Showing posts with label Artikel Kesehatan. Show all posts
Showing posts with label Artikel Kesehatan. Show all posts

Saturday, September 23, 2017

√ Ca Cervics Vaccine (Human Pappiloma Virus)


VAKSIN HUMAN PAPILOMA VIRUS (CA CERVICS)


Disusun untuk memenuhi kiprah biologi medik

   

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
Jl Terusan Jakarta No. 71-75 Antapani Bandung
2013






VAKSIN HUMAN PAPILOMA VIRUS

Vaksin HPV yaitu vaksin yang memberi kekebalan badan (antibody) terhadap virus Human Papilloma Virus yang menjadi penyebab dari sebagian besar kanker serviks ( kanker leher rahim ).
Vaksin HPV terdiri dari human papilloma virus yang dilemahkan sehingga tidak akan menginfeksi badan ketika vaksin diberikan. Kehadiran virus yang dilemahkan ke dalam badan menciptakan badan secara alami menciptakan antibodinya sehingga ketika suatu hari orang tersebut terinfeksi virus HPV dari luar maka didalam tubuhnya sudah ada antibodinya sehingga orang tersebut tidak terinfeksi oleh virus yang paling banyak mengakibatkan kanker leher rahim.
Vaksin kanker serviks yaitu vaksin yang dikembangkan untuk melindungi badan terhadap tipe human papillomavirus (HPV) tertentu, yaitu HPV tipe 6, 11, 16 dan 18.  HPV ditemukan dalam 100 persen penderita kanker serviks. HPV sanggup juga ditemukan dalam jumlah tinggi dalam kanker p3enis, kanker v@gin@, kanker pukas, kanker kepal dan kanker leher.
Human Papiloma Virus (HPV) yaitu yang terkait dengan kanker serviks. Sejak tahun 1976 telah dikenal HPV sebagai penyebab kanker serviks (HPV terdeteksi pada 97,7% kanker serviks). Karena itu HPV merupakan penyebab penting dalam perjalanan penyakit kanker serviks, utamanya kontak secual. HPV tipe 16, dan 18 mendominasi tipe onkogenik (70%) sebagai tipe penyebab kanker serviks. Pada temuan selanjutnya, ternyata HPV diklasifikasikan dalam tiga klasifikasi, yaitu resiko tinggi, kemungkinan resiko tinggi dan resiko rendah.
Klasifikasi HPV Berdasarkan Genotipe
Resiko tinggi : 16, 18, 31,33,35,39,45,51,52,56,58,59
Kemungkinan resiko tinggi : 26,53,66,68,73,82
Resiko rendah: 6,11,40,42,43,44,54,61,70,72,81
Hingga kini lebih dari 100 genotipe yang telah dikenal, sebagiannya, terutama yang tergolong resiko tinggi sanggup mengakibatkan kanker serviks.
Faktor Predisposisi kanker serviks yaitu segala sesuatu yang berafiliasi dengan inisiasi transformasi atipik serviks dan perkembangan displasia serviks. Berbagai faktor di nilai sebagai kofaktor (faktor yg mempermudah) terjadinya kanker serviks antara lain:
1.      Infeksi HPV berkaitan dengan 95% dari terjadinya kanker serviks
2.      Perempuan yang merokok mempunyai resiko dua kali lebih tinggi untuk menderita kanker serviks daripada perempuan yang tidak merokok
3.      Perempuan dengan kawan secual multipel
4.      Tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita kanker serviks lebih tinggi untuk menderita kanker serviks daripada tingkat sosial ekonomi menengah atau tinggi

