BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan penduduk pada suatu negara selalu mengalami perubahan yang disebabkan oleh faktor kelahiran dan kematian. Pertumbuhan penduduk tidak akan sama pada setiap daerah, provinsi atau kota di Indonesia. Daerah yang menjadi sentra pendidikan biasanya mengalami pertumbuhan penduduk yanng lebih besar dibanding kawasan lainnya.
Semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar jumlah sekolah, guru, sarana dan prasarana atau akomodasi yang harus disediakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tersebut.oleh lantaran itu dibutuhkan data yang sanggup dijadikan contoh untuk melaksanakan proyeksi pendidikan.
Salah satu sumber data kependudukan yang dianggap paling lengkap dan akurat ialah sensus. Akan tetapi sensus dilakukan setiap 5 tahun sekali bahkan pada umumnya di negara yang sedang berkembang dilakukan 10 tahun sekali, sehingga tidak sanggup memenuhi undangan data secara mendesak untuk suatau keperluan tertentu.
Untuk tujuan perencanaan pembangunan dan evaluasi program, baik oleh pemerintah sentra maupun pemerintah kawasan dibutuhkan data-data kependudukan tidak hanya besar/jumlahnya saja tetapi komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin serta karakteristik sosial ekonomi baik pada ketika kini maupun untuk masa yang akan datang.
Untuk tujuan tersebut dibutuhkan teknik estimasi ataupun proyeksi jumlah penduduk dimasa mendatang beserta struktur umurnya. Proyeksi itu sendiri mempunyai banyak unsur pendukung di dalamnya. Dalam makalah ini selain proyeksi penulis juga akan menjelaskan wacana fertilitas, mortalitas dan proyeksi hal – hal yang berkaitan dengan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilema dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Proyeksi Penduduk?
2. Apa yang dimaksud dengan Fertilitas?
3. Apa yang dimaksud dengan Mortalitas?
4. Bagaimana cara menghitung proyeksi siswa ?
5. Bagaimana cara menghitung proyeksi guru ?
6. Bagaimana cara menghitung proyeksi akomodasi pendidikan ?
7. Bagaimana cara menghitung proyeksi biaya ?
C. Tujuan penulisan
Dalam penulisan makalah ini tujuan yang ingin dicapai ialah sebagai berikut:
1. Mengetahui wacana proyeksi penduduk.
2. Mengetahui wacana Fertilitas.
3. Mengetahui wacana Mortalitas.
4. Mengetahui cara menghitung proyeksi guru ?
5. Mengetahui cara menghitung proyeksi akomodasi pendidikan ?
6. Mengetahui cara menghitung proyeksi biaya ?
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari makalah dan pembahasan dalam makalah ini adalah:
1. Paham wacana Proyeksi penduduk.
2. Paham wacana Fertilitas.
3. Paham wacana Mortalitas.
4. Paham wacana Proyeksi Guru, akomodasi dan biaya pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proyeksi
Konsep Proyeksi
Proyeksi ialah suatu acara memperkirakan suatu kondisi di masa depan berdasarkan data dan warta di masa lampau dan masa kini. Berbeda dengan asumsi yang disebut dengan forcasting (peramalan) yang biasanya tidak memakai atau tidak membutuhkan data perkembangan di masa lampau tetapi lebih mengutamakan aspek spiritual, intuisi, dan trial and error.
Dalam melaksanakan proyeksi, kita terlebih dahulu harus mempunyai data perkembangan penduduk di masa kemudian dan masa kini, dengan mencari trend pertumbuhan penduduk di masa kemudian dalam bentuk persentase. Angka persentase inilah yang dijadikan sebagai koefisien terhadap data penduduk pada tahun terakhir pada data dan untuk contoh tahun berikutnya yang belum terjadi di masa depan.
Proyeksi Penduduk
Kegiatan proyeksi penduduk merupakan suatu kegiatan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada masa yang akan tiba dengan memperhitungkan data penduduk di masa lampau dan masa kini, terutama yang terkait dengan musim atau kecenderungan-kecenderungan yang mensugesti pertumbuhannnya.
Dalam melaksanakan acara proyeksi penduduk, banyak memakai rumus-rumus statistik, dan akan menghasilkan data dan warta dalam bentuk grafik yang berisi wacana pertumbuhan penduduk di masa depan untuk setiap tahun, termasuk kecenderungan-kecenderungan yang mensugesti pertambahan penduduk dari tahun ke tahun.
Dasar penting dari dilema demografi ialah nilai rata-rata dari tingkat perkembangan penduduk. Ini sangat mempunyai kegunaan dalam membantu perencanaa pendidikan dalam melaksanakan proyeksi penduduk. Untuk sanggup melaksanakan perhitungan mencari rata-rata perkembangan penduduk, dibutuhkan data penduduk di suatau wilayah tertentu.
Tabel data penduduk Indonesia Tahun 2000 – 2010
Tahun | Jumlah Penduduk (dalam ribuan) |
2000 | 120.149 |
2001 | 123.115 |
2002 | 126.088 |
2003 | 129.083 |
2004 | 132.110 |
2005 | 135.190 |
2006 | 138.342 |
2007 | 141.579 |
2008 | 144.912 |
2009 | 148.349 |
2010 | 151.895 |
Sumber : Matin ( 2013 )
Dari data di atas, sanggup kita cari rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia selama 10 tahun dengan cara melaksanakan perhitungan rumus sebagai berikut:
% perkembangan penduduk =
Pο = Penduduk pada tahun tertentu
Pn = Penduduk pada tahun terakhir
Berdasarkan data di atas, sanggup kita hitung tingkat rata-rata pertumbuhan penduduk sebagai berikut:
% pertumbuhan penduduk ialah = % = 26,4 %
Dari data di atas kiita sanggup menghitung rata-rata perkembangan penduduk tahunana dengan rumus sebagai berikut:
Pn = Po ( 1 + r )ⁿ
Dari data di atas kita sanggup mengetahui:
Po = 120.149
Pn = 151.895
n = 10
untuk menghitung “ r ” dipakai perhitungan scara logaritma dengan rumus sebagai berikut:
Log Pn = Log Po + n log ( 1 + r ) atau
Log ( 1 + r ) =
Dari data logaritma diperoleh data log Pn (log dari 151895) ialah = 5.1815, dan log Po (log dari 120149) ialah = 5.0797. dengan demikian sanggup dihitung:
Log ( 1 + r ) =
1 + r = anti log dari 0,0102 = 1.023, jadi “ r ” = 0,023 atau 2,3 %
Selanjutnya untuk sanggup menghitung jumlah penduduk Indonesia untuk tahun-tahun yang akan datang, contohnya untuk tahun 2011, 2012, 2013, dan seterusnya maka kita memakai rumus proyeksi penduduk sebagai berikut:
T1 = To + ( % PP x To )
T2 = T1 + ( % PP x T1 )
T3 = T2 + ( % PP x T2 ) dan seterusnya
Keterangan:
To = tahun terakhir dalam data
T1 = satu tahun untuk tahun berikutnya
T2 = dua tahun berikutnya dari tahun terakhir dalam data
T3 = tiga tahun berikutnya dari tahun terakhir pada data
% PP = persentase rata-rata pertumbuhan penduduk tahunan di masa lalu
Dari rumus proyeksi dan dari data di atas, kita sanggup menghitung (memproyeksi) jumlah penduduk Indonesia tahun 2011, 2012, dan 2013 sebagai berikut:
Jumlah penduduk tahun 2011 = 151.895 + ( 2,3 % x 151.895 ) = 151.895 + 3.494 = 155.389.
Jumlah penduduk tahun 2012 = 155.389 + ( 2,3 % x 155.395 ) = 155.395 + 3.574 = 158.963.
Jumlah penduduk tahun 2013 = 158.963 + ( 2,3 % x 158.963 ) = 158.963 + 3.494 = 162.619.
