Sunday, April 23, 2017

√ Komunikasi Terapeutik Yang Benar Untuk Perawat

Seorang perawat tentu paham betul perihal apa itu pengertian komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik yang baik dan benar harus dikuasai oleh seorang perawat biar supaya proses asuhan keperawatan sanggup berjalan dengan baik sehingga dapat membantu mempercepat penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mendorong penyembuhan yang bisa diaplikasi kan ke semua tipe pasien, referensi anak-anak, lansia dan juga pasien dengan penyakit kronis ibarat DM dan hipertensi.

Contoh gambar Komunikasi terapeutik perawat dengan pasien lansia
Komunikasi terapeutik adalah keterampilan yang harus dikuasai perawat untuk membantu pasien menyesuaikan diri terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis, dan berguru bagaimana berafiliasi dengan orang lain.(Northouse, 1998).

Sedangkan berdasarkan DepKes RI komunikasi terapeutik ialah komunikasi yang mendorong penyembuhan pasien.

Fungsi Dan Tujuan Komunikasi terapeutik

Komunikasi terapeutik berfungsi untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dengan pasien melalui kekerabatan terapeutik, Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji duduk masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.

Tujuan komunikasi terapeutik
  • Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan fikiran serta sanggup mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada, bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
  • mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil keputusan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
  • mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri

Jenis - jenis komunikasi terapeutik

Dalam buku purba tahun 2003, Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995), komunikasi terapeutik dibagi dalam tiga jenis komunikasi, yaitu :

1. Komunikasi verbal

Komunikasi terapeutik jenis ini paling sering digunakan dalam rumah sakit alasannya kamunikasi terapeutik lisan biasanya lebih terperinci dan akurat. Kata-kata ialah alat atau simbol yang digunakan untuk mengekspresikan inspirasi atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. komunikasi lisan mempunyai laba yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

2. Komunikasi tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, ibarat komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.

3. komunikasi non verbal

Komunikasi non-verbal ialah pemindahan pesan tanpa memakai kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk memberikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan lisan dan non-verbal yang disampaikan pasien mulai dan dikala pengkajian hingga penilaian asuhan keperawatan, alasannya arahan non lisan menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Menurut Arwani (2002) ada tiga hal fundamental yang memberi ciri- ciri komunikasi terapeutik antara lain:
  • Keikhlasan (Genuiness)
Perawat harus menyadari perihal nilai, perilaku dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan pasien. Perawat yang bisa memperlihatkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai perilaku yang dipunyai terhadap pasien sehingga bisa berguru untuk mengkomunikasikan secara tepat.
  • Empati (Empathy)
Empati merupakan perasaan ”pemahaman” dan ”penerimaan” perawat terhadap perasaan yang dialami pasien dan kemampuan mencicipi dunia pribadi pasien. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman diantara orang yang terlibat komunikasi.
  • Kehangatan (Warmth)
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong pasien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya bahaya memperlihatkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap pasien. Sehingga pasien akan mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.

Metode atau teknik Komunikasi Terapeutik

Dalam ‘Buku Saku Keperawatan Jiwa’ Stuart dan Sundeen (1998) menyebutkan metode atau teknik yang digunakan dalam komunikasi terapeutik dalam bidang keperawatan yaitu :
  • Mendengarkan dengan penuh perhatian: perawat harus menjadi pendengar yang aktif, beri kesempatan pasien untuk lebih banyak berbicara. Dengan begitu perawat sanggup mengetahui perasaan pasien.
  • Menunjukkan penerimaan: mendapatkan bukan berarti menyetujui, namun kesediaan untuk mendengarkan tanpa memperlihatkan keraguan atau ketidaksetujuan akan apa yang dikatakan pasien.
  • Menanyakan pertanyaan yang berkaitan: ini dilakukan untuk mendapatkan gosip spesifik mengenai hal yang diampaikan pasien. (baca: Analisis Framing)
  • Mengulangi ucapan pasien menggunakan kata-kata sendiri: ini dilakukan untuk mendapatkan umpan balik. Bahwa perawat mengerti pesan pasien, dan berharap komunikasi dilanjutkan kembali.
  • Mengklasifikasi: perjuangan perawat untuk menjelaskan kata-kata inspirasi atau pikiran yang kurang terperinci dari pasien.
  • Memfokuskan: Bahan pembicaraan dibatasi biar pembicaraan lebih spesifik.
  • Menyatakan hasil observasi: perawat menguraikan kesan yang didapatnya dari arahan nonverbal yang dilakukan pasien.
  • Menawarkan informasi: memperlihatkan pelengkap gosip yang bertujuan untuk memfasilitasi pasien dalam mengambil keputusan.
  • Diam: dengan diam, pasien dan perawat mempunyai kesempatan untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Mengorganisir pikiran dan memproses gosip yang didapatkan.
  • Meringkas: pengulangan inspirasi utama secara singkat.
  • Memberi penghargaan kepada pasien.
  • Memberi pasien kesempatan untuk memulai pembicaraan, memberi inisiatif dalam menentukan topic pembicaraan.
  • Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan, dalam metoda ini perawat memperlihatkan pasien kesempatan untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang berlangsung.
  • Menempatkan bencana secara berurutan, untuk membantu perawat juga pasien melihatnya dalam suatu perspektif.
  • Memberikan pasien kesempatan untuk menguraikan persepsinya.
  • Refleksi: memperlihatkan pasien kesempatan untuk mengemukakan dan mendapatkan inspirasi dan perasaannya sebagai potongan dari dirinya.

