan analisis ini kita sanggup memperoleh profil setiap segmen. Apabila dikombinasi dengan analisis diskriminan, kita sanggup membuat model wacana faktor-faktor apa yang mensugesti profitabilitas konsumen dikala ini. Model ini sanggup diterapkan untuk memprediksi profitabilitas setiap pelanggan potensial.
2. Apa yang Dilakukan Konsumen terhadap Produk Kita? (WHAT).
Bagian ini merupakan sikap konsumen sesudah pembelian (post-purchase behavior). Setelah pembelian perusahaan perlu mengetahui kepuasan konsumen dan bagaimana konsumen memperla-kukan produk. Untuk pasar bisnis sesudah pembelian produk tentu masuk dalam proses produksi perusahaan. Untuk pasar konsumen, sikap pembeli sesudah penjualan menyangkut perlakuan atas produk, perawatan produk, pembuangan produk (apabila sudah tidak terpakai) dan seterusnya.
Perusahaan yang memakai kemasan botol perlu mengetahui bagaimana konsumen memperlakukan kemasan sesudah isi produk habis. Apakah dibuang atau digunakan untuk menyimpan barang-barang lain? Sebagian besar pembeli Nutrisari memakai kembali kemasan botol untuk menyimpan aneka macam barang, menyerupai gula, garam, bumbu dapur, dan lain-lain. Karena fungsi kemasan baik itu, pihak produsen sanggup memasarkan Nutrisari isi ulang (refill).
Contoh lain, banyak pemilik sepeda motor sport-touring (seperti Honda Tiger, Yamaha Scorpio, Suzuki Thunder) yang menempelkan box pada penggalan belakang maupun samping sepeda motornya. Sudah sepantasnya produsen mendesain dudukan braket yang baik untuk box lantaran aspek tersebut sanggup menjadi pertimbangan bagi pembeli dalam mengambil keputusan.
3. Di mana Konsumen Membeli Produk Kita (WHERE)
Pertanyaan ini berkaitan dengan distribusi. Tempat pembelian produk sanggup dibagi menjadi non-store retailing (MLM, door-to-door selling, personal selling, electronic commercial, dan lain-lain) maupun store retailing. Eceran toko sendiri sanggup dibagi menjadi eceran tradisional dan eceran modern.
Eceran yang berkembang dikala ini yaitu eceran internet. Banyak produk konsumen maupun bisnis yang dipasarkan melalui jalur distribusi ini. Bahkan, produk-produk yang sebelumnya dijual di toko, banyak yang sudah beralih ke internet, contohnya soft-ware.
Jalur lain yang perlu diantisipasi yaitu short-message-service (SMS). Berbagai produser musik sudah melaksanakan penjualan lagu lewat SMS dengan kedok ring-tone.
Yang perlu diketahui dari saluran distribusi tidak hanya kondisi dikala ini, namun perkembangan dari waktu ke waktu juga sangat penting. Sebab, dengan mencermati perkembangan tersebut, kita sanggup memprediksi keadaan di masa depan. Sebagai contoh, kembali pada penjualan lagu tadi. Tahun 1990-an penjualan kaset, CD, atau VCD murni dilakukan melalui toko khusus. Sejak tahun 2000-an ini lagu sudah bisa disebarkan melalui SMS. Dengan teknologi yang semakin berkembang, kualitas lagu yang disebarkan melalui SMS akan semakin baik. Dengan teknologi digital pula lagu tersebut sanggup direkam dari hand phone ke komputer. Kemudian, dengan komputer lagu tersebut sanggup disimpan ke dalam CD.
Bagaimana ke depan? Konsumen tidak lagi membeli CD, tetapi lagu. Sebab, dalam satu CD yang berisikan sepuluh atau lebih lagu, yang disukai konsumen hanya beberapa. Konsumen akan menentukan lagu demi lagu yang disukai kemudian mengumpulkannya dalam satu CD. Dengan kata lain, konsumen sanggup membuat album kompilasi sendiri.
4. Kapan Pelanggan Membeli Produk? (WHEN)
Pertanyaan ini berkaitan dengan waktu (timing) konsumen membeli produk. Banyak produk yang penjualannya bersifat musiman. Musim dimaksud bisa bersifat bulanan, mingguan, maupun harian. Payung dan sepatu lumpur yaitu produk yang mempunyai siklus penjualan bulanan. Keduanya mencapai puncak penjualan pada demam isu hujan. Pusat-pusat wisata umumnya mempunyai siklus mingguan. Hari Sabtu dan Minggu yaitu puncak kunjungan.
5. Mengapa dan Bagaimana Konsumen Memilih Produk Kita (WHY and HOW)
Pertanyaan ‘WHY’ berkaitan dengan benefit apa alasan konsumen (disebut point of selling) menentukan produk kita. Agar lebih akurat perlu juga diketahui kenapa konsumen tidak menentukan pesaing. Pertanyaan ini perlu diajukan lantaran kadang kala perusahaan tidak tahu kenapa pelanggan menentukan produknya. Dengan mengetahui atribut-atribut yang menjadi materi pertimbangan konsumen, perusahaan sanggup mengetahui competitive advantage produknya, sehingga sanggup memberi prioritas untuk mengelola atribut-atribut tersebut.
Pertanyaan HOW berkaitan dengan cara pembayaran yang diinginkan atau bisa dilakukan konsumen, apakah kas, kredit, ataukah kartu kredit. Sebagai contoh, sebanyak 80% pembayaran sepeda motor, kendaraan beroda empat maupun rumah gres di Indonesia dilakukan dengan kredit. Transaksi on-line umumnya dilakukan dengan kartu kredit. Pertanyaannya, dapatkah cara pembayaran kita jadikan sebagai point of selling? Adakah cara-cara pembayaran gres yang memudahkan konsumen membeli produk kita?