Perubahan Penduduk
Jumlah penduduk suatu kawasan atau negara pada setiap ketika selalu berubah. Perubahan ini terjadi lantaran adanya kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi. Dalam interval waktu tertentu jumlah penduduk sanggup mengalami fase bertambah atau berkurang. Bentuk dari perubahan ini ditentukan oleh jumlah aljabar dari besar keempat komponen penyebab perubahan di atas. Oleh lantaran selisih antara jumlah kelahiran dengan jumlah kematian dinamakan pertambahan alamiah, sedangkan selisih antara jumlah imigrasi dengan jumlah emigrasi dinamakan migrasi netto, maka jumlah perubahan penduduk sanggup dirumuskan sebagai jumlah aljabar antara pertambahan alamiah dengan migrasi netto.
Dalam bentuk rumus, perubahan jumlah penduduk dapat ditulis sebagai berikut:
( Pt – Po) = ( B – D ) + ( I – E )
Atau
Pt = Po + ( B – D ) + ( I – E )
Keterangan:
( Pt – Po) = perubahan jumlah penduduk
( B – D ) = pertumbuhan alamiah
( I – E ) = migrasi netto
Pt = jumlah penduduk pada final periode
Po = jumlah penduduk pada awal periode
B = jumlah kelahiran
D = jumlah kematian
I = jumlah imigran
E = jumlah emigran
Bila sensus dilakukan dengan teratur besar perubahan penduduk ini sesungguhnya gampang untuk diukur. Besar perubahan penduduk ialah merupakan selisih jumlah penduduk dari dua sensus yang berturutan. Hasil penrhitungan sensus ini selain sanggup dipakai untuk mengukur besar pertambahan penduduk rata-rata antara dua sensus, dengan teknik proyeksi sanggup pula dipakai untuk mengukur jumlah penduduk pada masa antar sensus. Dalam perhitungan-perhitungan semacam ini, data tersebut perlu dikoreksi terlebih dahulu sebelum digunakan. Karena data setiap hasil sensus selalu mengandung beberapa kesalahan.
Selain dengan teknik proyeksi, untuk mengukur jumlah sensus sanggup pula dipakai metode komponen. Metode komponen hanya sanggup dipakai jikalau pendaftaran kelahiran, kematian, dan migrasi bermutu baik dan selalu dilakukan secara teratur.
Angka Pertambahan Penduduk
Angka pertambahan penduduk ialah angka yang memperlihatkan kecepatan pertambahan penduduk untuk interval waktu tertentu. Untuk memilih angka ini semua komponen yang mempunyai imbas pada pertambahan penduduk menyerupai jumlah awal, kelahiran, kematian, dan migrasi. Sedangkan interval yang dipergunakan ialah sebulan, semusim, setahun atau lebih. Angka pertambahan penduduk pada umumnya dinyatakan secara tahunan.
Kecepatan pada angka pertambahan penduduk sifatnya bermacam-macam. Bergantung pada sifat gerak pertambahan penduduk itu sendiri. Kecepatan ini besarnya sanggup tetap, berubah secara beraturan, berubah secara tidak beraturan, positif atau negatif. Oleh lantaran itu, sensus penduduk biasanya dilakukan hanya 10 tahun sekali, sedangkan survey biasanya dilakukan sekali untuk satu waktu antar sensus. Oleh lantaran itu, data wacana jumlah penduduk ini sesungguhnya sangat tidak memadai untuk memilih secara matematis persamaan atau sifat dari pertumbuhan penduduk itu sendiri. Data yang secara kuantitatif kurang memadai ini masih ditambah kekurangannya dengan derajat ketepatannya yang juga sering diragukan. Kekurang tepatan ini sanggup disebabkan bersumber dari alat ukur, pelaksana, metode, pelaksanaan atau pada respon penduduk yang menjadi obyek dari pengukuran itu sendiri.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, para hebat mengemukakan beberapa bentuk pertumbuhan penduduk tertentu.
1. Angka pertumbuhan linier
Suatu penduduk akan bertambah secara linier bila besar pertambahan penduduk untuk setiap interval waktu selalu sama. Pertambahan jumlah penduduk menyerupai ini sangat sulit ditemui. Karena sifat pertumbuhan penduduk lebih menyerupai dengan sifat pertambahan modal yaitu secara bunga berbunga.
Pertumbuhan penduduk akan mendekati bentuk linier bila besar pertumbuhannya kecil dan interval waktu yang diambil juga kecil. Untuk memproyeksi pertambahan jumlah penduduk secara bulanan, proyeksi dengan pola pertumbuhan linier atau aritmatik ini masih cukup memadai untuk dilaksanakan, namun untuk interval waktu yang lebih besar contohnya tahunan, akan terjadi besarnya penyimpangan pada jumlah pertumbuhan penduduk tersebut.
Angka pertumbuhan penduduk berdasarkan pola pertumbuhan aritmatik sesungguhnya merupakan angka rata-rata pertumbuhan penduduk selama interval waktu tertentu. Untuk mengukur angka pertumbuhan rata-rata penduduk selama satu tahun sanggup dipakai rumus sebagai berikut:
b =
Keterangan:
b = besar pertumbuhan penduduk rata-rata selama satu tahun
Pn = jumlah penduduk pada tahun terakhir
Po = jumlah penduduk pada tahun awal
n = jumlah tahun antara tahun awal dan tahun akhir
Angka pertumbuhan penduduk biasanya tidak dinyatakan dalam satuan berapa penduduk setiap tahunnya. Akan tetapi dinyatakan dalam satuan berapa persen setiap tahunnya. Untuk sanggup menghitung besar angka pertumbuhan semacam ini terlebih dahulu ditentukan jumlah penduduk rata-rata selama interval waktu tersebut. Berikut ialah rumus aritmatik pola pertumbuhan secara linier:
r =
Keterangan:
r = angka pertumbuhan penduduk
b = jumlah pertambahan penduduk rata-rata selama satu tahun interval waktu
Po = jumlah penduduk pada awal periode
Pn = jumlah penduduk pada final periode
Dalam melakuka perhitungan jumlah penduduk selalu mengandung kesalahan. Oleh lantaran itu, sebelum dilakukan penghitungan terlebih dahulu data tersebut untuk diteliti ketepatannya. Ketidak tepatan ini sanggup bersumber dari perubahan cakupan kawasan pengukuran, perubahan definisi yang dipakai dalam pengukuran, dan perubahan dalam ketepatan pengukuran. Berikut contoh perhitungan penduduk secara linier:
Contoh perhitungan linier:
Data dari tiga sensus yang dilakukan di Mesir pada tanggal 26 Maret 1937, tanggal 26 Maret 1947, dan tanggal 20 September 1960. Jumlah penduduk tersebut secara berturut-turut ialah 15.920.694, 18.966.767, dan 26.083.326.
No. | Tanggal | Jumlah penduduk |
1. | 26 Maret 1937 | 15.920.694 |
2. | 26 Maret 1947 | 18.966.767 |
3. | 20 September 1960 | 26.083.326 |
a. Angka pertumbuhan penduduk dari tanggal 26 Maret 1937 hingga tanggal 26 Maret 1947.
Jumlah pertambahan penduduk rata-rata setiap tahun:
b =
b =
b =
b = 304.607
Angka penduduk rata-rata setiap tahun:
r = x 100 %
r =
r = 1,75 %
b. Angka pertumbuhan penduduk dari tanggal 26 Maret 1947 hingga tanggal 20 September 1960.
Interval waktu kedua sensus ini tidak 10 tahun, tetapi 13 tahun 179 hari. Makara besar interval waktunya adalah = 13, 49 tahun. Dengan demikian besar pertambahan penduduk rata-rata setiap tahun adalah:
b =
=
= 527.692
Angka pertumbuhan penduduk rata-rata setiap tahun adalah:
r =
=
= 2,34 %
2. Angka pertumbuhan geometrik
Suatu penduduk akan bertambah secara geometrik bila angka pertumbuhannya tetap, dan perhitungannya dilakukan secara bertahap, contohnya tahun demi tahun. Berbeda dengan pertumbuhan linier yang mempunyai besar pertambahan tetap setiap interval waktu tertentu, pada pertumbuhnan geometris yang tetap ialah angka atau kecepatan pertumbuhannya. Makara besar pertumbuhan penduduknya sendiri selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan jumlah penduduk setiap tahunnya.
