KAJIAN TEORI
A. KONTROL SOSIAL
1. Definisi Kontrol Sosial
Secara etimologi kontrol berasal dari “Controlling” yang berarti pengendalian. Menurut George R. Terry pengendalian (controlling) sebagai suatu perjuangan untuk meneliti kegiatan-kegiatan yang telah akan dilaksanakan. (Marno dan Triyo, 2008: 24). Pengendalian berorientasi pada objek yang dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-orang bekerja menuju target yang ingin di capai.
Definisi pengendalian sosial dari beberapa andal yakni :
a. Bruce J. Cohen
Pengendalian sosial ialah cara-cara atau metode yang dipakai untuk mendorong seseorang semoga berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas tertentu.
b. Horton
Pengendalian sosial ialah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya sanggup bertindak sesuai keinginan kelompok atau masyarakat.
c. Joseph S. Roucek
Pengendalian sosial ialah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses bersiklus ataupun tidak bersiklus yang mengajarkan, membujuk atau memaksa individu untuk beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kelompok.
d. Peter L. Berger
Pengendalian sosial ialah banyak sekali cara yang dipakai oleh masyarakat untuk menertibkan anggota-anggotanya membangkang.
e. Soetandyo Wignyo Subroto
Pengendalian sosial ialah sanksi, yaitu suatu bentuk penderitaan yang secara sengaja diberikan oleh masyarakat.
Dari definisi yang didapat dari beberapa ahli, maka sanggup disimpulkan bahwa pengendalian sosial ialah suatu cara yang ditempuh oleh suatu kelompok masyarakat untuk mengatur dan mentertibkan anggota yang melaksanakan penyimpangan sosial semoga sanggup bertindak sesuai dengan keinginan kelompok atau masyarakat.
2. Fungsi Kontrol Sosial dan Macam Kontrol Sosial
Dalam banyak sekali buku pengantar sosiologi pendidikan disebutkan fungsi dan macam dari kontrol sosial. Adapun fungsi kontrol sosial berdasarkan Koentjaraningrat (Kamanto, 2012: 12) :
a. Mempertebal keyakinan masyarakat wacana kebaikan umum
b. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma
c. Mengembangkan rasa malu
d. Mengembangkan rasa takut
e. Menciptakan sistem hukum
Selain itu macam pengendalian sosial sanggup dibedakan menjadi 3 yakni :
a. Menurut waktunya
Menurut waktunya, pengendalian sosial sanggup dibedakan menjadi pengendalian preventif dan pengendalian represif. Pengendalian preventif merupakan pengendalian yang dilakukan sebelum terjadinya sikap menyimpang yang sanggup diberikan melalui teguran, pesan yang tersirat dan anjuran. Sedangkan pengendalian represif ialah pengendalian sosial yang dilakukan sehabis terjadinya penyimpangan sikap yang sanggup diberikan melalui peringatan, sanksi, denda, dan hukuman.
b. Menurut petugasnya
Menurut petugas maupun orang yang melaksanakan kontrol sosial, pengendalian sosial dibedakan menjadi pengendalian sosial formal dan pengendalian sosial nonformal. Pengendalian sosial formal ialah pengendalian sosial yang dilakukan oleh aparatur negara ibarat polisi, hakim, abdnegara KPK dan lain-lain. Sedangkan pengendalian sosial nonformal yakni pengendalian sosial yang dilakukan oleh warga masyarakat biasa yang diwujudkan dalam demonstrasi.
c. Menurut sifatnya
Menurut sifatnya, pengendalian sosial dibedakan menjadi dua, yakni pengendalian sosial kuratif dan pengendalian sosial partisipasif. Pengendalian sosial kuratif yakni pengendalian sosial dalam bentuk training atau penyembuhan terhadap banyak sekali macam bentuk penyimpangan, ibarat training kepada mantan pemakai narkoba. Sedangkan pengendalian sosial partisipasif yakni pengendalian sosial yang dilakukan dengan mengikutsertakan pelaku untuk melaksanakan penyembuhan atau perbaikan perilaku, contohnya kepada mantan pencuri diberikan kiprah sebagai abdnegara keamanan
3. Lembaga Pengendalian Sosial
Seperti yang dikutip laman web unair.ac.id dalam kajian kontrol sosial, forum pengendalian sosial terdiri dari 3 komponen, yakni :
a. Masyarakat : masyarakat sanggup melaksanakan kontrol sosial sesuai dengan moral istidat setempat.