6. Kenapa (WHY) Konsumen Potensial Tidak Membeli Produk Kita?
Di Indonesia, ada satu merek skutik (skuter otomatik) yang dibentuk dua tipe, satu untuk perempuan satu lagi untuk laki-laki. Anehnya, 60% pembeli skutik perempuan justru laki-laki. Skutik pria sendiri kurang berhasil lantaran tidak dibeli laki-laki, apalagi perempuan. Seringkali perusahaan sudah membuat produk yang berkualitas tetapi tidak dibeli pelanggan potensial. Kalau yang tidak membeli sedikit, katakanlah kira-kira 10% dari pasar potensial, masalahnya tidak serius bagi perusahaan. Masalah ini gres serius kalau sebagian besar pelanggan potensial justru beralih pada produk lain.
Banyak alasan kenapa pelanggan potensial tidak membeli produk kita. Beberapa alasan yang umum ditemukan yaitu (Ferrel et al., 2010):
- Kebutuhan dasar konsumen tidak dipenuhi produk.
- Produk tidak memenuhi gaya hidup maupun gambaran diri (image) pelanggan potensial.
- Produk pesaing mempunyai fitur atau benefit yang lebih baik.
- Produk terlalu mahal untuk sebagian pelanggan potensial.
- Pelanggan potensial mempunyai biaya peralihan yang tinggi.
- Pelanggan potensial tidak mengetahui keberadaan produk.
- Pelanggan potensial mempunyai anggapan salah wacana produk.
- Distribusi yang jelek mengakibatkan produk sulit ditemukan.
B. Analisis Situasi Persaingan
Analisis situasi persaingan dimulai dengan penetapan pengertian persaingan. Kemudian, dari antara sekian banyak pemain industri, perusahaan harus memutuskan pemain mana saja yang menjadi pesaingnya. Setelah identitas pesaing terang barulah perusahaan meng-analisis situasi pesaingan untuk menghasilkan informasi yang diharapkan dalam merumuskan seni administrasi pemasaran.
1. Pengertian Persaingan
Tidak ada pengertian baku wacana persaingan lantaran adanya perbedaan pandangan antar aneka macam kalangan, menyerupai andal hukum, andal ekonomi, pegawanegeri pemerintah, dan para pebisnis. Namun, aneka macam pandangan yang ada wacana sanggup dipadatkan ke dalam tiga sudut pandang utama, yaitu ekonomi, organisasi industri, dan bisnis (Jain, 1999).
2. Pandangan Ekonomi
Para andal ekonomi mengembangkan pandangan wacana aneka macam struktur pasar, menyerupai persaingan sempurna, oligopoli, monopoli, oligopsonik, dan monopsonik. Struktur pasar terutama ditentukan oleh jumlah penjual, jumlah pembeli, dan keanekaragaman produk.
Dalam pandangan ini persaingan dianggap sebagai perjuangan setiap perusahaan untuk mencapai keseimbangan antara undangan dan suplai yang memberi keuntungan terbesar bagi perusahaan.
Keadaan ekonomi yang ideal terjadi pada persaingan sempurna, di mana setiap perusahaan tidak lagi memililiki kemampuan untuk membuat harga dan produk sendiri. Pengaturan kedua komponen dilakukan oleh pasar melalui ‘tangan-tangan yang tidak kelihatan’ (invisible hand).
3. Sudut Pandang Industrial Organisasi
Pandangan ini menganggap bahwa sebuah perusahaan perlu melihat persaingan secara makro. Sebab, kinerja sebuah perusahaan ditentukan oleh faktor-faktor terkait industri, menyerupai struktur pasar atau industri, pengarahan pasar (market conduct), dan kinerja pasar (market performance). Stuktur industri meliputi: (1) konsentrasi industri (yaitu jumlah dan ukuran perusahaan-perusahaan dalam industri, (2) kendala masuk (barrier to entry) dalam industri, dan (3) differensiasi di antara produk-produk yang dihasilkan industri. Pengarahan pasar, yang intinya merupakan strategi, menggambarkan sikap perusahaan dalam membuat keputusan-keputusan, menyerupai pengembangan produk, penetapan harga, distribusi, dan promosi. Kinerja pasar diindikasikan oleh kemampulabaan (profitability), efisiensi, dan keinovatifan (innovativeness).
4. Sudut Pandang Bisnis
Dari sudut pandang bisnis persaingan diartikan sebagai pertarungan (rivalry) di antara perusahaan-perusahaan yang memperebutkan konsumen yang sama (Kotler dan Keller, 2006) atau memenuhi kebutuhan konsumen yang sama (Jain, 1999). Setiap perusahaan mengingin-kan penggalan terbanyak dari konsumen untuk dirinya sendiri.
Pertanyaannya, kalau kriteria bersaing yaitu memenuhi kebutuhan yang sama, apakah persaingan bisa terjadi antara produk yang berbeda? Bisa. Kategorisasi persaingan yang diberikan Kotler dan Keller (2006) memberi klarifikasi jawaban yang baik wacana pertanyaan itu. Ia membagi persaingan ke dalam empat tingkatan (Gambar 2.4), yaitu:
- Persaingan merek (brand competition), yaitu persaingan antara produk setipe dan sekelas, yang hanya dibedakan oleh merek. Misalnya, persaingan antara Honda City, Suzuki Baleno, dan Toyota Vios untuk kategori sedan mini atau antara Close-up dan Smile-up.