Ada sekitar 100 tipe HPV, dari 100 tipe HPV sekitar 30 tipe diantaranya  yang berisiko menyebabkankanker servik. Adapun tipe HPV yang paling berisiko yaitu HPV tipe 16, 18, 31, dan 45.  Sedangkan HPV tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68 merupakan tipe HPV  berisiko sedang. Dan yang berisiko rendah yaitu HPV tipe 6,11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, dan 56.
Cara penularan HPV yaitu melalui korelasi secual dengan orang yang terinfeksi oleh HPV. Infeksi HPV ke dalam badan umumnya tidak menjadikan tanda-tanda sehingga penderita tidak menyadarinya.  Sebagian besar infeksi  virus HPV akan sembuh dengan sendirinya dan tidak mengakibatkan kanker serviks. Sekitar 50% perempuan yang aktif berafiliasi secual beresiko terinfeksi virus ini.
Vaksin HPV direkomendasikan diberikan pada remaja perempuan usia 9 – 26 tahun dan remaja laki-laki usia 13 – 21 tahun. Vaksin ini terbukti bekerja lebih efektif ketika diberikan pada usia muda, sebelum aktif secara secual daripada mereka yang mendapatkan vaksin HPV sesudah dewasa. Karena jikalau seorang perempuan telah terinfeksi oleh virus HPV maka vaksin tidak sanggup bekerja dengan baik atau malah tidak bekerja sama sekali.
Saat  belum ada tes yang sanggup mengetahui jenis virus yang pernah diderita oleh seorang perempuan sebelumnya. Tes yang kini ada hanya sanggup memilih apakah seseorang sedang menderita infeksi HPV dan jenis HPV mana yang mengakibatkan infeksi kini ini.
Menurut hasil penelitian vaksin HPV bisa menunjukkan proteksi dengan baik selama 5 tahun. Wanita yang telah mendapatkan vaksin HPV tetap harus melakukan papsmear secara terencana alasannya vaksin tidak menunjukkan proteksi total terhadap kanker leher rahim.

Vaksin HPV ada 2 yitu :
·         Vaksin HPV Gardasil : sanggup diberikan pada laki-laki dan wanita, fungsinya untuk mencegah kanker serviks, kanker v@gin@, kanker vulva pada perempuan dan kutil genital pada laki-laki dan wanita.
·         VaksinHPV  Cevarix : hanya diberikan pada perempuan dan hanya untuk mencegah kanker serviks.

Pemberian vaksin ini dilakukan dalam 3 tahap :
Tahap 1 : pada dikala vaksin diberikan
Tahap 2 : 1 – 2 bulan sesudah vaksin pertama
Tahap tiga : 6 bulan sesudah vaksin tahap 2

Vaksin HPV dihentikan diberikan pada :
Orang yang mempunyai riwayat alergi berat terhadap komponen vaksin HPV
Wanita yang sedang hamil
Orang yang sedang dalam kondisi tidak sehat

Efek samping dari proteksi vaksin HPV :
Reaksi local pada tempat yang disuntik, terasa sakit, merah dan bengkak
Demam ringan
Sakit kepala
Pingsan ( sangat jarang terjadi )
Sulit bernafas ( sangat jarang terjadi )


Sumber http://macrofag.blogspot.com

Saturday, August 19, 2017

√ Askep Meconium Aspiration Syndrome (Mas)


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MECONIUM ASPIRATION SYNDROME



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DHARMA HUSADA BANDUNG


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT  atas segala nikmat dan karunia-Nya, kami sanggup menuntaskan kiprah penyusunan makalah ANAK dengan Mekonium Aspirasi Sindrom ( MAS ) , makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen kiprah pada mata kuliah ANAK di Program Studi S1 Keperawatan Dharma Husada Bandung.
Makalah ini mencoba memaparkan wacana penatalaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan Penyakit Mekonium Aspirasi Sindrom ( MAS )
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak demi perbaikan dan penambahan wawasan kami di masa yang akan datang
Demikian karenanya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi pembaca pada umumnya terima kasih



     Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
          Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan tanda-tanda yangdiakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam akses pernafasan bayi. Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium yaitu cairan amnion yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi.  Mekonium sanggup keluar di dalam kandungan bila terjadi stres /kegawatan intrauterin.Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan  penyumbatan parsial ataupun total pada akses pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu,mekonium juga mengakibatkan iritasi dan peradangan pada akses udara,menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. Cairan amnion yang terwarna-mekonium ditemukan pada 5-15% kelahiran, tetapi sindrom ini biasanya terjadi pada bayi cukup bulan atau lewat bulan. Pada 5% bayi yang berkembang pneumonia aspirasi, dimana 30% darinya memerlukan ventilasi mekanis dan 5-10 persennya sanggup meninggal. Kegawatan janin dan hipoksia terjadi bersama dengan masuknya meconium kedalam cairan amnion.

