Showing posts with label Batubara. Show all posts
Showing posts with label Batubara. Show all posts

Friday, April 20, 2018

√ Cina Akan Menutup 4.300 Perusahaan Tambang Batubara

China sebagai konsumen batubara terbesar di dunia, ketika ini sedang berusaha untuk mengurangi kelebihan kapasitas batubaranya sebagai upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Negara ini akan mengalokasikan dana sekitar $4,6 milyar (30 miliar yuan) untuk menutup operasi perusahaan kecil yang tidak efisien di seluruh negeri. Menurut kantor gosip negara Xinhua, dalam tiga tahun mendatang (setidaknya hingga 2019), Beijing berencana untuk menutup sekitar 4.300 perusahaan tambang batubara, menghapus kapasitas produksi usang dari 700 juta ton, dan merelokasi sekitar 1 juta pekerja selama tiga tahun ke depan.

 ketika ini sedang berusaha untuk mengurangi kelebihan kapasitas batubaranya sebagai upaya u √ Cina Akan Menutup 4.300 Perusahaan Tambang Batubara
Gambar ilustrasi pekerja tambang batubara China.

Mengutip Asosiasi Batubara Nasional China yang menyebutkan bahwa China telah memotong sekitar 560 juta ton kapasitas produksi kerikil bara dan menutup 7.250 tambang batubara selama 5 tahun terakhir. Namun, negara ini masih mempunyai sekitar 11.000 tambang batubara yang beroperasi pada simpulan 2015, dengan total kapasitas 5,7 miliar ton. sekitar 1.000 perusahaan diantaranya mempunyai kapasitas produksi tahunan diatas 1,2 juta ton.

Langkah-langkah drastis ini diambil untuk mengurangi kelebihan pasokan batubara dan mengurangi krisis polusi yang semakin memburuk. Departemen terkait china telah meminta saran sebelum secara resmi memperkenalkan langkah-langkah drastis ini dengan alasan mengurangi kelebihan kapasitas batubara dan menjaga lingkungan. Langkah-langkah ini juga termasuk jeda dalam proyek tambang batubara baru, menutup akomodasi produksi lama, mengarahkan perusahaan untuk menutup dan mempercepat integrasi batubara-listrik.

Berdasarkan laporan Asosiasi Batubara China, seruan batubara domestik China menyusut 2,9 persen pada 2014 dan telah turun 4 persen pada simpulan tahun 2015. Penurunan ini lebih banyak disebabkan lantaran kurangnya seruan akhir perlambatan ekonomi, restrukturisasi, dan derma lingkungan. (Sumber: shanghaidaily dotcom dan mining dotcom).

Sumber http://www.geologinesia.com

Friday, April 13, 2018

√ Ilmuwan Menemukan Bubuk Batubara Sangat Kaya Unsur Tanah Jarang (Ree)

Ilmuwan AS telah menemukan apa yang sanggup menjadi kunci bagi masa depan industri batubara dengan mendeteksi bahwa bubuk dari penambangan batubara, terutama di sekitar wilayah Appalachian, sangat kaya akan unsur tanah jarang.

Baca juga: Unsur/logam Tanah Jarang dan Kegunaannya

Para peneliti dari Duke University North Carolina berbasis analisis terhadap bubuk batubara dari pembangkit listrik tenaga batubara di seluruh Amerika Serikat, termasuk di daerah-daerah penghasil batubara terbesar: Pegunungan Appalachian; selatan dan barat Illinois; dan Basin Powder River di Wyoming dan Montana.

Salah satu kesimpulan utama tim ialah bahwa limbah batubara yang dihasilkan oleh operasi batubara Appalachian ialah sangat banyak mengandung unsur tanah jarang, yaitu mengandung 591 miligram REE per kilogram abu.

Ilmuwan AS telah menemukan apa yang sanggup menjadi kunci bagi masa depan industri batubara d √ Ilmuwan menemukan Abu Batubara sangat kaya Unsur Tanah Jarang (REE)
Skema ekstraksi unsur tanah jarang dari bubuk batubara.

"Ada nilai miliaran dolar dari unsur tanah jarang yang terkandung dalam bubuk batubara bangsa kita," kata para peneliti dalam sebuah pernyataan.

