Kini kita memasuki peradaban gres yaitu peradaban digital. Ketika hampir semua sendi-sendi kehidupan begitu lekat dengan teknologi digital. Sebelumnya alam (natur) pada kondisi tertentu benar-benar dipandang sebagai penentu (natural determinism) pola kehidupan di dalamnya. Maka pada bentang alam dengan topografi gunung, perbukitan, dataran, pantai, dan lain-lain menampakan pola kehidupan yang berbeda. Keadaan alam dipegunungan seakan memilih (determine) komunitas apa saja yang sanggup menjadi penghuninya. Vegetasi apa yang sanggup tumbuh, binatang apa pula yang sanggup berkembang biak dengan baik. Pada alhasil insan yang hidup di dalamnya pun harus melaksanakan adjusment sebagai upaya adaptasi. Adaptasi sebagai bab dari "berdamai" dengan alam tercermin dalam pola hidup komunitas di dalamnya. Sehingga ada ciri khas tertentu dari setiap masyarakat yang tinggal pada alam yang berbeda. Perbedaan sanggup telihat mulai dari cara berpakaian, tempat tinggal, pola konsumsi, mata pencaharian dan lain-lain.
Peradaban Digital
Ilmu pengetahuan yang semenjak awal peradaban insan terus berkembang (dikembangkan) alasannya sejatinya ia pendorong kemajuan dari peradaban. Pada kala 21 ini mengambarkan tugas ilmu pengetahuan sebagai motor kemajuan bangsa sebagai suatu keniscayaan. Futurolog mirip Peter Drucker, Alvin Tofler, dan lainnya telah mengingatkan ilmu pengetahuan perlu dipandang sebagai sumber kekayaan utama.
Dia mencontohkan yang terjadi pada negara-negara di daerah Nordik, mirip Finlandia. Negara kecil yang awalnya sebagai negara berbasis kayu hutan menjelma negara pengelola telepon seluler yang hebat. Bahkan negara kecil itu menjadi teladan pengelolaan pendidikan terbaik di dunia.
Walau sudah tidak sepopuler dulu, Nokia (produk Finlandia) sempat merajai dunia telekomunikasi kurang lebih selama 11 tahun semenjak 1996. Nokia awalnya merupakan pabrik yang memproduksi barang-barang yang terbuat dari karet, mirip sepatu boot, ban, kabel dan lain-lain. Nama Nokia diambil dari kota tempat pabrik tersebut didirikan, yaitu di Kota Nokia di Finlandia.
Smartphone Sebagai Link Button
Smartphone sebagi produk iptek kian melekatkan hasil penemuan iptek yang makin dirasakan oleh masyarakat. aktivitas perekonomian konvensional tengah beralih pada aktivitas perekonomian dengan platform digital. Ecommerce pun sekarang menjai ikon aktivitas perekonomian masyarakat. Sebagian besar aktivitas perekonomian telah melibatkan teknologi digital dan dioprasikan dengan jaringan online. Dari layanan pembelian tiket pesawat sampai ojek dilayani secara online. Layanan hotel sampai makanan kaki lima, pembelian alat kebutuhan dapur dan lain-lain juga sanggup dilakukan melalui smartphone.
Smartphone dalam genggaman mirip link button menuju ke peradaban baru, peradaban yang "dihuni" oleh generasi digital. Generasi digital (ada yang berpendapat) yaitu generasi yang semenjak kecil, usia dibawah lima tahun sudah mengenal gadget, komputer, smartphone sebagai bab dari kehidupan mereka. Generasi yang mempunyai kanal komunikasi yang lebih gampang melalui jaringan internet (online). Mereka begitu gampang membentuk komunitas-komunitas di dunia maya, melalui jaringan media sosial, mirip Facebook, Twitter, WhatsApp, dll. Dan keberadaan komuntas-komuntas ini justru semakin mempekuat aksara dari peradaban ini. Mereka begitu gampang saling bertukar "informasi" alasannya adanya support teknologi audiovisual. Pada giliriannya terbentuk pula lifstyle yang khas.
Technology Determinism dan Adaptasi
Sebuah kisah: Pak Kirman berusia 55 tahun, ia merasa besar hati dengan usahanya dan hidup nyaman dari produk yang ia buat. Ia membayangkan hidup sejahtera dimasa tuanya. Namun apa yang ia alami kemudian, hatinya hancur, harapannya musnah. Saat ia duduk diketinggian sebuah bukit di desanya, ia memandang ke arah lembah tempat permukiman penduduk termasuk rumah tempat ia tinggal. Kini kampungnya nampak jelas benderang disinari oleh cahaya listrik. Listrik masuk desa, jadwal pemerintah dalam upaya mensejahterakan rakyat.
Lalu kenapa Pak Kirman bersedih?
Selama ini, sebelum ada listrik, yang dipakai penduduk untuk menerangi malam yaitu lampu minyak yang ia buat. Lalu sesudah listrik menerangi kampungnya, kemana ia harus menjual hasil karyanya? Produk yang selama ini sumber penghidupan keluarganya. Dan tentu menjadi harapannya di masa tua. Harapan itu sekarang sirna.
Apa kabarnya pula dengan pengrajin kompor dengan palit dan minyak tanah? Sementara di dapur-dapur sekarang memakai kompor gas dan kompor listrik.
Wartel, warnet, smartphone
Nasib jelek tidak hanya pada produk tradisional. Persaingan terjadi juga pada produk modern. Tahun 90-an, wartel (warung telepon) "menjmur". Mereka, pemilik wartel merasa meiliki "gudang duit" yang sanggup menghidupinya sampai usia lanjut. Apa yang terjadi sesudah handphone hampir ditiap saku celana? Bisnis wartelpun menghilang. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, 1997 bisnis warnet (warung internet) mulai menjamur, lalu sekitar tahun 2011 penggunaan smartphone berbasis Android yang memakai paket data internet oleh operator seluler makin memasyarakat. Mereka yang dulunya ingin membuka facebook di warnet sekarang cukup melalui smartphone, bisnis warnetpun mirip tertelan bumi. Masih ada beberapa warnet yang masih survive terutama yang menyatu dengan perjuangan rental computer, foto copy, dan digital printing. Lalu surat khabar, dahulu tiap pagi ada yang keliling dengan sepeda di komplek-komplek perumahan sambil teriak "koran…koran…", sekarang teriakan itu tak terdengar lagi. sekarang koran sanggup diakses melalui smartphone.
Itulah teladan kecil efek yang terjadi atas perubahan yang dimotori oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sekarang yang diharapkan yaitu membangun masyarakat ilmu pengetahuan, sebuah tatanan masyarakat yang mengakibatkan ilmu pengetahuan sebagai basis perubahan. Masyarakat ilmu pengetahuan lahir atas kesadaran pada proses mencar ilmu seumur hidup (long life education), pengembangan penemuan nasional dan meningkatkan investasi bidang iptek. Itu yang dilakukan negara-negara maju. Dengan demikian manakala terjadi perubahan yang dimotori oleh kemajuan dalam bidang iptek, masyarakat sanggup turut serta "mengimbangi" dan menyesuaikan diri atas perubahan tersebut. Mau atau tidak, suka atau tidak, ini merupakan bentuk "iptek determinism" pada perdaban digital.
Penulis:
Topik Terkait