b. Aparat penegak aturan : alasannya ialah masyarakat tidak sanggup sepenuhnya berperan sebagai biro kontrol sosial, maka perlu didukung oleh adanya forum kontrol sosial ibarat forum kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan forum lainnya yang resmi.
c. Orang-orang tertentu yang diberi kiprah atau wewenang khusus : dalam hal ini ialah ketua moral atau tokoh masyarakat. Sebagai panutan masyarakat, tokoh masyarakat menawarkan opini maupun pengutamaan terhadap pihak-pihak yang melaksanakan penyimpangan sosial.
4. Efektifitas Kontrol Sosial
Menurut James M. Heslin (2006: 154-157) menyebutkan dalam banyak sekali teori penyimpangan (control theory) dan teori label (labeling theory). Teori penyimpangan dari Reckless bahwa dalam pengendalian ada dua sistem kontrol yang mengekang motivasi untuk menyimpang yakni yang pertama pengendalian batin (inner control) meliputi moralitas langsung (hati nurani, prinsip keagamaan, taat hukum). Yang kedua pengendalian luar yang meliputi keluarga, teman dan teman yang sanggup mengekang kita untuk tidak melaksanakan penyimpangan sosial. Sedangkan berdasarkan teori label atau proteksi label seseorang yang melaksanakan tindakan atau sikap menyimang maka akan menerima hukuman sosial yang sanggup berwujud proteksi label sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Pemberian label ini berbeda-beda pengaruhnya bagi masing-masig individu. Ada yang menolak dan berusaha memperbaiki diri semoga tidak diberi label demikian, namun ada juga yang hirau terhadap label yang diberikan. Kedua teori ini memandang bahwa kontrol sosial sanggup efektif diterapkan melalui kesadaran diri sendiri.
Dalam banyak sekali buku sosiologi yang ada, terdapat lima faktor yang memilih efektifitas kontrol sosial. Usaha kontrol sosial oleh kelompok masyarakat sanggup dilakukan secara efektif yakni :
a. Menarik tidaknya kelompok masyarakat itu bagi warga yang bersangkutan
Semakin menarik kelompok bagi warganya, kian besar efektivitas kontrol sosial atas warga tersebut, sehingga tingkah pekerti sanggup dengan gampang dikontrol oleh warganya sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
b. Otonom tidaknya kelompok masyarakat itu
Didalam suatu kelompok dalam skala besar dan kecil berbeda pula efektifitas kontrol sosialnya. Sebuah penelitian dari Marsh menunjukan dimana dalam suatu kelompok masyarakat kecil tempat terpencil kontrol sosial yang lebih efektif daripada kelompok masyarakat dikota besar. Karena di dalam kelompok kecil di tempat terpencil, norma yang berlaku cenderung masih terlalu mengikat, sehingga kontrol sosial dari masyarakat pun akan semakin baik. Tetapi dikota-kota besar norma sosial yang ada sudah tidak terlalu mengikat.
c. Beragam tidaknya norma yang berlaku dalam kelompok itu
Semakin bermacam-macam norma yang berlaku dalam suatu kelompok lebih-lebih kalau norma banyak namun tidak ada kesesuaian, maka akan semakin berkurang efektifannya. Karena masyarakat akan kesulitan menyimpulkan citra norma yang tertib dan konsisten yang ada didalam masyarakat. Dalil tersebut telah dibuktikan melalui studi eksperimental oleh Meyers.
d. Besar kecilnya dan bersifat anomie-tidaknya kelompok masyarakat yang bersangkutan
Semakin besar suatu kelompok masyarakat, semakin sukar orang mengidentifikasi dan saling mengenali sesame warga kelompok. Sehingga dengan bersembunyi dibalik keadaan anomie (keadaan tidak bisa saling mengenal), semakin bebaslah individu untuk berbuat semaunya dan kontrol sosial akan lumpuh tanpa daya.