"Jika kita ingin maju, terang kita akan menentukan bubuk batubara untuk sanggup mengekstrak jumlah tertinggi dari unsur tanah jarang (REE), dan pekerjaan kami yang pertama ialah melaksanakan studi komprehensif untuk memulai sebuah pilihan lewat sebuah survei" kata mereka.

Baca juga: Macam-macam jenis dan Kualitas Batubara

Unsur tanah jarang sangat penting, tidak hanya untuk pembuatan perangkat berteknologi tinggi, tetapi juga untuk sistem komunikasi militer. Itulah mengapa Departemen Energi AS baru-baru ini menunjukkan $ 20 juta untuk perusahaan yang sanggup memecahkan teka-teki hemat dari unsur tanah jarang.

Setelah melaksanakan inovasi ini, para ilmuwan dikala ini memfokuskan penelitian pada metode yang sanggup menciptakan ekstraksi unsur tanah jarang dari limbah batubara layak secara finansial dan juga ramah terhadap lingkungan.

Sumber: Environmental Science & Technology

Sumber http://www.geologinesia.com

Saturday, March 10, 2018

√ Konsep Batubara Sebagai Pembentuk Hidrokarbon

Batubara merupakan batuan sedimen yang didominasi oleh material organik. Hidrokarbon berupa minyak atau gas sanggup terbentuk selama proses pembatubaraan dan berasal dari material organik yang mengalami perubahan sebab menerima imbas biokimia maupun geokimia. Secara umum, proses pembatubaraan lebih cenderung menghasilkan gas daripada minyak (Levine, 1993).


Material organik dalam batubara disebut maseral. Berdasarkan asal dan karakteristiknya, maseral dikelompokan ke dalam 3 grup utama adalah vitrinit, liptinit, dan inertinit (lihat tabel di bawah). Berbagai tipe maseral mempunyai karakteristik yang berbeda dalam menghasilkan, menyimpan, dan juga mengalirkan hidrokarbon (Pashin, 2008).

 Batubara merupakan batuan sedimen yang didominasi oleh material organik √ Konsep Batubara Sebagai Pembentuk Hidrokarbon
Tabel jenis maseral dalam batubara dan asal material organik pembentuknya (dikompilasi dari ICCP 1998 dan Flores, 2013)

Grup maseral utama sanggup dianalogikan kedalam kerogen adalah material organik yang merupakan cikal bakal hidrokarbon (Pashin, 2014). Berdasarkan komposisi kimia dan proporsi karbon, hidrogen, dan oksigen, maseral batubara dan kerogen dikelompokan menjadi 4 tipe (Krevelen, 1993); Tissot & Welte, 1978) (lihat gambar).

 Batubara merupakan batuan sedimen yang didominasi oleh material organik √ Konsep Batubara Sebagai Pembentuk Hidrokarbon
Gambar diagram Van Krevelen, menunjukkan tipe kerogen dan maseral pembentuknya dalam hubungannya dengan rasio atom H/C dan O/C (dimodifikasi dari Krevelen, 1993 dan Tissot & Welte, 1978).

Kerogen Tipe I kaya akan hidrogen dan mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk menghasilkan minyak. Alginit yang termasuk kelompok maseral liptinit dan terbentuk dari alga merupakan ciri khas maseral tipe I. Kerogen tipe II mempunyai rasio hidrogen-karbon yang lebih rendah dari tipe I. Hampir seluruh maseral dari grup liptinit masuk ke dalam kerogen tipe II. Tipe II kerogen juga mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk menghasilkan minyak walaupun tidak sebanyak tipe I.


Kerogen Tipe III tersusun dari maseral vitrinit. Tipe III mempunyai rasio hidrogen-karbon yang lebih rendah dan rasio oksigen-karbon yang lebih besar dibandingkan dengan tipe I. Pada kerogen tipe III, rasio oksigen-karbon pada umumnya menurun dengan meningkatnya rank batubara dari lignit ke antrasit. Kerogen tipe III didominasi oleh maseral vitrinit yang mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan gas dan juga mempunyai kapasitas simpan gas yang besar (Mastalerz, drr., 2004). Oleh sebab itu, kerogen tipe III juga mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan gas daripada minyak.

Maseral intertinit merupakan maseral penyusun Kerogen Tipe IV. Tipe ini mempunyai rasio hidrogen-karbon dan oksigen-karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan ketiga tipe kerogen lainnya. Kerogen tipe IV mempunyai porositas dan juga internal surface are dengan kemampuan menyimpan volume gas dalam jumlah yang signifikan (Crosdale, drr., 1998).