Komponen komunikasi terapeutik

Agar sanggup terbentuknya sebuah komunikasi terapeutik yang baik ialah dengan adanya komponen-komponen yang harus ada supaya komunikasi terapeutik sanggup terlaksana.
  • Pengirim (Komunikator) " Perawat"
  • Pesan (Topik yang ingin disampaikan)
  • Penerima (Komunikan) "Pasien"
  • Media (Chanel)
  • Umpan Balik
  • Lingkungan

Sikap Komunikasi Terapeutik

Menurut Egan ada lima perilaku yang sanggup memfasilitasi komunikasi yang terapeutik, biar supaya kehadiran komunikator sanggup dirasakan oleh pasien dalam sebuah komunikasi terapeutik yaitu :
  1. Berhadapan Artinya dari posisi ini ialah “Saya siap untuk anda”.
  2. Mempertahankan kontak mata, Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
  3. Membungkuk ke arah pasien, Posisi ini memperlihatkan keinginan untuk menyampaikan atau mendengar sesuatu.
  4. Mempertahankan perilaku terbuka, Tidak melipat kaki atau tangan memperlihatkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
  5. Tetap rileks, Tetap sanggup mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada pasien.

Tahap Komunikasi Terapeutik

Dalam membina kekerabatan terapeutik (berinteraksi) dengan pasien, perawat mempunyai empat tahapan yang pada setiap tahapnya mempunyai kiprah yang berbeda-beda dan harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, dalam Christina, dkk, 2003) :

1. Tahap persiapan (Prainteraksi)

Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan pasien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya, juga mencari gosip perihal pasien. Kemudian perawat merancang seni administrasi untuk pertemuan pertama dengan pasien. Tahap ini harus dilakukan oleh perawat untuk memahami dirinya dan menyiapkan diri (Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan pasien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).

Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan biar perawat bisa mengatasi kelemahannya secara maksimal pada dikala berinteraksi dengan pasien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan bisa memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan pasien dan membina kekerabatan saling percaya (Suryani, 2005).

Mengumpulkan data perihal pasien. Kegiatan ini juga sangat penting alasannya dengan mengetahui gosip perihal pasien perawat bisa memahami pasien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas pasien yang bisa digunakan pada dikala memulai interaksi (Suryani, 2005).

Merencanakan pertemuan yang pertama dengan pasien. Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan pasien. Hal yang direncanakan meliputi kapan, dimana, dan seni administrasi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).

2. Tahap perkenalan (Orientasi)

Perkenalan merupakan aktivitas yang dilakukan dikala pertama kali bertemu atau kontak dengan pasien (Christina, dkk, 2002). Pada dikala berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada pasien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada pasien dan ini diharapkan akan mendorong pasien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini ialah untuk memvalidasi keakuratan data dan planning yang telah dibentuk dengan keadaan pasien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang kemudian (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

Membina rasa saling percaya, memperlihatkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan kekerabatan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), alasannya tanpa adanya rasa saling percaya mustahil akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina kekerabatan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, mendapatkan pasien apa adanya, menepati janji, dan menghargai pasien (Suryani, 2005).

Merumuskan kontrak pada pasien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada dikala merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan pasien agar tidak terjadi kesalah pahaman pasien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya keinginan yang terlalu tinggi dari pasien terhadap perawat alasannya pasien menganggap perawat ibarat yang kuasa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri pasien sendiri (Suryani, 2005).

Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi duduk masalah pasien. Pada tahap ini perawat mendorong pasien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memperlihatkan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat sanggup mendorong pasien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga sanggup mengidentifikasi duduk masalah pasien. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama pasien karena tanpa keterlibatan pasien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan sesudah pasien diidentifikasi.

Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya, tujuan fase ini ialah memvalidasi keakuratan data, planning yang telah dibentuk dengan keadaan pasien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama pasien (Cristina, dkk, 2002).

3. Tahap kerja

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan pasien bekerja gotong royong untuk mengatasi duduk masalah yang dihadapi pasien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong pasien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons lisan maupun nonverbal pasien.

Pada tahap ini perawat perlu melaksanakan active listening alasannya kiprah perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menuntaskan duduk masalah pasien. Melalui active listening, perawat membantu pasien untuk mendefinisikan duduk masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan duduk masalah yang telah dipilih.

Perawat juga diharapkan bisa menyimpulkan percakapannya dengan pasien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan perjuangan untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-pasien memiliki pikiran dan inspirasi yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan ialah membantu pasien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)

4. Tahap terminasi

Terminasi merupakan final dari pertemuan perawat dengan pasien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi final (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Terminasi sementara ialah final dari tiap pertemuan perawat-pasien, sesudah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan pasien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi final terjadi jikalau perawat telah menuntaskan proses keperawatan secara keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut penilaian objektif. Dalam mengevaluasi, perawat dihentikan terkesan menguji kemampuan pasien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.

Melakukan penilaian subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan pasien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan pasiensetelah berinteraksi dengan perawat. Apakah pasien merasa bahwa interaksi itu sanggup menurunkan kecemasannya? Apakah pasien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru mengakibatkan duduk masalah gres bagi pasien.

Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk pasien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada final interaksi pasien sudah memahami perihal beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta pasien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.

Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibentuk biar terdapat kesepakatan antara perawat dan pasien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibentuk termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.

Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-pasienmerupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jikalau hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan sanggup terjadi lagi pada pasien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, tenggang rasa dan responsif terhadap kebutuhan pasien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

Download Contoh komunikasi terapeutik =DISINI=

Sumber http://bangsalsehat.blogspot.com