B.        Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas sanggup dirumuskan persoalan yaitu “Bagaimana asuhan keperawatan pada klien anak yang menderita Mekonium Aspirasi Sindrom ( MAS ) ?

C.       Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk menawarkan pengetahuan , menawarkan informasi dan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada klien anak yang menderita Mekonium Aspirasi Sindrom ( MAS ).

D.       Metode
Metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini diantaranya melalui media literatur perpustakaan dan elektronik

E.        Sistematika
Secara umum makalah ini terbagi menjadi tiga cuilan diantaranya; BAB I wacana Pendahuluan, BAB II yang berisi Pembahasan dan BAB III wacana kesimpulan dan saran.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
Ø  Sindroma aspirasi mekonium (SAM) yaitu kumpulan tanda-tanda yang  diakibatkan oleh terhisapnya mekonium / cairan amnion mekonial  ke dalam akses pernafasan  bayi.
Ø  Sindroma aspirasi mekonium (SAM) yaitu salah satu penyebab yang paling sering mengakibatkan kegagalan pernapasan pada bayi gres lahir aterm maupun post-term. Kandungan mekonium antara lain yaitu sekresi gastrointestinal, hepar,dan pancreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo.lahir dikala di dalam uterus atau dikala bernafas pertama kali.

B.     Etiologi
·         Asfiksiafetal
·         Prolonged labour
·         Peningkatan acara usus janin.
·         Cairan amnion yang mengandung mekoneum terinhalasi oleh bayi. Mekonium sanggup keluar (intrauterin) bila terjadi stres/kegawatan intrauterin.

C.    Faktor Risiko
1.      Usia kehamilan melebihi 40 ahad ( Postterm )
2.      Berat tubuh lahir rendah. Bedakan dengan prematuritas, dimana SAM jarang terjadi bila bayi lahir sebelum 34 minggu. Dengan demikian, prematuritas bukan faktor risiko untuk terjadinya SAM
3.      Kesulitan dalam melahirkan
4.      Pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, DM pada ibu, ibu yang perokok berat/penderita penyakit paru kronik/penyakit kardiovaskular

D.    Insidensi
Cairan amnionmekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% bayi ini. Dan sepertiga diantaranya membutuhkan proteksi ventilator. Adanya mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada kelahiran preterm. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis sehabis kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi mungki terjadi intrauterine sebelum dilahirkan.

E.     Patofisiologi
SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal distress. Pada keadaan ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia (kurangnya oksigen di dalam jaringan). Hipoksia jaringan mengakibatkan terjadinya peningkatan acara usus disertai dengan melemasnya spinkter anal. Maka lepaslah mekonium ke dalam cairan amnion.
Asfiksia dan banyak sekali bentuk stres intrauterin sanggup meningkatkan peristaltik usus janin disertai relaksasi sfinkter ani eksterna sehingga terjadi pengeluaran mekoneum ke cairan amnion. Saat bayi dengan asfiksia menarik napas (gasping) baik in utero atau selama persalinan, terjadi aspirasi cairan amnion yang bercampur mekoneum ke dalam akses napas. Mekoneum yang tebal mengakibatkan obstruksi jalan napas, sehingga terjadi gawat napas.
Sindroma ini biasanya terjadi pada infant full-term. Mekonium ditemukan pada cairan amnion dari 10% dari keseluruhan neonatus, mengindikasikan beberapa tingkatan aspiksia dalam kandungan. Aspiksia menimbulkan peningkatan peristaltik intestinal sebab kurangnya oksigenasi fatwa darah menciptakan relaksasi otot spincter anal sehingga mekonium keluar. Mekonium tersebut terhisap dikala janin dalam kandungan.
Aspirasi mekonium mengakibatkan obstruksi jalan nafas komplit atau partial dan vasospasme pulmonary. Partikel garam dalam mekonium bekerja menyerupai detergen, menimbulkan luka bakar kimia pada jaringan paru. Jika kondisi berkelanjutan akan terjadi pneumothoraks, hipertensi pulmonal persisten dan pneumonia sebab bakteri.
Dengan intervensi yang adekuat, gangguan ini akan membaik dalam beberapa hari, tetapi angka selesai hidup mencapai 28% dari seluruh kejadian. Prognosis tergantung dari jumlah mekonium yang teraspirasi, derajat infiltrasi paru dan tindakan suctioning yang cukup. Suctioning termasuk aspirasi dari nasofaring selama kelahiran dan juga suctioning pribadi pada trachea melalui selang endotracheal sehabis kelahiran jikalau mekonium ditemukan.
 