Pandangan tumbuh sedikit demi sedikit atau tumbuh bunga berbunga ini sudah sangat sesuai dengan pertumbuhan penduduk. Kelemahannya terletak pada bahwa pertambahan penduduk itu sendiri tidak dianggap terjadi secara terus-menerus setiap saat. Akan tetapi hanya terjadi pada final setiap tahun atau final setiap periode.
Pertumbuhan penduduk yang mengalami pertumbuhan secara geometrik sanggup dihitung dengan rumus sebagai berikut:
P1 = Po ( 1 + r )
P2 = P1 ( 1 + r ) = Po ( 1 + r ) ( 1 + r ) = Po ( 1 + r )²
P3 = P2 ( 1 + r )
= Po ( 1 + r )² ( 1 + r )
= Po ( 1 + r )³
Jadi untuk tahun ke-n, apabila selama masa itu besar angka pertumbuhan penduduknya tetap sebesar r, maka memakai rumus sebagai berikut:
Pn = Po ( 1 + r )ⁿ
Dari rumus tersebut, besar angka pertumbuhan penduduk sanggup dirumuskan sebagai berikut:
1 + r = atau
Dalam rumus ini ialah interval waktu atau banyaknya tahun, sedangkan besaran-besaran lain r, Po dan Pn artinya sama menyerupai masa terdahulu.
Seperti pada perhitungan linier, data yang dibutuhkan dalam penghitungan geometris adalah:
(1) Jumlah penduduk pada tahun awal
(2) Jumlah penduduk pada tahun akhir
(3) Tanggal ketika kedua jumlah penduduk tersebut diukur
Sama halnya dengan pengukuran-pengukuran yang terdahulu sebelum dipakai dalam menghitung, ketepatan data diteliti terlebih dahulu. Bahkan jikalau perlu diadakan perbaikan-perbaikan seperlunya. Setelah itu gres data tersebut sanggup pribadi dipakai ke dalam rumus.
Contoh pengukuran geometris:
Dengan memakai data ketiga sensus dari Mesir terdahulu sanggup dilakukan perhitungan sebagai berikut:
a. Angka pertumbuhan penduduk Mesir dari tanggal 26 Maret 1937 hingga tanggal 26 Maret 1947.
1 + r =
log ( 1 + r ) =
=
= = 0,07602
1 + r = anti log 0,07602 – 1,0177
r = 0,0177 atau
r = 1,77 %
b. Angka pertumbuhan penduduk Mesir dari tanggal 26 Maret 1947 hingga tanggal 20 September 1960.
1 + r =
Log ( 1 + r ) =
=
=
=
= 0, 0102597
1 + r = aⁿtilog 0,0102597
= 1,0239
= 0,0239 atau
= 2,39 %
3. Angka pertumbuhan eksponensial
Seperti halnya pada pertumbuhan geometris, pada pertumbuhan eksponensial angka pertumbuhan setiap tahun besarnya tetap. Perbedaannya ialah bila pada pertumbuhan geometris pertumbuhan tersebut terjadi secara bertahap, artinya bahwa pertambahan penduduk tersebut terjadi setiap saat, atau terjadi terus-menerus. Makara pada pertumbuhan geometris sifat pertambahan penduduknya diskontinyu, sedangkan pada pertumbuhan eksponensial sifatnya kontinyu.
Pertumbuhan penduduk secara eksponensial sanggup dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
Pn = Po e ͬ ⁿ
Dimana = ialah bilangan konstan yang besarnya 2,71828 sedang arti besaran lainnya ialah sama menyerupai terdahulu.
Dari rumus di atas maka besar angka pertumbuhan penduduk sanggup dirumuskan sebagai berikut:
r =
Data yang dibutuhkan untuk pengukuran sama menyerupai pada pengukuran yang terdahulu, yakni jumlah penduduk pada awal dan final periode serta tanggal sempurna ketika pencacahan penduduk dilakukan. Dengan memakai data Mesir menyerupai pada contoh-contoh sebelumnya, akan terjadi contoh perhitungan pertumbuhan penduduk secara eksponensial sebagai berikut:
a. Antara sensus tahun 1937 dan 1947
r =
r =
r =
r = 0,0175
r = 1,75 %
b. Antara sensus tahun 1947 dan 1960
r =
r =
r =
r = 0,0236
r = 2,36 %
Pola Pertumbuhan Penduduk
1. Pola pertumbuhan linier
Pada sebuah penduduk yang mempunyai pola pertumbuhan secara linier, angka diktatorial pertambahan penduduk untuk setiap interval waktu akan selalu sama. Misalnya setiap tahun besarnya selalu sama. Ini berarti bahwa “rate” atau angka pertumbuhan relatif dari sebuah penduduk berubah-ubah semakin usang semakin kecil.
2. Pola pertumbuhan geometris
Berbeda dengan pertumbuhan penduduk pola linier yang untuk setiap interval waktu mempunyai angka pertambahan mutlak yang tetap. Atau sanggup dikatakan juga tidak ditentukan oleh jumlah penduduk pada setiap interval waktu. Pada pertumbuhan penduduk berpola geometris angka ini ditentukan atau merupakan fungsi dari jumlah penduduk dari setiap interval waktu.
3. Pola pertumbuhan eksponensial
Berbeda dengan pertumbuhan penduduk berpola geometris yang angka pertumbuhan penduduk mutlaknya untuk setiap interval waktu yang cukup besar merupakan fungsi dari jumlah penduduk pada interval itu. Pada pertumbuhan penduduk berpola eksponensial untuk setiap interval waktu yang sangat pendek juga merupakan fungsi dari jumlah penduduk pada ketika itu.
4. Pola pertumbuhan logistik
Pada pola pertumbuhan logistik, jumlah penduduk mula-mula sanggup bertumbuh dengan cepat, tetapi setalah mencapai jumlah tertentu, pertumbuhannya menjadi sangat lambat. Jumlah penduduk tidak akan sanggup menjadi tak terhingga, akan tetapi hanya sanggup mendekati jumlah pada maksimum tertentu. Pada pertumbuhan logistik ini sangat sesuai dengan sifat pertumbuhan pada sebuah koloni organisme, contohnya bakteri.
B. Fertilitas (Kelahiran)
1. Pengertian Fertilitas
Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebetulnya dari penduduk (actual reproduction performance). Atau jumlah kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok perempuan. Kelahiran yang dimaksud disini hanya meliputi kelahiran hidup, jadi bayi yang dilahirkan mengambarkan gejala hidup meskipun hanya sebentar dan terlepas dari lamanya bayi itu dikandung.
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang konkret dari seseorang perempuan atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak. Makara merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas meliputi peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas meliputi peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan adanya gejala kehidupan, menyerupai bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada gejala kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu insiden kelahiran.
Kemampuan fisiologis perempuan untuk memperlihatkan kelahiran atau berpartisipasi dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup sanggup diandalkan mengenai proporsi dari perempuan yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa masyarakat yang sanggup dikatakan semua perempuan kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/ pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang perempuan dikatakan subur jikalau perempuan tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
2. Metode untuk Mengukur Kelahiran
a. Laju Kelahiran Kotor
Dalam menghitung laju kelahiran kotor ialah dengan membandingkan jumlah kelahiran hidup selama satu tahun dengan jumlah rata-rata penduduk untuk tahun yang sama. Cara untuk memperoleh jumlah rata-rata penduduk diperoleh dari jumlah penduduk pada 1 Juli tahun tersebut, atau jumlah rata-rata penduduk pada awal tahun dan final tahun tersebut. Laju kelahiran penduduk biasanya dihitung dengan perbandingan perseribu. Hal ini juga dilakukan bagi laju demografik lainnya.
Laju kelahiran kotor termasuk kelajuan yang sangat sederhana lantaran sanggup diperoleh dari data umum, meskipun mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu. Salah satu kelemahannya ialah bahwa ia memperlihatkan rasio antara kelahiran hidup dan penduduk secara menyeluruh, sedangkan hakikatnya hanya sebagian dari penduduk terdiri dari perempuan yang berusia subur. Dengan demikian, laju kelahiran kotor berubah-ubah sesuaidengan struktur usia penduduk, khususnya dari jumlah penduduk keseluruhan.
b. Laju Kesuburan
Laju kesuburan memperlihatkan adanya hubungan antara jumlah kelahiran dengan jumlah perempuan berusia subur.
