Thursday, July 20, 2017

√ Teori Berguru Kognitif Gagne

TEORI BELAJAR  KOGNITIF GAGNE



2.1.       Teori Belajar Kognitif berdasarkan Gagne

Ada aneka macam pembagian terstruktur mengenai teori mencar ilmu sesuai dengan pendekatan yang digunakan, salah satunya ialah teori mencar ilmu kognitif. Dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan wacana teori mencar ilmu kognitif, satu diantaranya ialah Robert Mills Gagne. Gagne beropini bahwa mencar ilmu dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya ialah lingkungan individu seseorang. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah dan aneka macam lingkungan sosial. Lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan menjadi apa ia nantinya.
Pembelajaran berdasarkan Gagne (dalam Miarso, 2004, hlm. 245) ialah seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari tragedi eksternal di lingkungan indivisu yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan tragedi pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu, dalam perjuangan mengatur kondisi eksternal dibutuhkan aneka macam rangsangan yang sanggup diterima oleh panca indra yang dikenal dengan nama media dan sumber belajar.

2.1.1.      Hierarki Belajar berdasarkan Gagne

Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm. 67), mencar ilmu konsep merupakan suatu bab dari suatu hierarki delapan bentuk belajar. Dalam hierarki ini, setiap tingkat mencar ilmu bergantung pada tingkat-tingkat sebelumnya. Hierarki mencar ilmu Gagne disajikan pada tabel berikut:
No
Bentuk belajar
Prosedur
Contoh
1
Belajar tanda sinyal (signal learning)
Conditioning Klasik
Mata dikejapkan terhadap suatu bunyi sehabis bunyi dipasangkan dengan hembusan udara pada mata
2
Belajar stimulus respon (stimulus response learning)
Conditioning Operant
Belajar yang terjadi pada bayi untuk memehang botol susu
3
Belajar merangkai tingkah laris (behaviour chaining learning)
Seri koneksi-koneksi S-R
Membuka pintu, terdiri atas: 1) menempatkan kunci, 2) memasukkan kunci, 3) memutar kunci, 4) membuka kunci
4
Belajar asosiasi ekspresi (verbal chaining learning)
Rantai verbal, wacana memberi nama obyek dan koneksi kata menjadi urutan ekspresi
Belajar sumpah pemuda
5
Belajar diskriminasi (discrimination learning)
Menghasilkan respons yang berbeda pada stimulus-stimulus yang mirip
Membedakan bulat dan elips
6
Belajar konsep (concept learning)
Membuat respons yang sama pada stimulus-stimulus dengan atribut yang mirip
Respons sama wacana rumah terhadap aneka macam ukuran dan bentuk gedung
7
a.       Konsep terdefinisi
Menggunakan konsep yang telah dipelajari sebelumnya untuk memperoleh suatu konsep baru
Saudara sepupu ialah anak pria atau wanita dari paman atau bibi
b.      Aturan
Memberikan respon pada satu kelas stimulus dengan satu kelas penampilan
Jarak sama dengan kecepatan kali waktu
8
Belajar memecahkan duduk kasus (problem solving)
Menggabungkan hukum untuk mencapai suatu pemecahan yang menghasilkan suatu hukum dengan tingkat yang lebih tinggi
Menemukan langkah-langkah dalam menunjukan suatu teori dalam geometri