Penelitian menawarkan bahwa aneka macam jenis maseral mempunyai energi aktivasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, maseral resinit dan suberinit dari grup liptinit mempunyai energi aktivasi yang paling rendah (167 kj/mol), sedangkan alginit yang paling tinggi (280 kj/mol) (Lu, 1996; Lu, drr., 1997). Energi aktivasi yang rendah mengakibatkan maseral resinit dan suberinit sanggup membentuk hidrokarbon berupa minyak immature pada fase awal proses pembatubaraan sedangkan maseral lainnya gres bisa menghasilkan hidrokarbon pada tingkat pembatubaraan yang lebih tinggi.


Secara umum batubara mempunyai energi aktivasi yang rendah, rata-rata kurang dari 380 kj/mol. Rendahnya energi aktivasi tersebut menawarkan bahwa pembentukan hidrokarbon pada batubara berlangsung pada suhu rendah (Lu, 1996; Lu, drr., 1997). Secara genesa, batubara terbagi menjadi batubara humic dan batubara sapropelic. Batubara humic terbentuk dari tumbuhan-tumbuhan tinggi sedangkan batubara sapropelic berasal dari residu tumbuhan-tumbuhan rendah menyerupai alga.

Batubara humic merupakan batubara yang paling banyak terdapat di dunia. Jenis batubara ini sebagian besar terbentuk dari tumbuhan darat yang ditopang oleh struktur kayu lignoselulosa. Dalam kondisi reduksi lemah, lignoselulosa akan membentuk maseral vitrinit sedangkan bila teroksidasi akan membentuk maseral inertinit (Zou, 2013).

Beberapa komponen stabil dari tumbuhan tinggi menyerupai spora, kutin, dan resin terbentuk dari protein yang kaya akan hidrogen. Komponen tersebut membentuk maseral liptinit, sehingga maseral liptinit juga mempunyai sifat stabil (Zou, 2013). Maseral vitrinit, inertinit, dan liptinit dalam proporsi yang berbeda-beda bergabung membentuk batubara humic.


Seperti yang telah dijelaskan di atas, maseral liptinit mempunyai kecenderungan lebih gampang untuk membentuk minyak (oil prone) daripada gas (gas prone). Dengan kata lain batubara sapropelic dengan kandungan maseral liptinit yang tinggi (Kerogen Tipe II dan III) sanggup membentuk minyak. Sedangkan batubara humic dengan kandungan maseral vitrinit dan inertinit yang tinggi lebih cenderung membentuk Kerogen Tipe III yang lebih gampang untuk membentuk gas daripada minyak. Penjelasan lebih lengkap wacana potensi batubara dalam menghasilkan hidrokarbon sanggup ditemukan pada goresan pena Levine (1997).

Sumber http://www.geologinesia.com

Sunday, March 4, 2018

√ Pembentukan Gas Metana Dalam Proses Pembatubaraan (Coalification)

Dari judul diatas muncul 3 pertanyaan yang perlu kita pahami yaitu: apa itu gas metana?, apa itu proses pembatubaraan (coalification), dan bagaimana hubungannya gas metana dan proses pembatubaraan?. Metana yaitu hidrokarbon paling sederhana dalam wujud gas dengan rumus kimia CH4. Sifat gas metana pada suhu ruangan dan tekanan standar yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan gampang terbakar. Sedangkan proses pembatubaraan (coalification) yaitu proses pembentukan batubara yang melibatkan proses biologi, kimia, dan fisika. Lalu, bagaimana kekerabatan antara keduanya?? simak penjelasannya di bawah ini.


Secara sederhana, proses pembentukan batubara diawali oleh adanya pertumbuhan tumbuhan pembentuk batubara di lingkungan rawa, kemudian flora tersebut mati, terbenam, dan terawetkan melalui proses biokimia. Dalam proses biokimia, adanya aktifitas basil mengubah materi sisa-sisa flora menjadi gambut (peat).