1) Laju kesuburan umum
Laju ini ialah hasil rasio antara kelahiran hidup dengan jumlah perempuan berusia subur (perempuan berusia 15 – 49 tahun). Dalam laju ini juga memakai perbandingan perseribu. Juka jumlah seluruh kelahiran dibandingkan dengan jumlah seluruh perempuan berusia 15 – 49 tahun (baik yang menikah maupun tidak), maka diperoleh laju kesuburan umum. Namun jikalau kita hanya memakai kelahiran yang sah dan perempuan yang menikah, maka kita memperoleh data laju kesuburan yang sah juga.
2) Laju kesuburan berdasarkan usia
Pada umumnya, laju kesuburan berdasarkan usia biasanya dihitung berdasarkan kelompok usia (15 – 19, 20 – 24, 25 – 29 tahun, dan seterusnya). Makara laju kesuburan umum berdasarkan usia dan laju kesuburan yang sah berdasarkan usia sanggup dihitung secara terpisah. Jika tidak terdapat keluarga berencana yang dilakukan secara sukarela, laju kesuburan berdasarkan usia memperlihatkan suatu pengukuran yang relatif sempurna bagi jumlah kelahiran. Apabila laju ini telah diketahui, memungkinkan sanggup mengetahui asumsi jumlah kelahiran di kemudian hari. Namun jikalau dilakukan keluarga berencana, penerapan laju kesuburan untuk memperkirakan kelahiran akan sangat sukar dilakukan. Sebab jikalau jumlah anggota keluarga dibatasi secara sukarela dan jarak kelahiran juga secara sukarela dijarangkan, maka usia perempuan tidak lagi menjadi faktor utama yang mensugesti kesuburan. Adapun faktor lain yang mensugesti contohnya ialah usia pada waktu menikah, usia pernikahan, jumlah belum dewasa sebelum suatu kelahiran. Dengan adanya faktor-faktor tersebut sanggup ditarik kesimpulan bahwa laju kesuburan berdasarkan usia menjadi kurang penting. Meskipun demikian, walau terdapat kelemahan-kelemahan tertentu, laju kesuburan berdasarkan usia merupakan cara terbaik untuk memperkirakan jumlah kelahiran di kemudian hari selama dipakai dengan berhati-hati.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dan Menentukan Fertilitas
Ada bermacam-macam faktor yang mensugesti dan memilih fertilitas baik yang berupa faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor demografi diantaranya ialah struktur umur, umur perkawinan, usang perkawinan, paritas, distrupsi perkawinan dan proporsi yang kawin sedangkan faktor non-demografi sanggup berupa faktor sosial, ekonomi maupun psikologi.
1. Teori Sosiologi wacana Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)
Kajian wacana fertilitas intinya bermula dari disiplin sosiologi. Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis wacana fertilitas, kajian sosiologis wacana fertilitas sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat usang kependudukan menjadi salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah menyebarkan banyak sekali kerangka teoritis wacana sikap fertilitas yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul “The Social structure and fertility: an analytic framework (1956)”2 Kingsley Davis dan Judith Blake melaksanakan analisis sosiologis wacana fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang mensugesti fertilitas melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate variables). Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang mensugesti fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11 variabel antara yang mensugesti fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut:
Faktor-faktor yang mensugesti terjadinya hubungan kelamin (intercouse variables) adalah
a. Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin
1) Umur mulai hubungan kelamin.
2) Selibat permanen: proporsi perempuan yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin.
3) Lamanya masa reproduksi setelah atau diantara masa hubangan kelamin:
a) Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
b) Bila kehidupan suami istri nerakhir lantaran suami meninggal dunia
b. Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
1) Abstinensi sukarela
2) Berpantang lantaran terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)
3) Frekuensi hubungan secual
c. Faktor-faktor yang mensugesti terjadinya konsepsi (conception variables):
1) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak disengaja.
2) Menggunakan atau tidak memakai metode kontrasepsi:
a) Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia
b) Menggunakan cara-cara lain
3) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)
d. Faktor-faktor yang mensugesti kehamilan dan kelahiran (gestation variables)
1) Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja.
2) Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja
Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua masyarakat. Sebab masing-masing variabel mempunyai imbas (nilai) positif dan negatifnya sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jikalau aborsi tidak dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai positif terhadap fertilitas. Artinya, fertilitas sanggup meningkat lantaran tidak ada pengguguran. Dengan demikian ketidak-adaan variabel tersebut juga suatu masyarakat masing-masing variabel bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebetulnya tergantung kepada neraca netto dari nilai semua variabel.
2. Ronald Freedman: Teori Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut Freedman variabel antara yang mensugesti pribadi terhadap fertilitas intinya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat. Pada karenanya sikap fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma yang ada yaitu norma wacana besarnya keluarga dan norma wacana variabel antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma wacana besarnya keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake menjadi variabel antara yang menghubungkan antara “norma-norma fertilitas” yang sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki (outcome). Ia mengemukakan bahwa “norma fertilitas” yang sudah mapan diterima oleh masyarakat sanggup sesuai dengan fertilitas yang dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang dominan. Secara umum Freedman menyampaikan bahwa:
“Salah satu prinsip dasar sosiologi ialah bahwa bila para anggota suatu masyarakat menghadapi suatu dilema umum yang timbul berkali-kali dan membawa konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung membuat suatu cara penyelesaian normatif terhadap dilema tersebut. Cara penyelesaian ini merupakan serangkaian hukum wacana bertingkah laris dalam suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk mengikuti keadaan dengan norma tersebut baik melalui ganjaran (rewards) maupun eksekusi (penalty) yang implisit dan eksplisit. ... Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan dilema yang sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu penyimpangan sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk mengatasi dilema ini”.
Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing serangkaian tingkah laris tertentu pada banyak sekali situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi wacana fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul “Theories of fertility decline: a reappraisal” (1979). Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus menurun di beberapa negara intinya bukan semata-mata akhir variabel-variabel pembangunan makro menyerupai urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model transisi demografi klasik tetapi berubahnya motivasi fertilitas akhir bertambahnya penduduk yang melek abjad serta berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat yang penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori sosiologi wacana fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia beropini bahwa “masalah ekonomi ialah dilema sekunder bukan dilema normatif”; jikalau kaum miskin mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan lantaran kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis daripada kaum kaya.
3. Teori Ekonomi wacana Fertilitas
Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai imbas yang kuat terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori ‘transisi demografis’ yang sudah populer luas ialah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu proses hemat dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas menyerupai penundaan perkawinan, senggama terputus dan kontrasepsi sanggup dipakai oleh pasangan suami istri yang tidak menginginkan mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai banyak anak berarti memikul beban hemat dan menghambat peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan semenjak awal pertengahan era ini, sudah diterima secara umum bahwa hal inilah yang mengakibatkan penurunan fertilitas di Eropa Barat dan Utara dalam era 19. Leibenstein sanggup dikatakan sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan “teori ekonomi wacana fertilitas”. Menurut Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
“untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang memilih jumlah kelahiran anak yang diinginkan per keluarga. Tentunya, besarnya juga tergantung pada berapa banyak kelahiran yang sanggup bertahan hidup (survive). Tekanan yang utama ialah bahwa cara bertingkah laris itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-perhitungan berangasan mengenai jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan perhitungan perhitungan yang demikian ini tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya embel-embel kelahiran anak, baik berupa uang maupun psikis. Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu ‘barang konsumsi’ contohnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu dan menambah pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari bau tanah maupun sebaliknya”.