- Persaingan industri (industry competition), yaitu persaingan antara produk tidak setipe atau tidak sekelas, tetapi masih dalam industri yang sama. Misalnya, persaingan antara Daihatsu Terios (low SUV) dengan Honda Jazz (mini MPV).
- Persaingan manfaat (benefit competition). Ini terjadi antar produk dari industri berbeda tetapi memperlihatkan manfaat yang sama. Contoh, kebutuhan transportasi Jakarta-Surabaya bisa dipenuhi oleh bus, kereta api, dan pesawat terbang. Oleh lantaran itu, untuk jalur tersebut, ketiga moda transportasi tersebut bersaing satu sama lain.
- Persaingan generik (generic competition), merupakan persaingan antar-produk yang memperlihatkan manfaat yang sama sekali berbeda, tetapi memperebutkan uang konsumen yang sama. Misalnya, pada sebuah keluarga muda muncul pilihan apakah uang yang tersedia dikala ini digunakan untuk membeli rumah ataukah membiayai kuliah lanjutan suami. Dalam konteks ini, rumah dan sekolah tinggi tinggi bersaing memperebutkan uang keluarga muda tersebut.
2. Intensitas Persaingan
Semua perusahaan menginginkan tekanan pesaing yang rendah. Dalam Blue Ocean Strategy, Kim dan Manborgne (2005) menyatakan situasi ideal bagi sebuah perusahaan mempunyai bisnis yang berada dalam bahari biru (blue ocean). Istilah ini merupakan metafora situasi bisnis di mana persaingan menjadi tak relevan. Yang harus dihindari adalah red ocean, yaitu situasi bisnis diwarnai oleh ’pertarungan berdarah-darah’. Persaingan pada industri eceran modern sanggup digolongkan dalam situasi ini. Pada industri ini gerakan sebuah eceran modern sanggup berdampak mematikan bagi eceran modern lainnya.
Apa yang mengakibatkan terjadinya red ocean? Tingkat persaingan tergantung pada gerakan (moves) dan kontra-gerakan (countermoves) aneka macam perusahaan yang terdapat dalam industri. Secara lebih terperinci, faktor-faktor yang mensugesti tingkat persaingan terdiri dari potensi kesempatan, kendala masuk, kendala keluar, sifat produk, homogenitas pasar, struktur industri atau posisi bersaing perusahaan, komitmen terhadap industri, kelayakan penemuan teknologi, skala ekonomi, iklim ekonomi, dan keanekaragaman perusahaan (Jain, 1999).
Potensi Kesempatan. Kesempatan bisnis yang menarik cenderung menarik banyak ’pemain’ juga, sehingga persaingan (rivalry) antar pemain menjadi tinggi.
Hambatan Masuk. Pada setiap industri yang gampang dimasuki (hambatan masuk rendah), jumlah pemain akan banyak. Dengan pasar yang terbatas maka persaingan tinggi antar pemain tidak terhindarkan.
Sifat produk. Apabila produk-produk yang ada di pasaran dianggap sama oleh konsumen akan muncul persaingan harga. Persaingan demikikian umumnya sangat merugikan perusahaan-perusahaan yang bersaing, sebaliknya menguntungkan konsumen.
Hambatan keluar. Banyak alasan yang membuat perusahaan sulit keluar dari persaingan (menutup usaha), contohnya komitmen dengan pemasok atau pembeli, investasi yang telah ditanamkan, perjanjian kerja dengan karyawan tetap, dan peraturan pemerintah yang melarang penutupan usaha. Dalam situasi demikian, perusahaan-perusahaan yang ada akan berusaha mempertahankan diri sekuat tenaga. Dampaknya yaitu persaingan antarperusahaan yang ketat.
Homogenitas Pasar. Apabila pasar homogen atau sulit disegmentasi, maka persaingan akan berlangsung ketat lantaran semua pemain memperebutkan segmen yang sama.
Struktur Industri. Apabila jumlah pemain dalam industri banyak, maka terbuka kesempatan bagi setiap pemain untuk mencari posisi yang manis (comfortable). Sebab, dalam situasi demikian, gerakan setiap pemain tidak diperhatikan secara secama oleh pemain lain. Hasilnya yaitu persaingan yang ketat. Lain halnya kalau jumlah pemain sedikit (dalam ekonomi diistilahkan oligopoli). Gerakan satu pemain menerima perhatian besar dari pemain-pemain lain. Karena itu, setiap pemain tidak sembarangan membuat gerakan bersaing. Sebaliknya, para pemain mempunyai kepentingan untuk tidak saling menjatuhkan. Akibatnya, sering terjadi kerjasama antar pemain. Apabila para pemain membuat kerjasama demikian terbentuklah apa yang disebut kartel.
Komitmen pada Industri. Sebuah perusahaan yang berbisnis sepenuh hati dalam industri akan berusaha mati-matian untuk mempertahankan diri. Apabila semua atau banyak perusahaan yang mempunyai sikap demikian, maka persaingan industri akan tinggi.
Fisibilitas Inovasi Teknologi. Apabila dalam suatu industri penemuan sering dilakukan, para pemain di dalamnya akan berusaha memperoleh teknologi terakhir. Hal ini mengakibatkan tingkat persaingan yang tinggi.
Skala ekonomi. Apabila dalam suatu industri dibutuhkan skala ekonomi yang tinggi untuk mencapai efisiensi, maka para pemain di dalamnya akan melaksanakan apa saja untuk memperoleh sebesar mungkin pangsa pasar. Hal yang sama terjadi apabila biaya tetap tinggi. Perusahaan akan berusaha memperoleh volume penjualan tinggi untuk berbagi biaya tetap tersebut biar biaya rata-rata lebih rendah. Hasilnya yaitu persaingan industri yang tinggi.