2.1.2.      Hasil Belajar berdasarkan Gagne

Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga di antaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik (Dahar, 2011, hlm. 118). Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm. 118) penampilan-penampilan yang sanggup diamati sebagai hasil mencar ilmu disebut dengan kemampuan. Ada lima kemampuan yang ditinjau dari segi-segi yang diharapkan dari suatu pengajaran atau instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan lantaran kemampuan itu memungkinkan aneka macam macam penampilan manusida dan juga lantaran kondisi-kondisi untuk memperoleh aneka macam kemampuan itu berbeda. Kemampuan-kemampuan tersebut yaitu keterampilan intelektual, taktik kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan motorik.
1.      Keterampilan intelektual
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Aktivitas mencar ilmu keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak  tingkat pertama sekolah dasar (sekolah taman kanak-kanak) dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.
Selama bersekolah, banyak sekali jumlah keterampilan intelektual yang dipelajari oleh seseorang. Keterampilan intelektual ini untuk bidang studi apapun sanggup digolongkan berdasarkan kompleksitasnya. Perbedaan yang berkhasiat antara keterampilan-keterampilan intelektual untuk tujuan pengajaran sanggup dilihat pada gambar berikut:
Belajar mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang dengan cara yang disarankan Gagne pada gambar di atas. Untuk memecahkan masalah, siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan kompleks. Demikian pula dibutuhkan hukum dan konsep yang terdefinisi. Untuk memperoleh atuan-aturan ini, siswa sudah harus mencar ilmu beberapa konsep aktual dan untuk mempelajari konsep-konsep aktual ini siswa harus menguasai diskriminasi.
a.       Diskriminasi merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik.
b.      Konsep aktual memperlihatkan suatu sifat objek atau atribut objek (warna, bentuk, dan lain-lain). Konsep-konsep ini disebut aktual alasannya ialah penampilan insan yang dibutuhkan konsep ini ialah suatu objek yang konkret.
c.       Konsep terdefinisi, apabila seseorang sanggup mendemonstrasikan arti kelas tertentu wacana objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan.
d.      Aturan. Seseorang telah mencar ilmu suatu hukum apabila penampilannya mempunyai semacam “keteraturan” dalam aneka macam situasi khusus.
e.       Aturan-aturan kompleks merupakan adonan kompleks aturan-aturan yang sederhana. Aturan kompleks atau hukum tinggi ditemukan untuk memecahkan suatu duduk kasus simpel atau sekelompok masalah.
2.      Strategi kognitif
Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi mencar ilmu dan berpikir disebut sebagai taktik kognitif. Strategi kognitif dikelompokkan sesuai dengan fungsinya, dan pengelompokkan yang disarankan oleh Weinstein dan Mayer (dalam Dahar, 2011, hlm. 122) ialah sebagai berikut:
a.       Strategi menghafal. Siswa melaksanakan latihan mereka sendiri wacana materi yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, menyerupai mengulangi nama-nama dalam suatu urutan (nama pahlawan, tahun pecahnya perang dunia, dan lain-lain).
b.      Strategi elaborasi. Siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia.
c.       Strategi pengaturan. Menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka teratur merupakan teknik dasar taktik ini.
d.      Strategi metakognitif. Meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan itu, dan menentukan alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan itu.
e.       Strategi afektif. Teknik ini dipakai para siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian untuk mengendalikan kemarahan dan memakai waktu secara efektif.
3.      Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang sanggup dipelajari dan sanggup mempengaruhi sikap seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap kita terhadap orang lain. Oleh lantaran itu, Gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-siswa memperoleh sikap-sikap sosial tersebut.
4.      Informasi verbal
Informasi ekspresi juga disebut pengetahuan verbal. Menurut teori, pengetahuan ekspresi ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi. Informasi ekspresi diperoleh sebagai hasil mencar ilmu di sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, dari membaca, radio, televisi dan media lainnya.
5.      Keterampilan motorik
Keterampilan motorik tidak hanya meliputi kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, contohnya membaca, menulis, memainkan sebuah instrumen musik, atau dalam pelajaran sains memakai aneka macam macam alat menyerupai mikriskop, alat-alat listrik, dan lain sebagainya.

2.1.3.      Kejadian Belajar

Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm. 124) mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan mencar ilmu (learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang sanggup distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru. Kejadian-kejadian mencar ilmu itu ialah sebagai berikut:
1.      Fase motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk mencar ilmu dengan impian bahwa mencar ilmu akan memperoleh hadiah.
2.      Fase pengenalan
Siswa harus menawarkan perhatian pada bagian-bagian esensial suatu tragedi instruksional kalau mencar ilmu akan terjadi
3.      Fase perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, ia telah siap mendapatkan pelajaran.
4.      Fase retensi
Informasi gres yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini sanggup terjadi melalui pengulangan kembali, praktik, elaborasi, atau lain-lain.
5.      Fase pemanggilan
Mungkin saja kita sanggup kehilangan korelasi dengan informasi dalam memori jangka panjang. Jadi, bab penting dalam mencar ilmu ialah mencar ilmu memperoleh korelasi dengan apa yang telah kita pelajari.
6.      Fase generalisasi
Generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi gres merupakan fase kritis dalam belajar.
7.      Fase penampilan
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah mencar ilmu sesuatu melalui penampilan yang tampak.
8.      Fase umpan balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik wacana penampilan mereka yang memperlihatkan apakah mereka telah atau belum mengerti wacana apa yang diajarkan.    