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya ialah memperlihatkan kepuasaan, sanggup memperlihatkan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan sumber yang sanggup menghidupi orang bau tanah di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak ialah biaya dari mempunyai anak tersebut. Biaya mempunyai embel-embel seoarang anak sanggup dibedakan atas biaya pribadi dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya pribadi ialah biaya yang dikeluarkan dalam memelihara anak menyerupai memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak hingga ia sanggup berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak pribadi ialah kesempatan yang hilang lantaran adanya embel-embel seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu tidak sanggup bekerja lagi lantaran harus merawat anak, kehilangan penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang bau tanah yang mempunyai tanggungan keluarga besar (Leibenstein, 1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang bau tanah akan berubah. Orang bau tanah menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik. Pengembangan lebih lanjut wacana ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary S. Becker dengan artikelnya yang cukup populer yaitu “An Economic Analysis of Fertility”.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi intinya sanggup dianggap sebagai barang konsumsi (a consumption good, consumer’s durable) yang memperlihatkan suatu kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya mempunyai anak dan selera. Meningkatnya pendapatan (income) sanggup meningkatkan undangan terhadap anak.
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan terbitanya buku A Treatise on the Family. Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi fertilitas tersebut kemudian membentuk teori gres yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga (household economics). Analisis ekonomi fertilitas yang dilakukan oleh Becker kemudian diikuti pula oleh beberapa hebat lain menyerupai Paul T. Schultz, Mark Nerlove, Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudulEconomic growth and population: Perspective of the new home economics6 Nerlove mengemukakan:
“Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a) suatu fungsi kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam arti komoditi fisik melainkan banyak sekali kepuasan yang dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi produksi rumah tangga; (c) suatu lingkungan pasar tenaga kerja yang menyediakan sarana untuk merubah sumber-sumber daya rumah tangga menjadi komoditi pasar; dan (d) sejumlah keterbatasan sumber-sumber daya rumah tangga yang terdiri dari harta warisan dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota rumah tangga untuk melaksanakan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar. Waktu yang tersedia sanggup berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal ini tentunya termasuk juga sumberdaya insan (human capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya insan dilakukan oleh suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laris generasi-generasi yang akan tiba maupun untuk kepentingan tingkah laris sendiri”
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa undangan akan anak berkurang bila pendapatan meningkat; yakni apa yang mengakibatkan harga pelayanan anak berkaitan dengan pelayanan komoditi lainnya meningkat jikalau pendapatan meningkat? New household economics beropini bahwa (a) orang bau tanah mulai lebih menyukai belum dewasa yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang dipakai untuk merawat anak. Makara anak menjadi lebih mahal.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai hasil dari suatu keputusan rasional yang didasarkan atas perjuangan untuk memaksimalkan fungsi utility ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya pribadi dan tidak langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam memilih fertilitas (jumlah dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi dalam memilih fertilitas terkait denganincome, biaya (langsung maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis tentangkonsep demand for children and supply of children. Konsep demand for children dan supply of children dikemukakan dalam kaitan menganalisiseconomic determinan factors dari fertilitas. Bulatao mengartikan konsepdemand for children sebagai jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah ialah jenis kelamin anak, kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survey wacana “jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau diinginkan”. Pertanyaannya, apakah konsep demand for children berlaku di negara berkembang. Apakah pasangan di negara berkembang sanggup memformulasikan jumlah anak yang dinginkan? Menurut Bulato, jikalau pasangan tidak sanggup memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka dipakai konsep latent demanddimana jumlah anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi kuat terhadap demand for childrendalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao,demand for children dipengaruhi (determined) oleh banyak sekali faktor menyerupai biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato membahas masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera) secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara berkembang merupakan “net supplier “ atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu pasangan jikalau mereka tidak berpisah/cerai pada suatu batas tertentu. Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk bertahan hidup. Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami sanggup diidentifikasi melalui lima hal utama, yaitu:
1. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
2. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
3. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
4. Sterilisasi permanen (permanent sterility)
5. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi wacana fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A. Easterlin. Menurut Easterlin undangan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu menyerupai agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas. Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat determinan ketiga (disamping dua determinan lainnya: undangan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi sanggup tetap hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka terjadilah perubahan “suplai” anak lantaran perbaikan gizi, kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula perubahan undangan disebabkan oleh perubahan pendapatan, harga dan “selera”. Pada suatu ketika tertentu, kemampuan suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi undangan atau sebaliknya.
C. Mortalitas (Kematian)
Menurut PBB dan WHO, kematian ialah hilangnya semua gejala kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap ketika setelah kelahiran hidup. Still birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah kematian (naik turunnya) di tiap kawasan tidaklah sama, tergantung pada banyak sekali macam faktor keadaan. Besar kecilnya tingkat kematian ini sanggup merupakan petunjuk atau indikator bagi tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.
1. Jenis Mortalitas
a. Mortalitas Endogenous
Merupakan kematian yang disebabkan oleh sesuatu yang ada pada individu tersebut. Contohnya bayi yang dilahirkan dengan kelainan kemudian meninggal lantaran kelainannya tersebut. Selain itu juga kematian lantaran usia bau tanah atau penyakit-penyakit usia bau tanah menyerupai kanker, dan sebagainya.
b. Mortalitas Eksogenous
Merupakan kematian yang terjadi lantaran penyebab lain contohnya kecelakaan, penyakit menular, dan sebagainya.
Dari dua jenis mortalitas di atas, terang terlihat faktor-faktor terjadinya mortalitas atau kematian. Namun pada prakteknya tidak demikian, lantaran penyebab kematian sering kali tidak disebutkan dalam keterangannya. Walau demikian, perbedaan mortalitas tersebut mempunyai manfaat. Yakni meningkatkan perawatan kesehatan dan peningkatan standar kehidupan sangat mensugesti faktor penurunan terjadinya mortalitas. Kemajuan dalam bidang kedokteran sanggup mencegah terjadinya kematian secara dini, namun tidak bisa memperpanjang usia seseorang di luar suatu batas tertentu. Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian mortalitas adalah:
1. Neo-natal death ialah kematian yang terjadi pada bayi yang belum berumur satu bulan.
2. Lahir mati (still birth) atau yang sering disebut kematian janin (fetal death) ialah kematian sebelum dikeluarkannya secara lengkap bayi dari ibunya pada ketika dilahurkan tanpa melihat lamanya dalam kandungan.
3. Post neo-natal ialah kematian anak yang berumur antara satu bulan hingga dengan kurang dari satu tahun.
4. Infant death (kematian bayi) ialah kematian anak sebelum mencapai umur satu tahun.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mortalitas
1. Faktor Pendidikan
Terdapat hubungan negatif antara tingkat pendidikan ibu dan kematian anak, tetapi tinggi rendahnya pendidikan yang dibutuhkan untuk menurunkan mortalitas secara berarti berbeda-beda dari satu budaya ke budaya lain. Pendidikan memberi kepercayaan diri kepada perempuan untuk mengambil keputusan atas tanggung jawab perempuan itu sendiri. Dalam hal ini ada 3 faktor yaitu:
a. Berkurangnya fatalisme dalam menghadapi kesehatan jelek yang menimpa anak.
b. Kesanggupan yang lebih besar untuk menguasai dunia dalam mengetahui adanya akomodasi kesehatan.
c. Perubahan perimbangan tradisional dalam hubungan keluarga yang mengalihkan titik berat kekuasaan dari sesepuh kepada anak.
Analalisis khusus mengelompokkan ibu-ibu yang bisa baca tulis, serta yang mengikuti sekolah baik formal maupun non formal terdapat angka kematian yang berbeda.
2. FaktorPendapatan
Pendapatan sangat penting dalam kaitannya dengan membayar pengeluaran untuk kesehatan faktor pendapatan atau ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan kondisi rumah saling berafiliasi dalam mensugesti kematian bayi/anak.
Apabila salah satu indikator sosial ekonomi dihubungkan dengan tingkat kematian bayi dan anak, ternyata terdapat hubungan yang negatif.
3. Faktor Kesehatan
Kesehatan berafiliasi negatif terhadap angka kematian bayi, salah satu upaya yang terus dilakukan ialah pembangunan kesehatan. Indikator yang dipakai untuk menggambarkan pembangunan dan akomodasi kesehatan ialah rasio tenaga medis dan para medis, terhadap jumlah penduduk.