Iklim Ekonomi. Persaingan umumnya lebih tinggi dalam situasi ekonomi yang lesu dibanding bergairah. Sebab, dalam situasi demikian, undangan konsumen menurun. Akibatnya, persaingan para pemain untuk memperoleh pangsa pasar yang lebih tinggi semakin ketat.
Keanekaragaman perusahaan. Apabila industri diisi oleh pemain-pemain lama, maka perilaku-perilaku para pemain cenderung terencana menjadi semacam ’aturan’ yang diikuti bersama. Para pemain gres umumnya tidak terikat dengan ’aturan’ yang sudah ada atau malah sanggup mengakibatkan pengubahan aturan (changing the rules) (Hamel dan Prahalad, 1990: 79-91) sebagai seni administrasi bersaing. Apabila industri diisi oleh pemain-pemain dengan pendekatan bisnis yang berbeda-beda, persaingan industri akan tinggi.
3. Analisis Persaingan
Menurut Craven dan Piercy (2012), analisis persaingan memerlukan lima langkah, yaitu:
- Mendefenisikan arena persaingan.
- Mengindentifikasi dan menggambarkan pesaing-pesaing kunci.
- Mengevaluasi pesaing-pesaing kunci.
- Mengantisipasi aksi pesaing-pesaing.
- Mengidentifikasi pesaing potensial.
a. Mendefenisikan Pesaing
Arena persaingan sanggup dibayangkan sebagai ‘panggung pertandingan virtual’, di mana lawan bisa berasal dari tingkat persaingan merek, industri, benefit, maupun generik. Dalam arena tersebut diidentikasi pesaing-pesaing dari setiap tingkat persaingan. Dengan mengetahui arena persaingan, perusahaan sanggup menentukan pada bidang apa ia bersaing. Sebagai contoh, PT. POS INDONESIA. Sampai dikala ini PT. POS INDONESIA masih memonopoli surat dan wesel pos. Namun, apakah posisi sebagai monopolis ini lantas memperlihatkan posisi menguntungkan bagi PT. POS INDONESIA?
Sebelum menganalisis pesaing tentu sudah ditetapkan dulu ‘siapa’ pesaing kita. Jumlahnya bisa satu, dua, atau beberapa pemain. Asalnya bisa dari persaingan merek, industri, benefit, ataupun generik.
Tujuan analisis pesaing yaitu untuk mengetahui: (1) kekuatan dan kelemahan pesaing, dan (2) sikap masa depan pesaing. Kekuatan dan kelemahan pesaing dibandingkan dengan kekuatan dan kelemahan perusahaan kita. Situasi yang berbahaya terjadi pada dimensi di mana pesaing kuat dan kita lemah. Sebaliknya, apabila kita kuat dan pesaing lemah pada suatu dimensi, maka dimensi tersebut menjadi competitive advantage kita. Kalau sama-sama kuat pada suatu dimensi, maka kekuatan perusahaan kita pada dimensi tersebut mempunyai nilai strategis yang rendah. Kelemahan perusahaan kita pada suatu dimensi tidak menjadi duduk kasus besar apabila pada dimensi yang sama pesaing juga lemah.
Penentuan ‘siapa pesaing kita’ sanggup dilakukan berdasarkan pendapat konsumen, maupun perusahaan sendiri. Dalam penentuan pesaing berdasarkan pendapat konsumen, ada jenis informasi yang sanggup digali dari konsumen, yaitu pertama, persepsi wacana kesamaan merek-merek. Kedua, preferensi merek yang tersedia di pasaran. Dari sisi kesamaan, merek-merek yang mempunyai kesamaan yaitu yang bersaing. Semakin banyak kesamaan semakin tinggi persaingan antar merek.
Dari sisi preferensi, persaingan terjadi antar merek yang tingkat preferensi konsumen pada mereka berdekatan. Sebab, berdasarkan pengertian dari sudut bisnis, persaingan yaitu perlombaan antar merek untuk dipilih konsumen dalam pembelian.
Aspek kesamaan dan preferensi sanggup diolah untuk menghasilkan peta persepsi (perceptual map) yang menggambarkan persaingan secara visual. Pengolahan dilakukan dengan memakai multidimension scaling. Dengan semakin majunya teknologi komputer teknik ini tidak sulit dilakukan dikala ini.
Gambar 2.6 diperoleh berdasarkan data preferensi konsumen terhadap maskapai-maskapai penerbangan nasional. Dalam peta tersebut, semakin dekat posisi antar-merek, semakin tinggi persaingan antar-mereka. Berdasarkan kedekatan jarak, maka pesaing terdekat Adam Air yaitu Batavia Air, sesudah itu barulah Jatayu dan Lion Air. Posisi Bouraq, Mandala, dan Merpati hampir berimpit. Artinya, ketiganya bersaing dekat.
Dari peta persaingan terlihat adanya kelompok-kelompok persaingan. Adam Air, Jatayu, Batavia, dan Lion berada dalam satu klaster yang sanggup dapat dikategorikan sebagai pemain berbasis harga. Merpati, Bouraq, dan Mandala yang berada dalam satu klaster merupakan pemain-pemain usang lapis kedua sesudah Garuda. Garuda sendiri berada dalam posisi sendiri. Artinya, maskapai ini tidak mempunyai pesaing pribadi (brand competition) dalam industri, demikian pula Star Air.