2.1.4.      Kejadian Instruksional

Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm. 126) bukan hanya guru yang sanggup menawarkan instruksi, namun kejadian-kejadian belajarnya sanggup juga diterapkan, baik pada mencar ilmu penemuan, mencar ilmu di luar kelas maupun mencar ilmu di dalam kelas. Akan tetapi, kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne ditujukan pada guru yang menyajiakn suatu pelajaran pada sekelompok siswa. Kejadian-kejadian intruksi itu ialah sebagai berikut:
1.      Mengaktifkan motivasi
2.      Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
3.      Mengarahkan perhatian
4.      Merangsang ingatan
5.      Menyediakan bimbingan belajar
6.      Meningkatkan retensi
7.      Melancarkan transfer belajar
8.      Mengeluarkan penampilan
9.      Memberikan umpan balik

2.2.       Model Pembelajaran Konsep

2.2.1.      Definisi pembelajaran konsep

Pembelajaran ialah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses mencar ilmu siswa, yang berisi serangkaian tragedi yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses mencar ilmu siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (1979:3) Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967:22). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan mencar ilmu (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan mencar ilmu mengajar ialah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran ialah perjuangan sadar dari guru untuk menciptakan siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laris pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan gres yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.
Konsep ialah ilham atau pengertian yang diabstrakkan dari tragedi aktual (KBBI, 5 88). Menurut Rosser (dalam Dahar, 2011, hlm. 63) konsep ialah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau korelasi yanng mempunyai atribut yang sama.  Karena orang mengalami stimulus yang berbeda-beda.
Eggan dan Kauchak (1996) mengemukakan: “Model pencapaian konsep ialah suatu taktik pembelajaran induktif yang didesain untuk membantu siswa pada semua usia dalam mempelajari konsep dan melatih pengujian hipotesis”. Model pembelajaran konsep ialah suatu model pembelajaran yang menekankan pada pemahaman konsep kepada siswa, guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau pola dan yang bukan contoh, kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data atau pola tersebut dan siswa dibimbing biar bisa mengidentifikasi ciri-ciri atau karakteristik dari pola yang diberikan.
Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm.67) mencar ilmu konsep merupakan satu bab dari suatu hierarki dari delapan bentuk belajar. Bentuk mencar ilmu yang dimaksud terdapat pada bentuk mencar ilmu 6, yaitu mencar ilmu konsep ekuivalen dengan pembentukan. Asimilasi konsep sanggup berupa bentuk khusus dari mencar ilmu aturan, yaitu bentuk 7.
Tingkatan pencapaian konsep akan berbeda sesuai dengan tingkat usia anak. Dari teori perkembangan Piaget kita mengetahui bahwa bawah umur yang masih kecil gres sanggup mencar ilmu konsep konkret, sedangkan konsep yang lebih sulit atau lebih aneh dipelajari sehabis mereka besar.

2.2.2.      Merencanakan Pelajaran Model Pencapaian Konsep

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang pelajaran memakai model pencapaian konsep ialah sebagai berikut :
1.      Menetapkan materi
Seperti halnya dengan model-model pembelajaran yang lain, dikala akan menerapkan model pencapaian konsep guru harus menetapkan materi-materi yang akan diajarkan. Materi dalam hal ini bentuknya ialah konsep (bukan generalisasi, rumus, atau prinsip). Konsep yang akan dijarkan itu sebaiknya bukan gres sama sekali bagi siswa. Harus diingat bahwa model ini akan lebih efektif bila siswa yang akan diajar itu mempunyai beberapa pengalaman wacana konsep yang akan diajarkan.
2.      Pentingnya tujuan pembelajaran yang jelas
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan penggunaan model pencapaian konsep meliputi membantu siswa menyebarkan konsep dan relasi-relasi antara konsep itu dan menawarkan latihan kepada mereka wacana proses berpikir keritis terutama dalam peumusan dan pengujian hipotesis.
3.      Memilih pola dan non-contoh
Faktor yang paling penting dalam menentukan pola ialah mengidentifikasi contoh-contoh yang paling baik mengilustrasikan konsep tersebut. Disamping itu, pola yang dipilih juga harus sanggup memperluas pemikiran siswa wacana konsep yang diajarkan  sebagai contoh. Hal yang lain juga perlu diperhatikan dalam menentukan pola ialah tidak menentukan pola yang terisolasi dari konteks. Artinya pola yang dipilih harus ada dalam lingkungan dimana siswa beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari ataupun yang ada dalam jangkauan pemikirannya.
Selain menentukan pola positif, guru juga menyiapkan contoh-contoh negatif atau non-contoh. Dalam menentukan pola negatif, diupayakan merubah karakteristik esensial menjadi karakteristik non esensial pada konsep yang akan diajarkan dan menyajikan semua hal-hal yang bukan merupakan karakteristik esensial konsep itu.
4.      Mengurutkan contoh
Setelah menentukan pola dan non-contoh, kiprah final dalam merencanakan pelajaran ialah bagaimana mengurutkan pola dan non-contoh itu. Jika pengembangan berpikir keritis menjadi tujuan penting bagi guru, contoh-contoh itu harus diurutkan sedemikian sehingga para siswa menerima kesempatan untuk menyebarkan kemampuan berpikir keritis mereka. Menunjukkan secara cepat atau lengsung makna dari konsep yang diajarkan, tidak memberi kesempatan kepada siswa dalam melaksanakan analisis dan akhirnya tidak menghasilkan pemahaman yang sangat dalam terhadap konsep yang dikaji. Dalam mengurutkan contoh, guru sanggup melaksanakan dengan menyajikan dua atau lebih pola positif kemudian diikuti dua atau lebih pola negatif (non-contoh).