4. Faktor Demografi
Yang dipilih ialah tingkat kelahiran, yaitu tingkat fertilitas total (TFR). Apabila fertilitasnya rendah maka mortalitasnya juga akan rendah. Hubungan positif antara mortalitas bayi dan fertilitas ini timbal balik, keberhasilan menurunkan salah satu faktor diantaranya akan menjadikan penurunan variabel lain.
3. Metode Mengukur Mortalitas
a. Angka mortalitas berdasarkan usia
Angka kematian berdasarkan usia sering juga disebut dengan istilah “kohort” (cohort) yang memperlihatkan sekelompok penduduk yang dilahirkan dalam periode yang sama. Sudah menjadi fitrahnya bahwa jumlah orang dalam suatu kohort akan berkurang lantaran kematian seiring berjalannya waktu. Sebagai contoh mengadakan perbandingan angka kematian dalam sebuah kohort pada usia 50 tahun dengan angka yang tahan hidup pada usia yang sama dari kohort yang sama, kita akan memperoleh suatu ukuran dari mortalitas pada usia 50 tahun. Ukuran inilah yang merupakan angka mortalitas.
1) Pengubahan angka kematian menjadi angka mortalitas (metode Reed-Merell)
Metode ini mendasarkan dirinya pada statistik Amerika Serikat untuk menghubungkan kaitan antara angka kematian dan angka mortalitas yang mengakibatkan sedikit membatasi jangkauan karya mereka. Karena struktur mortalitas dan angkanya berdasarkan usia di negara-negara berkembang tidak senantiasa sejalan dibandingkan dengan negara Amerika Serikat pada periode yang sama. Namun metode ini merupakan alat yang sangat mempunyai kegunaan apabila tidak ada cara lain untuk melaksanakan mengubah angka kematian menjadi angka mortalitas tersebut.
2) Perbandingan tingkat mortalitas antarnegara
Metode perbandingan tingkat mortalitas antarnegara sanggup dipakai jikalau memakai laju kematian yang telah distandarkan berdasarkan usia yang didasarkan pada data terperinci. Laju ini sanggup dihitung baik dengan menerapkan laju mortalitas yang berbeda pada penduduk yang telah distandarkan maupun dengan menerapkan suatu perangkat laju pada penduduk yang berbeda-beda. Kedua metode akan menghasilkan suatu estimasi dari jumlah kematian dari satu jumlah penduduk, yang didasarkan pada warta dari sejumlah penduduk lain. Jumlah kematian yang diperkirakan ini sanggup dipakai sebagai laju kematian standar.
3) Mortalitas bayi
Mortalitas bayi diukur dengan laju mortalitas pada bayi usia 0, ialah rasio kematian mulai dari kelahiran hingga usia 1 tahun dibandingkan dengan seluruh jumlah kelahiran hidup. Lahir mati sanggup juga diperbedakan dari mortalitas bayi, dan perbedaan ini bahkan sanggup dilanjutkan dengan memasukkan ke dalam mortalitas perinatal atau kelatian yang terjadi segera setelah bayi lahir.
b. Daftar Hidup (Life Table)
Dafrat hidup memperlihatkan yang tahan hidup pada banyak sekali usia dari sekelompok individu dari kohort yang sama. Sebagai contoh kita sanggup mengikuti nasib 10.000 orang semenjak kelahirannya 1000 tahun yang kemudian hingga kini ini. Dari kelompok ini 1.600 orang mati sebelum usia 1 tahun, 300 orang sebelum mencapai usia 2 tahun, 200 orang sebelum mencapai usia 3 tahun, dan seterusnya.
10.000 kelahiran
8.400 tahan hidup pada usia 1 tahun
8.100 tahan hidup pada usia 2 tahun
7.900 tahan hidup pada usia 3 tahun, dan seterusnya
Data tersebut di atas mempunyai nilai historis, lantaran ia mengikuti insiden yang dialami suatu generasi melalui suatu masa tertentu. Namun demikian, ia tidak mempunyai kegunaan simpel untuk masa sekarang, lantaran ia berkaitan dengan karakteristik mortalitas masa lampau. Laju mortalitas data tersebut sanggup kita asumsikan dengan rumus sebagai berikut:
Usia | Laju Mortalitas (%) |
0 | 70 |
1 | 18 |
2 | 12 |
3 | 8 |
Jika dipakai kohort yang berjumlah 10.000 orang, maka sanggup dihitung jumlah kematian pada usia kurang dari 1 tahun:
Jumlah yang tahan hidup pada usia 1 tahun ialah 10.000 – 700 = 9.300 orang.
Dari 9.300 orang ini, jumlah tertentu mati sebelum mencapai usia 2 tahun. Berikut di bawah ini cara untuk mengitungnya:
Jumlah yang tahan hidup pada usia 2 tahun ialah 9.300 – 167 = 9.133 orang.
Melanjutkan perhitungan ini akan diperoleh tabel sebagai berikut:
Usia | Yang tahan hidup |
0 | 10.000 |
1 | 9.300 |
2 | 9.133 |
3 | 9.024 |
4 | 8.952 |
Dengan cara mengetahui laju mortalitas pada banyak sekali usia di adat, akan gampang untuk menyusun sebuah tabel hidup. Secara tidak pribadi diasumsikan bahwa laju mortalitas dengan memakai tabel menggunakann rumus statisik yang terperinci dan tepat. Namun di negara-negara berkembang data statistik tersebut sangat tidak lengkap dan diragukan ketepatannya. Namun demikian, kita telah sanggup memahami bahwa tabel semacam itu sangat dibutuhkan untuk mengadakan proyeksi kependudukan di kemudian hari. Untuk mengantisipasi keraguan dan ketidaktepatan data tersebut kita sanggup membuat model tabel hidup dan cita-cita hidup sebagai berikut:
a) Model tabel hidup
Penyusunan tabel hidup didasarkan pada observasi yang relatif sederhana. Dalam tabel-tabel tersebut sanggup diketahui bahwa terdapat hubungan tertentu antara laju mortalitas dari banyak sekali usia. Tabel ini dengan sendirinya memperlihatkan indikator rata-rata yang diperoleh dari data yang berkenaan dengan kohort-kohort tertentu dariberbagai masa yang dipengaruhi oleh kondisi sosial dan ekonomi.
b) Harapan hidup
Harapan hidup merupakan jumlah tahun rata-rata yang diharapkan sanggup dicapai oleh sekelompok individu dari banyak sekali usia dalam hidupnya. Kalkulasi cita-cita hidup harus didasarkan pada suatu tabel hidup yaitu data mengenai jumlah yang tahan hidup dari banyak sekali usia.
D. Proyeksi Siswa
Proyeksi siswa penting dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan terutama pada aspek sarana, tenaga, dan biaya pendidikan di tahun – tahun yang akan datang.yang harus dilakukan dalam hal ini ialah mengadakan asumsi dalam penduduk usia sekolah. Proyeksi kependudukan yang memperlihatkan struktur usia di masa depan, dengan gampang memperlihatkan penyelesaian dalam hal ini.
Apabila penduduk usia sekolah di masa depan telah diketahui berdasarkan proyeksi kependudukan dan apabila laju pendaftaran masuk sekolah pada banyak sekali tingkat telah diperkirakan, maka akan sangat mudahuntuk membuat peramalanjumlah penerima didik.
E. Proyeksi Kebutuhan Guru
Salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan ialah dengan menyediakan guru yang berkualitas dan profesional. Sebab guru mempunyai peranan penting dan menjadi ujung tombak dalam peningkatan mutu pendidikan. Sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan ( SNP ) seorang pendidik harus mempunyai kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai distributor pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud ialah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/ atau akta keahlian yang relevan sesuai dengan Permendiknas No. 16 tahun 2007
Dalam 14 indikator pemenuhan Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) yang merupakan tanggung jawab kabupaten/kota dijelaskan pula wacana kualifikasi seorang guru, yaitu :
1. Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 penerima didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk kawasan khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan;
2. Di setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk kawasan khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran;
3. Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah mempunyai akta pendidik;
4. Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh di antaranya (35% dari keseluruhan guru) telah mempunyai akta pendidik; untuk kawasan khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%;
5. Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah mempunyai akta pendidik masing-masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris;
Pada kenyataannya kini ini masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya ( mismatch ), bahkan masih ada guru yang tidak memenuhi kualifikasi minimal pendidikan. Untuk melaksanakan proyeksi personil pendidikan yang dibutuhkan oleh sistem pendidikan, perlu tersedia data wacana pertumbuhan jumlah siswa setiap tahun dimasa depan ( hasil proyeksi siswa ), data wacana musim personil sistem pendidikan yang meninggalkan profesinya lantaran pensiun atau alasan lainnya di masa lalu, ketentuan wacana besar kelas, dan beban kerja personil, termasuk juga data wacana kebijakan yang diambil pemerintah. Misalnya kebijakan wacana perubahan struktur sistem pendidikan.