Tidak mempunyai brand competition tidak berarti perusahaan unggul atau mempunyai posisi persaingan yang menyenangkan (favorable). Untuk aneka macam perusahaan ketiadaan pesaing pribadi memang dikarenakan posisi yang unggul dan unik menyerupai yang dimiliki Garuda. Namun, bisa pula ketiadaan pesaing pribadi disebabkan posisi perusahaan yang lemah, sehingga oleh konsumen dipersepsikan tidak setara dengan pemain-pemain lain, menyerupai yang terjadi pada Star Air.
Selain berdasarkan persepsi konsumen, persaingan juga ditentukan pendapat perusahaan sendiri. Pendapat perusahaan dipengaruhi oleh penilaian (judgment) para manajer dalam perusahaan. Dasar pertimbangan yang digunakan yaitu pengalaman dalam berbisnis. Para manajer tentu mengetahui pemain mana yang mempersulit perusahaan mencapai tujuannya.
Persaingan dari perpektif perusahaan lebih luas. Pesaing yaitu perusahaan yang berkompetisi dengan perusahaan dalam memperebutkan pemasok, perantara, maupun konsumen akhir.
b. Mengevaluasi Pemain-pemain Kunci.
Setelah diidentifikasi, perusahaan harus mengevaluasi pemain-pemain kunci untuk mengetahui:
- Kinerja. Bagaimana penjualan, pertumbuhan penjualan, dan profitabilitas, yang merefleksikan kesehatan pesaing?
- Citra dan kepribadian. Bagaimana publik mempersepsikan dan memosisikan pesaing?
- Apakah pesaing berkomitmen terhadap bisnis? Apakah pesaing ini bermaksud memperoleh pangsa pasar dan pertumbuhan yang tinggi?
- Budaya. Apa yang paling penting bagi perusahaan? Apakah pengendalian biaya, kewirausahaan, ataukah konsumen?
- Stuktur biaya. Apakah pesaing mempunyai keunggulan biaya?
- Kekuatan dan kelemahan. Apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan pesaing dan bagaimana perkembangannya dari waktu ke waktu?
Bagaimana mengelompokkan para pesaing? Kotler dan Keller (2012) membagi para pesaing ke dalam empat kategori berdasarkan pangsa pasar, yaitu market leader (pangsa pasar ± 40%), market challenger (pangsa pasar ± 30%), market follower (pangsa pasar ± 20%), dan market nicher (pangsa pasar ± 10%).
Empat kategori pesaing juga diberikan berdasarkan matrik 2 X 2. Metoda yang diusulkan Calandro dan Lane (2007), memakai dimensi pertumbuhan dan profitabilitas untuk mengelompokkan, sekaligus memetakan para pesaing (Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Matrik Pertumbuhan Relatif dan Profitabilitas Relatif
Kombinasi kedua dimensi menghasilkan empat kategori pesaing, yaitu:
- Perusahaan yang masuk pada tipe ini mempunyai profitabilitas dan pertumbuhan lebih tinggi dari rata-rata industri.
- Perusahaan-perusahaan pada tipe ini mempunyai profitabilitas di atas rata-rata industri tetapi bertumbuh dengan tingkat pertumbuhan di bawah rata-rata industri.
- Unprofitable growth. Merupakan kategori, di mana perusahaan mempunyai profitabilitas di bawah rata-rata industri, tetapi dengan pertumbuhan di atas rata-rata industri.
- Under-performer. Perusahaan demikian mempunyai profitabilitas maupun pertumbuhan di bahwa rata-rata industri.
b. Mengantisipasi Aksi-aksi Pesaing
Aksi-aksi pesaing diperoleh dari komunikasi-komunikasi personal maupun pemberitaan-pemberitaan media massa. Ada empat tindakan yang sanggup dipilih menghadapi aksi-aksi mendatang pesaing, yaitu: (1) tidak melaksanakan tindakan apa pun, (2) melihat dan menunggu apa yang terjadi sebelum bertindak, (3) mengirimkan sinyal tandingan (counter signal), dan (4) mengambil tindakan.
Tindakan yang diambil tergantung pada tingkat permusuhan (hostility) sinyal, dapat dipercaya sinyal, dan komitmen akseptor sinyal (Robertson, Eliashberg, dan Rymond, 1995). Semakin tinggi tingkat permusuhan atau semakin berbahaya aksi pesaing, semakin kredibel atau dipercaya sinyal, dan semakin tinggi komitmen akseptor sinyal (perusahaan) pada bisnisnya, semakin bernafsu akseptor sinyal terhadap aksi pesaing.
c. Mengidentifikasi Pesaing Potensial
Secara global para praktisi bisnis tahu bahwa pesaing utama Toyota yaitu General Motor. Namun, berdasarkan pengukuhan petinggi Toyota pesaing mereka yaitu Hyundai. Alasannya, Hyundai yang bisa membuat kendaraan beroda empat berkualitas dengan harga masuk kecerdikan (reasonable) sudah diterima pasar global dan pangsa pasarnya menujukkan tren meningkat (Tabloid OTOMOTIF, 26 November 2007).
Dari segi penguasaan pasar Toyota masih jauh di atas Hyundai. Namun, yang dimaksud petinggi Toyota yaitu Hyundai sebagai pesaing potensial.