F.        Manifestasi klinis / Gejala dan Tanda
Cairan ketuban berwarna hijau bau tanah sanggup jernih maupun kental, mekonium pada cairan ketuban, noda kehijauan pada kulit bayi, kulit bayi tampak kebiruan (sianosis), pernafasan cepat (takipnea) , sesak nafas (apnea), frekuensi denyut jantung janin rendah sebelum kelahiran , skor APGAR yang rendah , bayi tampak lemas , auskultasi: bunyi nafas asing Kadang-kadang terdengar ronki pada kedua paru. Mungkin terlihat emfisema atau atelectasis

G.    Komplikasi
1.      Displasia bronkopulmoner  
2.      Pneumotoraks
3.      Aspirasi pnemonia
Bayi yang menderita SAM berat memiliki kemungkin lebih besar untuk menderita mengi (wheezing) dan bisul paru dalam tahun pertama kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik.
Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru kronik, bahkan mungkin juga menderita keanehan perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang terjadi, SAM sanggup menimbulkan kematian

H.    Pemeriksaan penunjang
·      Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero    posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akhir obstruksi dan terdapatnya pneumothorax  ( citra infiltrat garang dan iregular pada paru )
·      Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik dengan    penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2

I.       Penatalaksanaan medis
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]). Tata laksana yang dilakukan biasanya mencakup :
  1. Umum
    Jaga semoga bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.
  2. Farmakoterapi
    Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa bisul ventilasi mekanik.
  3. Fisioterapi
    Yang dilakukan yaitu fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental.
  4. Pada SAM berat sanggup juga dilakukan:
·            Pemberian terapi surfaktan.
·            Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen tinggi ke dalam paru bayi.
·            Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat di dalam ventilator. Penambahan ini berkhasiat untuk melebarkan pembuluh darah sehingga lebih banyak darah dan oksigen yang hingga ke paru bayi.
Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut dipertimbangkan untuk memakai extra corporeal membrane oxygenation (ECMO). Pada terapi ini, jantung dan paru buatan akan mengambil alih sementara fatwa darah dalam tubuh bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka.