e. Toleran tidaknya sikap petugas kontrol sosial terhadap pelanggaran yang terjadi
Petugas kontrol sosial harus bisa membedakan toleransi terhadap segala bentuk tindakan penyimpangan sosial. Ketika suatu kesalahan ataupun penyimpangan kecil ditoleransi, maka akan bisa mengakibatkan penyimpangan lainnya yang bisa lebih besar. Kaprikornus harus siberikan hukuman atas segala bentuk penyimpangan sosial.
B. KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
1. Konsep Dasar Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan pendidikan ialah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi, mengkoordinir, menggerakkan, menawarkan motivasi, dan mengarahkan orang-orang dalam forum pendidikan semoga pelaksanaan pendidikan dan pengajaran sanggup lebih efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan dan pengajaran (Marno dan Triyo, 2008: 33).
Kepemimpinan pendidikan merupakan proses pemimpin pendidikan menghipnotis para penerima didik dan para pemangku kepentingan pendidikan serta membuat sinergi untuk mencapai tujuan pendidikan (Wirawan, 2013: 582).
Kaprikornus inti dari kepemimpinan pendidikan yakni proses pemimpin untuk menghipnotis dan menggerakan serta mengarahkan orang-orang di dalam forum pendidikan semoga sanggup mencapai tujuan pendidikan.
2. Teori Kepemimpinan
Teori-teori kepemimpinan banyak sekali model dan ragamnya. Pada cuilan ini akan difokuskan pada salah satu teori yang sanggup dipakai untuk mendukung kajian kontrol sosial kepemimpinan pendidikan. Adapun teori yang difokuskan ialah cuilan dari Teori Kepemimpinan Modern yang terangkum dalam buku Manajemen karya Husaini Usman. Pada teori kepemimpinan ini masih sangat luas. Karena pada teori kepemimpinan ini memakai banyak sekali pendekatan, yakni pendekatan sifat, perilaku, situasional-kontingensi, dan pancasila. Fokusnya ialah Teori Kepemimpinan Modern dengan pendekatan sikap (gaya-gaya kepemimpinan)
Teori pendekatan sikap ini merupakan penyempurnaan dari Traits Approach Theory atau teori pendekatan sifat-sifat. Teori pendekatan sifat tidak sanggup dipakai untuk menjelaskan seseorang menjadi pemimpin yang efektif. Sehingga teori pendekatan sikap akan menjelaskan kepemimpinan yang membuat seseorang menjadi pemimpin yang efektif. Teori ini beranggapan bahwa pemimpin yang efektif ialah sanggup mewujudkan sasarannya, ibarat pendelegasian kiprah dan wewenang, melaksanakan komunikasi dan melaksanakan kontrol kepada bawahan.
Teori pendekatan sikap kepemimpinan ini banyak sekali ibarat teori Studi Iowa, Studi Ohio, Studi Michigan, Rensis Likert, Managerial Grid Blake & Mouton, serta Reddin. Dari beberapa teori tersebut masih dikerucutkan fokus gaya kepemimpinan yakni Likert, Managerial Grid Blake & Mouton dan dikembangkan Geradi, Reddin transformasional, dan Primal. Ada 4 uraian gaya kepemimpinan yang dikembangkan dari inti teori pendekatan sikap yakni :
a. Empat Sistem Kepemimpinan dalam Manajemen Likert
b. Managerial Grid Leadership Blake & Mouton
c. Tiga Dimensi Gaya Kepemimpina Reddin
d. Perilaku Pemimpin Lippitt & White.