Ada empat sumber utama pesaing gres yang perlu diwaspadai. Pertama, perusahaan yang bersaing pada produk terkait. Betadin termasuk merek terkait dengan dengan kesehatan rongga mulut, namun hingga dikala ini merek tersebut gres membuat antiseptik rongga mulut. Tak tidak mungkin bila suatu dikala juga Betadin membuat pasta gigi. Kedua, perusahaan dengan teknologi terkait. Saat ini, Hewlett-Packard sudah membuat palm-top. Alat ini mempunyai teknologi serupa ponsel. Karena itu tak tidak mungkin kalau suatu dikala Hewlett-Packard juga membuat ponsel. Ketiga, perusahaan sudah menarget kelompok konsumen yang sama. Sebuah merek yang diasosiakan dengan pemakai (user) tertentu sangat mungkin membuat aneka macam ragam produk bagi sasaran pasarnya. Contohnya, majalah Kartini yang selama ini diasosiasikan dengan pembaca perempuan cukup umur dan berumah tangga (ibu-ibu), sangat mungkin membuat produk gres untuk sasaran pasarnya apabila dinilai memungkinkan, contohnya tas, parfum, bedak, dan lain-lain. Keempat, perusahaan yang beroperasi pada wilayah geografis yang berbeda tetapi memasarkan produk yang sama. Langkah ini semakin mungkin dilakukan kalau pemakai dari tempat asal banyak berpindah ke tempat baru. Misalnya, kopi Luwak yang yang sangat terkenal di Jawa Tengah, masuk ke Jakarta lantaran orang Jawa Tengah banyak di Jakarta.
Menurut Craven dan Piercy (2012), masuknya pendatang gres dipicu oleh:
- Marjin industri yang tinggi.
- Pertumbuhan industri yang tinggi.
- Hambatan masuk rendah.
- Pemain di dalam industri masih sedikit.
- Competitive advantage atas pemain-pemain yang sudah sanggup diperoleh.
C. Analisis Lingkungan Makro
Lingkungan makro yaitu pelaku-pelaku atau kekuatan-kekuatan eksternal yang selain mensugesti perusahaan juga mensugesti komponen-komponen lingkungan mikro lainnya. Termasuk di dalamnya yaitu ekonomi, politik, aturan dan peraturan, teknologi, dan tren industri. Aspek-aspek apa saja yang perlu diketahui wacana komponen-komponen tersebut disajikan pada Tabel 2.5.
Yang perlu dicermati pada lingkungan makro ini bukan hanya imbas langsungnya terhadap perusahaan, akan tetapi juga komponen lingkungan mikro yang lain, yang pada balasannya besar lengan berkuasa pada perusahaan secara tidak langsung.
D. Analisis Potensi Pasar
Bagaimana mengetahui potensi pasar? Bagi Walker, Boyd, Mullins, dan Larreche (2003), setiap tren, sanggup menghasilkan kesempatan bagi sebagian pelaku bisnis dan menjadi ancaman bagi pelaku bisnis lain. Pemanasan global sanggup memperlihatkan kesempatan pada produk-produk yang akrab lingkungan, menyerupai sepeda.
Pada sisi lain, tren ini juga menjadi ancaman bagi produk-produk yang tidak akrab lingkungan, menyerupai sepeda motor dua tak. Kenaikan harga minyak bumi, sebagai sebuah tren, juga menjadi kesempatan bisnis bagi produk-produk penghemat pemakaian materi bakar pada kendaraan bermotor, materi bakar nabati dan produk-produk tanpa materi bakar, menyerupai sepeda (Tabel 2.6).
Ketergantungan yang semakin besar pada materi bakar nabati mengakibatkan alokasi sumberdaya pertanian yang semakin besar untuk menghasilkannya, sehingga alokasi untuk memproduksi materi pangan berkurang. Bahan pangan yang berkurang pada satu sisi dan populasi dunia yang terus bertumbuh, merupakan dua tren yang mengakibatkan kenaikan harga materi pangan. Dengan sendirinya, kenaikan ini menjadi kesempatan bagi perjuangan pertanian pangan.
Tabel 2.6. Contoh Dampak Lingkungan Makro terhadap Perilaku Konsumen
HEMAT ENERGI |
Naiknya Harga BBM Picu Pembelian Sepeda |
BISMARCK, ND, MINGGU – Akibat kenaikan harga materi bakar minyak global, sementara di AS harga materi bakar minyak mencapai 4 dolar AS atau sekitar Rp 36.000 per galon (3.8 liter), jumlah pembelian sepeda dan reparasi sepeda di Bismarck, North Dakota, meningkat. Warga di pinggiran kota besar mulai mengeluarkan sepeda dari gudang atau membeli sepeda gres untuk menghadapi kenaikan harga BBM tersebut. “Setiap orang yang tiba ke toko selalu berbicara wacana harga BBM,” ujar Barry Dahl, pemilik toko Barry’s Bikes di Bismarck. Dia telah menjual lebih dari 50 sepeda pada April dan Januari kemudian di atas sasaran penjualannya. Joyce McCusker, guru dari Hemdon, Virginia, gres pertama kali mempunyai sepeda yang dibelinya bulan lalu. Dia naik sepeda ke kantor yang jarak dari rumahnya sekitar 12,6 km. Dia memakai kendaraan beroda empat untuk menjemput anaknya. “Saya masih memakai materi bakar fossil,” ujarnya. Target saya, dalam dua tahun, yaitu mengendarai dua jenis kendaraan itu sepanjang tahun ini. Fed Clements, Direktur Eksekutif Asosiasi Pedagang Sepeda Nasional di Costa Mesa, California, menyebutkan, setiap tahun sekitar 18 juta sepeda terjual pada beberapa tahun terakhir dengan jumlah transaksi mencapai 6 milyar dolar AS (sekitar 5,4 trilyun). Tahun ini jumlah tersebut meningkat pesat. “Sekarang orang lebih sering bersepeda. Alasannya beragam, di antaranya meningkatnya harga BBM,” ujar Bill Nesper, juru bicara Liga Sepeda AS yang berbasis di Washington DC. “Jumlah telepon yang kami terima meningkat. Mereka menanyakan tips bagaimana memakai sepeda untuk kerja bolak-balik dari pinggiran kota.” Liga sepeda AS pekan ini mempromosikan gerakan “Pekan Bike to Work” pada Jumat (16/5). Nesper berharap tercapai rekor dalam jumlah orang bersepeda. Mark Krenz (48), warga Bismarck, dikala ini berlatih untuk menyiapkan diri bersepda ke kantor dari desanya yang agak berbukit-bukit. “Sekarang setiap orang berbicara wacana bagaimana menghemat materi bakar,” ujarnya. (AP/ISW). |
Sumber: Harian Kompas
Tren selalu ada. Komponen-komponen lingkungan makro yang telah dibahas di depan menghasilkan tren makro yang patut dianalisis untuk mengetahui kesempatan-kesempatan pasar, selain ancaman bisnis yang tiba dari lingkungan.