J.         ASUHAN KEPERAWATAN
1.            PENGKAJIAN FISIK
a.       Riwayat antenatal ibu
b.      Status infant dikala lahir
-          Stress intra uterin
-          Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
-          Apgar skor dibawah 5
-          Terdapat mekonium pada cairan amnion
-          Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
-          Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x pernafasan per menit),   grunting, retraksi, dan nasal flaring
-          Peningkatan bunyi nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah mekonium dalam paru
-          Cyanosis
-          Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero posterior (AP)
c.       Pengkajian Behavioral
-          Disminished activity
2.            DIAGNOSA KEPERAWATAN  YANG MUNGKIN
a.          Resiko tingi insufisiensi pernafasan berafiliasi dengan aspirasi meconium
b.         Koping keluarga yang tidak efektif berafiliasi dengan kecemasan, rasa bersalah dan kemungkinan perawatan jangka panjang
c.          Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berafiliasi dengan peningkatan kebutuhan kalori.
d.         Kecemasan orangtua berafiliasi dengan kemungkinan selesai hidup pada infant, respon terhadap perawatan yang lama, dan pemberian proteksi ventilator
e.          Resiko tinggi deficit volume cairan berafiliasi dengan IWL dari peningkatan pernafasan
f.          Resiko tinggi bisul berafiliasi dengan pneumonia sebagai akhir mekonium pada paru
g.         Resiko tinggi injury berafiliasi dengan komplikasi pneumothoraks, atelectasis
h.         Kegagalan pertukaran gas berafiliasi dengan pneumonitis chemical dan kegagalan fungsi paru akhir aspirasi meconium
i.           Inefektif bersihan jalan nafas berafiliasi dengan aspirasi meconium
j.           Deficit pengetahuan orangtua berafiliasi dengan perawatan jangka panjang sehabis kepulangan.
3.            Intervensi keperawatan
a.      Resiko tingi insufisiensi pernafasan berafiliasi dengan aspirasi meconium
Tujuan : Mencegah dan mengeluarkan mekonium yang teraspirasi pada dikala lahir atau   setelahnya
Intervensi
o    Observasi kebutuhan akan suctioning nasofaring dikala kepala bayi lahir.
R : Mekonium dalam  cairan amnion merupakan indikasi dilakukan suction sebelum bayi gres lahir bernafas
o    Lakukan suction pada trakhea infant dengan selang endotrakheal sehabis kelahiran.
R : Prosedur ini dilakukan sebelum menstimulasi infant jikalau ditemukan mekonium untuk mencegah aspirasi lebih lanjut
o    Lanjutkan suction pada ekspresi bayi untuk mengeluarkan partikel mekonium yang lebih besar.
R : Infant yang teraspirasi mekonium memerlukan resusitasi, khususnya infant yang mengalami disstress pernafasan
o    Berikan istirahat dan ketenangan pada infant.
R : Menangis atau agitasi sanggup meningkatkan tekanan intra thorakal, mengakibatkan pneumothorax
Tujuan
Identifikasi dan minimalkan kegagalan pernafasan sehabis kelahiran
Intervensi :
o    Kaji status respirasi yang mengindikasikan aspirasi mekonium dan memerlukan tindakan  segera menyerupai :
-          frekuensi, kedalaman dan takipnea ( frekuensi nafas lebih dari 60 x/menit). Peningkatan frekuensi nafas memilih peningkatan kebutuhan oksigen
-          Grunting. Suara grunting terjadi sebab penutupan glottis untuk menghentikan ekshalasi udara dengan desakan udara ke pita suara
-          Nasal flaring.
-          Retraksi dengan penggunaan otot bantu nafas. Retraksi mengindikasikan distensi paru yang tidak adekuat selama inspirasi
-          Cyanosis. Cyanosis terjadi sebab penurunan kadar oksigen dalam tubuh.
-          Analisa gas darah memperlihatkan peningkatan PCO2 dan penurunan PO2. Nilai tersebut mengindikasikan adanya acidosis
-          Hasil serial ronqen dada.
R : Dapat mengindikasikan atelektasis, hiperinflasi atau pneumothoraks
o    Berikan therapi oksigen dan ventilasi mekanik dengan tekanan positif. Ventilasi mekanik kadang diharapkan kadang tidak.
R : Tekanan konkret diberikan sehabis therapy bronkoskopi atau laringotrakheal untuk mencegah masuknya mekonium ke jalan nafas yang lebih kecil.
o    Set ventilator mekanik untuk menawarkan tekanan yang lebih tinggi dengan frekuensi nafas pendek (60 – 70 x /menit.
R : Setting ini diharapkan untuk menawarkan ventilasi alveoli cuilan distal pada infant dengan aspirasi mekonium berat
o    Pertahankan hiperoksigenasi dan nilai pH/AGD pada 7,45 – 7,55 dengan PCO2 22 – 30 mmHg. Hiperoksigenasi mencegah sirkulasi fetal persisten. R : Keadaan alkalosis respiratorik membentu menurunkan vasokontriksi paru pada infant dengan aspirasi mekonium.
o    Berikan fisiotherapi dengan perkusi dan vibrasi setiap 1 – 2 jam. Gunakan percussor atau vibr4t0r jikalau infant sanggup mentoleransi treatment.
R : Prosedur ini membantu mengeluarkan sekresi tapi mekanisme ini dilakukan tergantung pada kondisi infant
o    Cegah komplikasi bisul (pneumonitis) dengan pemberian antibiotik IV sesuai pesanan (seperti ampicillin).
R : Antibiotik menghancurkan basil dengan memecah dinding sel basil sehingga sel basil mati.
o    Berikan aminoglycosides sesuai pesanan menyerupai kanamisin. Monitor kadar serum bayi.
R : Aminoglycosides menghancurkan basil dengan menghambat sintesis protein sehingga sel basil mati. Berikan secara pelahan untuk mencegah toksisitas ginjal. Memonitor level serum memaksimalkan efeltifitas therapi obat.
o    Jika dipesankan, berikan steroid untuk menurunkan respon inflamasi mekonium.
R : Walaupun obat hidrokortison merupakan pilihan tetapi penggunaannya masih diperdebatkan.
o    Siapkan infant untuk pembedahan dan pemasangan Extracorporeal Membrane Oksigenation (ECMO) Pump jikalau infant mengalami kerusakan fungsi paru yang berat. CCMD mempertahankan pertukaran dan perfusi gas. Pembedahan dilakukan untuk menanam dua tube kecil di leher dan menghubungkannnya dengan mesin ECMO yang memompakan darah melalui paru artificial.
R : Prosedur ini memepertahankan infant tetap hidup hingga paru sanggup didukung dengan ventilasi mekanik. Jika ECMO dipakai
o    Kaji intake dan output cairan infant.
R : Mempertahankan keseimbangan cairan penting untuk mencegah overload cairan.
o    Monitor PO2 atau nilai oksimetri.
R : Nilai tersebut untuk mengevalusi oksigenasi jaringan
o    Kaji status neurologik infant.
R : Tanda neurologik memperlihatkan perubahan status oksigenasi
o    Suction akses endotrakheal sesuai pesanan.
R : Suctioning mempertahankan patensi jalan nafas dan membantu treatment.