Kajian ini akan cenderung fokus pada sikap pemimpin Lippitt & White. Hal ini dikarenakan bahwa apa yang disampaikan pada sikap pemimpin Lippit &White ini bisa member celah adanya kontrol sosial. Pendekatan sikap Pemimpin Lippit & White ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Lippitt & White dan ditulis dalam bukunya “Leader Behavior and Member Reaction in Three Social Climate”. Lippit & White meneliti banyak sekali hubungan antara sikap pemimpin yang berbeda, yaitu sikap otoriter, demokratis, dan Laissez faire. Pola sikap pemimpin yang demikian yang bisa mengakibatkan reaksi sosial atau kontrol sosial dari masyarakat yang tidak puas dengan contoh sikap kepemimpinan seorang pemimpin.
Tabel Tiga Gaya Kepemimpinan (Manning & Curtis, 2003)
Otoriter | Demokratis | Laissez Faire |
Pemimpin memilih semua keputusan me-ngenai kebijaksanaannya. | Semua kebijakan dirumuskan melalui musyawarah dan diputuskan oleh kelompok, sedangkan pemimpin mendorong. | Kelompok mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk mengambil keputusan dengan partisipasi minimal dari pemimpin. |
Setiap langkah kegiatan dengan cara pelaksana-annya untuk setiap dikala ditentukan oleh pemimpin sehingga langkah berikutnya tidak pasti. | Ditetapkan kegiatan secara gotong royong untuk mencapai tujuan kelompok. Apabila dibutuhkan saran teknis, pemimpin mengajukan beberapa alternatif untuk dipilih. | Kegiatan diberikan pemimpin dengan keterangan bahwa ia akan menawarkan klarifikasi kalau diminta. |
Pemimpin biasanya menawarkan penugasan tertentu pada setiap anggota kelompok | Setiap anggota bebas bekerja sama dengan siapapun dan pembagian kiprah diserahkan kepada kelompok. | Pemimpin tidak pernah berpartisipasi secara penuh. |
Pemimpin cenderung lebih langsung dalam proteksi penghargaan dan kritik terhadap setiap anggota kelompok | Pemimpin bersikap objektif dan senantiasa berdasarkan faktadalam menawarkan penghargaan dan kritik. | Dalam pembicaraan jarang timbul komentar yang spontan. |
Tabel sikap pemimpin yang berbeda dan jawaban bawahannya dalam tiga iklim sosial.
|
Tabel diatas menjelaskan bahwa semakin otoriter seseorang, semakin ia sebagai sentra pengambil keputusan. Semakin laize faire seseorang, semakin ia membebaskan bawahannya mengambil keputusan. Ketiga gaya tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, hanya tergantung pada situasi dan kondisi bagaimana gaya kepemimpinan itu bisa diterapkan.
3. Model Kepemimpinan
Model kepemimpinan berdasarkan Bush (Usman, 2010: 373) yaitu :
a. Manajerial (managerial)
Model ini berasumsi bahwa fokus seorang pemimpin ialah melaksanakan kiprah dan fungsinya dengan memakai kompetensinya.
b. Partisipasif (participative)
Model ini berasumsi bahwa proses pengambilan keputusan diambil gotong royong kelompok.
c. Transformasional (transformational)
Model yang komprehensif yang memakai pendekatan normatif. Jika model ini berhasil, maka model ini akan melibatkan stakeholders dalam mencapai tujuan.
d. Interpersonal (interpersonal)
Model ini menekankan pada hubungan teman sejawat dan hubungan antar pribadi.
e. Transaksional (transactional)
Model transaksional ialah hubungan antara pemimpin dengan pengikut berdasarkan komitmen nilai atau proses pertukaran (transaksi uang). transaksi yang dimungkinkan mengguntungkan untuk kedua belah pihak.
f. Postmodern
Model ini mengizinkan memakai kepemimpinan demokratis. Pemimpin harus penuh perhatian pada budaya dan lambing yang ada didalam organisasi.
g. Kontingensi (contingency)
Model ini berfokus pada situasi dan mengevaluasi bagaimana menyesuaikan sikap dengan lingkunganya.
h. Moral
Model ini berfokus pada nilai, kepercayaan, dan etika. Model ini berdasarkan rasional normatif, rasional berdasarkan pertimbangan benar atau salah.
i. Pembelajaran (instructional)
Model ini memfokuskan diri pada bagaimana meningkatkan hasil belajar.