Berikut ini dicontohkan cara memproyeksikan kebutuhan guru pada tingkat SD / MI dan Sekolah Menengah Pertama / MTs
a. Menghitung kebutuhan guru SD / MI
JG = ∑ K + 1 GA + 1 GO + 1 KS JG = 6 + 1 + 1 + 1 = 9 |
Keterangan : JG : Jumlah guru yang dibutuhkan
∑ K : Jumlah kelas ( Rombel ) yang ada di sekolah
GA : Guru Agama
GO : Guru PJOK
KS : Kepala Sekolah
Dari rumus di atas sanggup diketahui bahwa jumlah guru yang dibutuhkan bagi SD yang mempunyai 6 rombongan mencar ilmu ialah 9 guru dengan rincian 6 guru kelas, 1 guru agama, 1 guru PJOK dan 1 kepala sekolah. Untuk menghitung jumlah guru SD/MI yang dibutuhkan suatu wilayah di masa depan sanggup dilakukan dengan formula menyerupai berikut :
|
JG : Jumlah guru yang dibutuhkan
JK : Jumlah rombongan belajar
9 : Koefisien guru
6 : Koefisien rombongan belajar
Contoh :
Berapakah jumlah guru SD / MI tahun 2017 yang mempunyai siswa hasil proyeksi sebanyak 1.450 siswa dengan jumlah rombongan mencar ilmu 48 rombel dan besar kelas 30 siswa per rombel
Jawabannya :
b. Menghitung kebutuhan guru Sekolah Menengah Pertama / MTs
Menghitung kebutuhan guru Sekolah Menengah Pertama / MTs berdasarkan kebutuhan untuk setiap mata pelajaran harus memperhatikan struktur kurikulum yang digunakan, pada makalah ini struktur yang dipakai ialah struktur kurikulum 2006 KTSP untuk jenjang SMP/MTs yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2006 wacana Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, sebagai berikut :
JJM Kurikulum Tahun 2006 KTSP jenjang SMP/MTs
Komponen | Kelas dan Alokasi Waktu | ||
VII | VIII | IX | |
A. Mata Pelajaran | |||
1. Pendidikan Agama | 2 | 2 | 2 |
2. Pendidikan Kewarganegaraan | 2 | 2 | 2 |
3. Bahasa Indonesia | 4 | 4 | 4 |
4. Bahasa Inggris | 4 | 4 | 4 |
5. Matematika | 4 | 4 | 4 |
6. Ilmu Pengetahuan Alam | 4 | 4 | 4 |
7. Ilmu Pengetahuan Sosial | 4 | 4 | 4 |
8. Seni Budaya | 2 | 2 | 2 |
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan | 2 | 2 | 2 |
10. Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi | 2 | 2 | 2 |
B. Muatan Lokal | 2 | 2 | 2 |
C. Pengembangan Diri | 2*) | 2*) | 2*) |
Jumlah | 32 | 32 | 32 |
maka dipakai rumus sebagai berikut :
|
Keterangan :
JG : Jumlah guru yang dibutuhkan
JK : Jumlah rombongan brlajar
BB : Beban mencar ilmu siswa perminggu
24 : Beban mengajar guru per minggu
Contoh :
Berapakah jumlah guru matematika yang dibutuhkan di Sekolah Menengah Pertama / MTs yang mempunyai 12 rombongan mencar ilmu ?
Jawabannya :
Beban mencar ilmu siswa per ahad untuk mata pelajaran matematika ialah 4 jam pelajaran ( lihat tabel kurikulum ), maka :
F. Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan
Fasilitas ialah segala hal yang sanggup memudahkan perkara; kemudahan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan ( KBB: 2005 ), dalam dunia pendidikan akomodasi atau sarana prasarana terdapat pada PP No. 19 tahun 2005 wacana Standar Sarana dan Prasarana dalam SNP. Standar sarana dan prasarana ialah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal wacana ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber mencar ilmu lain, yang dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi warta dan komunikasi. Standar sarana dan prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA ditetapkan melalui Permendiknas nomor 24 tahun 2007.
Sarana disetiap satuan pendidikan meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber mencar ilmu lainnya, materi habis pakai, serta perlengkapan lain yang dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Prasarana disetiap satuan pendidikan meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Dalam Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota, terdapat 13 indikator pemenuhan SPM yang merupakan tanggung jawab sekolah/madrasah, dan 14 indikator pemenuhan SPM yang merupakan tanggung jawab kabupaten/kota, yang didalamnya dijelaskan juga wacana akomodasi atau sarana yang harus dimiliki oleh setiap satuan pendidikan, yaitu :
1. Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap penerima didik;
2. Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah meliputi semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap perserta didik;
3. Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan materi yang terdiri dari model kerangka manusia, model badan manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA; 4) Setiap SD/MI mempunyai 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP/MTs mempunyai 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi;
4. Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di kawasan terpencil;
5. Jumlah penerima didik dalam setiap rombongan mencar ilmu untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan mencar ilmu tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan bangku yang cukup untuk penerima didik dan guru, serta papan tulis;
6. Di setiap SMP/MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan bangku yang cukup untuk 36 penerima didik dan minimal satu set peralatan praktik IPA untuk demonstrasi dan eksperimen penerima didik;
7. Di setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan bangku untuk setiap orang guru, kepala sekolah/madrasah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah/madrasah yang terpisah dari ruang guru.
Dalam proyeksi kebutuhan akomodasi pendidikan membutuhkan hebat dibidang lain selain pendidikan, meskipun demikian ialah kiprah perencana pendidikan untuk mengetahui warta penting apa saja yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan atau mengkonstruksi gedung dan sarana lainnya. Berikut ialah contoh data hasil survei pada sejumlah sekolah dan standar – standar yang berlaku untuk setiap indikator pendidikan.
Komponen Faslitas Pendidikan | Data Survei | Standar yang Ada |
Siswa per kelas Luas ruang kelas Luas area bermain per siswa Meja per siswa Kursi per siswa | 40 0,56 0,31 | 32 1 1 |
Sumber : Matin ( 2013 )
Dari data tabel di atas, kita sanggup melaksanakan kesimpulan diagnosis sebagai berikut :
1. Ada kelebihan 8 siswa pada setiap kelas, ini berarti dibutuhkan embel-embel ruang kelas di masa depan
2. Dalam ketentuan dinyatakan bahwa luas ruang kelas ialah / penerima didik ( 64 : 32 = ), sementara data hasil survei ialah per siswa, kurang dari standar yang ditentukan
3. Tempat duduk dan tempat bermain anak – anak terlalu sempit, dan mungkin tidak sanggup berbuat apa – apa jikalau tidak tersedia tanah untuk membangun sekolah
4. Di sana terdapat hampir 2 siswa menempati satu meja dan 3 siswa menempati kursi. Ini membuat siswa sulit mencar ilmu dengan baik
Berdasarkan warta di atas, kita sanggup merumuskan kebutuhan – kebutuhan akomodasi pendidikan di masa depan sebagai cuilan dari suatu kegiatan proyeksi sarana dan prasarana pendidikan.
G. Proyeksi Kebutuhan Biaya Pendidikan
Biaya ialah uang yang dikeluarkan untuk mengadakan ( mendirikan, melakukan, dsb ) sesuatu; ongkos; belanja; pengeluaran ( KBB : 2005 ).Untuk memperkirakan kebutuhan biaya pendidikan di masa depan, kita harus memakai data pembiayaan pendidikan yang ada di masa kemudian dan masa sekarang.