2.2.3.      Kelebihan dan Kekurangan Model Pencapaian Konsep

1.      Kelebihan
·         Salah satu keunggulan dari model pencapaian konsep ini ialah meningkatkan kemampuan untuk mencar ilmu dengan cara yang lebih gampang dan efektif dimasa depan.
·         Lebih mengaktifkan keterlibatan mental, sehingga konsep yang diperoleh siswa lebih usang sanggup diingat dan akhirnya sanggup meningkatkan prestasi mencar ilmu siswa.
2.      Kekurangan
·         Dibutuhkan biaya yang besar dan waktu yang usang untuk pembuatan dan pengembangan perangkat pembelajaran.
·         Bila jumlah siswa dalam satu kelas sangat besar, maka pengajar akan kesulitan dalam membimbing siswa yang membutuhkan bimbingan.

2.3.       Penerapan Pembelajaran Konsep terhadap Nilai Karakter Bangsa

Penerapan pendidikan huruf bagi semua tingkatan pendidikan, mulai dari sekolah dasar (SD) sampai sekolah tinggi tinggi telah dirancang oleh pemerintah semenjak tahun 2010. Hal ini dilakukan lantaran tuntutan untuk merubah penerima didik ke arah yang lebih baik. Oleh lantaran itu, Kementerian Pendidikan Nasional telah merumuskan 18 Nilai Karakter yang akan ditamamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun huruf bangsa. Nilai-nilai ini diharapkan sanggup diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran, sehingga lambat laun akan membentuk huruf penerima didik.
Oleh lantaran itu, dalam upaya pembangunan huruf bangsa dibutuhkan upaya sungguh-sungguh untuk membangun huruf individu (warga negara). Secara psikologis huruf individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yaitu :
1.      Olah hati, berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan.
2.      Olah pikir, berkenaan dengan proses kecerdikan guna mencari dan memakai pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif.
3.      Olah raga, berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan kegiatan gres disertai sportivitas.
4.      Olah rasa dan karsa, berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
Salah satu dari 18 nilai huruf bangsa ialah kreatif.  Kreatif, yakni sikap dan sikap yang mencerminkan penemuan dalam aneka macam segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil gres yang lebih baik dari sebelumnya.
Model pembelajaran konsep bertujuan untuk menyebarkan kemampuan berfikir induktif, menyebarkan konsep dan kemampuan analisisnya. Penerapan pembelajaran konsep akan menumbuhkan huruf kreatif siswa dalam pembelajarannya. Karena dalam pembelajaran konsep, guru menstimulus siswa biar sanggup menyebarkan kemampuan berfikirnya biar bisa menganalisis dan memecahkan duduk kasus yang dihadapinya dalam kegiatan mencar ilmu ataupun kegiatan sehari-hari. 

1.1.       Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Robert Mills Gagne beropini bahwa mencar ilmu dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, dan yang paling besar pengaruhnya ialah lingkungan individu seseorang, bersifat internal bagi setiap individu dan merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari tragedi eksternal di lingkungan individu tersebut. Gagne mengemukakan ada 8 hierarki belajar, 5 bentuk hasil belajar, dan 8 fase tragedi dalam belajar.
2.      Terdapat 4 tahap yang dilakukan dalam pembelajaran konsep, yaitu menetapkan materi, menentukan tujuan, menentukan pola non contoh, dan mengurutkan contoh..
3.      Penerapan pembelajaran konsep dalam nilai huruf bangsa ialah sanggup menyebabkan siswa yang kreatif. Karena siswa sanggup menyebarkan kemampuan berfikirnya biar bisa menganalisis dan memecahkan duduk kasus yang dihadapinya dalam kegiatan mencar ilmu ataupun kegiatan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA


Dahar, R. W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. : PT Gelora Aksara Pratama.
Miarso, Y. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Prenada Media.



Sumber http://samplingkuliah.blogspot.com