Pertanyaannya, perusahaan apa saja yang patut mencermati perkembangan lingkungan makro? Apakah kenaikan harga materi bakar minyak (BBM) perlu dicermati Bank Tabungan Negara? Bank ini tentu tidak mempunyai kekerabatan pribadi dengan BBM, kecuali mempunyai debitur yang bergerak di bidang perminyakan. Namun, dikala harga BBM dunia mencapai US $100 per barrel, bank ini tentu perlu melaksanakan analisis. Soalnya, apabila kenaikan harga BBM terlalu tinggi, beban subsidi pemerintah terlalu besar. Untuk menguranginya, pemerintah terpaksa menaikkan materi bakar minyak, walaupun dilakukan secara selektif.
Kenaikan harga BBM akan diikuti oleh inflasi, yang berdampak negatif terhadap konsumen dengan dua cara. Pertama, dengan harga-harga yang semakin mahal daya beli konsumen semakin rendah. Kedua, untuk menekankan inflasi pemerintah lewat Bank Indonesia (BI) menaikkan suku proteksi antar bank. Kenaikan ini memicu kenaikan suku bungan proteksi konsumen, contohnya suku bunga kredit perumahan. Kenaikan ini menyulitkan pembayan konsumen, sehingga tunggakan meningkat. Peningkatan tunggakan akan mengurangi likuiditas bank. Jadi, logikanya BTN perlu mengantisipasi kenaikan harga BBM walaupun tidak termasuk dalam komponen biayanya.
1. Mengestimasi Ukuran Pasar
Ukuran pasar penting diketahui baik untuk produk yang sudah jalan (settle up) maupun yang akan diluncurkan. Ukuran pasar umumnya dinyatakan dalam penjualan per tahun, bisa nilai rupiah bisa pula dalam unit. Ukuran lain meliputi jumlah pembeli, rara-rata pembelian, dan frekuensi pembelian.
Ada tiga ukuran penting sehubungan dengan ukuran pasar, yaitu potensi pasar (market potential), prakiraan penjualan (sales forecast), dan pangsa pasar (market share).
Prakiraan penjualan mengindikasikan berapa penjualan suatu produk pada periode waktu tertentu. Prakiraan penjualan sanggup meliputi seluruh industri atau spesifik berdasarkan tipe, tingkat harga, maupun varian produk. Prakiraan penjualan menggambarkan undangan pasar (market demand).
Permintaan pasar yaitu estimasi kuantitas produk yang akan dibeli pelanggan sasaran pada area pasar tertentu, pada suatu periode, dalam lingkungan pemasaran tertentu, dan jadwal pemasaran tertentu. Mengingat sikap konsumen sanggup distimulasi, maka undangan pasar dipengaruhi oleh kondisi-kondisi pemasaran.
Pangsa pasar yaitu perbandingan penjualan perusahaan dibanding penjualan industri secara keseluruhan untuk suatu produk. Umumnya satuan penjualan yang digunakan yaitu volume (unit) penjualan dan nilai rupiah penjualan. Katakanlah di dalam industri sepeda motor ada empat perusahaan dengan informasi penjualan sebagai berikut: A=100.000 unit, B=50.000 unit, C=200.000 unit, dan D=150.000 unit. Berdasarkan data penjualan tersebut, maka pangsa pasar yaitu sebagai berikut: A=20%, B=10%, C=40% dan D=30%.
Pangsa pasar menyatakan banyak hal. Pertama, memperlihatkan dominasi atau kekuatan sebuah perusahaan dibanding pesaing. Semakin tinggi pangsa pasar kekuatan bersaing sebuah perusahaan tentu semakin tinggi pula. Pada empat perusahaan di atas tentu C yaitu perusahaan terkuat.
Kedua, data pangsa pasar sanggup digunakan untuk memprakirakan penjualan di masa depan. Misalnya, berdasarkan tren selama ini, perusahaan D menargetkan pangsa pasar dari 30% menjadi 35%. Tahun depan penjualan total industri diperkirakan mencapai 600.000 unit sepeda motor. Maka, prakiraan penjualan perusahaan D tahun depan yaitu 210.000 unit sepeda motor. Potensi pasar yaitu penjualan maksimum yang sanggup dicapai suatu produk pada suatu waktu. Potensi pasar sepeda motor Indonesia tahun 2008 yaitu jumlah maksimum sepeda motor yang sanggup terjual di Indonesia tahun 2008.