Dalam PP No. 19 tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan ( SNP ) dijelaskan bahwa standar pembiayaan ialah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun berdasarkan permendiknas no. 69 tahun 2009. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
· Biaya investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
· Biaya operasi satuan pendidikan ialah cuilan dari dana pendidikan yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan supaya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan sanggup berlangsung secara teratur dan berkelanjutan, meliputi :
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala pertolongan yang menempel pada gaji,
b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c. Biaya operasi pendidikan tak pribadi berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
· Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh penerima didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Terkait pembiayaan berikut ialah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kementerian Agama sekaitan dengan pendanaan SPM meliputi yang berikut:
a. Investasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana;
b. Investasi untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi sumber daya manusia;
c. Operasional personil: honor dan pertolongan guru dan tenaga kependidikan;
d. Operasional non-personel.
e. Sumber dana: DAU, DAK, hibah, APBN (untuk madrasah).
Tanggung jawab Sekolah/Madrasah:
a. Investasi dan pemeliharaan (minor) prasarana dan peralatan sekolah/madrasah, pengadaan buku, dan pembinaan guru;
b. Operasional: biaya untuk materi habis lab, materi dan media pembelajaran, dan sebagainya.
c. Sumber dana: BOS.
Cara untuk memilih biaya rutin di masa depan sanggup dilakukan dengan formula sebagai berikut :
Keterangan :
C : Pembiayaan rutin pada jenjang pendidikan tertentu untuk tahun tertentu
P : Junlah penduduk usia jenjang pendidikan tertentudan tahun y
R : Rasio berangasan siswa ( angka partisipasi berangasan ) pada jenjang pendidikan tertentu
s : rata – rata honor guru pada jenjanng pendidikan tertentu
c: rata – rata jumlah biaya rutin nongaji yang dihabiskan per guru pada jenjang pendidikan tertentu
S/T : rasio siswa / guru pada jenjang pendidikan tertentu
Contoh :
Dari hasil survei pendidikan di suatu wilayah pada tahun 2017 diperoleh data menyerupai di bawah ini :
1. Jumlah penduduk usia SD 2.352 orang
2. Angka partisipasi berangasan untuk SD ( APK ) 85 %
3. Rata – rata honor guru SD per bulan Rp 2.760.000,-
4. Rata – rata biaya rutin nongaji per bulan Rp 750.00,-
5. Rasio siswa dan guru 40 siswa untuk seorang guru
Jawabannya :
Dari data tersebut, kita sanggup menghitung asumsi biaya rutin yang dibutuhkan per bulan pada tahun 2017 ialah :
= Rp 175.429.800 per bulan
BAB III
KESIMPULAN
Proyeksi ialah suatu acara memperkirakan suatu kondisi di masa depan berdasarkan data dan warta di masa lampau dan masa kini. Berbeda dengan asumsi yang disebut dengan forcasting (peramalan) yang biasanya tidak memakai atau tidak membutuhkan data perkembangan di masa lampau tetapi lebih mengutamakan aspek spiritual, intuisi, dan trial and error. Kegiatan proyeksi penduduk merupakan suatu kegiatan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada masa yang akan tiba dengan memperhitungkan data penduduk di masa lampau dan masa kini, terutama yang terkait dengan musim atau kecenderungan-kecenderungan yang mensugesti pertumbuhannnya.
Angka pertambahan penduduk ialah angka yang memperlihatkan kecepatan pertambahan penduduk untuk interval waktu tertentu. Untuk memilih angka ini semua komponen yang mempunyai imbas pada pertambahan penduduk menyerupai jumlah awal, kelahiran, kematian, dan migrasi. Sedangkan interval yang dipergunakan ialah sebulan, semusim, setahun atau lebih. Angka pertambahan penduduk pada umumnya dinyatakan secara tahunan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, para hebat mengemukakan beberapa bentuk pertumbuhan penduduk tertentu yaitu: angka pertumbuhan linier, angka pertumbuhan geomerik, dan angka pertumbuhan eksponensional. Sedangkan pola pertumbuhan penduduk dibedakan menjadi empat pola, yaitu; pola pertumbuhan linier, pola pertumbuhan geometris, pola pertumbuhan eksponensial, dan pola pertumbuhan logistik.
Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebetulnya dari penduduk (actual reproduction performance). Atau jumlah kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok perempuan. Kelahiran yang dimaksud disini hanya meliputi kelahiran hidup, jadi bayi yang dilahirkan mengambarkan gejala hidup meskipun hanya sebentar dan terlepas dari lamanya bayi itu dikandung. Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan adanya gejala kehidupan, menyerupai bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada gejala kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu insiden kelahiran.
Menurut PBB dan WHO, kematian ialah hilangnya semua gejala kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap ketika setelah kelahiran hidup. Still birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah kematian (naik turunnya) di tiap kawasan tidaklah sama, tergantung pada banyak sekali macam faktor keadaan. Besar kecilnya tingkat kematian ini sanggup merupakan petunjuk atau indikator bagi tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.
Sebagai seorang perencana pendidikan kita harus sanggup memproyeksikan hal – hal yang berkaitan dengan pendidikan menyerupai pertambahan jumlah penduduk yang nantinya akan mensugesti jumlah anak usia sekolah, lantaran semua asumsi atau proyeksi wacana pendidikan menyerupai jumlah guru, akomodasi yang dibutuhkan bahkan biaya pendidikan semua berdasarkan pada proyeksi siswa baru. Di daerah-daerah yang menjadi sentra pendidikan banyak didatangi penduduk yang ingin melanjutkan pendidikan sehingga kepadatan penduduk semakin meningkat.
Dari hal itu, ada daerah-daerah yang mempunyai beberapa faktor yang mengakibatkan penduduknya semakin cepat bertambah padat. Kepadatan penduduk yang tidak merata, kurang menguntungkan dari segi pembangunan, maka salah satu perjuangan yang dilakukan untuk mengurangi kepadatan penduduk, yaitu dengan pemerataan pendidikan hingga ke kawasan pedalaman untuk mengurangi arus migrasi ke pusat-pusat pendidikan.
Semakin besar jumlah penduduk, maka semakin besar jumlah sekolah, guru, sarana prasarana yang harus disediakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tersebut. Keterkaitan erat antara demografi dengan pendidikan sangat berperan penting, lantaran dengan ketersediaan data demografi baik dari sensus, survei maupun pencatatan kejadian-kejadian penting akan di jadikan dasar atau pedoman dalam perencanaan pembangunan bidang pendidikan.Faktor-faktor demografi, diantaranya melalui sensus penduduk, survei ini sanggup memperlihatkan citra yang lebih terang untuk membantu dalam perumusan kebijakan contohnya memilih besar anggaran untuk bidang pendidikan.
Daftar Pustaka
Chau,Ta Ngoc. 1984. Aspek – Aspek Demografik Perencanaan Pendidikan. Jakarta : Bhratara Karya Aksara
Masinggih, Pengenalan SNP, SPM dan SPMP dalam Rangka perencanaan Sekolah / Madrasahaciknadzirah.blogspot.com/search?q=struktur-jjm-kurikulum-ktsp-2006-smpmts, diakses pada tanggal 8 oktober 2016
Matin. 2013. Perencanaan Pendidikan : Perspektif Proses dan Teknik dalam Penyusunan Rencana Pendidikan. Depo : Rajagrafindo
Struktur JJM Kurikulum KTSP 2006 SMP/MTs - Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
aciknadzirah.blogspot.com/search?q=struktur-jjm-kurikulum-ktsp-2006-smpmts, diakses pada tanggal 8 Oktober 2016
Tommy. Menghitung Kebutuhan Guru aciknadzirah.blogspot.com/search?q=struktur-jjm-kurikulum-ktsp-2006-smpmts, diakses pada tanggal 8 Oktober 2016
http://www.edukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=80&uniq=892. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2016. Pukul 21.00 WIB.
aciknadzirah.blogspot.com/search?q=struktur-jjm-kurikulum-ktsp-2006-smpmts. Posted by Rahma Kurnia @ 4:24 PM. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2016. Pukul 09.00 WIB.
Sumber http://samplingkuliah.blogspot.com