Gambut yang telah terbentuk lambat laun tertimbun oleh endapan-endapan lainnya menyerupai batulempung, batulanau, dan batupasir. Proses berubahan gambut menjadi batubara selanjutnya didominasi oleh proses fisika dan geokimia, dimana dampak temperatur, tekanan kedalaman brial, gradien geotermal, dan juga lamanya waktu pembebanan sangat signifikan.


 pertanyaan yang perlu kita pahami yaitu √ Pembentukan Gas Metana dalam Proses Pembatubaraan (Coalification)
Skema kekerabatan proses pembatubaraan dan hidrokarbon (Flores, 2014).
Proses pembatubaraan atau biasa dikenal dengan istilah "coalification" akan mengubah gambut menjadi batubara lignit, batubara bituminous, hingga batubara antrasit. Selama proses pembatubaraan, sejumlah besar air dihasilkan bantu-membantu dengan gas. Gas yang terbentuk sebagian besar berupa metana (CH4) lebih besar dari 90%, sedangkan gas lain berupa etan (c2), propan (C3), butan (C4), carbon dioxide (CO2), alkanes, nitrogen (N2), Argon (Ar), hydrogen (H2), helium (He), dan hydrogen sulphide (H2S) (Rice, 1993). Sebagai catatan, C1, C2, C3, dan C4 yaitu abreviasi yang biasa dipakai dalam dunia industri dan akademik untuk merujuk pada gas metana, etana, propana, dan butana.

Gas yang terbentuk selama proses "coalification" atau pembatubaraan sanggup dikelompokan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: "inert gas" dan "productif gas". Gas produktif (metan, etan, propan, butan, dll) yaitu gas-gas yang mempunyai nilai keekonomian alasannya menghasilkan panas dikala dibakar.


Sedangkan inert gas (CO2, N2, dan H2S) yaitu jenis gas yang tidak bereaksi dikala mengalami proses pembakaran, sehingga tidak mempunyai nilai keekonomian (Moore, 2012). Metana yaitu gas yang paling banyak dihasilkan dari proses pembatubaraan dan menarik perhatian alasannya karakteristiknya sebagai sumber energi.

Sumber http://www.geologinesia.com

Wednesday, February 28, 2018

√ Biogenik Metan Dalam Batubara

Kita ketahui bersama bahwa pembentukan batubara sering menghasilkan gas-gas yang sebagian besar merupakan gas metana. Gas metana dalam batubara intinya terbentuk melalui 2 proses, yaitu proses biogenik dan termogenik. Gas yang yang dihasilkan dari proses biogenik disebut dengan biogenik metan, sedangkan gas yang terbentuk dari proses termogenik biasa disebut dengan termogenik metan. Pembahasan kita kali ini akan lebih fokus membahas mengenai Biogenik Metan dalam Batubara.


Biogenik metan terbentuk dalam kondisi anoxic ketika material organik pembentuk batubara mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme. Organisme yang hidup di dunia dikelompokkan ke dalam 3 domain besar, yaitu Bacteria, Archaea, dan Eukarya.

Methanogen termasuk ke dalam domain Archaea. Archaea merupakan satu-satunya mikroorganisme yang diketahui bisa membentuk metan. Methanogen mempunyai sifat sangat sensitif terhadap oksigen ( redoks levels Eh < -200 mV ) dan memproduksi metan sebagai hasil simpulan dari produk metabolismenya. Hanya saja, kemampuan metabolisme methanogen terbatas pada material organik dengan rantai karbon sederhana (tidak lebih dari dua atom karbon) (Faison, 1991; Fakoussa and Hofrichter, 1999).

 Kita ketahui bersama bahwa pembentukan batubara sering menghasilkan gas √ Biogenik Metan dalam Batubara
Gambar 3 Domain Besar Makhluk Hidup di Dunia (dimoodifikasi dari Woose, drr, 1990).

Sedangkan untuk mengkonversi material organik dengan rantai karbon yang kompleks menyerupai batubara, methanogen membutuhkan kerjasama dengan banyak sekali jenis bakteri. Kerjasama ini dikenal dengan istilah "microbial methanogen consortia" atau konsorsium mikroorganisme pembentuk metan.

Berbagai jenis kuman bekerja pada tahap awal dengan mengkonversi rantai karbon kompleks menjadi rantai karbon sederhana yang siap dipakai oleh methanogen untuk membentuk metan. Dalam mengubah material organik menjadi metan, methanogen memakai banyak sekali macam "pathway". Pathway yang paling banyak dipakai oleh methanogen dalam mengkonversi batubara menjadi metan ialah reduksi CO2 (hydrogenotrophic) dan fermentasi acetate (acetoclastic) (Strapoc, drr., 2011).


