Saturday, May 20, 2017

√ Laporan Pendahuluan Lengkap Dengan Askep Kehilangan Dan Berduka, D0wnl0ad Pdf Dan Doc

Berbagi laporan pendahuluan / LP Kehilangan dan berduka lengkap dengan askep beserta kasus, d0wnl0ad pdf dan doc.

Pada postingan kali ini kami share laporan pendahuluan lengkap beserta askep kehilangan dan berduka pada kasus keperawatan jiwa yaitu suatu kiprah yang berbentuk makalah wacana suatu respon sesorang terhadap sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada yang mana sesorang tersebut tidak bisa mengendalikan emosinya untuk mendapatkan keadaan tersebut.

untuk mempermudah teman-teman perawat silahkan d0wnl0ad dalam bentuk pdf dan doc dibawah
  • Laporan pendahuluan serta askep kehilangan dan berduka doc, (Ambil File)
  • Laporan pendahuluan serta askep kehilangan dan berduka pdf, (Ambil File)
Silahkan did0wnl0ad bagi teman-teman yang membutuhkan, laporan pendahuluan ini telah kami susun menurut refferensi yang bisa dipercaya dan askepnya juga kami angkat dari kasus salah seorang pasien di rumah sakit jiwa.

Laporan pendahuluan kehilangan dan berduka

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). 

Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Berduka adalah Respons emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.


Tipe Kehilangan

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe :
  1. Aktual atau faktual : Praktis dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, contohnya amputasi, janjkematian orang yang sangat berarti / di cintai.
  2. Persepsi : Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk sanggup dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, mengakibatkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.

Faktor Penyebab Kehilangan

Tergantung dari :
  1. Arti dari kehilangan : Misalnya Kehilangan orang yang dicintai atau dihormati.
  2. Sosial budaya : Misalnya kehilangan alasannya perpisahan dengan lingkungan yang dikenal.
  3. Kepercayaan / spiritual : Misalnya kehilangan rasa kepercayaan kepada orang lain.
  4. Status social ekonomi : Misalnya kehilangan harta dikarnekan gulung tikar atau yang lainnya.
  5. Kondisi fisik dan psikologi individu : Misalnya kehilangan kesejahteraan fisik, psikologik dan social.
Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.


Proses Kehilangan
  • Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna positif – melaksanakan kompensasi dengan kegiatan positif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
  • Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa tidak berdaya – murka dan berlaku aksi – diekpresikan ke dalam diri – muncul tanda-tanda sakit fisik.
  • Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa tidak berdaya – murka dan berlaku aksi – diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi dengan sikap konstruktif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
  • Stressor internal dan eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna - merasa tidak brdaya – murka dan berlaku aksi diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi dengan sikap destruktif – merasa bersalah – ketidakberdayaan.

Tahapan Respon Kehilangan dan Berduka

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

Rentang Respon Kehilangan

Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969).

5 Fase Berduka Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51

1. Fase Pengingkaran (Denial)

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan yakni syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan menyampaikan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu mustahil terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini yakni : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini sanggup berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.

2. Fase Marah (Anger)

Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menawarkan rasa murka yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menawarkan sikap agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

3. Fase Tawar-menawar (Bergaining)

Individu telah bisa mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ jikalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar yakni “ jikalau saja yang sakit, bukan anak saya”.

4. Fase Depresi (Depression)

Individu pada fase ini sering menawarkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada impian bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.

5. Fase Penerimaan (Acceptance)

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah mendapatkan kehilangan yang dialaminya. Gambaran wacana obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara sedikit demi sedikit perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau  “apa yang sanggup saya lakukan semoga cepat sembuh”.

Apabila individu sanggup memulai fase ini dan mendapatkan dengan perasaan damai, maka ia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak sanggup mendapatkan fase ini maka ia akan mensugesti kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

Askep Kehilangan dan Berduka dengan kasus Ibu "A"

Ibu A. 39 gres pertama kali dirawat diRSJ Menur alasannya semenjak sebulan yang kemudian mengurung diri dikamar, menolak makan, minum, dan mandi. Hal ini terjadi semenjak bercerai dengan suaminya yang ketiga bulan yang lalu. Berdasarkan hasil observasi ketika klien dirawat dirumah sakit , klien tampak selalu menyendiri, lebih sering berada ditempat tidur dengan posisi janin, ketika makan selalu duduk di pojok dan berpindah daerah bila ada yang duduk disebelahnya. Klien jarang mandi dengan alasan malas. Baju hampir tidak pernah diganti, kulit, kuku, dan gigi tampak kotor.

Saat dikaji oleh perawat, klien menyampaikan merasa aib bergaul dengan orang lain alasannya merasa dirinya jelek. Klien juga merasa dirinya minder alasannya selalu gagal dalam pernikahan. Klien menyampaikan mana ada orang yang mau berteman dengan saya suster saya khan tidak bisa apa-apa, udah buruk janda lagi.


Pengkajian

Data yang sanggup dikumpulkan adalah:
  1. Perasaan sedih, menangis.
  2. Perasaan putus asa, kesepian
  3. Mengingkari kehilangan
  4. Kesulitan mengekspresikan perasaan
  5. Konsentrasi menurun
  6. Kemarahan yang berlebihan
  7. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
  8. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
  9. Reaksi emosional yang lambat
  10. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, contoh tidur, tingkat aktivitas.