b.      Koping keluarga yang tidak efektif berafiliasi dengan kecemasan, rasa bersalah dan kemungkinan perawatan jangka panjang
Tujuan : Meminimalkan kecemasan, rasa bersalah dan menawarkan dukungan selama krisis situasi.
Intervensi dan Rasional
o    Kaji ekpressi verbal dan non verbal, perasaan dan penggunaan koping mekanisme.
R : Data tersebut diharapkan untuk membantu perawat untuk membangun koping yang konstruktif pada keluarga
o    Anjurkan orangtua mengungkapkan perasaannya wacana keadaan sakit anaknya, perawatan yang lama, dan mekanisme yang dilakukan pada anaknya.
R : Verbalisasi membantu mempertahankan rasa percaya, menurunkan tingkat kecemasan orangtua dan meningkatkan keterlibatan orangtua
o    Berikan informasi yang konsisten dan akurat tetang kondisi dan perkembangan bayinya, perawatan di masa yang akan datang, dan potensial problem pernafasan.
R : Informasi akan menurunkan kecemasan terhadap keadaan bayinya.
o    Anjurkan keluarga berkunjung, ikut menawarkan perawatan bila mungkin. R : Kunjungan, komunikasi dan partisipasi pada perawatan infant membantu proses bounding
o    Informasikan kepada orangtua wacana kebutuhan sehabis pulang dan intruksikan mekanisme yang penting dikala di rumah.
R : Beberapa infant membutuhkan proteksi ventilator sehabis pulang ke rumah.
o    Rujuk orangtua pada perawat komunitas dan informasikan wacana akomodasi kesehatan yang bisa dihubungi.
R : Rujukan menawarkan support kepada keluarga untuk terus mengontrol keadaan bayinya.



BAB III
PENUTUP


A.       Kesimpulan
Asuhan keperawatan yang paripurna harus dilaksanakan dengan kompeten dan professional semoga sanggup mencapai tingkat homeostatis maksimal bagi klien anak.Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegakkan untuk membantu klien anak mencapai tingkat optimalisasi dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akhir Penyakit Mekonium Aspirasi Sindrom ( MAS ).

B.        Saran
Untuk menjadikan makalah ini menjadi makalah yang tepat maka harus disertai saran-saran yang bersifat mendorong dan membangun, saran - saran itu antara lain :
1.   Kita hendaknya lebih memahami Penyakit Mekonium Aspirasi Sindrom ( MAS )  dalam meningkatkan pelayanan pada penderita/ anak khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan.
2.   Kita hendaknya bisa dan mau mempelajari makalah “Asuhan Keperawatan Anak Dengan Penyakit Mekonium Aspirasi Sindrom ( MAS )”,untuk menambah pengetahuan dibidang ilmu keperawatan khususnya, dan dibidang pelayanan pemberian asuhan keperawatan pada umumnya.
Demikian saran dari kami semoga apa yang kami sajikan sanggup bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya



DAFTAR PUSTAKA

Melson, Kathryn A. & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Palnning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse, 1994
Wong, Donna L., Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby Year Book Inc, Missouri 1996.
Doengoes, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

Sumber http://macrofag.blogspot.com