 Kita ketahui bersama bahwa pembentukan batubara sering menghasilkan gas √ Biogenik Metan dalam Batubara
Gambar Methanogen Pathway dan Pembentukan Metan dari Material Kompleks.

Pembentukan biogenik metan berlangsung pada suhu rendah (< 56 derajad celcius) pada tahap penggambutan dan pada tahap awal pembentukan batubara (Ro < 0,3%). Gas yang terbentuk melalui proses biogenik sebagian besar berupa CH4 dan hanya sebagian kecil berupa gas hidrokarbon berat (C2+).

Biogenik metan pada gambut biasanya berupa gelembung-gelembung gas rawa yang cenderung terlepas ke atmosfer. Sedangkan biogenik CH4 yang terbentuk pada tahap awal pembatubaraan, bisa bertahan dan terakumulasi jikalau proses penimbunan berlangsung cepat dan sistem seal dari batuan di atas lapisan batubara terbentuk dengan baik (Gao, drr., 2014).

CH4 yang terbentuk pada dikala penggambutan dan pada tahap awal proses pembatubaraan dikenal sebagai biogenik CH4 primer. Karena terbentuk pada kedalaman yang dangkal, biogenik CH4 primer sangat jarang terakumulasi menjadi endapan yang ekonomis.


Proses pembentukan biogenik metan sanggup juga terjadi sesudah batubara terbentuk. Hal ini terjadi ketika lapisan batubara yang berada pada batas cekungan mengalami kontak dengan air meteorik yang mengandung mikroorganisme pembentuk metan (CH4).

Sumber http://www.geologinesia.com

√ Perbedaan Reservoir Batubara Dan Reservoir Gas Konvensional

Karakteristik batubara sebagai reservoir gas sangat dipengaruhi oleh struktur heterogen dalam batubara, sehingga proses peresapan (sorption) dan penyimpanan (stroge) gas dalam batubara lebih kompleks dibandingkan reservoir konvensional. Reservoir batubara merupakan suatu sistem jaringan pori dan fraktur.


Pori yaitu kawasan dimana sebagian besar gas dalam batubara tersimpan, sedangkan fraktur/cleat yaitu rekahan yang memilih fasilitas gas diekstraksi dari lapisan batubara. Rekahan-rekahan dalam batubara biasanya dipenuhi oleh air sehingga untuk sanggup mengeluarkan gas dari dalam batubara maka tekanan dalam reservoir batubara harus dikurangi dengan cara memompa air terlebih dahulu keluar dari lapisan batubara.

Karakteristik khusus inilah yang menciptakan batubara digolongkan sebagai reservoir gas non-konvensional. Beberapa perbedaan inti yang membedakan batubara dari reservoir gas konvensional sanggup dilihat dalam tabel dibawah ini.

 sangat dipengaruhi oleh struktur heterogen dalam batubara √ Perbedaan Reservoir Batubara dan Reservoir Gas Konvensional
Tabel Perbandingan Reservoir Batubara dan Reservoir Gas Konvensional (A. Rodvelt, 2012). 

Perbedaan reservoir batubara dan reservoir konvensional (contoh: batupasir atau batugamping) sanggup terlihat terang pada dikala produksi. Pada reservoir gas konvensional, fraksi gas akan pribadi keluar pada tahap awal produksi. Sejalan dengan berkurangnya produksi gas, fraksi air yang dihasilkan akan meningkat.

Sebaliknya, pada tahap awal produksi gas dalam batubara (CBM) maka sumur belum menghasilkan gas dalam jumlah yang ekonomis, tetapi masih memproduksi sejumlah besar air. Jika puncak produksi reservoir gas konvensional sanggup dicapai dalam kurun waktu hanya 1 tahun dari masa operasional, maka puncak produksi gas dalam batubara (CBM) diperoleh dalam jangka waktu yang lebih lama, biasanya 5 - 7 tahun dari masa awal produksi, tergantung dari kondisi geologi dimana reservoir itu berada.


 sangat dipengaruhi oleh struktur heterogen dalam batubara √ Perbedaan Reservoir Batubara dan Reservoir Gas Konvensional
Gambar Contoh Kurva Produksi Gas: (A) Reservoir Gas Konvensional, (B) Reservoir Gas dalam Batubara (Moore, 2012).

