Thursday, June 29, 2017

√ Awal Kebangkitan Jurnalistik Indonesia

Bagaimana sejarah awal kebangkitan jurnalistik Indonesia ?


Sejak bergulirnya kejadian reformasi pada tahun 1998, wajah media Indonesia kemudian mengalami perubahan yang fundamental.


Perubahan media Indonesia fasilitas menjadi lebih vulgar, lebih terbuka, independen, dan sangat informatif terhadap informasi baru. Sebuah fenomena yang di masa Orde Baru sulit diperoleh, kecuali pada media-media yang bergerak di bawah tanah (underground).


Pada masa itu, media cenderung berpusat pada isu-isu elitis perkotaan, lebih banyak didominasi berorientasi pada kepentingan pemerintahan, dan selalu menghindar dengan cara melaksanakan sensor (sel censorship) dari pemberitaan yang kontra penguasa. Kala itu media tidak berani memberitahukan “keborokan” pemerintah.


Bagaimana sejarah awal kebangkitan jurnalistik Indonesia  √ Awal Kebangkitan Jurnalistik Indonesia

Gambar Ilustrasi. Dunia jurnalistik tidak dapat dibentuk layaknya kereta api yang telah ditentukan arah jalannya oleh pemerintah (Foto: siswapedia)


Salah satu model self censorship yang ekstrim yakni dengan mengumbar hiburan sebanyak, dan sevulgar mungkin. Akibatnya, media makin terasing dari kebutuhan ril masyarakat, dan masyarakat sendiri terisolasi dari kesadaran, fungsi kritis, serta hak-hak asasi yang harus mereka peroleh dari pemerintah yang berkuasa.


Media Sebagai Penyetir Kelanggengan Pemerintah


Citra media sebagai panutan informasi di masa krisis pasca kemerdekaan bermetamorfosis media sekunder, alias sekedar teman pelepas lelah di masa Orde Baru saja. Tidak dapat dielakan kalau kemudian media menjadi semakin mencuat sesudah masa Orde Baru berakhir.


Sistem politik Orde Baru yang represif berhasil membungkam media. Membuat beberapa koran, media TV, maupun media radio sebagai korban paling parah.


Banyak para jurnalis, redaktur, maupun pemimpin redaksi yang harus rela mencicipi dinginnya lantai penjara alasannya yakni memberitakan kebijakan pemerintah yang dinilai mengsengsarakan rakyat.


Selain diharamkan menciptakan informasi sendiri dan dihentikan memberitakan keburukan pemerintah. Media televisi, koran, dan radio swasta juga diharuskan menyiarkan berita-berita keberhasilan pemerintah yang “memuakan” itu melalui RRI.


Saat reformasi datang, perkembangan jurnalistik kemudian menjadi semakin bergairah. Jurnalistik ibarat menemukan semangat sejati sebagai manusia independen, dan media yang bertanggung jawab ke publik.


insan media kemudian banyak memperlihatkan produk jurnalistik yang bebas dari “kerangken” pemerintah, demikian ibarat dikutip dalam buku Jurnalistik, dan Kebebasan Pers, Hamdan Daulay.


Berbagai media kemudian menyiarkan detik-detik peralihan kekuasaan dari Soeharto ke Habibie, kemudian terpilihnya Gusdur melalui pemungutan bunyi yang demokratis sebagai presiden RI keempat.


Selain makin diminati, dan meraih banyak pendengar. Program jurnalisme radio juga berubah menghasilkan investasi komersial yang lebih menggiurkan, terutama terhadap televisi yang sudah cukup konsisten berjurnalistik.


Era media yang hanya diizinkan untuk menciptakan konten hiburan sudah berakhir. Tapi sekarang media sudah dapat ikut andil dalam menjaga logika berdemokrasi.


Jurnalistik Sebagai Fungsi Sosial


Di dalam proses komunikasi sosial, tugas ideal media yakni mewadahi sebanyak mungkin kebutuhan akan informasi pendidikan, ekonomi, politik, dan hiburan.


Tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan tersebut, maka media tersebut akan kehilangan fungsi sosialnya, kehilangan pendengar, dan pada hasilnya akan diganggu gugat oleh masyarakat. Sebab tidak mempunyai kegunaan bagi mereka.


Sikap Kritis Masyarakat Terhadap Media


Dalam pemahaman modern, masyarakat bukan lagi objek yang memakai telinganya untuk menyimak sebuah jadwal secara “manutan”. Namun masyarakat telah memakai logika pikir kritis dan sekaligus rasa tenggang rasa yang dalam ketika menikmati jadwal jurnalistik.


Jika jadwal yang ditayangkan pada media tidak sesuai dengan nalar, dan nurani mereka. Maka mereka akan mengkritisnya dengan melaksanakan serangkain protes.


Berkaitan dengan perilaku kritis yang semakin besar lengan berkuasa dikalangan masyarakat. Maka media mau tak mau harus mengelola seprofeional mungkin program-program jurnalistiknya.


Jika media kontenya tidak lagi netral, bahkan jadwal siaranya mengarah pada hal yang provokatif. Maka media dapat saja menciptakan kerusuhan pada masyarakat yang penuh darah.


Dalam hal ini, ketenteraman dan stabilitas masyarakat sangat ditentukan oleh keprofesinalitasan media dalam mengelola program-programnya itu sendiri.



Sumber https://www.siswapedia.com