Potensi pasar yaitu untuk semua produk (misalnya semua tipe dan merek sepeda motor) dan untuk semua perusahaan. Produk yang bahwasanya terjual umumnya selalu di bawah potensi pasar. Misalnya, potensi pasar sepeda motor Indonesia tahun 2015 yaitu 8 juta unit. Penjualan pada tahun itu yaitu 7 juta unit. Kekurangan penjualan dibanding potensi pasar terjadi lantaran duduk kasus produksi, distribusi ataupun aksesibilitas calon pembeli ke tempat pembelian produk. Pertanyaannya, bagaimana mengukur potensi pasar?
Tidak ada rumus baku dan sederhana untuk mengukur potensi pasar dan undangan pasar aktual. Yang sanggup kita dilakukan yaitu membuat pendekatan-pendekatan. Ada sejumlah metoda yang sanggup digunakan, menyerupai dijelaskan berikut ini.
Judgment. Pendekatan paling gampang dan murah yaitu judgment dan intuisi. Karena sifatnya yang bersifat subjektif, metoda ini tidak ilmiah dan juga beresiko, sekalipun dilakukan oleh orang yang sangat berpengalaman. Sekalipun demikian, metoda ini sangat umum dilakukan.
Judgment sanggup dilakukan oleh satu orang sanggup pula dilakukan oleh sekelompok orang. Apabila dilakukan sekelompok orang, maka teknik yang tersedia yaitu teknik Delphi dan wawancara mendalam (depth interview).
Dalam teknik Delphi, sumber informasi yaitu sejumlah orang yang dinilai berkompeten. Setiap orang memberi asumsi sendiri-sendiri secara tertutup. Hasil asumsi kemudian diolah untuk mengetahui rata-rata dan penyimpangan (standar deviasi). Apabila penyimpangan kecil atau dalam batas yang ditoleransi, maka hasil asumsi dianggap selesai. Apabila penyimpangan tinggi, maka hasil asumsi ronde pertama disampaikan kepada para nara sumber. Kemudian, pada ronde kedua, para nara sumber kembali melaksanakan estimasi. Hasilnya diolah lagi. Apabila hasil estimasi dianggap seragam (standar deviasi sanggup diterima), proses dihentikan. Sebaliknya, apabila penyimpangan masih tinggi, proses estimasi diulang terus hingga diperoleh hasil yang seragam.
Wawancara mendalam juga dilakukan kepada beberapa orang yang dianggap berkompeten. Namun, pendekatan ini lebih bersifat mendasar. Kepada setiap nara sumber, selain estimasi potensi pasar dan undangan aktual, juga diminta alasan-alasan dibalik angka yang diberikan. Dengan demikian sanggup diperoleh hasil estimasi yang paling masuk akal. Apabila pendapat para nara sumber sama, hasil estimasi lebih sanggup dipercaya. Namun, apabila terdapat perbedaan pendapat, maka perusahaan sanggup memakai pendapat yang paling masuk akal.
Survai. Metoda ini dilakukan dengan mewawancarai pelanggan nyata dan potensil wacana planning pembelian mereka pada periode yang akan datang. Data yang diharapkan yaitu berapa yang merencanakan pembelian, berapa banyak yang akan dibeli, dan tipe produk apa yang akan dibeli.
Misalkan sebuah perusahaan tekstil ingin mengetahui potensi penjualan celanan tahun 2009. Katakanlah responden yang diwawancarai yaitu 1000 orang responden yang mempunyai kualifikasi sebagai pasar celana jins. Dari 1000 orang tersebut 150 orang (n) menyatakan pembeli dan rata-rata jumlah pembelian ( ) yaitu 3 potong. Kemudian, preferensi harga rata-rata yaitu Rp 120.000. Maka, potensi penjualan (PD) yaitu tahun 2009 yaitu 450 celana jins. Nilai rupiahnya mencapai Rp 54.000.000.
Apabila para responden dianggap mewakili populasi, maka perhitungan potensi undangan (dalam kuanitas dan rupiah) sanggup dilakukan dengan mengkonversi persentase responden yang membeli (15%) ke dalam populasi.
Ada beberapa kelemahan metoda ini. Pertama, responden tidak sanggup memprediksi pembelian mereka pada masa yang akan tiba secara akurat, terutama menyangkut jumlah dan harga pembelian. Pembelian sering dipengaruhi oleh situasi. Faktor ini luput dari survai. Kedua, wawancara tidak luput dari bias subjektif. Maksudnya, untuk mengangkat harga diri, responden cenderung memberi respon yang lebih tinggi dari yang sebenarnya, terutama menyangkut kuantitas dan harga pembelian. Adalah lebih menyenangkan bagi responden menyatakan kuantitas dan harga pembelian tinggi dibanding rendah. Ketiga, apabila populasi tidak terbatas (infinite), keterwakilan sampel terhadap populasi diragukan.
Time Series Analysis. Metoda ini memakai data-data penjualan masa kemudian untuk mengestimasi penjualan yang datang. Ada empat pola data yang dipertimbangkan, yaitu: tren, siklus, musim, dan pola acak. Ada aneka macam teknik yang dikembangkan dalam metoda ini tetapi tidak dibahas dalam buku ini. Para pembaca diharapkan mempelajarinya dari buku-buku administrasi operasional atau teknik kuantitatif bisnis.
Statistical Demand Analysis. Metoda ini memberi perhatian pada faktor-faktor yang mensugesti permintaan. Permintaan ditempatkan sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai variabel independen. Keberadaan komputer amat metoda ini lantaran data yang banyak dan pola kekerabatan yang rumit antara variabel independen dan dependen sanggup dimodelkan. Metoda ini bermanfaat dalam keadaan stabil. Apabila keadaan cepat berubah metoda tidak bermanfaat.
Sumber https://www.bilsonsimamora.com