Selain itu dalam Wirawan (2013: 535) menyebutkan bahwa model kepemimpinan ialah model AELM. Model AELM ialah suatu model kependidikan yang disusun oleh Asosiasi Kepala Sekolah Australia. Model ini menhendaki bahwa setiap pemimpin mempunyai kompetensi, antara lain:
a. Kepemimpinan kurikulum dan pedagogi
Yaitu menyediakan lingkungan pembelajaran dan mengajar yang optimal yang merespons kecenderungan san gosip nasional dan global yang cocok dengan kecenderunganyang kini dan dievaluasi secara berkesinambungan.
b. Kepemimpinan organisasi dan manajemen
Dalam kepemimpinan organisasi dan manajemen, pemimpin harus mempunyai visi dan bisa menyebarkan secara kooperatif suatu tujuan bersama dan arah pendidikan di kemudian hari.
c. Kepemimpinan kulturan dan kebajikan
Seorang pemimpin harus bisa memahami dan mengakui nilaibudaya masyarakat, bertindak secara etis, merefleksikan kepercayaan, praktik dan perilaku.
d. Kepemimpinan politik dan masyarakat
Pemimpin harus mempunyai kemampuan bernegosiasi dengan sistem, dan banyak sekali sector, orang tua, guru, dan para anggota masyarakat.
e. Optimalisasi pembelajaran dan pertumbuhana penerima didik.
Tujuan daripada kepemimpin pendidikan ialah membuat sinergi untuk mengoptimalkan pembelajaran dan pertumbuhan para penerima didik.
4. Etika Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam dunia pendidikan pemimpin sekolah dinamakan Kepala Sekolah. Kepala sekolah merupakan jabatan tertinggi di sekolah yang mempunyai kiprah dan fungsinya sebagai pemimpin. Adapun etika yang merujuk pada sikap dan sikap yang harus dimiliki oleh kepala sekolah tersebut dalam Mulyasa (2012: 59-60) yaitu :
a. Memiliki tanggung jawab terhadap jabatan yang dipercayakan kepadanya.
b. Memiliki kepedulian dan komitmen yang tinggi untuk mencapai sesuatu yang bermakna selama menduduku jabatannya.
c. Menegakkan disiplin waktu dengan penuh kesadaran bahwa disiplin merupakan kunci keberhasilan.
d. Melaksanakan setiap kiprah dan kegiatan dengan penuh tanggung jawab, dan selalu terperinci makna (value) dari setiap kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan mutu lulusan.
e. Proaktif (berinisiatif melaksanakan sesuatu yang diyakini baik) untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah, tidak hanya reaktif (hanya melaksanakan kegiatan ketika ditunjuk).
f. Memiliki kemauan dan keberanian untuk merampungkan setiap problem yang dihadapi oleh sekolahnya.
g. Menjadi leader yang komunikatif dan motivator bagi stafnya untuk lebih berprestasi, serta tidak bersikap bossy (pejabat yang hanya mau dihormati dan dipatuhi).
h. Memiliki kepekaan dan merasa ikut bersalah terhadap sesuatu yang kurang pas, serta berusaha untuk mengkoreksinya.
i. Berani mengkoreksi setiap kesalahan secara tegas dan bertindak bijaksana, (mudah memaafkan, maklum, dan gampang mengerti) serta tidak permisif.
Dalam konteks yang sama, Mulyasa (2012: 49-54) juga menjelaskan bahwa seorang kepala sekolah yang ideal dituntut untuk mempunyai ciri khusus sebagai berikut:
a. Fokus pada kelompok
b. Melimpahkan wewenang
c. Merangsang kreatifitas
d. Member semangat dan motivasi
e. Memikirkan kegiatan penyertaan bersama
f. Kreatif dan proaktif
g. Memperhatikan sumber daya manusia
h. Membicarakan persaingan
i. Membangun karakter
j. Kepemimpinan yang tersebar
k. Bekerjasama dengan masyarakat.
Sumber http://samplingkuliah.blogspot.com