Pohon Masalah 
                 
           
Diagnosa keperawatan dan planning keperawatan untuk ibu A.
  1. Isolasi sosial : menarik diri bekerjasama dengan harga diri rendah / kronis.
  2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis bekerjasama dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
  3. Defisit perawatan diri bekerjasama dengan intoleransi aktivitas.

Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa keperawatan. 1

Isolasi sosial : menarik diri bekerjasama dengan harga diri rendah : kronis 

Tujuan Umum :  Klien sanggup berinteraksi dengan orang lain.

Tujuan Khusus:
  • Klien sanggup membina relasi saling perbaya dengan perawat.
  • Klien sanggup memahami penyebab dari harga diri : rendah.
  • Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
  • Klien sanggup mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
  • Klien bisa mengontrol tingkah laris dan menawarkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.
Intervensi :
  • Bina relasi saling percaya dengan klien. R/ Rasa percaya merupakan dasar dari relasi terapeutikyang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
  • Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya. R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
  • Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah. R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien sanggup menyesuaikan diri dengan perasaannya.
  • Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi. R/ Empati sanggup diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
  • Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya. R/ Meningkatkan harga diri.
  • Beri dukungan, Support dan kebanggaan sesudah klien bisa melaksanakan aktivitasnya. R/  Pujian menciptakan klien berusaha lebih keras lagi.
  • Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang. R/. Mengikut sertakan klien dalam acara sehari-hari yang sanggup meningkatkan harga diri klien.

Diagnosa Keperawatan. 2

Gangguan konsep diri; harga diri rendah bekerjasama dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.

Tujuan :
  • Klien merasa harga dirinya naik.
  • Klien mengunakan koping yang adaptif.
  • Klien menyadari sanggup mengontrol perasaannya.
Intervensi :

1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
  • Membina relasi saling percaya dan keterbukaan.
  • Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
  • Memaksimalkan partisipasi klien dalam relasi terapeutik.
R/. Kesadaran diri sangat diharapkan dalam membina relasi terapeutik perawat – klien.

2. Menyelidiki diri dengan cara :
  • Membantu klien mendapatkan perasaan dan pikirannya.
  • Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang   lain melalui keterbukaan.
  • Berespon secara tenggang rasa dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
R/. klien yang sanggup memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan 
      Terhadap dirinya sendiri.

3. Mengevaluasi diri dengan cara :
  • Membantu klien mendapatkan perasaan dan pikiran.
  • Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/. Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian problem secara konstruktif.

4. Membuat perencanaan yang realistik.
  • Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
  • Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/. Klien membutuhkan pertolongan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara memilih perencanaan yang realistik.

5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
  • Membantu klien untuk melaksanakan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/. Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian problem klien.

6. Mengobservasi tingkat depresi.
  • Mengamati sikap klien.
  • Bersama klien membahas perasaannya.
R/. Dengan mengobservasi tingkat depresi maka planning perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.

7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
  • Menghargai perasaan klien.
  • Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
  • Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
  • Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/. Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang.

Diagnosa Keperawatan. 3

Defisit perawatan diri bekerjasama dengan intolenransi aktivitas.

Tujuan Umum : Klien bisa melaksanakan perawatan diri secara optimal.

Tujuan khusus :
  • Klien sanggup mandi sendiri tanpa paksaan.
  • Klien sanggup berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
  • Klien sanggup menyikat giginya sendiri dengan bersih.
  • Klien sanggup merawat kukunya sendiri.
Intervensi :
  • Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan. R/. Sosialisasi bagi klien sangat diharapkan dalam proses menyembuhkannya.
  • Menganjurkan klien untuk mandi. R/. Pengertian yang baik sanggup membantu klien sanggup mengerti dan diharapkan sanggup melaksanakan sendiri.
  • Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.R/. Diharapkan klien mandiri.
  • Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri. R/. Diharapkan klien mandiri.
  • Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.
  • Diharapkan klien mandiri
R/. Terapi kelompok membantu klien semoga sanggup bersosialisasi dengan klien


Evaluasi

Respon klien dinilai menurut pertanyaan dibawah ini :
  1. Apakah klien sudah sanggup mengungkapkan perasaannya secara impulsif ?
  2. Apakah klien sanggup menjelaskan makna kehilangan terhadap hidupnya ?
  3. Apakah klien memiliki system pendukung untuk mengungkapkan perasaannya ?
  4. Apakah klien pertanda tanda-tanda penerimaan terhadap kenyataan kehilangan ?
  5. Apakah klien sudah sanggup membina relasi gres yang bermakna dengan orang lain ?
  6. Apakah klien sudah memiliki kemampuan menuntaskan problem yang dihadapi akhir kehilangan ?

Daftar Pustaka
  • Maslim. Rusdi; Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dari PPDGJ –III.Jakarta 1997.
  • Marmis.Wf: catatan ilmu kedokteran jiwa, Airlangga University Press, Surabaya 1994
  • Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
  • Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
  • Dalami, ermawati,dkk.2009.Asuhan keperawatan jiwa dengan problem psikososial.jakarta.trans info media 
  • Stuart and Suden. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
Demikian laporan pendahuluan lengkap dengan askep kehilangan dan berduka pdf dan doc kami bagikan, semoga bisa menjadi refferensi teman-teman perawat sekalian dalam pembuatan kiprah keperawatan jiwa. Terima Kasih.

Sumber http://bangsalsehat.blogspot.com