Pada awal produksi, industri ekstraksi gas dalam batubara biasanya membutuhkan biaya yang relatif lebih besar dibandingkan dengan konvensional gas. Tetapi pada tahap operasional selanjutnya, biaya produksi gas dalam batubara sanggup lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi gas alam konvensional.

Sumber http://www.geologinesia.com

Wednesday, February 21, 2018

√ Sistem Pori Batubara Hubungannya Dengan Reservoir Gas

Karakteristik unik batubara sebagai reservoir gas ditentukan alasannya yakni sifatnya yang heterogen dan merupakan media berpori yang anisotropic. Pori adalah celah terbuka dalam matriks batubara yang mempunyai kedalman lebih besar dari lebarnya, serta mempunyai variasi dalam bentuk dan lebarnya (Aminian dan Rodvelt, 2014). Pori-pori dalam batubara sanggup terisolasi atau juga terhubung satu sama lain membentuk suatu jaringan.

Pori sering dimodelkan sebagai adonan kubus atau satu set bangkit berbentuk blok yang terhubung satu sama lain oleh rekahan/cleat. Cleat merupakan jejak dari proses pembatubaraan dan banyak sekali tegangan tektonik yang dialami batubara. Menurut Flores 2013 dan Zou 2012, terdapat 3 jenis pori dalam batubara yaitu:
1. Mikropori (< 2nm)
2. Mesopori (2-50nm)
3. Makropori (> 50nm)


 Karakteristik unik batubara sebagai reservoir gas ditentukan alasannya yakni sifatnya yang heterog √ Sistem Pori Batubara Hubungannya Dengan Reservoir Gas
Gambar sistem pori dan rekahan dalam batubara.

Rata-rata sekitar 77% pori dalam batubara berupa mikropori, 5% berupa mesopori, 15% berupa makropori dan 3% berupa cleat dan fraktur (Mastalrez, dkk, 2008). Gas yang terbentuk selama proses pembatubaraan baik termogenik maupun biogenik tersimpan dalam reservoir batubara melalui proses penyerapan (absorption) dan adsorpsi (adsorption) di dalam sistem pori (mikropori, mesopori, dan makropori), cleats dan atau fraktur. Sebagian besar gas dalam batubara tersimpan dalam mikropori melalui proses adsorpsi, sehingga luas permukaan pori berperan lebih penting dibanding volume pori.

Pori-pori batubara jumlahnya sangat banyak sehingga batubara juga mempunyai luas pemukaan yang sangat besar, sekitar 1 cm3 batubara sanggup mempunyai luas permukaan hingga 3 m2 (Mares dkk, 2009). Beberapa ilustrasi pengukuran pori batubara menunjukkan bahwa batubara dengan ketebalan 5m di area seluas 1 km persegi dengan jumlah sumberdaya sebanyak 5 juta m3 sanggup mempunyai luas permukaan internal hingga 1500 km2 (Moore, 2012).

Dengan luas area permukaan yang sedemikian besar, tidaklah heran bila batubara mempunyai kemampuan untuk menyimpan banyak sekali gas dalam bentuk teradsorpsi pada area permukaan pori yang sangat besar tersebut. Dalam berat yang sama, batubara mempunyai 6 - 7 kali lebih banyak permukaan internal mikropori dibandingkan konvensional reservoir, sehingga sanggup menyimpan lebih banyak gas (Nuccio, 2000). Batubara dikenal mempunyai 2 jenis porositas (dual porosity) yaitu:
1. Porositas Cleat
2. Prositas Mikropori


Porositas cleat diartikan sebagai area terbuka diantara cleat. Perhitungan volume pori batubara termasuk sulit untuk dilakukan di laboratorium, terutama alasannya yakni kesudahannya yang kebanyakan tidak akurat. Perhitungan volume pori batuan biasa dilakukan dengan metode mercury impregnation. Akan tetapi, alasannya yakni kesudahannya sering tidak akurat maka metode itu dikala ini jarang dipakai pada batubara (Moore, 2102). Estimasi besarnya volume pori batubara dikala ini lebih banyak dilakukan dengan memakai metode small angle scatter (Radlinski, 2004).

Batubara yang telah berproduksi secara komersil mempunyai porositas cleat rata-rata 1 - 2% (Aminian dan Rodvelt, 2012). Pada umumnya nilai porositas cleat yang dipakai untuk pemodelan fatwa gas dalam batubara yakni 1% hingga 5%.

Sumber http://www.geologinesia.com